Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi fisiologi organ paru-paru


(Sumber: Wahid dan Suprapto, 2013 )

1) Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)


Fungsi utama saluran pernapasan atas adalah sebagai saluran udara (air
conduction),melindungi (protecting) pernapasan bagian bawah, dan sebagai
penghangat, penyaring, serta pelembab dari udara. Saluran pernapasan atas
teridri dari organ organ berikut :
a) Hidung (cavum nasalis), yaitu rongga hidung dilapisi sejenis selaput
lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah. Bersambung dengan faring
dan selaput lender sinus
b) Sinus paranasalis, yaitu daerah yang terbuka kepada tulang kepala. Organ
ini terdiri atas sinus frotalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis, dan sinus
maksilaris.
c) Faring , yaitu pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungan dengan esophagus, pada ketinggian tulang rawan krikoid.
d) Laring (tenggorokan), yaitu terdiri atas keeping tulang rawan yang diikat/
disatukan oleh ligamen dan membran

7
8

2) Saluran Pernapasan Bagian Bawah (lower airway)


a) Trakea (batang tenggorokan), yaitu memiliki panjang kira-kira 9 cm.
Tersusun atas 16-20 lingkar tak lengkap, berbentuk cincin.
b) Bronkus dan bronkeoli, yaitu bronkus yang terbentuk dari belahan dua
trakea pada tingkatan vertebrata torakalis kelima, bronkhiolus dikelilingi
oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
c) Alveolus,Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang mengandung
udara. Setiap paru mengandung sekitar 350 juta alveoli.
d) Paru-paru, yaitu Paru kanan di bagi menjadi tiga lobus, yaitu lobus
superior, lobus medius, lobus inferior. Sedangkan, paru kiri dibagi
menjadi dua lobus yaitu, lobus inferior dan lobus superior. Diperkirankan
setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli (Ardiansyah,2012).
b. Fisiologi
Menurut Price dan Wilson (2006) proses pernafasan dapat dibagi
menjaditiga proses:
1) Ventilasi, Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru
karena terdapat perbedaan tekanan antara intrapulmonal (tekanan intraalveoli
dan tekanan intrapleura) dengan tekanan intrapulmonal lebih tinggi dari
tekanan atmosfir maka udara akan masuk menuju ke paru, disebut inspirasi.
Bila tekanan intapulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfir maka udara
akan bergerak keluar dari paru ke atmosfir disebut ekspirasi.
2) Transportasi oksigen tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses
difusi di dalam paru terjadi karena perbedaan konsentrasi gas yang terdapat di
alveoli kapiler paru, oksigen mempunyai konsentrasi yang tinggi di alveoli
dibanding di kapiler paru, sehingga oksigen akan berdifusi dari alveoli ke
kapiler paru. Sebaliknya, karbondioksida mempunyai konsentrasi yang tinggi
di kapiler paru dibanding di alveoli, sehingga karbondioksida akan berdifusi
dari kapiler paru ke alveoli.
3) Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah.
Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi,
yaitu saat dimana metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan
karbondioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan
dikeluarkan oleh paru-paru (Price, 2006).
9

2. Definisi
Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru-paru, disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga
menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe
(Somantri, 2009). Menurut Mansjoer (1999), Tuberculosis adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat
bervariasi (Padila, 2013). Tuberkulosis merupakan infeksi bakterikronik yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai
sel (Wahid dan Suprapto, 2013).
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenal parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis.TB
dapat menyebar hampir kesetiap bagian tubuh, termasuk meninges, ginjal, tulang,
dan nodus limfe.Infeksi awal biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah
pajanan(Smeltzer, 2011).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat di simpulkan bahwa Tuberkulosis (TB)
paru merupakan penyakit infeksi yang di sebabkan oleh bakteri mycobacterium
tuberculosis menyerang parenkim paru ditandai dengan pemebentukan granuloma
dan dapat menular melalui droplet/percikan dahak.

3. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri atau
kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 πm.
Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan
lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang
menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan
oksigen tinggi yaitu apikal/apeks paru. Daerah ini merjadi predileksi pada penyakit
tuberculosis (Somantri, 2009).
Menurut Price (1997), tuberculosis paru adalah mycobacterium tuberculosis
yang berbentuk batang dan tahan asam. Penyebab tuberculosis adalah
mycobactorium tuberculosis bentuk batang panjang 1-4/πm, dengan tebal 0,3-0,5 πm.
selain itu juga kuman lain memberi infeksi yang sama yaitu mycobacterium bovis,
mycobacterium kansasii, mycobacterium intracellutare (Padila, 2013).
10

Sifat kuman :
1) Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam basa (asam alkohol) disebut bakteri
tahan asam (BTA).
2) Kuman tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.
3) Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es).
4) Kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag
karena makrofag banyak mengandung lipid.
5) Kuman bersifat aerob, kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya (Manurung,2016).

