Anda di halaman 1dari 18

Diagnosis Prenatal dan Konseling Genetik pada Kehamilan

Olyana Wolff

102015232

Mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi : Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510, Indonesia

olyanawolff96@gmail.com
Skenario 1

Seorang ibu A, berusia 38 tahun; G2P1A0; hamil 16 minggu; datang untuk Ante Natal Care rutin
di Unit Rawat Jalan Kebidanan. Pada USG didapatkan janin tunggal hidup, gestasi 18 minggu,
dengan kelainan pada USG berupa Hygroma Colli. Jika anda bertugas di unit tersebut apa yang
anda rekomendasikan kepada ibu A ini, untuk menindaklanjuti kehamilannya yang sekarang ini.

Pendahuluan
Diagnosis prenatal adalah ilmu dan seni untuk mengidentifikasi kelainan struktur dan
fungsi pada perkembangan janin. Istilah prenatal diagnostik ialah berbagai teknik dan prosedur
yang dilakukan selama kehamilan untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas pada struktur dan
fungsi organ pada janin yang sedang tumbuh. Skrining prenatal bertujuan untuk mengetahui
apakah janin mempunyai resiko mengalami kelainan genetik atau kelainan kongenital tertentu,
sedangkan diagnosis prenatal bertujuan untuk mengetahui secara pasti bahwa janin tersebut benar-
benar mengalami kelainan genetik atau kelainan bawaan tertentu.
Sekitar 2-3% bayi baru lahir mempunyai masalah dengan kelainan kongenital mayor yang
ditemukan pada saat lahir. Kelainan kongenital mayor merupakan salah satu penyebab utama
kematian neonatus, dan kelainan genetik merupakan empat besar kasus rawat inap di bagian anak.
Banyak kelainan pada janin dapat diidentifikasi saat prenatal dan kemajuan teknologi
dalam bidang kesehatan telah memungkinkan untuk melakukan pengobatan prenatal, sehingga
saat ini diagnosis prenatal merupakan jembatan penting antara obstetri dan pediatrik. Diagnosis
prenatal meliputi evaluasi terhadap tiga kategori pasien berupa yaitu :
1. Janin dengan risiko tinggi untuk kelainan genetik dan kongenital.
2. Mereka dengan risiko yang tidak diketahui untuk kelainan kongenital umum.

1
3. Janin yang pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) ditemukan mempunyai kelainan struktur
dan perkembangan.

Kualitas USG mempengaruhi kemampuannya untuk diagnostik prenatal dalam mendeteksi


kelainan-kelainan kongenital yang secara klinis sudah jelas tampak, dan juga peningkatan
kemampuannya mendeteksi kelainan kongenital yang masih belum tampak jelas secara klinik,
selain itu dapat membantu atau sebagai pembimbing yang sangat akurat untuk berbagai prosedur
seperti: pemeriksaan amniosintesis, pemeriksaan villi khorialis, pemeriksaan darah janin dan
pemeriksaan biopsi janin.
Upaya pencegahan cacat bawaan dapat dibedakan atas pencegahan primer dan pencegahan
sekunder. Pencegahan primer ditujukan pada upaya pencegahan terjadinya kehamilan dengan
cacat bawaan, kegiatan utamanya adalah penyaringan atau deteksi dini golongan yang mempunyai
risiko untuk mendapat keturunan dengan cacat bawaan, yang meliputi kegiatan skrining, konseling
prakonsepsi / pranikah dan tindakan supportifnya berupa keluarga berencana, adopsi atau
inseminasi donor.1
Pencegahan sekunder ditujukan pada upaya pencegahan kelahiran bayi dengan cacat
bawaan dengan melakukan kegiatan pranatal antara lain: skrining genetika dalam kehamilan,
konseling prenatal, diagnosis prenatal dan tindakan suportif lainnya berupa terminasi kehamilan,
terapi gen maupun terapi janin in utero.1

Rumusan Masalah
Ibu A, 38th, G2P1A0, hamil 16minggu, dengan kelainan USG dan usia yang > 35 tahun.

ANAMNESIS

Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan
menegakkan diagnosis. Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita),
riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi (meliputi
keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).3

 IDENTITAS

2
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, nama orang tua atau suami
atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan agama.
 KELUHAN UTAMA (Chief Complaint)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter
atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus disertai dengan indikator
waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.

