Abstrak
Asma dan obesitas merupakan penyakit kronik yang diderita oleh jutaan orang. Prevalensi kedua penyakit ini cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Asma merupakan keadaan inflamasi kronik saluran pernapasan yang menyebabkan
terjadinya obstruksi dan hiperreaktivitas bronkus. Diperkirakan penyakit asma termasuk 10 besar penyebab kesakitan dan
kematian di rumah sakit dan diperkirakan 10% dari 25 juta penduduk Indonesia menderita asma. Berdasarkan kriteria dari
World Health Organization (WHO), obesitas didefinisikan sebagai Indeks Massa Tubuh (IMT) > 30 kg/m 2. Obesitas
merupakan penyakit sistemik yang menjadi predisposisi dari bermacam morbiditas dan merupakan komplikasi yang
menimbulkan efek pada kesehatan. Kondisi obesitas sering dikaitkan dengan peningkatan kejadian asma melalui beberapa
mekanisme diantaranya peran leptin sebagai sitokin proinflamasi yang menyebabkan meningkatnya risiko peradangan
saluran nafas dan memicu terjadinya asma dan merupakan mediator kritis dari diferensiasi lipofibroblas untuk fibroblast
yang normal dan sintesis fosfolipid surfaktan paru. Obesitas menyebabkan penurunan komplians paru, volume paru-paru,
dan diameter saluran udara perifer yang memengaruhi volume darah dalam paru dan perfusi ventilasi. Faktor genetik,
hormon seks dan asupan mikronutrien juga turut berperan dalam mekanisme terjadinya asma pada obesitas.
Korespondensi : Ajeng Fitria Ningrum, alamat Jl. Tupai No. 15 Kedaton Bandar Lampung, HP 089631214199, e-mail
ajengfitrian@ymail.com
Berat
Gejala terus menerus Sering FEV1 ≤ 60% prediksi
Sering kambuh FVC ≤ 60% nilai terbaik
Aktivitas fisik terbatas Variabilitas FVC > 30%
*FEV : Force Expiration Volume
*FVC : Force Vital Capacity
Risiko berkembangnya asma merupakan Tabel 2. Klasifikasi WHO Status Gizi menurut IMT
interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan pada Orang Asia.10
faktor lingkungan. Faktor pejamu disini Kategori IMT
Kurus < 18,5
termasuk predisposisi genetik yang
Normal 18,5 – 22,9
mempengaruhi untuk berkembangnya asma, Gemuk 23 – 24,9
yaitu genetik asma, alergik (atopi), Obesitas Derajat I 25 – 29,9
hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Obesitas Derajat II ≥ 30
Faktor lingkungan mempengaruhi individu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
dengan kecenderungan atau predisposisi asma
dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti
untuk berkembang menjadi asma, menemukan adanya hubungan terhadap
menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau peningkatan kejadian asma pada individu
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. dengan berat badan lebih atau obesitas.11
Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu Beberapa penelitian menunjukkan insiden
alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap asma dan kenaikan IMT sering berelasi. Secara
umum, semakin besar peningkatan IMT
rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus),
semakin besar pula insiden asma terjadi, dan
status sosioekonomi dan diet.8 efek ini lebih banyak terjadi pada wanita
Obesitas merupakan suatu kelainan daripada pada lelaki.12 Terdapat beberapa
kompleks pengaturan nafsu makan dan hipotesis yang telah diteliti untuk menjelaskan
metabolism energy yang dikendalikan oleh mekanisme yang mendasari keterkaitan antara
beberapa faktor biologik spesifik. Factor obesitas dengan kejadian asma antara lain
genetic diketahui sangat berpengaruh bagi hubungan obesitas dengan fisiologi paru,
mediator inflamasi, factor genetik, hormonal
perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis,
dan diet.12, 13
obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan Data yang diperoleh dari penelitian yang
dengan akumulasi lemak yang tidak normal dilakukan pada hewan dan manusia
atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga menunjukkan peningkatan fungsi jaringan
dapat mengganggu kesehatan. Obesitas dapat adipose pada penderita obesitas berpengaruh
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular terhadap mediator proinflamasi. Jaringan
karena keterkaitannya dengan sindroma adipose pada penderita obesitas dapat
mengekspresikan sejumlah molekul
metabolic, gangguan pernapasan, gangguan
proinflamasi, seperti leptin, tumor necrosis
metabolic dan gangguan sistem pencernaan.9 factor (TNF), interleukin (IL-6), transforming
Mengukur lemak tubuh secara langsung growth factor (TGF-1), dan protein-C reaktif
sangat sulit dilakukan sehingga digunakan yang secara signifikan menjadi tumpang tindih
Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan antara fungsi imunitas dari jaringan adiposit
indicator yang sering digunakan dan praktis dan fungsi limfosit-T maupun makrofag.