4. Klasifikasi
1) Tuberculosis Paru
2) Bekas Tuberculosis Paru
3) Tuberculosis Paru Tersangka
Yang terbagi atas:
a. Tuberculosis paru tersangka yang diobati
Disisni sputum BTA (-), tetapi tanda lain (+).
b. Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati
Disini sputum BTA (-), tanda-tanda lain juga meragukan. Dalam tiga bulan
harus sudah dipastikan apakah tersangka termasuk dalam TB paru aktif atau
bekas tuberculosis paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan:
a. Status bakteriologik: Mikroskopik sputum BTA atau Biakan sputum BTA
b. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru.
c. Status kometerapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberculosis
(Manurung, 2016).

5. Patofisiologi
Seseorang yang dicurigai menghirup basil mycobacterium tuberculosis akan
menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan nafas ke alveoli, dimana pada
daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran hasil ini bisa
juga melalui sistem limfe daan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang,
korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Sistem kekebalan tubuh
11

berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag


memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap tuberculosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah
terpapar (Somantri, 2009).
Gambar 2.1 WOC Tuberculosis Paru
Microbacterium Droplet infection Masuk lewat jalan
tuberculosis nafas

Menempel pada paru

Keluar dari
tracheobionchial Dibersikan oleh Menetap di jaringan paru
bersama sekret mikrofag

Terjadi proses peradangan


Sembuh tanpa
pengobatan
Suhu tubuh Tumbuh dan
meningkat berkembang di
sitoplasma makrofag
MK : Hipertermi
Sarang primer/efek primer
(fokus ghon)

Komplek primer Limfangitis lokal Limfadinitis regional

Menyebar ke organ Sembuh sendiri tanpa


lain (paru Sembuh tanpa bekas
pengobata fibrosa
lain,saluran
pencernaan,tulang
melalui media
(bronchogen
percontinuitum,
hematogen,
limfogen)
Pertahanan primer tidak Kerusakan membran
Radang tahunan dibronkus adekuat alveolar
12

Berkembang
Pembentukan tuberkel
menghancurkan
jaringan ikat sekitar

Bagian tengah nekrosis Pembentukan sputum Menurunnya


berlebih permukaan efek paru

Membentuk jaringan
keju MK : Ketidak alveolus
efektifan bersihan
jalan nafas
Sekret keluar saat batuk Alveolus mengalami
konsolidasi & eksudasi

Batuk produktif (batuk


terus menerus) MK : Gangguan
pertukaran gas

Dropiet infection Batuk berat MK : Nyeri kronis

Terhirup orang sehat Distensi abdomen

MK : Resiko Tinggi Mual, muntah MK : Nause


Terhadap Penyebaran
infeksi Cadangan energi
Intake nutrisi kurang
menurun

MK : Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh Kelemahan

MK : Intoleransi
aktivitas

Sumber : Brunner & Suddarth, (1996), Buku Ajar Kpeperawatan Medikal


Bedah , ECG,Jakarta.
13

6. Manifestasi klinis
Untuk mengetahui tentang penderita tuberculosis dengan baik harus dikenali
tanda dan gejala. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberculosis paru
apabila ditemukan gejala klinis utama (cardinal symptom) pada dirinya. Gejala utama
pada tersangka TBC adalah :
1) Batuk berdahak lebih dari tiga minggu
2) Batuk berdarah
3) Sesak nafas
4) Nyeri dada
Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tinggi/meriang
dan penurunan berat badan (Widoyono, 2008).

7. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru apabila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
1) Komplikasi dini
Komplikasi dini yag akan terjadi pada penderita tuberculosis antara lain:
a) Pleuritis
b) Effusi pleura
c) Empiema
d) Laringitis
e) Menjalar ke organ lain seperti usus
2) Komplikasi lanjut
Komplikasi lanjut yang terjadi pada penderita Tuberculosis antara lain
menurut (Manurung, 2016):
a. Obstruksi jalan nafas: SOPT (Sindrom obstruksi pasca Tuberculosis)
b. Kerusakan parenkim berat: SOPT, fibrosis paru, korpulmonal
c. Amiloidosis
d. Karsinoma paru
e. Sindrom Gagal Nafas Dewasa
14