 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Dalam
melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut :
1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung.
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus menerus, hilang
timbul, cenderung bertambah atau berkurang, dan sebagainya.
3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, berpindah-pindah.
4. Hubungannya dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore, atau
sebaliknya, atau terus menerus tidak mengenal waktu.
5. Hubungannya dengan aktivitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktivitas atau
bertambah ringan bila beristirahat.
6. Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan,
atau keluhan yang bersamaan dengan serangan.
7. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
8. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau
meringankan serangan.
9. Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama.
10. Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu.
11. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa.
12. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum
oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang sedang
diderita.
 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

3
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit
yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah
menderita kecelakaan, menderita penyakit berat dan menjalani operasi tertentu, memiliki
riwayat alergi pada obat-obatan dan makanan tertentu, dan lain-lain.
 RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.

 RIWAYAT PRIBADI
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Perlu
ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam sehari-hari seperti masalah
keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan pasien juga harus ditanyakan, seperti
merokok, memakai sandal saat bepergian, minum alcohol, dan sebagainya. Selain itu juga pada
pasien yang sering bepergian, perlu ditanyakan apakah baru saja pergi dari tempat endemik
penyakit infeksi menular. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah lingkungan tempat tinggal
pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, tempat pembuangan sampah,
ventilasi, dan sebagainya.

Pada kasus ini, anamnesis yang bisa ditanyakan antara lain:4


1) Identitas pasien. Keluhan utama pasien. Keluhan yang membawa pasien datang ke klinik.
2) Keluhan tambahan pasien.
3) Riwayat haid pasien. Kapan pertama kali menarche? Biasanya siklus haid pasien berapa
lama? Kapan haid terakhir?
4) Riwayat perkawinan. Sudah berapa lama menikah? Bagaimana hubungan dengan suami?
5) Riwayat kehamilan. Ditanyakan ini kehamilan ke berapa? Berapa usia gestasi pasien? Kalau
sebelumnya pernah hamil ditanyakan apakah sebelumnya mempunyai komplikasi terkait
kehamilan dan ditanyakan juga hasil akhir kehamilan.
6) Apakah ada keluar cairan dari vagina? Kalau ada apakah lendir atau darah? Tanyakan
konsistensinya, banyak atau tidak dll yang berkaitan.
7) Apakah ada perdarahan? Darah yang keluar apakah sedikit atau banyak atau hanya berupa
bercak-bercak?

4
8) Apakah sering mengalami pingsan dan syok? Terutama setelah perdarahan atau rasa nyeri
yang mendadak?
9) Apakah ada gatal pada vulva?
10) Apakah ada keluhan didaerah abdomen? Sifatnya bagaimana?
11) Menanyakan mengenai BAK dan BAB.
12) Riwayat kontrasepsi. Apakah pasien pernah atau sedang kontrasepsi?
13) Apakah sebelum ini pernah menderita infeksi pada vagina atau panggul?
14) Pernah terlibat dalam prosedur pembedahan ginekologis sebelumnya?
15) Riwayat keluarga. Apakah ada ahli keluarga yang menderita penyakit- penyakit serius
seperti diabetes, hipertensi, stroke dll?
16) Pekerjaan pasien, tempat tinggal pasien dan dengan siapa dia tinggal. Kebiasaan merokok,
pemakaian obat terlarang, dan konsumsi minuman yang beralkohol.

PEMERIKSAAN FISIK

 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital4


Periksa nadi, suhu badan, tekanan darah, pernapasan, mata (anemia, ikterus, eksoftalmus),
kelenjar gondok (struma), payudara, kelenjar ketiak, jantung, paru-paru dan perut. Adanya
edema, panikulus adiposus yang tebal, asites, gambaran vena yang jelas/melebar dan varises-
varises perlu mendapat perhatian yang seksama.
 Pemeriksaan Ginekologi4
 Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak
bau busuk dari vulva
 Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari
ostium
 Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah terbuka, teraba atau tidak jaringan dalam
kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi tidak menonjol dan tidak
nyeri.
 Pemeriksaan Bimanual4

