Anda di halaman 1dari 12

A.

LATAR BELAKANG
Kredit merupakan salah satu jasa dari berbagai jasa yang diberikan oleh bank. Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
Dalam menjalankan fungsi intermediary, bank berfungsi sebagai lembaga perantara
artinya bank menjembatani antara nasabah yang memiliki kelebihan dana dan nasabah
yang kekurangan dana. Nasabah yang mempunyai dana lebih akan menyimpan dana
tersebut di bank dalam bentuk simpanan, kemudian bank akan menggunakan uang
tersebut untuk disalurkan kepad nasabah yang membutuhkan dana dalam benuk kredit .
Dalam fungsi intermediary bank berperan sebagai :
1. Lembaga perantara (simpan salur)
2. Lembaga pengelolaan managament risk
3. Lembaga kepercayaan (trust fund)
Bank dalam memberikan kredit, wajib mempunyai kenyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, serta
harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat karena kredit yang diberikan oleh
bank mengandung resiko. Dalam praktek perbankan untuk adanya pemberian kredit dari
bank, maka pihak bank harus mengadakan perjanjian didalam penyerahan uang terhadap
debitur seperti yang telah disepakati bersama. Karena biasanya dituangkan dalam suatu
perjanjian kredit yang dibuat sebelum dilakukan penyerahan uang, sehingga perjanjian
kredit ini merupakan perjanjian perdahuluan dari penyerahan uang.
Kredit yang diberikan oleh bank mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam
kehidupan perekonomian suatu negara, karena kredit yang diberikan secara selektif dan
terarah oleh bank kepada nasabah dapat menunjang terlaksananya pembangunan
sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Kredit yang diberikan oleh bank
sebagai sarana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi baik secara umum maupun
khusus untuk sektor tertentu.

2.1 PENGERTIAN KREDIT


2.1.1 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Perkreditan, Drs. Thomas Suyatno,
mengemukakan bahwa unsur-unsur kredit terdiri atas:
1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya
kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan dating.
2. Tenggang waktu, suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan ddatang. Dalam unsur waktu ini,
terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi
nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan dating.
3. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya
jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang
akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tingggi pula
tingkat resikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos masa
depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang dapat diperhitungkan.
Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko inilah,
maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.
4. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga
dapat berbentuk barang, atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekang
ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah
yang setiap kali kita jumpai da lam praktik perkreditan

2.1.2 Kredit bank adalah semua realisasi pemberian kredit dalam bentuk rupiah
maupun valuta asing kepada pihak ketiga bukan bank termasuk kepada pegawai bank
sendiri serta pembelian surat berharga yang disertai dengan note purchase agreement /
pengambilalihan tagihan dalam rangka anjak piutang dan cerukan