8. Pemeriksaan Penunjang
Dalam mendiagnosa penyakit tuberculosis di perlukan beberapa pemeriksaan
penunjang antara lain:
1) Darah :
a) Leokosit sedikit menurun
b) LED meningkat
2) Sputum : BTA
Pada BTA (+) ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman pada satu sediaan
dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum (Padila, 2013).
3) Tes Tuberculin
Biasanya dipakai cara Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin
P.P.D (purified protein derivate) intrakutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate
strength). Hasil tes mantoux ini dibagi dalam:
a) Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative = golongan no sensitivity.
b) Indurasi 6-9 mm : hasilnya meragukan golongan low grade sensitivity.
c) Indurasi 10-15 mm : mantoux positif = golongan normal sensitivity.
d) Indurasi lebih dari 16 mm : mantoux positif kuat = golongan hyper-sensitivity.
4) Foto Thoraks
Foto thoraks PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiologi
standar. Karakteristik radiologi yang menunjang diagnostik antara lain, bayangan
lesi radiologi yang terletak di lapangan atas paru dan Bayangan yang berawan
(patchy) atau berbecak (noduler), Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat
di lapangan atas paru, bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa
minggu, dan Bayangan bilier (Wahid dan Suprapto, 2013).

9. Penatalaksanaan
Tuberculosis paru ditangani terutama dengan agens antituberculosis selama 6
sampai 12 bulan. Durasi terapi yang lama penting dilakukan untuk memastikan
bahwa organisme telah terberantas. Pencegahannlainnya dapat dilakukan dengan
pemberian obat anti tuberculosis, bronkodilator, ekspektoran, vitamin, fisioterafi dan
dapat dilakukan dengan melakukan konsultasi secara teratur (Somantri, 2008).
Menurut (Manurung 2016), penatalaksanaan untuk penderita tuberculosis paru
antara lain:
15

1) Diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein).


2) Pengobatan yang teratur:
a) Isoniazid
b) Rifampisin
c) Pirazinamid
d) Streptomisin
e) Ethambutol
a. Penatalaksanaan Medis
Tuberculosis paru ditangani terutama dengan agens antituberkulosis selama 6-
12 bulan.Tujuan pengobatan pada penderita Tuberculosis Paru selain untuk
menyembuhkan/mengobati penderita juga mencegah kematian, mencegah
kekambuhan atau resistensi tehadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan.
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
a. Tahap Intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Pengawasan
ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat.
b. Tahap Lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin, dan Etambutol. Jenis obat
tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide, dan Amoniksilin+Asam
Klavulanat, Derivat Rifampisin/INH.
Jenis dan dosis OAT:
a. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang
sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg, sedangkan
16

untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10


mg/kg BB.
b. Ritampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persisten)
yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kgBB diberikan
sama untuk pengobatan harian mapun intermitten 3 kali seminggu.
c. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB,
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 35 mg/kg BB.
d. Stertomisin (S)
Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diguanakan
dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75
gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50
gr/hari.
e. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan
dosis 35 mg/kg BB (Wahid dan Suprapto. 2013).

Panduan OAT
Kategori I (2HRZE/4H3R3), Kasus baru dengan dahak positif dan
penderita dengan keadaan yang seperti, meningitis, perikarditis, peritonitis,
pleuritis masif, spondilitis, gangguan neurologik, penderita dengan dahak
negatif tetapi kelainan paru luas, TB usus, TB saluran kemih.Tahap intensif
terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan Etambutol
(E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan. Diteruskan
dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan rifampisin (R),
diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan.
Obat diberikan untuk :
a) Penderita baru TBC paru BTA positif.
17

b) Penderita tuberculosis paru BTA negatif rontgent positif yang sakit


berat.
c) Penderita tuberculosis ekstra paru berat.
a. Kategori II (2HRZES/5H3R3E3), Kasus kambuh atau gagal dengan dahak
tetap positif.Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2
bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Entambutol
(E), dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan
dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan Entambutol (E)
setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan
dengan HRE yang diberikan 3 kali dalam seminggu. Suntikan streptomisin
diberikan setelah penderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk :
a) Penderita kambuh (relaps) dan penderita gagal (failure)
b) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
b. Kategori III (2HRZ/4H3R3), Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan
parunya tidak luas dan kasus tuberculosis diluar paru selain dari yang disebut
dalam kategori I.Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama
2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4
bulan diberikan 3 kali seminggu (4 H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
a) Penderita baru BTA negatif dan rontgent positif sakit ringan
b) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe, pleuritis, TBC
kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
c. Kategori IVL: OAT sisipan (HRZE), Bila pada akhir tahap intensif
pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita
BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak
masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan
(Wahid dan Suprapto, 2013).
b. Penatalaksaan Keperawatan
1) Meningkatkan bersihan jalan napas
a) Dorong peningkatan asupan cairan
b) Ajarkan tentang posisi terbaik untuk memfasilitasi drainase.
2) Dukungan Kepatuhan terhadap Regimen Terapi
18

a) Jelaskan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang menular dan bahwa