5
Melakukan colok vagina dengan jari tangan, untuk memeriksa keadaan dinding vagina,
fornix, cervix uteri, uterus, parametrium, rongga panggul dan juga genital luar.
 Manuver Leopold untuk menentukan posisi dan letak janin2,5
 Pemeriksaan Leopold I, bertujuan untuk mengetahui letak fundus uteri dan bagian
lain yang terdapat pada bagian fundus uteri.
 Pemeriksaan Leopold II, bertujuan untuk menentukan punggung dan bagian kecil
janin di sepanjang sisi maternal.
 Pemeriksaan Leopold III, bertujuan untuk membedakan bagian persentasi dari janin
dan sudah masuk dalam pintu panggul.
 Pemeriksaan Leopold IV, bertujuan untuk meyakinkan hasil yang ditemukan pada
pemeriksaan Leopold III dan untuk mengetahui sejauh mana bagian presentasi sudah
masuk pintu atas panggul. Memberikan informasi tentang bagian presentasi : bokong
atau kepala, sikap/attitude (fleksi atau ekstensi), dan station (penurunan bagian
presentasi).

Indikasi Diagnosis Prenatal

Alasan utama untuk melakukan diagnosis prenatal adalah faktor usia maternal (>35 tahun),
abnormalitas maternal serum alfa fetoprotein (MSAFP) dan hasil skrining test lain yang positif.
Secara singkat indikasi untuk diagnosis prenatal adalah sebagai berikut: 1,2
1. Kehamilan tunggal dengan usia ≥ 35 tahun saat pelahiran
Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun perlu ditawarkan untuk menjalani
pemeriksaan diagnosis prenatal karena pada usia 35 tahun insidens trisomi mulai
meningkat dengan cepat. Hal ini berhubungan dengan non-disjunction pada miosis.
Pada usia 35 tahun kemungkinan untuk mendapat bayi lahir hidup dengan kelainan
kromosom adalah 1:192, sehingga ada beberapa ahli yang menawarkan diagnosis
prenatal pada usia 33 tahun namun hal ini belum menjadi konsensus.

2. Kehamilan kembar dizigotik dengan usia ≥ 31 tahun pada saat pelahiran


Dengan dua janin, hukum probabilitas menyebutkan bahwa kesempatan salah satu atau
keduanya akan merita sindrom Down lebih besar dibandingkan bila hanya ada satu

6
janin. Risiko trisomi 21 pada kehamilan kembar harus dihitung setelah
mempertimbangkan risiko sindrom Down yang terkait usia ibu.

3. Riwayat kelahiran trisomi autosomal


Wanita yang sekurang-kurangnnya pernah sekali hamil trisomi mempunyai risiko
kira-kira 1 persen untuk mengalami kehamilan trisomi autosom yang sama atau
berbeda. Hal ini berlaku sampai risiko terkait umur mereka mencapai lebih dari 1
persen, yaitu pada saat risiko yang lebih itnggi mendominasi.

4. Riwayat kehamilan 47,XXX atau 47,XXY


Wanita yang anak sebelumnya menderita 47,XXY tidak beresiko tinggi untuk
mengalami kembali kehamilan ini, karena kromosom ekstra pada situasi ini berasal
dari ayah, dan kesalahan dari ayah peluangnya kecil untuk berulang. Sama halnya
dengan 45,X mempunyai resiko sangat rendah untuk berulang.

5. Pasien atau pasangan adalah pembawa sifat translokasi kromosom


Untuk sebagian besar translokasi, risiko anak lahir hidup abnormal yang diamati lebih
kecil daripada resiko teoritisnya, karena sebagian gamet menghasilkan konseptus yang
tidak mampu bertahan hidup.

6. Pasien atau pasangan adalah pembawa sifat inversi kromosom


Risiko setiap pembawa sifat ditentukan oleh metode penetapannya, kromosom yang
terlibat, dan besarnya inversi, sehingga harus ditetapkan secara individu.

7. Riwayat triploidi
Lebih dari 99 persen konseptus triploid gugur pada trimester pertama atau kedua
awal. Jarang sekali janin yang berkembang. Jika triploid yang terjadi pada janin
bertaha melewati trimester pertama, risiko pengukangan adalah 1 sampai 1,5 persen,
cukup untuk menguatkan diagnosis prenatal.

7
8. Beberapa kasus keguguran berulang
Beberapa keguguran dini berulang akibat aneuploidi cenderung disebabkan oleh
inversi atau translokasi pada ibu atau ayahnya. Hal ini membenarkan dilakukannya
diagnostik prenatal pada kehamilan-kehamilan berikutnya jika tidak terjadi keguguran
dini.