2.2 JENIS-JENIS KREDIT PERBANKAN


2.2.1 Ditinjau dari jangka waktu, kredit bank dapat berbentuk :
1. jangka pendek
Apabila tenggang waktu yang diberikan bank kepada nasabah untuk melunasi
pinjaman tidak lebih dari 1 tahun
2. jangka menengah
Apabila kredit yang diberikan berjangka waktu lebih dari 1 tahun sampai dengan 3
tahun.
3. Jangka panjang
Waktu pengembalian pinjaman yang diberikan lebih dari 3 tahun
2.2.2 Ditinjau dari sifat penggunaannya
1. Pinjaman konsumtif
Apabila kredit yang diberikan oleh bank digunakan nasabah untuk membiayai barang-
barang konsumtif
2. Pinjaman komersial
Pinjaman yang digunakan oleh nasabah untuk membiayai kegiatan usaha. Sumber
pembayaran berasal dari usaha yang dibiayai.
2.2.3 Ditinjau berdasarkan keperluannya.
1. Kredit modal kerja
Kredit yang dipergunakan untuk menambah modal kerja suatu perusahaan,
seperti pembelian bahan baku, biaya produksi, pemasaran dan modal kerja untuk
operasional
2. Kredit investasi
Kredit jangka menengah atau panjang yang digunakan untuk membeli barang-barang
modal beserta jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi maupun ekspansi
proyek yang akan ada.
3. Kredit pembiayaan proyek
Kredit yang digunakan untuk pembiayaan investasi maupun modal kerja proyek baru.
2.2.4 Ditinjau dari sifat penarikannya
1. kredit langsung (cash loan)
Kredit yang langsung menggunakan dana bank dan secara efektif merupakan hutang
nasabah kepada bank (kredit investasi dan kredit modal kerja)
2. kredit tidak langsung (non cash loan)
Kredit yang tidak langsung menggunakan dana bank dan belum secara efektif meupakan
hutang nasabah ke bank
2.2.5 Ditinjau dari sifat pelunasannya
1. kredit dengan angsuran
Kredit yang pembayaran kembali pokok pinjamannya diatur secara bertahap
menurut jadwal yang telah ditetapkan di dalam perjanjian kredit.
2. kredit dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo
Kredit yang pembayaran kembali pokok pinjamnya tidak diatur secara bertahap
melainkan harus dikembalikan secara sekaligus pada saat tanggal jatuh tempo yang telah
ditetapkan dalam perjanjian kredit
2.2.6 Ditinjau dari metode pembayaran
1. kredit bilateral
Kredit yang dibiayai oleh hanya satu bank
2. kredit sindikasi
Kredit yang diberikan 2 atau lebih lembaga keuangan untuk membiayai suatu
proyek/usaha dengan syarat-syarat dan ketentuan yang sama, menggunakan dokumen
yang sama dan diadmininstrasikan oleh agen yang sama.
2.2.7 Dintinjau dari lokasi bank
1. kredit onshore
Kredit yang diberikan kepada nasabah di dalam negeri dalam bentuk valuta asing
dan dilaksanakan melalui cabang di dalam negeri
2. kredit offshore
Kredit yang diberikan kepada nasabah di dalam negeri dalam bentuk valuta asing
dan melalui cabang bank di luar negeri
2.2.8 Ditiinjau dari cara penarikan
1. Penarikan sekaligus
Penarikan kredit yang dilaksanakan satu kali sebesar limit kredit yang disetujui
setelah seluruh ketentuan dipenuhi, dengan cara tunai atau dipindah bukukan ke rekening
tabungan/giro milik debitur
2. penarikan bertahap sesuai jadwal
Penarikan dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan oleh bank baik
berdasarkan tingkat penyelesaian proyek maupun kebutuhan pembiayaan debitur.
3. Rekening koran (revolving)
Penarikan sesuai kebutuhan yaitu penarikan kredit yang dapat dilaksanakn lebih dari satu
kali sebesar kebutuhan debitur pada saat setelah seluruh ketentuan dipenuhi, dengan cara
tunai atau dipindahbukukan ke tabungan/giro debitur

2.2.9 SYARAT PENGAJUAN KREDIT


1. Kredit Investasi dan Modal Kerja:
Kredit investasi dan Modal kerja diperuntukan untuk Perseorangan maupun Badan
Usaha yang memiliki usaha dimana fasilitas kredit diberikan untuk membantu
pengembangan usaha berupa pembiayaan barang modal (Investasi) maupun pembiayaan
kebutuhan Modal Kerja, untuk pemberian fasilitas ini calon debitur haru memenuhi
kriterian/persyaratkan sbb:
a. Calon debitur memiliki Usaha (perdagangan, manufaktur, pertambangan dll)
b. Usaha telah berjalan lebih dari 2 tahun.
c. Memiliki Legalitas Usaha dan Perusahaan
Legalitas Usaha` :
dilengkapi dengan ijin-ijin usaha sesuai usaha yang dijalankan seperti
- Identitas Diri
- SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) dikeluarkan Pemerintah Daerah
- SKDP (Surat keterangan Domisili Perusahaan/Usaha) dikeluarkan Pemerintah
Daerah
- TDP (Tanda daftar Perusahaan) dikeluarkan Pemerintah Daerah
- NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dikeluarkan Kantor Pajak
- HO (Hinder Ordonantie) Surat ijin Gangguan dikeluarkan instansi Terkait
Atas Ijin-Ijin tersebut saat ini dapat dikeluarkan oleh badan pelayanan perizinan Terpadu
dimasing masing Pemerintah Daerah.
Legalitas Perusahaan:
- Akta Pendirian Perusahaan
- Pengesahan MENKUMHAM atas Akta Pendirian.
- Apabila Badan Usaha berbentuk CV akta pendirian telah didaftarkan pada
pengadilan Negeri setempat.
- Akta-akta Perubahan (Jika ada).
- Lembar berita Acara Negara.
d. Tidak tercatat sebagai debitur Macet atau masuk dalam daftar Hitam (informasi
Bank Indonesia)
e. Fixed Assets yang diagunkan harus memadai (mengcover fasilitas kredit) dan
marketable (mudah untuk di jual).
f. Hasil Trade Checking kepada pelanggan dan Suplyer maupun kepada pengusaha
sejenis dan rekanan kerja Tidak ada Informasi yang Negatif
g. Keuangan Calon debitur harus baik, bahwa keuangan hasil usaha (Cash Flow)
dapat menutupi biaya Operasional dan kewajiban Bank.
2. Kredit Konsumtif :
Kredit konsumtif hanya diperuntukan untuk Perseorangan yang memenuhi criteria atau
syarat sbb:
- Identitas Calon Debitur
- Memiliki pekerjaan atau usaha
- Legalitas Obyek yang akan dibiayai lengkap dan syah.
- Tidak tercatat sebagai debitur Macet atau masuk dalam daftar Hitam (informasi
Bank Indonesia)
- DSR (Deb Security Ratio) 40%
Penghasilan bersih setelah dikurangi kebutuhan hidup nilainya, hanya 40% yang dapat
dialokasikan untuk memenuhi kewajiban Bank (Pokok kredit dan Bunga Bank)