meminum obat adalah cara paling efektif dalam mencegah transmisi.
b) Jelaskan tentang medikasi, jadwal, dan efek samping, pantau efek
samping obat anti- tuberculosis
c) Instruksikan tentang resiko resitensi obat jika regimen medikasi tidak
dijalankan dengan ketat dan berkelanjutan
d) Pantau tanda-tanda vital dengan seksama dan observasi lonjakan suhu atau
perubahan status klinis pada pasien
3) Meningkatkan Aktivitas dan Nutrisi yang Adekuat
a) Rencakan jadwal aktivitas progresif bersama pasien untuk meningkatkan
toleransi terhadap aktivitas dan kekuatan otot.
b) Susun rencana pelengkap (komplementer) untuk meningkatkan nutrisi
yang adekuat.
c) Identifikasi fasilitas yang menyediakan makanan dilingkungan tempat
tinggal pasien dapat meningkatkan kemungkinan pasien dengan sumber
daya dan energi terbatas untuk memperoleh asupan yang lebih menutrisi.
4) Mencegah Penyebaran Infeksi tuberculosis
a) Jelaskan dengan perlahan kepada pasien tentang tindakan kebersihan yang
penting dilakukan, termasuk perawatan mulut, menutup mulut, dan hidung
ketika batuk dan bersin, membuang tisu dengan benar, dan mencuci
tangan
b) Laporkan setiap kasus tuberculosis ke departemen kesehatan sehingga
orang yang pernah kontak dengan pasien yang terinfeksi selama stadium
menular dapat menjalani skrining dan kemungkinan terapi, jika
diindikasikan.
c) Informasikan pasien mengenai risiko menularkan tuberculosis kebagian
tubuh lainya.
d) Pantau pasien secara cermat untuk mengetahui adanya tuberculosis miliar
(Susan C.Smeltzer, 2011).
19

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis
paru ialah sebagai berikut :
a. Riwayat Perjalanan Penyakit
 Keluhan utama : Batuk lebih dari 3 minggu.
 Riwayat Penyakit Sebelumnya:
 Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
 Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
 Pernah berobat tetapi tidak teratur.
 Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
 Daya tahan tubuh yang menurun.
 Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
 Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
 Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
 Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
 Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.
 Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
 Riwayat Sosial Ekonomi:
 Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
 Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi
dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang
marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa
depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
 Faktor Pendukung:
 Riwayat lingkungan.
 Pola hidup. (Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat
dan tidur, kebersihan diri.)
 Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
20

b. Pola aktivitas dan istirahat


Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,
lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 –410C)
hilang timbul.
c. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub
kutan.
d. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar
limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas,
pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
e. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
f. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
g. Pemeriksaan Per-Sistem
1. Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
2. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai adanya
tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
21

tertinggal, suara napas melemah, Fremitus suara meningkat , Suara ketok


redup , Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring.
3. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
4. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.

2. Diagnosa Keperawatan
a. (Nanda, 2015 & PPNI, 2016) : Ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan upaya batuk buruk.
Data mayor :
1. Batuk efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi
5. heeziing

Data minor :

1. Dispnea
2. sulit bicara
3. orothopnea
4. gelisah
5. sianosis
6. bunyi nafas menurun
7. frekuensi nafas berubah
22

b. (Nanda, 2015 & PPNI, 2016): Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan permukaan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret

kental, tebal.
Data mayor :
1. Dispnea
2. Hiperkapnia
3. Hipoksia
4. Takikardi
5. Kadar karbon dioksida abnormal
6. Bunyi nafas tambahan

Data minor :
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
3. Sianosis
4. Diaforesis
5. Gelisah
6. Pola nafas abnormal
7. Kesadaran menurun
c. (Nanda,2015) : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/ produksi
sputum, dispnea dan anorexia.
(PPNI,2016) : Defisit nutrisi berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/

produksi sputum, dispnea dan anorexia.

Data mayor :
1. Berat badan menurun minimal 10 %

Data minor :
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Kram/nyeri abdomen
3. nafsu makan menurun
4. Bising usus hiperaktif
5. Otot pengunyah melemah
6. Sariawan
7. Otot menelan melemah
8. Diare
9. Mmembran mukosa pucat
23

d. (Nanda , 2105 & SDKI , 2016): Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


kelemahan
Data mayor :
1. Frekuensi jantung > 20 % dari kondisi istirahat
2. mengeluh lelah

Data minor :
1. Dispnea stelah aktifitas
2. merasa lemah
3. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
4. Sianosis
e. (Nanda,2015 & PPNI,2016) : Hipertermia berhubungan dengan proses
inflamasi , peningkatan suhu tubuh
Data mayor :
1. Suhu tubuh lebih dari 37,8ºC oral atau 38,8ºC
rektal

Data minor :
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

f. (Nanda,2015 & PPNI,2016): Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan


jaringan/tambahan infeksi, terpajan lingkungan
dan kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan pathogen

g. (PPNI,2016) : Nausea berhubungan dengan ditensi lambung.

