Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Salah satu potensi daerah Sulawesi Tenggara yang dapat di kembangkan adalah

Sungai Konaweha yang merupakan sungai terbesar di Sulawesi Tenggara, dengan

DAS sepanjang 325, 47 km yang melintasi 5 Kabupaten dan 1 Kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara dengan curah hujan antara 20-300 mm per tahun. Dengan

potensinya yang besar, Sungai Konaweha maka pembangunan bendungan di lokasi

Desa Asinua Jaya, Kecamatan Asinua, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi

Tenggara menjadi program strategis dalam mengatasi kebutuhan masyarakat Sulawesi

Tenggara. Pembangunan Bendungan Pelosika oleh BWS Sulawesi IV memiliki fungsi

sebagai bendungan serbaguna, dalam upaya terselenggaranya kegiatan konservasi,

pemenuhan kebutuhan air baku & irigasi, pengendalian banjir, PLTA, serta sebagai

sarana prasarana olahraga & wisata air. Pembangunan Pendungan Pelosika

direncanakan akan memiliki kapasitas sebesar 822.26M³ dan diharapkan dapat

mengaliri lahan seluas 16000Ha, mengurangi debit banjir sebesar 10, 359 M³/detik,

menyediakan pasokan air baku sebesar 0,20 M³/detik, dan menghasilkan listrik sebesar

10, 00 MW. Bendungan Pelosika terdisi dari 3 bangunan inti salah satunya adalah

saluran pengelak. Saluran ini merupakan saluran yang digunakan sebagai pengelak

aliran sungai sementara pada saat pembangunan inti bangunan. Saluran pengelak pada
bendungan ini memiliki tipe tapal kuda (Anonim, 2013, Perencanaan Teknis Tahap II

BWS Sulawesi IV).

Kegiatan pembangunan bendungan diperlukan berbagai tahapan kesiapan

hingga dapat mencapai tahap pengerjaan, setidaknya ada 8 studi kelayakan. Dalam hal

ini peranan geologi terutama geologi teknik sangat berperan dalam tahapan studi

geologi detail. Peranan geologi dalam studi kelayakan sangat menentukan dalam

pembuatan design bendungan dengan memperhatikan faktor faktor keselamatan

maupun kebencanaan yang ada di daerah tersebut. Studi geologi teknik dapat

menentukan kriteria batuan pada setiap tempat sesuai dengan klasifikasinya. Sebelum

menentukan suatu rekomendasi diperlukan adanya studi geomekanika batuan, sehingga

dalam pembuatan terowongan dapat memperoleh kestabilan massa batuan di

dalamnya. Sifat-sifat tersebut antara lain sifat masa batuan, air tanah, mineral pengisi,

struktur batuan, pelapukan, dan kondisi geologi lainnya seperti potensi gempa bumi,

dan litologi yang sangat berpengaruh dalam klasifikasi massa batuan yang digunakan.

Seiring dengan perkembangan ilmu geologi, metode dalam pengklasifikasian

batuan pun terus berkembang agar dapat ditemukan metode yang tepat dalam

menentukan suatu pekerjaan dalam hal ini pembuatan terowongan pengelak. Menurut

Barton, dkk (1974) Q-System sebagai salah satu dari klasifikasi massa batuan dibuat

berdasarkan studi kasus dilebih dari 200 kasus tunneling dan caverns memiliki 6

parameter yang didapatkan dalam studi geologi. Hal ini lah yang mendasari perlunya

pengklasifiasian massa batuan. Setelah mengetahui klasifikasi massa batuan, dibantu


dengan perhitungan Excavation Span Ratio (ESR) barulah dapat diketahui bagaimana

penanganan yang tepat dalam penggalian terowongan pengelak tersebut.

Klasifikasi massa batuan merupakan suatu metode empiris untuk menjelaskan

massa batuan berdasarkan karakteristik geomekanikanya. Pengklasifikasian massa

batuan dalam pembangunan terowongan dapat digunakan 2 klasifikasi yaitu RMR

(Rock Mass Rating) dan Q System (Rock Mass Quality). Kedua klasifikasi tersebut

memiliki metode yang berbeda, namun dalam pembangunan Bendungan Pelosika

dapat digunakan klasifikasi Q System karena dalam klasifikasi Q System terdapat

klasifikasi tersendiri untuk batuan Metamorf.