2.3 PRINSIP-PRINSIP DALAM PEMBERIAN KREDIT


1. Prinsip kepercayaan
Yaitu suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank.
a. Nasabah percaya bahwa bank akan mengelola dananya dengan sebaik-baiknya.
b. Bank yakin terhadap kredit yang diberikan kepada debitur akan bermanfaat dan
digunakan sebaik-baiknya
c. Bank yakin terhadap semua data yang diberikan nasabah (know your costumer)
Indikator nasabah dapat dipercaya dilihat dari transaksi nasabah tersebut apakah
transaksi yang dilakukan mencurigakan atau tidak. Transaksi dianggap tidak
mencurigakan apabila anatar uang yang diterima nasabah dalam rekening banknya sesuai
dengan profil nasabah tersebut. Sedangkan transaksi dianggap mencurigakan dapat
dilihat dari laporan hasil analisis yang dapat mengkategorikan transaksi tesebut sebagai
suatu tindak pidana.
2. Prinsip Kehati-hatian (prudent banking)
Suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik
dalam penghimpun dana dan penyaluran dana, terutama dalam penyaluran dana atau
pemberian kredit. Usaha pengawasan yang dilakukan bank dapat berupa :
a. Internal
Berupa SOP (Standard Operational Procedure)
b. Eksternal
· Bank ketika melayani nasabah khususnya dibidang kredit harus melihat ketentuan
yang diatur Bank Indonesia
· Bank ketika memberikan kredit kepada nasabah harus memperhatikan 5C’s of
Credit .
3. Prinsip 5C (5C’s of credit)
1. Character
Pemberian kredit pada dasarnya adalah kepercayaan sehingga penilaian Karakter
memiliki peringkat pertama dari yang lain, namun dalam menilai karakter ini sangat sulit
dilakukan dalam waktu singkat, kareana kita harus memahami benar sifat-sifat dan
kebiasaan, gaya hidup serta hubungan sosial nasabah kita dan nasabah ini harus dapat
dipercaya (Willingness to Pay).
Informasi mengenai karakter dapat diperoleh:
§ Meminta Informasi Bank Indonesia, dimana dalam informasi tersebut akan
teriformasi jumlah pinjaman berikut kualitas pinjaman (apakanh nasabah dalam
memenuhi kewajibanya selalu tepat waktu atau terlambat) , jangka waktu kredit dan
agunan.
§ Melakukan trade Checking kepada sesama pengusaha atau pelangga serta suplyer
nasabah, dengan harapan memperoleh informasi mengenai pribadi maupun perusahaan
atau bisnis yang dimiliki .