Data mayor :
1. Mengeluh mual
2. saliva meningkat
3. tidak berminat makan
4. merasa ingin muntah
Data minor :
1) Merasa asam dimulut
2) Sensasi panas dingin
3) Sering menelan
4) Pucat
5) Takikardi
24

No Diagnosa Perencanaan Rasional


NOC NIC
1. Ketidakefektifan Status pernapasan: kepaten Manajemen jalan napas
bersihan jalan an jalan napas
napas berhubungan 1. Posisikan pasien (semi fowler) 1. Posisi semi fowler dapat memkasim
dengan sekresi yang 1. Deviasi berat untuk memaksimalkan alkan pengembangan paru (ekspans
tertahan 2. Deviasi cukup berat ventilasi i dada)
DS: 3. Deviasi sedang
Klien mengatakan : 4. Deviasi ringan 2. Lakukan suction 2. Suction membantu mengeluarkan
1. Batuk berdahak 5. Tidak ada deviasi sekret yang menumpuk di jalan
2. Banyal napas
berkeringat Dengan Kriteria: 3. Keluarkan sekret dengan batuk
malam hari efektif
3. Batuk efektif mambantu mengeluark
3. Merasa sesak 1. Frekuensi pernapasan
an sekret yang menumpuk di jalan
DO: normal 4. Auskultasi suara napas, catat napas
1. Suara napas 2. Irama pernapasan teratur adanya suara napas tambahan
tambahan (ronkhi 3. Kedalamanan pernapasan
dan mengi) 4. Mampu mengeluarkan 5. Anjurkan untuk minum air 4. Ronkhi (bronkitis), bunyi nafas
2. Batuk dengan sekret hangat redup dengan ekspirasi mengi
sputum 5. Jalan napas paten (emfisema)
3. Perubahan pada 6. Suara napas bersih Monitor pernapasan
irama dan frekuensi 7. Mampu melakukan batuk 6. Monitor irama pernapasan, 5. Air hangat membantu merangsang
Pernapasan efektif kedalaman dan kesultan dilatasi jalan napas (menurunkan
4. Batuk tidak efektif bernapas spasme bronkus)
5. Sianosis Hasil yang diharapkan : 4-5
6. Kesulitan untuk 7. Monitor respirasi atau status
berbicara O2
7. Penurunan suara 6. Irama pernapasan pada takipnea,
25

napas tampak kesulitan bernapas


8. Berikan O2 dengan mengguna
kan nasal kanul 7. Takipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
9. Kolaborasikan pemberian obat ditemukan dalam adanya proses
bronkodilator inflamasi akut

8. Pemberian O2 membantu menstabil


10. Kolaborasikan pemberian obat kan pola napas
menggunakan nebulizer
9. Pemberian bronkodilator via
inhalasi akan langsung menuju
bronchus yang mengalami spasme
sehingga lebih cepat berdilatasi

10. Pemberian obat dengan menggunaka


n nebulizer dapat menurunkan keken
talan dan perlengketan secret paru u
ntuk memudahkan pembersihan

2. Gangguan pertukaran Status pernapasan: Manajemen asam basa


gas berhubungan manajemen jalan napas
dengan perubahan 1. Posisikan pasien semifowler 1. Posisi semi fowler dapat meningkatk
membran alveolus - 1. Deviasi berat untuk memaksimalkan ventila an ekspansi dada atau paru
kapiler 2. Deviasi cukup berat si
26

DS: Dispnea saat 3. Deviasi sedang


aktivitas 4. Deviasi ringan 2. Ronkhi (bronkitis), bunyi napas
DO: 5. Tidak ada deviasi 2. Auskultasi bunyi napas, catat redup dengan ekspirasi mengi (emfi
1. penurunan PaO2 6. adanya bunyi mengi, krekels, sema)
dan peningkatan Dengan Kriteria: ronki
PaCO2 dilihat dari 3. Hidrasi yang kuat membantu menge
hasil analisa gas 1. Tingkat pernapasan 3. Atur intake cairan untuk meng ncerkan sekret dan mengefektifkan
darah normal optimalkan keseimbangan pembersihan jalan napas
2. Takikardi 2. Irama pernapasan teratur
3. Tidak dapat istirahat 3. Saturasi oksigen normal Monitor pernapasan
4. Hipoksia 4. Adanya sianosis menandakan
5. Perubahan warna Status pernapasan: pertuka 4. Kaji dan awasi secara rutin beratnya hipoksemia
kulit (pucat, ran gas: tanda sianosi dan clubbing
sianosis) 1. Sangat berat finger 5. Takikardi, distritmia, dan perubahan
6. Hipoksemia 2. Berat TD menunjukkan efek hipoksemia
7. Hiperkapnea 3. Cukup 5. Awasi tanda vital dan irama
8. c 4. Ringan jantung 6. Sianosis menggambarkan adanya va
5. Tidak ada sokonstriksi atau respon tubuh terha
dap demam,
Nilai yang di harapkan: 4-5 6. Monitor suhu, sianosis perifer membran mukosa dan kulit kering d
Dengan Kriteria: warna dan kelembapan kulit apat menginidikasikan adanya hipo
1. Tidak ada dispnea saat ksemia
istirahat
2. Tidak terjadi dispnea 7. Pantau nilai AGD 7. PaCO2 meningkat dan PaO2 akan m
saat aktivitas ringan enurun.Meningkatnya nilai PaCO2
3. Tidak terjadi sianosis menandakan kegagalan pernapasan
4. Tidak terjadi gangguan Terapi oksigen
kesadaran 8. Pertahankan kepatenan jalan
napas
27