Keadaan ini telah banyak mengakibatkan
untuk mengukur tingkat populasi berat badan
sejumlah komplikasi metabolic dan gangguan
lebih dan obesitas pada orang dewasa. Rumus
kardiovaskular yang disebabkan oleh obesitas.
Index Massa Tubuh adalah Berat Badan (dalam Walaupun hubungan secara konkret antara
kg)/Tinggi Badan (dalam m2). Criteria IMT obesitas dengan peradangan sistemik,
menurut WHO untuk kawasan Asia Pasifik peradangan saluran napas dan asma belum
dapat dilihat dalam Tabel 2.9,10 dapat dijelaskan, berbagai laporan observasi
menunjukkan bahwa obesitas mungkin
8 | Majority | Volume 6 | Nomor 2 | Maret 2017
Khairun Nisa Berawi dan Ajeng Fitria Ningrum| Faktor Risiko Obesitas dan Kejadian Asma
berdampak pada paru dalam berbagai penderita obesitas dengan penurunan volume
mekanisme (Gambar 1).14 paru terutama volume cadangan ekspirasi.
Penurunan volume paru ini dikaitkan dengan
penurunan diameter saluran udara perifer
yang menyebabkan perubahan fungsi otot
polos bronchial. Hal ini pada saatnya akan
menyebabkan perubahan siklus jembatan
silang aktin-miosin yang berpotensi
meningkatkan obstruksi dan hiperreaktivitas
bronkus (Gambar 2).12
mendorong terjadinya asma. Hormon estrogen obesitas juga dapat menimbulkan keluhan
berperan mempengaruhi respon saluran penyakit pernapasan, gangguan metabolik dan
napasterhadap β2-adrenergik, sedangkan gangguan sistem pencernaan.
leptin mempengaruhi respon inflamasi. Kedua, Adanya hubungan terhadap peningkatan
peningkatan hormon estrogen pada kejadian asma pada individu dengan berat
perempuan obesitas cenderung menyebabkan badan lebih atau obesitas. Beberapa penelitian
atopi. Hal ini karena hormone perempuan menunjukkan insiden asma dan kenaikan IMT
menyebabkan sel limfosit menyekresi lebih sering berelasi. Secara umum, semakin besar
banyak IL-4 dan IL-13 sehingga meningkatkan peningkatan IMT semakin besar pula insiden
produksi IgE. Meningkatnya kepekaan asma terjadi. Terdapat beberapa hipotesis yang
terhadap alergi pada anak perempuan yang telah diteliti untuk menjelaskan mekanisme
obes menjelaskan terjadinya asma.12,15 yang mendasari keterkaitan antara obesitas
Konsumsi makanan penderita obesitas dengan kejadian asma antara lain hubungan
cenderung memiliki nilai nutrisi rendah tetapi obesitas dengan fisiologi paru, mediator
tinggi lemak. Kadar mikronutrien seperti inflamasi, faktor genetik, hormonal dan diet.
vitamin A, C, E, karoten, riboflavin, piridoksin,
zinc, dan magnesium yang dikonsumsi Simpulan
berbanding terbalik dengan kadar lemak Terdapat hubungan antara obesitas
tubuh. Rendahnya kadar zat-zat tersebut dengan peningkatan kejadian asma.
berpengaruh terhadap terjadinya asma.