2. Capacity
Capacity adalah menilai kapasitas atau kemampuan nasabah dalam mengelola usahanya
sehingga dapat memenuhi kewajiban atau mengembalikan pinjaman Bank dari hasil
usaha yang dijalankan. (abilty to Pay) Dalam hal ini dinilai seberapa besar skala usaha
yang dijalankan dan seberapa besar usaha tersebut dapat menghasilkan laba serta
kemampuan usaha untuk terus berjalan dalam kondisi ekomoni normal atau kurang baik.
3. Capital
Melihat sebearapa besar modal atau kekayaan yang dimiliki nasabah untuk menjalankan
usaha, hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan berupa Neraca dan laba Rugi
perusahaan termasuk ratio keuangan.
4. Collateral
Menilai seberapa besar nilai jaminan atau agunan yang diserahkan ke Bank dan nilai
tersebut harus dapat mencover fasilitas Kredit yang diberikan oleh Bank, dalam hal ini
Bank juga harus menilai tingkat marketabilitas (mudah dijual) agunan dimaksud, serta
meneliti keabsahan atas legalitas bukti kepemilikan agunan, agunan yang dapat diterima
Bank dapat berupa Barang Bergerak maupun barang Tidak Bergerak yang harus
dilakukan pengikatan secara Yuridis Sempurna. Contoh :
· Barang Tidak bergerak berupa Tanah dan bangunan harus dilakukan pengikatan
Hak Tanggungan.
· Barang Bergerak berupa Mesin-mesin dan kendaraan termasuk Kapal dengan bobot
>30Ton diikat dengan Fiducia.
5. Condition of economic
Condition of economic dalam pengertian Pemberian fasilitas kredit juga harus
mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan usaha yang dijalakan
nasabah termasuk regulasi atau perturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah
terhadap usaha yang dijalankan nasbah
TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PENGAJUAN KREDIT

1. Permohonan kredit dapat diperoleh dari calon debitur yang dating ke Bank
maupun Bank yang mencari calon debitur dari beberpa sumber, antara lain dari daftar
Nasabah Tabungan dan Giro dengan Nominal besar dan volume transaksi yang cukup
tinggi.
2. Pengumpulan data atas permohona kredit (Collecting Data) berupa legalitas usaha
dan perusahaan, data keuangan dan data agunan serta melakukan verifikasi keabsahan
terhadap data-data tersebut, termasuk meminta informasi Bank Indonesia dan melakukan
penilaian agunan melalui Jasa Penilai Agunan (KJPP kantor Jasa penilai publik)