5. Nilai AGD normal 8. Jalan napas yang paten


9. Monitor respirasi dan status memudahkan untuk proses respirasi
O2
9. Takipnea biasanya ada pada
10. Batasi (aktivitas) merokok beberapa derajat dan dapat
ditemukan dalam adanya proses
11. Pastikan penggantian masker inflamasi akut
oksigen/kanul nasal setiap kali
perangkat di ganti. 10. Merokok dapat memperburuk kerja

12. Kolaborasikan terapi oksigen 11. Penggantian masker dapat


meminimalisir terjadinya infeksi .
13. kolaborasi pemberian obat
mukolitik 12. Pemberian O2 membantu menstabil
kan pola napas

13. Mengurangi kekentalan sekret untuk


lebih mudah dikeluarkan
28

3. Defisit nutrisi kurang da Status Nutrisi Manajemen nutrisi


ri kebutuhan tubuh b.d d 1. Mengetahui intake pasien dan
ispnea, anoreksia 1. Sangat menyimpang 1. Tanyakan pada pasien tentang memilih intervensi yang tepat
2. Banyak menyimpang alergi tehadap makanan
DS: 3. Cukup menyimpang 2. Memampukan pasien untuk
1. Kram abdomen 4. Sedikit menyimpang 2. Tanyakan makanan kesukaan memilih makanan yang dapat
2. nyeri abdomen, 5. Tidak menyimpang pasien dinikmati
menolak makan
3. persepsi 3. Menambahkan diet yang tepat bagi
ketidakmampua 3. Anjurkan masukan kalori yang klien
n untuk Kriteria hasil: tepat yang sesuai dengan
mencerna 1. Asupan gizi seimbang kebutuhan energi
makanan 2. Asupan makanan 4. Makanan yang hangat menambah
seimbang 4. Sajikan diit dalam keadaan nafsu makan klien
DO: 3. Rasio berat badan hangat
1. Bising usus meningkat 5. Mengidentifikasi tanda-tanda maln
hiperaktif Hidrasi adekuat 5. Tentukan jumlah kalori dan utrisi
2. Diare jenis nutrisi yang dibutuhkan
3. Membran mukosa Hasil yang di harapkan : 4-5 untuk memenuhi kebutuhan 6. Keadaan kulit yang terganggu
pucat nutrisi pasien merupakan tanda
4. Tonus otot buruk ketidakseimbangan nutrisi
5. Kelemahan otot 6. Observasi keadaan kulit dan
yang berfungsi membran mukosa yang kering,
untuk menelan atau turgor kulit jelek, oedma,
mengunyah konjungtiva anemis, rambut 7. Lingkungan bersih dan tidak bau
6. Menolak untuk kusam dan mudah patah memberikan kenyamanan pada
makan atau tidak klien saat makan
29

napsu untuk makan 7. Ciptakan lingkungan nyaman 8. Memberikan waktu istirahat saat
selama klien makan makan klien

8. Jadwalkan pengobatan dan 9. Mencapai dan mempertahankan


tindakan tidak selama jam berat badan
makan 10. Asupan kalori yang cukup dapat
menyeimbangkan kebutuhan
Bantuan peningkatan berat nutrisi pasien
badan 11. Meningkatan napsu makan pasien
9. Monitor asupan kalori setiap
hari 12. Istirahat yang cukup membantu
pemulihan
10. Dukung peningkatan asupan 13. Penurunan BB menunjukkan
kalori malnutrisi

11. kaji makanan kesukaan pasien 14. Gejala GI dapat menunjukkan efek
. anemia (hipoksia) pada organ