9. Pasien atau pasangan mempunyai aneuploidi


Wanita trisomi 21 atau 47, XXX serta laki-laki 47,XYY biasanya fertil dan
mempunyai 30 persen resiko mempunyai keturunan trisomi.

10. Defek struktural mayor janin pada pemeriksaan ultrasonografi


Kondisi ini cukuo meningkatkan resiko aneuploidi sehingga mengharuskan
pemeriksaan genetik pada janin, tanpa memandang umur ibu atau kariotipe orang tua.

WAKTU PENATALAKSANAAN
 Pemeriksaan ultrasonografi, sebaiknya dilakukan pada awal trimester kedua kira-kira
18-20 minggu. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan noninvasif yang paling
banyak digunakan dan dapat dilakukan pada setiap tahap dan umur kehamilan.
 Pemeriksaan serum ibu, test darah yangdilakukan terhadap ibu hamil pada kehamilan
trimester 1 dan/atau trimester 2.
 Amniosintesis untuk pemeriksaan genetik umumnya dilakukan pada usia kehamilan
trimester kedua.
 Amniosintesis dini yang dilakukan pada usia kehamilan sebelum 15 minggu (11-14
minggu).
 Pemeriksaan vili korialis, dikerjakan pada usia kehamilan 10-12 minggu.
 Pemeriksaan darah janin dengan teknik kordosentesis, dapat dilakukan sejak usia
kehamilan 12 minggu.
 Biopsi janin, dikerjakan pada saat kehamilan usia 17-20 minggu.1,2

8
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Selama 20 tahun terakhir, teknologi baru telah meningkatkan metode deteksi kelainan
janin, termasuk Down syndrome. Dalam deteksi Down syndrome dapat dilakukan deteksi
dini sejak dalam kehamilan. Dapat dilakukan tes skrining dan tes diagnostik. Dalam tes
diagnostik, hasil positif berarti kemungkinan besar pasien menderita penyakit atau
kondisi yang memprihatinkan. skrining, tujuannya adalah untuk memperkirakan risiko
pasien yang memiliki penyakit atau kondisi. Tes diagnostik cenderung lebih mahal dan
memerlukan prosedur yang rumit; tes skrining cepat dan mudah dilakukan. Namun, tes
skrining memiliki lebih banyak peluang untuk salah: ada “false-positif” (test menyatakan
kondisi pasien ketika pasien benar-benar tidak) dan “false-negatif” (pasien memiliki
kondisi tapi tes menyatakan dia / dia tidak).6,7,8

 Maternal Serum Screening


Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-fetoprotein (AFP),
unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin (hCG) membuat
tes standar, yang dikenal bersama sebagai “tripel tes”. Tes ini merupakan
independen pengukuran, dan ketika dibawa bersama-sama dengan usia ibu
(dibahas di bawah), dapat menghitung risiko memiliki bayi dengan Down
syndrome. Selama lima belas tahun terakhir, ini dilakukan dalam kehamilan 15
sampai minggu ke-18. Baru-baru ini, tanda lain yang disebut Papp-A ternyata bisa
berguna bahkan lebih awal.
o Alpha-fetoprotein dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac dan di hati
janin, dan sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada Down syndrome,
AFP menurun dalam darah ibu.
o Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta. Estriol berkurang dalam
Down syndrome kehamilan.
o Human Chorionic Gonadotropin hormon yang dihasilkan oleh plasenta, dan
digunakan untuk menguji adanya kehamilan. Bagian yang lebih kecil tertentu
dari hormon, yang disebut subunit beta, adalah Down syndrome meningkat
pada kehamilan.

9
o Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang untuk
menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat inhibin A
meningkat dalam darah ibu dari janin dengan Down syndrome, yang
dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada trimester pertama,
rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam Down syndrome kehamilan.
o Pregnancy-Associated Plasma Protein A (PAPP-A)
Rendahnya tingkat PAPP-A sebagai diukur dalam serum ibu trimester
pertama dapat berhubungan dengan anomali kromosom janin termasuk
trisomies 13,18, dan 21. Selain itu, kadar PAPP-A pada trimester pertama
dapat memprediksi hasil kehamilan yang merugikan, termasuk small for
gestational age (SGA) atau lahir mati. PAPP-A tinggi dapat memprediksi
large of gestational age (LGA) baby.
o Triple or Quadriple Screen
Menggabungkan tes serum ibu dapat membantu dalam meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas untuk deteksi kelainan janin. Tes klasik adalah
triple screen untuk MSAFP, beta-HCG, dan estriol (uE3) atau quadriple
screen dengan ditambah inhibin-A.