a. Calon debitur dipastikan memiliki usaha yang menurut bank tidak bertentangan
dengan Undang-Undang dan norma sosial. Bank menilai usaha debitur sebagai usaha
yang :
· Visible
Usaha dapat menghasilkan laba yang besar tetapi bertentangan dengan Undang-Undang
dan norma sosial
· Bankable
Usaha yang memiliki legalitas/ijin-ijin yang dapat dibiyai oleh bank sesuai ketentuan.
Usaha yang bankable belum tentu visible , usaha tersebut bisa saja sesuai dengan
ketentuan yang berlaku tetapi tidak menghasilkan untung yang besar.
b. Usaha harus sudah berjalan minimal 2 tahun
2 tahun untuk menilai usaha tersebut diyakini dapat terus berjalan dan sudah teruji
bahwa usaha debitur tersebut mempunyai kinerja yang baik.
c. Debitur menyertakan data-data legalitas usaha
· Seperti SIUP,TDP, Surat Keterangan Domisili Perusahaan, Surat Ijin Tempat
Usaha (SITU), NPWP atas nama perusahaan dan identitas diri.
· Perusahaan berbadan hukum melampirkan akta pendirian dan akta perubahan
anggaran dasar yang telah mendapat pengesahan Menkumham dan lembar berita acara
negara.
· Perusahaan non badan hukum (perorangan) melampirkan KTP, Kartu
Keluarga dan akte nikah.
d. Melampirkan laporan keuangan/ hasil usaha selama 2 tahun
Lampiran laporan keuangan dapat berupa :
· Neraca
Untuk melihat seberapa besar aset dan modal yang diimiliki perusahaan (termasuk
hutang piutang perusahaan)
· Laba /rugi
Untuk melihat seberapa besar keuntungan yang diperoleh perusahaan
Misalnya pada tahun 2013 perusahaan A dapat menjual 1000 meja kantor dengan biaya
produksi Rp 2.000.000,00 , mendapatkan laba Rp 2.500.000.000,00
e. Melengkapi/mengisi form aplikasi kredit dari pihak bank
3. Proses Analisa kredit, berdasarkan data-data perijinan dan laporan keuangan
dilakukan analisa kredit dengan memperhatikan aspek-aspek legalitas, keuangan dan
kondisi usaha serta ketentuan atau regulasi pemerintah terkait usaha yang dijalankan
oleh debitur, termasuk pengaruh kondisi ekonomi saat itu terhadap kondisi usaha calon
debitur.
a. Bank menilai dengan standard yang ada di bank dengan data-data dan informasi
yang diberikan debitur.
b. Penilaian tersebut dilakukan oleh Komite Kredit yang terdiri dari bagian
marketing dan bagian risk management (manajemen risiko).
c. Komite kredit melakukan perundingan dengaan melihat serta mengantisipasi
risiko (memitigasi), kredit yang diajukan calon debitur dapat disetujui atau ditolak
4. Proses persetujuan kredit dilakukan melalui mekanisme Four Eyes atau RKK (Rapat
Komite Kredit) yang beranggotakan Business Unit dan Risk Management, bersama-
sama meberikan keputusan kredit ditolak atau disetujui, dengan mempertimbangkan
tingkat resiko.
Business Unit adalah bagian yang mencari (marketing) dan mengusulkan permohonan
kredit serta melakukan analisa kredit untuk diajukan dalam Rapat Komite Kredit.
Risk Management adalah salah satu bidang yang menilai dan memitigasi Resiko atas
calon debitur dan usaha yang dijalankan (menilai kemungkinan resiko yang timbul dari
usaha yang dijalankan calon debitur dan memitigasi resiko) .
5. Persetujuan Kredit yang dikeluarkan oleh komite kredit di tindak lanjuti ke bagian
Legal untuk dipersiapkan Perjanjian kredit termasuk pemenuhan syarat-syarat kredit
serta berkoordinasi dengan pihak eksternal antara lain Notaris untuk melakukan
pengikatan agunan dan Asuransi untuk melindungi barang agunan.
a. Jika kredit disetujui maka akan dibuatkan Surat Persetujuan Kredit, yang berisi syarat
dan ketentuan kredit yang berisi biaya provisi, asuransi, limit kredit, jangka waktu kredit,
bunga serta sifat kredit yang bersifat angsuran atau rekening koran
b. Apabila debitur menyetujui syarat dan ketentuan yang diajukan oleh pihak bank maka
akan dibuat perjanjian kredit yang akan ditanda tangani oleh debitur dan bank sebagai
kreditur.
c. Perjanjian ini bersifat konsensuil obligatoir, maksudnya dengan adanya kata sepakat
baru akan menimbulkan hak dan kewajiban yang tunduk pada Undang-Undang No. 10
tahun 1998 tentang Perbankan, artinya perjanjian kredit ini terjadi pada saat
ditandatanganinya perjanjian oleh kedua belah pihak antara kreditur dan yang telah
ditentukan yang artinya didalam perjanjian kredit harus memuat klausul yang telah
disepakati antara pihak bank sebagai kreditur dengan debitur atau pihak lain yang
mewajibkan pihak perjanjian untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
6. Setelah seluruh Perjanjian kredit di tandatangani dan seluruh syart-syarat kredt
terpenuhi, proses selanjutnya adalah proses realisasi kredit (pencairan kredit).
7. Supervisi dan monitoring pasca pencairan kredit harus terus dilakukan untuk tetap
menjaga kualitas kredit tersebut tetap baik.