12. Berikan istirahat yang cukup 15. Memungkinkan variasi sediaan


makanan pasien
13. Monitor penurunan berat
badan

14. Monitor mual dan muntah

15. Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang jumlah kalori dan tipe
30

nutrisi yang dibutuhkan


(TKTP)
31

4. Nausea berhubungan Pengendalian Diri Manajemen Mual


dengan ditensi lambung Terhadap Mual 1. Dorong pasien untuk 1. Mengetahui pengalaman nyeri
, bau tidak sedap Dengan kriteria: memantau pengalaman diri klien dan untuk menentukan
sputum. terhadap mual intervensi lebih lanjut
1. Mengenali onset mual 2. Memberi pengetahuan mengatasi
2. Mendeskripsikan 2. Dorong pasien untuk belajar nyeri pada klien
penyebab mual strategi mengatasi mual 3. Mengetahui perkembangan mual
3. Menghindari faktor 3. Lakukan penilaian terhadap dan tanda nyeri untuk menentukan
penyebab mual mual, termasuk frekuensi, intervensi lebih lanjut
4. Menghindari bau yang durasi, tingkat keparahan, 4. Membantu klien dalam memenuhi
menyebabkan mual faktor-faktor pencetus kualitas hidup
Dengan level: 4. Evaluasi dampak dari
pengalaman mual pada 5. Mengetahui penyebab mual dari
1: Tidak Pernah kualitas hidup (nafsu makan, faktor obat
2: Jarang aktivitas, tidur)
3: Kadang-Kadang 5. Identifikasi faktor-faktor yang 6. Mengetahui faktor mual dari faktor
4: Sering dapat menyebabkan mual lingkungan
5: Selalu (obat-obatan dan prosedur)
6. Kendalikan faktor lingkungan 7. Mengetahui penyebab mual dari
Nilai yang diharapkan 4 yang dapat menyebabkan faktor personal
sampai 5 mual (bau yang tidak
menyenangkan)
7. Kurangi atau hilangkan 8. Membantu klien mengurangi mual
faktor-faktor yang bersifat
personal yang memicu dan 9. Membantu memenuhi kebutuhan
meningkatkan mual makanan bagi klien
(kecemasan, kelelahan, takut)
8. Tingkatkan istirahat dan tidur 10. Agar klien tidak cemas dengan
32

yang cukup untuk keadaan mual yang dialami


memfasilitasi pengurangan
mual
9. Dorong pola makan dengan
porsi dikit tapi sering dengan
bentuk yang menarik bagi
pasien mual
10. Berikan informasi tentang
mual, seperti penyebab mual
serta berapa lama mual
berlangsung.

5. Intoleransi aktivitas Konservasi energi : Manajemen Energi


berhubungan dengan 1. Tidak pernah 1. Anjurkan pasien istirahat 1. Istirahat yang cukup akan membantu
kelemahan. 2. Jarang pemulihan
3. Kadang-kadang
4. Sering 2. Observasi adanya pembatasan 2. Kelelahan diatasi untuk
DS: klien mengatakan 5. Secara konsisten klien dalam melakukan meningkatkan kemampuan toleran
1. ketidaknyamana Dengan kriteria : aktivitas terhadap aktivitas
n atau dispnea 1. Menyeimbangkan aktivitas
saat beraktivitas dan istirahat 3. Monitor klien akan adanya 3. Menurunkan kerja konsumsi
2. keletihan atau 2. Menyadari keterbatasan kelelahan fisik dan emosi oksigen, menurunkan resiko
kelemahan energi secara berlebihan komplikasi
secara verbal 3. Mengatur jadwal aktivitas
untuk menghemat energy 4. Monitor pola tidur dan 4. Pembicaraan yang panjang sangat
33

DO: 4. Melaporkan kekuatan yang lamanya tidur/istirahat klien mempengaruhi klien, namun periode
1. Frekuensi jantung cukup untuk beraktivitas kunjungan yang tenang bersifat
atau tekanan darah terapeutik
tidak normal sebagai Toleransi aktivitas : 5. Tingkatkan tirah baring,
respon terhadap 1. Sangat terganggu istirahat (di tempat 5. Aktivitas yang memerlukan
aktivitas 2. Banyak terganggu tidur/kursi) menahan napas dan menunduk dapat
2. Perubahan EK yang 3. Cukup terganggu mengakibat bradikardi
menunjukkan 4. Sedikit terganggu Terapi Aktivitas
aritmia atau iskemia 5. Tidak terganggu 6. Bantu untuk memilih aktivitas
Nilai yang di harapkan: 4-5 konsisten yang sesuai dengan 6. Aktivitas yang disukai akan
Dengan kriteria : kemampuan fisik, psikologi menambah semangat beraktifitas
1. Saturasi oksigen saat ber dan sosial
aktivitas baik 7. Alat bantu diberikan untuk
2. Frekuensi pernapasan saat 7. Bantu untuk mendapatkan alat mobilisasi tanpa pengeluaran
beraktifitas normal bantuan aktivitas seperti kursi banyak energi
3. Kemampuan untuk roda, kruk
berbicara saat beraktifitas 8. Meningkatkan kepercayaan diri
fisik baik 8. Bantu klien untuk tetap fokus klien
pada kekuatan di bandingkan
dengan kelemahan 9. Mendorong keinginan pasien untuk
melakukan aktifitas
9. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktifitas yang 10. Memberikan waktu istirahat pasien
diiinginkan. dalam melakukan aktifitas

10. Bantu klien untuk 11. Strategi yang tepat dapat


menjadwalkan waktu waktu meningkatkan kemauan pasien
spesifik dengan aktivitas untuk melakukan aktifitas
34

harian.