Defisiensi zinc dan magnesium berhubungan Daftar Pustaka
dengan munculnya gejala asma dan 1. Kementrian Kesehatan Republik
hiperreaktivitas bronkus. Selain itu, defisiensi Indonesia. Riset kesehatan dasar. Jakarta:
zinc juga meningkatkan respons imun sel T- Badan Penelitian dan Pengembangan
helper. Vitamin A, E, karoten, riboflavin, dan
Kesehatan. 2013; hlm. 85, 223-6.
piridoksin diduga berhubungan dengan
penurunan fungsi paru dan asma. Kadar 2. Atmoko W, Faisal HKP, Bobian ET,
vitamin C yang rendah berhubungan dengan Adisworo MW, Yunus F. Prevalensi asma
meningkatnya prevalensi asma pada anak dan tidak terkontrol dan faktor-faktor yang
dewasa, gejala respirasi, serta hiperreaktivitas berhubungan dengan tingkat kontrol asma
bronkus. 12,13 di poliklinik asma Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta. J Respir Indo. 2011;
Ringkasan
31(2):53-60.
Asma merupakan inflamasi kronik
saluran pernapasan yang dapat menyebabkan 3. Oemiati R, Sihombing M, Qomariah.
terjadinya obstruksi saluran napas dan Faktor-faktor yang berhubungan dengan
hiperreaktivitas bronkus. Asma menimbulkan penyakit asma di Indonesia. Media Litbang
gejala episodic berulang dan diklasifikasikan Kesehatan. 2010; 20(1):41-9.
menjadi asma intermiten, asma persisten 4. Sari IW. Hubungan antara obesitas dengan
ringan, asma persisten sedang, dan asma asma di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
persisten berat. Asma dapat disebabkan oleh
[Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas
berbagai factor yang saling berkaitan terutama
antara pejamu dan lingkungan. Factor pejamu Maret; 2010.
meliputi keadaan genetic yang mendorong 5. Mosen DM, Schatz M, Magid DJ, Camargo
terjadinya atopi, riwayat atopi, dan pengaruh CA. The relationship between obesity and
hormonal. Sedangkan factor lingkungan yang asthma severity and control in adults. J
terkait antara lain riwayat keluarga atopi, Allergy Clin Immunol. 2008; 122(3):507-
polusi, dan diet.
11.
Obesitas adalah suatu kondisi dimana
IMT > 30 kg/m2 dan merupakan factor 6. Sikha PAS, Ayu IG, Astini PSN, Damayanthi
predisposisi terjadinya berbagai keluhan RD. Hubungan antara indeks massa tubuh
sistemik seperti gangguan kardiovaskular dan dengan derajat asma pada anak usia 1-12
merupakan komplikasi yang menimbulkan tahun di poliklinik anak RSUD Wangaya
berbagai efek pada kesehatan. Selain itu Denpasar tahun 2012. 2012; 1(1):13 hlm.
10 | Majority | Volume 6 | Nomor 2 | Maret 2017
Khairun Nisa Berawi dan Ajeng Fitria Ningrum| Faktor Risiko Obesitas dan Kejadian Asma
7. Mc Fadden ER. Asthma disease. Dalam: 11. Beuther DA, Sutherland ER. Overweight,
Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, obesity, and incident asthma. Am J Respir
Martin JB, Fauci AS, Kasper DL, editor. Crlt Care Med. 2007; 175(1):661-6.
Harrison’s principle of internal medicine. 12. Delgado J, Barranco P, Quirce S. Obesity
Jakarta: EGC. 2015; hlm.1311-18. and asthma. J Investig Allergol Clin
8. Konsensus Perhimpunan Dokter Paru Immunol. 2008; 18(6):420-5.
Indonesia. Pedoman diagnosis dan 13. Amanda G. Obesitas dan asma. CKD-189.
penatalaksanaan asma bronkial. Jakarta: 2012; 39(1):36-8.
PDPI; 2015. 14. Beuther DA, Welss SR, Sutherland ER.
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Obesity and asthma. Am J Respir Crlt Care
Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu Med. 2006; 174(1):112-9.
penyakit dalam. Jakarta: Penerbit Buku 15. Welss ST, Shore S. Obesity and asthma.
Kedokteran FKUI; 2006. Am J Respir Crlt Care Med. 2004; 169:963-
10. World Health Organization. Body mass 8.
index. New York: WHO; 2010.