2.5 KOMITE KREDIT


Komite Kredit bertanggung jawab dalam memberikan persetujuan pengajuan kredit dan
kualitas standar penjaminan dalam bisnis perbankan. Anggota Komite memiliki
wewenang dalam batasan tertentu, berdasarkan kemampuan dan pengalamannya. Komite
Kredit bertanggung jawab memberikan persetujuan atas proposal kredit serta kualitas
penjaminan
Anggota Komite kredit terdiri dari :
1. Business Unit adalah bagian yang mencari (marketing) dan mengusulkan
permohonan kredit serta melakukan analisa kredit untuk diajukan dalam Rapat Komite
Kredit.
2. Risk Management adalah salah satu bidang yang menilai dan memitigasi Resiko
atas calon debitur dan usaha yang dijalankan (menilai kemungkinan resiko yang timbul
dari usaha yang dijalankan calon debitur dan memitigasi resiko)
Tugas dan fungsi komite kredit:
1. Menilai kelayakan usaha calon debitur
2. Menilai kesesuaian legalitas usaha (ijin-ijin usaha) dan perusahaan (akta
pendirian), contoh : dalam akta pendirian kegiatan usaha dalam bidang perdagangan
ban sedangkan realita nya menjlankan kegiatan usaha perdagangan obat. Melihat
pembuktian akta pendirian pada saat OTS (on the spot) kunjungan nasabah yang salah
satu tujuan nya untuk melihat jenis usaha debitur.
3. Memitigai risiko/melihat risiko-risiko yang mungkin timbul pada debitur maupun
perusahaan.
Risiko debitur dapat berupa gaya hidup yang konsumtif sehingga dikhawatirkan kredit
yang diberikan oleh bank akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup debitur
yang konsumtif tersebut.
Risiko usaha dengan melihat perkambangan usaha debitur, memitigasi risiko usaha
apabila pemerintah mengeluarkan ketentuan (UU) baru terkait bidang usaha debitur.
Misalnya usaha pertambangan seiring dengan berjalannya usaha pemerintah
mengeluarkan UU baru yang berisi larang untuk melakukan ekspor bahan tambang. UU
yang baru dikeluarkan pemerintah tersebut dapat menghentikan
menghentikan usaha debitur sehingga komite kredit harus mampu untuk melihat risiko
yang akan timbul tersebut dan mengantisipasi risiko tersebut.
4. Komite kredit harus mampu meminimalisasi risiko yang akan timbul
Contoh : komite kredit menilai PT A yang bergerak dibidang usaha peternakan ayam
harus dilengkapi izin keributan (HO) supaya tidak didemo masyarkat sekitar.
5. Menetapkan syarat dan ketentuan kredit debitur sesuai dengan tingkat risiko usaha
debitur, karena tiap debitur berbeda-beda tingkat risikonya
6. Menyetujui / menolak usulan permohonan kredit.
2.6 KREDIT BERMASALAH
2.6.1 Kualitas Kredit :
Supervisi dan Monitoring pasca pemberian kredit sangat penting untuk tetap menjaga
kualitas kredit, penetapan kualitas kredit atas dasar PBI (Peraturan Bank Indonesia). No.
14/15/PBI/2012 dan SE BI No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005
Penetapan Kualitas kredit ini ditetapkan berdasarkan 3 factor penilaian :
1. Prospek Usaha.
2. Kinerja Debitur (performace).
3. Kemampuan membayar.

Penilaian terhadap prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan membayar antara lain
dengan melihat potensi pertumbuhan usaha, Kondisi pasar dan posisi debitur dalam
persaingan, termasuk sensitivitas terhadap resiko pasar, kualitas manajemen dan
permasalahn tenaga Kerja, perolehan laba, struktur modal , ketepatan membayar
kewajiban Bank.
Atas hal-hal tersebut kualitas kredit dibagi dalam 5 katagori
1. Kolektibilitas Lancar (L)
2. Kolektibilitas Dalam Perhatian Khusus (DPK)
3. Kolektibilitas Kurang Lancar (KL)
4. Kolektibilitas Diragukan (D)
5. Kolektibilitas Macet (M)
Kolektibilitas kredit berdasarkan ketepatan pembayaran :
1. Kolektibilitas Lancar (Kol-1) yaitu apabila tidak terdapat tunggakan
pembayaran pinjaman baik Pokok maupun Bunga
Kolektibilitas Dalam Perhatian Khusus (Kol-2) yaitu apabila terdapat tunggakan
pinjaman pembayaran pokok dan atau bunga dengan umur tunggakan sampai dengan 90
hari.
Kolektibilitas Kurang Lancar (Kol-3) yaitu apabila terdapat tunggakan pinjaman
pembayaran pokok dan atau bunga dengan umur tunggakan sampai dengan 120 hari.
Kolektibilitas Diragukan (Kol-4) yaitu apabila terdapat tunggakan pinjaman pembayaran
pokok dan atau bunga dengan umur tunggakan sampai dengan180 hari.
Kolektibilitas Macet (Kol-5) yaitu apabila terdapat tunggakan pinjaman pembayaran
pokok dan atau bunga dengan umur tunggakan lebihdari 180 hari.

Kredit dapat digolongkan bermasalah Non Performing Loan (NPL) apabila telah masuk
dalam kualitas/Kolektibilitas Kurang Lancar (Kol3), Kolektibilitas Diragukan (Kol-4)
dan Kolektibilitas Macet (Kol-5)
Tujuan dilakukan klasifikasi kualitas kredit tersebut antara lain untuk menetapkan
tingkat cadangan potensi kerugian Bank akibat kredit bermasalah. Atau dengan kata lain
Bank harus mencadangkan atau menyisihkan dari laba usahanya untuk menutup
kerugian akibat kredit bermasalah yang tidak dapat dikembalikan oleh peminjam.
Langkah-langkah Perbankan untuk menjaga kualitas kredit antara lain dengan
menetapkan Kebijakan Perkreditan antara lain dengan selalu mengupdate Portofolio
Guidelines atau menetapkan sector-sektor mana saja yang tidak dapat dibiayai antara
lain:
- Usaha bertentangan dengan norma-norma social, seperti usaha Judi, Narkoba
Pornografi dll.
- Tanpa Informasi Keuangan yang cukup
- Keahlian Khusus yang tidak dimiliki Bank.
- Tercatat sebagai debitur Macet di Bank Lain.
- Debitur tercatat atau masuk dalam daftar Hitam
- Fasilitas Kredit dipergunakan untuk kepetingan Politik.
- Personal dengan kekebalan Diplomatik.
- Melakukan Kegiatan Ekspor Impor diluar ijin Resmi
- Menjalankan usaha yang merusak Lingkungan.
- Usaha tidak sesuai ketentuan Perbankan.