11. Identifikasi strategi untuk


meningkatkan partisipasi
terkait dengan aktivitas yang
diinginkan.

6. Hipertermi berhubungan Termoregulasi : Pengaturan suhu


dengan proses penyakit. 1. Demam dapat terjadi karena
Ds : Indikator hipertermi: 1. Monitor suhu infeksi
1: Berat 2. Pantau suhu dan tanda- 2. Mengetahui keadaan umum
klien mengatakan : 2: Cukup Berat tanda vital lainnya pasien
1. badannya terasa 3: Sedang 3. Monitor perubahan warna 3. Adanya perubaha pigmentasi
panas 4: Ringan kulit kulit menunjukan gejala
2. lemas 5: Tidak Ada 4. Monitor intake/asupan kekurangan cairan
nutrisi 4. Memberikan kebutuhan cairan
DO : Dengan kriteria : dan nutrisi yang meningkat dan
1. Pasien terlihat 1. Tidak ada Perawatan demam membantu menurunkan suhu
lemas peningkatan suhu melalui cairan
2. pasien tampak tubuh 5. Berikan kompres hangat 5. Untuk menurunkan suhu tubuh
pucat 2. Suhu tubuh dalam saat suhu meningkat klien
3. suhu tubuh : rentang normal 6. Dorong klien 6. Mencukupi kebutuhan cairan
lebih dari 3. Tidak ada tanda-tanda mengkonsumsi cairan dan membantu menurunkan
batasan norml dehidrasi 7. Anjurkan pasien suhu melalui cairan
(37,5º) menggungakan pakaian 7. Memberikan kenyamanan dan
yang tipis mempercepat proses penyerapan
8. Fasilitasi istirahat, keringat
35

terapkan pembatasan 8. Istirahat dapat memulihkan


aktivitas (anjurkan klien kondisi pasien
untuk untuk beristirahat) 9. Untuk membantu menurunkan
9. Kolaborasikan pemberian suhu tubuh
obat antipiretik dan cairan
IV

7. Resiko infeksi Immune NIC : Infection Control


berhubungan dengan Status 1. Cara pertama untuk
adanya infeksi kuman 1. Sangat tergangu 1. Pertahankan teknik aseptif menghindari nosokomial
tuberculosis 2. Terganggu beat infeksi, menurunkan jumlah
DS : 3. Cukupterganggu 2. Inspeksi kulit adanya kuman pathogen.
Klien mengatakan : 4. Sedikitterganggu iritasi atau robekan 2. Pen atau kawat tidak harus
1. Sering kontak 5. Tidakterganggu kontuinitas dimasukan melalui kulit yang
dengan orang terinfeksi, kemerahan, atau
lain Nilai yang diharapkan 3. Kaji sisi pen/kulit abrasi (dapat menimbulkan
2. Saat batuk pada immune status perhatikan nyeri/rasa infeksi tulang)
didepan orang berada pada level 4 : terbakar atau adanya edema, 3. Dapat mengindikasikan
tidak menutup sedikit terganggu eritema, drainase/nau tak timbulnya infeksi local/nekrosis
mulut dan enak jaringan, yang dapat
membuang Knowledge : menimbulkan osteomilitis
plastik yang Infection control 4. Observasi luka untuk 4. Tanda perikiraan infeksi gas
ditali dan 1. Pengetahuan tidak pembentukan bula, krepitasi, gangrene
dibuang di ada perubahan warna kulit 5. Kekakuan otot, spasme tonik
tempat sampah 2. Pengetahuan kecokelatan, bau drainase otot rahang, dan disfagia
DO : terbatas yang ta enak/asam menunjukkan terjadinya
1. Pasien sering 3. Pengetahuan
batuk didepan cukup 5. Kaji tonus reflex tendon
36

orang lain tanpa 4. Pengetahuan alam dan kemampuan


menutup mulut baik untuk berbicara
2. BTA + 5. Pengetahuan sangat
3. Kulit Teraba baik
panas
4. Mukosa bibir Nilai yang diharapkan
kering pada knowledge berada
5. Adanya pada level 4
kerusakan : pengetahuan baik
integritas kulit
6. Sering batuk
37

1. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi / pelakasanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawtan,
memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan
serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
2. Evaluasi
Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada klien dengan TB Paru adalah,
mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
1) Keefektifan bersihan jalan napas.
2) Intoleran aktivitas teratasi
3) Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
4) Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
5) Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan
perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.
38

Anda mungkin juga menyukai