Hingga saat ini proses studi geologi detail masih dilakukan, diantaranya

pengeboran pada bagian inlet terowongan, dalam proses ini geologi teknik sangat

berperan terutama dalam hal deskripsi dan perhitungan kekuatan batuannya, setelah

dilakukan studi tersebut barulah geologi teknik berperan dalam penentuan penyangga

terowongan yang sesuai dengan klasifikasi batuannya.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan peta geologi lembar Lasusua Kendari, lokasi penelitian memiliki

litologi batuan metamorf yang berupa sekis. Litologi sekis yang dominan merupakan

batuan metamorf sangat menentukan metode klasifikasi yang digunakan dalam metode

penggalian juga penyangga yang digunakan dalam pembuatan terowongan pengelak,

sehingga dalam penelitian kali ini menggunakan metode pengklasifikasian Q System (

Rock Mass Quality ) yang memiliki pertimbangan tersendiri untuk batuan metamorf,
sehingga diharapkan didapatkan klasifikasi yang lebih akurat dibandingkan

penggunaan metode lainnya.

1.3 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini antara lain

1. Bagaimana kondisi geomorfologi, geologi, struktur batuan dan bidang

diskontinuitas pada lokasi rencana terowongan pengelak?

2. Bagaimana kondisi pelapukan batuan yang terjadi di daerah penelitian yang

berkaitan dengan klasifikasi massa batuan?

3. Bagaimana kondisi, karakteristik dan kelas massa batuan berdasarkan klasifikasi

Q System?

4. Berapa dimensi ekuivalen dan bukaan maksimum terowongan apabila tidak

menggunakan penyangga?

5. Berapa nilai stand up time terowongan berdasarkan nilai Q yang didapat?

6. Bagaimana rekomendasi penyangga dan penguatan massa batuan sesuai dengan

rekomendasi metode Q System?


1.4 Maksud dan Tujuan

Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui:

1. Menentukan kondisi geomorfologi, geologi, struktur batuan dan bidang

diskontinuitas pada lokasi rencana terowongan pengelak.

2. Mengetahui kondisi pelapukan lokasi rencana terowongan pengelak yang akan

berpengaruh pada kekuatan batuan dan nilai Q.

3. Nilai nilai mekanika batuan menurut metode Q System.

4. Nilai dimensi ekuivalen dan bukaan maksimal terowongan pengelak tanpa

menggunakan penyangga.

5. Nilai stand up time terowongan.

6. Jenis penyangga terowongan.

1.5 Kegunaan Peneltian

Hasil analisis pengklasifikasian yang tepat dalam pembuatan terowongan pengelak

Bendungan Pelosika dapat memberikan manfaat dalam kegiatan pembangunan dan

juga dapat menjadi rekomendasi design terowongan sehingga pekerjaan pengerjaan

terowongan pengelak dapat dilakukan dengan efisien dan mengurangi resiko kerja.

Diharapkan juga dengan dilakukannya penelitian ini dapat menambah pengetahuan

untuk pembaca terutama dalam hal pembuatan bangunan terowongan pada batuan

metamorf.
1.6 Lokasi Penelitian dan Aksesibilitasnya

Pembangunan Bendungan Pelosika terletak di up stream Bendung Wawotobi pada

Sungai Konaweha yaitu di Desa Lasao, Kecamatan Asinua Kabupaten Konawe

Provinsi Sulawesi Tenggara pada Wilayah DAS Lasolo-Konaweha. Secara

administrasi, wilayah pekerjaan Studi LARAP Bendungan Pelosika Kabupaten

Konawe – Provinsi Sulawesi Tenggara, mengacu pada peta genangan pada elevasi

puncak spillway (+113, 5 m) ditambahkan dengan jagaan (0, 75 m), yaitu di elevasi

+114, 25 m yang terletak di Kabupaten Konawe dan Kabupaten Kolaka Timur. Untuk

aksesibilitasnya Dari Kendari – Unaaha dengan jarak ± 70 km, kondisi jalan cukup

baik, waktu yang dibutuhkan ± 2 jam. Dari Unaaha – Abuki dengan jarak ± 22 km,

kondisi jalan cukup baik, dapat ditempuh dengan kendaraan roda 4 ataupun roda II.

Kemudian dari Abuki – Asinua dengan jarak ± 35 km, kondisi jalan rusak dan sulit

dilalui kendaraan biasa di saat musim penghujan. Jadi, jarak tempuh dari Kendari

sampai dengan lokasi rencana bendungan = ± 137 km. Melalui jalur air/sungai Dari

Unaaha di pelabuhan Grandis (Ameroro) menggunakan perahu ke arah hulu dengan

waktu tempuh ± 3, 0 jam (naik) & + 1, 5 jam (turun).


Lokasi Pekerjaan

Gambar 1.1 Daerah lokasi penelitian (BPK RI, tanpa tahun)

Anda mungkin juga menyukai