2.6.2 Langkah-langkah Penyelamatan & Penyelesaian Kredit Bermasalah


1. Langkah-langkah penanganan terhadap debitur KoLektibiltas Lancar (Kol-1)
maupun Dalam Perhatian Khusus (DPK/Kol-2)
Tindakan pemantauan secara dini terhadap kredit dengan kolektibilitas 1 maupun 2,
dengan tujuan untuk memberikan early warning signal atas gejala -gejala yang dapat
mempengaruhi tingkat kolektibilitas debitur sehingga dapat segera dilakukan
tindakan preventif untuk mencegah terjadinya down grade kolektibilitas
Penagihan melalui telepon dibantu oleh petugas Desk Collector
Penagihan melalui kunjungan, pemanggilan debitur serta pengiriman surat reminder
pemberitahuan kewajiban kepada debitur samapi diterbitkan surat peringatan apabila
umur tunggakan telah melampaui 90 hari.
2. Langkah-langkah penanganan terhadap debitur Non PerForming Loan (NPL)
a. Landasan Hukum
- Pasal 6 jo Pasal 20 Undang-undang No.4 Tahun 1996 Tetang Hak Tanggungan atas
tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang memberikan Hak kepada
kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan jika debitur cidera janji (wanprestasi)
- Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang jaminan
Fidusia (UU Fidusia) yang memberikan Hak kepada Kreditur untuk mengeksekusi benda
jaminan fidusia jika debitur cidera janji (WanPrestasi)
- Pasal 1155 KHUP Perdata : kreditur sebagai penerima benda gadai berhak untuk
menjual Barang gadai setelah lewat jangka waktu yang ditentukan atau setelah dilakukan
peringatan untuk memenuhi perjanjian

b. Tindakan penyelamatan Debitur NPL


Syarat Penyelamatan Kredit Bermasalah
Bank / Lembaga Keuangan melakukan upaya penyelamatan kredit bermasalah
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Dengan penyelamatan kredit, kondisi Bank / Lembaga Keuangan menjadi lebih
baik.
2. Adanya itikad baik dari debitur yang kooperatif.
3. Penilaian usaha debitur yang menunjukkan prospek usaha yang baik.
upaya-upaya penyelamatan kredit, melalui
· Penjadwalan kembali hutangnya (Reschedulling) yaitu perubahan syarat kredit
yang menyangkut jadwal pembayaran termasuk menetukan kembali besarnya angsuran
dan atau perpanjangan jangka waktu kredit
· Persyaratan kembali (Reconditioning) yaitu perubahan sebagian atau seluruh
syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu
namum tidak menambah saldo Pinjaman
· Penataan kembali (Restructurisasi) yaitu perubahan syarat-syarat kredit dapat
berupa penambahan dana Bank dan atau konversi seluruh tunggakan pokok dan bunga
menjadi kredit baru.
2.6.3 Penyelesaian kredit bermasalah
Adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum.
Yang dimaksud dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui
Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa.
Apabila penyelesaian sebagaimana tersebut diatas tidak berhasil dilaksanakan, pada
umumnya upaya yang dilakukan bank dilakukan melalui prosedur hukum. Sehubungan
dengan hal tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdapat
beberapa lembaga dan berbagai sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk
mempercepat penyelesaian masalah kredit macet perbankan.
Penyelesaian Kredit Bermasalah dilakukan melalui2 (dua) cara, yaitu sebagai berikut:
1. Penyelesaian Kredit Bermasalah Secara Damai.
Penyelesaian kredit bermasalah secara damai dapat dilakukan terhadap debitur yang
beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya dan cara yang ditempuh dalam
penyelesaian ini dianggap lebih baik dibandingkan alternatif penyelesaian melalui
saluran hukum.
Jenis-Jenis dan Ketentuan Penyelesaian Kredit Secara Damai, meliputi:
· Pemberian fasilitas keringanan bunga, Pemberian fasilitas keringanan bunga
hanya diberikan kepada penunggak dengan kolektibilitas Diragukan, Macet dan Kredit
yang telah dihapus bukukan.
· Penjualan agunan di bawah tangan, Penjualan agunan di bawah tangan dilakukan
agar debitur masih diberikan kesempatan untuk menawarkan/menjual sendiri agunannya.
2. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Saluran Hukum
Penyelesaian kredit bermasalah melalui saluran hukum ini apabila upaya restrukturisasi/
penyelesaian secara damai sudah diupayakan secara maksimal dan belum memberikan
hasil atau debitur tidak menunjukkan itikad baik (onwill) dalam menyelesaikan
kewajibannya, maka penyelesaian dapat ditempuh melalui saluran hukum yakni Badan
Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN) atau Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
atau Pengadilan Negeri.
2.6.4 Pendekatan Kredit Bermasalah
Pendekatan dan penetapan strategi dalam penanganan kredit bermasalah yaitu sebagai
berikut:
1. Pendekatan Secara Tertulis, dengan cara yaitu:
· Pemberian Surat Tagihan
· Pemberian Surat Peringatan
· Pemberian Surat Tagihan I, II, dan III
2. Pendekatan Secara Lisan.
· Pihak Bank / Lembaga Keuangan dalam melaksanakan pendekatan ini dengan
cara berkunjung ke tempat usaha debitur untuk segera melunasi kewajibannya sebelum
diberikan surat tagihan.
· Apabila setelah diberi Surat Peringatan III,tetapi debitur belum melunasi
kewajibannya maka pihak Bank / Lembaga Keuangan melakukan kunjungan untuk
menilai usaha debitur.
· Pihak Bank / Lembaga Keuangan melakukan pembinaan kepada debitur yang
mempunyai kategori prospek baik dan itikad baik, prospek tidak baik dan itikad baik,
dan prospek tidak baik dan itikad tidak baik supaya menjadi kooperatif dan mau segera
melunasi kewajibannya
2.6.4 Proses eksekusi agunan kredit melalui proses lelang

Proses eksekusi agunan melalui proses lelang merupakn alternative terakhir dalam
penyelsaian kredit bermasalah, dan diharapkan dari hasil penjualan agunan melalui
lelang tersebut dapat menutupi hutang debitur, adapun prose lelang yang selama ini
berjalan sbb:
1. Kriteria debitur yang dapat dilelang
a. Debitur dengan kolektibilitas Macet (Kol-5)
b. Sudah tidak memiliki prospek usaha maupun upaya penyeleamatan.
c. Telah mendapat surat peringatan
2. Proses lelang :
a. Debitur Macet usulan dari Bag.Collection yang menyatak debitur sudah tidak
dapat lagi menyelesaiakan kreditnya dan tidak dapat dilakukan upaya penyelamatan
b. Pengumpulan Dokumen berkoordinasi dengan Business Unit terkait dokumen
perkreditan.
c. Mengeluarkan Surat Peritah Kerja (SPK) kepad Balai Lelang Swasta) untuk
melakukan kegiatan pra lelang berupa Collction dan pengumuman lelang.
d. Melakukan penilaian agunan melalui KJPP )kantor Penilai Publik) untuk
mendapatkan nilai agunan terkini dan hasil penilaian harus di review olwh pihak Bank
(Bag.legal)
e. Penentuan harga lelang atas dasar Nilai pengikatan dan hasil penilaian terakhir
KJPP.
f. Bank Mengajukan dan mendaftarkan Lelang ke Kantor pelayanan Kekayaan dan
Lelang Negara untuk mendapatkan tanggal Lelang.
g. Dilakukan pengumum di harian nasional atas rencana pelaksanaan Lelang
minimal 2x.
h. Pelaksanaan Lelang.
Hasil Lelang agunan akan dipergunakan sepenuhnya untuk pelunasan kredit, apabila
terdapat kelebihan maka terhadap kelebihan tersebut akan dikembalikan kepada debitur,
namun apabila hasil lelang tidak menutupi hutang debitur maka kepad debitur akan
dibuatkan surat Hutang tanpa agunan yang tetap harus dilunasi oleh debitur.

Anda mungkin juga menyukai