Pertimbangan yang sangat penting dalam tes skrining adalah usia janin (usia
kehamilan). Analisis yang benar komponen yang berbeda tergantung pada usia
kehamilan mengetahui dengan tepat. Cara terbaik untuk menentukan adalah dengan
USG.

 Ultrasound Screening (USG Screening)


Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi usia
kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari ibu
siklus haid terakhir). Manfaat lain dari USG juga dapat mengambil masalah-
masalah alam medis serius, seperti penyumbatan usus kecil atau cacat jantung.
Mengetahui adanya cacat sedini mungkin akan bermanfaat bagi perawatan anak
setelah lahir. Pengukuran Nuchal fold juga sangat direkomendasikan.

10
Ada beberapa item lain yang dapat ditemukan selama pemeriksaan USG bahwa
beberapa peneliti telah merasa bahwa mungkin ada hubungan yang bermakna
dengan Down syndrome. Temuan ini dapat dilihat dalam janin normal, tetapi
beberapa dokter kandungan percaya bahwa kehadiran mereka meningkatkan
risiko janin mengalami Down syndrome atau abnormalitas kromosom lain.
echogenic pada usus, echogenic intracardiac fokus, dan dilitation ginjal
(pyelctasis). Marker ini sebagai tanda Down syndrome masih kontroversial, dan
orang tua harus diingatkan bahwa setiap penanda dapat juga ditemukan dalam
persentase kecil janin normal. Penanda yang lebih spesifik yang sedang diselidiki
adalah pengukuran dari hidung janin; janin dengan Down syndrome tampaknya
memiliki hidung lebih kecil USG dari janin tanpa kelainan kromosom. Masih
belum ada teknik standar untuk mengukur tulang hidung dan dianggap benar-
benar dalam penelitian saat ini. Penting untuk diingatkan bahwa meskipun
kombinasi terbaik dari temuan USG dan variabel lain hanya prediksi dan tidak
diagnostik. Untuk diagnosis yang benar, kromosom janin harus diperiksa.6
 Amniosentesis
Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di
rahim. Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit. Sebuah jarum
dimasukkan melalui dinding perut ibu ke dalam rahim, menggunakan USG untuk
memandu jarum. Sekitar satu cairan diambil untuk pengujian. Cairan ini
mengandung sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes kromosom. Dibutuhkan
sekitar 2 minggu untuk menentukan apakah janin Down syndrome atau tidak.
Amniocentesis biasanya dilakukan antara 16 dan 18 minggu kehamilan; beberapa
dokter mungkin melakukannya pada awal minggu ke-13. Efek samping kepada
ibu termasuk kejang, perdarahan, infeksi dan bocornya cairan ketuban setelah itu.
Ada sedikit peningkatan risiko keguguran. Amniosentesis tidak dianjurkan
sebelum minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi lebih tinggi dan
kehilangan kehamilan.
Rekomendasi saat ini wanita dengan risiko memiliki anak dengan Down
syndrome dari 1 dalam 250 atau lebih besar harus ditawarkan amniosentesis. Ada
kontroversi mengenai apakah akan menimbulkan risiko pada saat penyaringan

11
atau perkiraan resiko pada saat kelahiran. Risiko pada saat skrining lebih tinggi
karena banyak janin dengan Down syndrome abortus secara spontan sekitar waktu
penyaringan atau sesudahnya.6

 Chorionic Villus Sampling (CVS)


Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan
diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-sel ini berisi
kromosom janin yang dapat diuji untuk Down syndrome. Sel dapat dikumpulkan
dengan cara yang sama seperti amniosentesis, tetapi metode lain untuk
memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim melalui vagina.
CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama kehamilan. Efek
samping kepada ibu adalah sama dengan amniosentesis. Risiko keguguran setelah
CVS sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan amniosentesis, meningkatkan
risiko keguguran normal 3 sampai 5%. Penelitian telah menunjukkan bahwa
dokter lebih berpengalaman melakukan CVS, semakin sedikit tingkat keguguran.6
 Kordosentesis (Pemeriksaan Darah Janin)
Pada tahun 1983, Daffos dkk memperkenalkan metode pengambilan darah janin
dengan tuntunan USG menggunakan jarum spinal ukuran 20-22 melalui perut ibu
ke dalam tali pusat. Teknik ini disebut juga kordosentesis, PUBS (percutaneous
umbilical blood sampling), fetal blood sampling atau furnipuncture. Kordosintesis
adalah istilah yang sering digunakan.
Indikasi pemeriksaan ini dapat dibagi atas indikasi diagnostik dan
terapeutik. Umumnya, pemeriksaan darah janin diindikasikan bila keuntungannya
lebih banyak dari kerugiannya. Sebelumnya pemeriksaan darah janin dilakukan
untuk kariotipe cepat namun dengan teknik sitogenetik yang baru memakai
metode FISH sampel dari villi korialis dan amniosit juga dapat diperiksa dengan
cepat. Pemeriksaan darah janin juga dilakukan pada wanita yang datang terlambat
(usia kehamilan lanjut) pada kunjungan antenatal dan menginginkan pemeriksaan
karyotype atau untuk diagnosis prenatal retardasi mental fragile-X.
Indikasi diagnostik yang lain adalah pemeriksaan hemoglobinopathi,
koagulaopathi, penyakit granulomatous kronik dan beberapa kelainan

12
metabolisme serta penentuan anemia dan trombositopenia pada janin. Untuk
indikasi terapeutik adalah terapi anemia pada janin melalui transfusi darah dan
pemberian obat antiaritmia pada janin dengan hidrops.
Dengan tuntunan USG tusukkan jarum melalui dinding perut ibu dan
arahkan ke tempat insersi tali pusat di plasenta, tusukan pada bagian tali pusat
yang melayang lebih sulit dilakukan. Bila menggunakan pengantar jarum pada
tranduser USG maka ukuran jarumnya lebih kecil (22-26) sedang bila
menggunakan teknik free hand jarum yang dipakai berukuran 20-22. Bila ujung
jarum telah mencapai tali pusat, pasang tabung pengisap dan isap darah kurang
lebih 5 ml. Penting untuk menentukan apakah sampel darah ini berasal dari janin
atau terkontaminasi darah ibu, walaupun dengan teknik yang baik hal ini jarang
terjadi namun lebih bijaksana bila dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
memastikannya. Sel darah janin akan tampak lebih besar dengan MCV yang
lebih besar. Pengambilan sampel darah janin juga selain di vena umbilikus dapat
dilakukan pada vena intrahepatik maupun jantung janin.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin pasca kordosintesis adalah
terjadinya hematoma atau perdarahan pada tempat tusukan jarum, bradikardi,
infeksi. Kemungkinan untuk terjadinya kematian janin berkisar 1% untuk itu
perlu dilakukan pemantauan denyut jantung janin dengan kardiotokografi selama
paling sedikit 30 menit. Pada ibu komplikasi yang dapat terjadi adalah
isoimunisasi rhesus, sehingga harus diberikan anti-D immunoglobulin pada ibu
dengan rhesus negatif.9,10

Patofisiologi HYGROMA COLLI

Saluran limfe terbentuk pada usia kehamilan minggu keenam. Dari saluran ini, akan
terbentuk sakus yang akan menyediakan drainase ke sistem vena. Kegagalan drainase ke sistem
vena ini akan menyebabkan dilatasi dari saluran limfe, dan apabila berukuran besar maka akan
menjadi suatu hygroma. Pada embrio, drainase sistem limfatiknya menuju ke sakus limfatik
jugularis (Turkington, et al., 2005; Wilson, 1995).
Hubungan antara struktur primitif sistem limfatik dengan vena jugularis terbentuk pada usia
40 hari kehamilan. Kegagalan pembentukan hubungan struktur ini menyebabkan terjadinya stasis

13
aliran limfe dan sakus limfatik jugularis akan melebar sehingga terbentuk suatu kista di daerah
leher. Apabila sistem drainase ke sistem vena tidak juga terbentuk pada masa ini, maka akan terjadi
lymphooedem perifer yang progresif dan dapat menyebabkan kematian intrauterine (Wilson,
1995). Aliran limfe yang statis akan menyebabkan kista membesar dan muncul sebagai suatu
massa pada leher bayi baru lahir.

Diagnosis banding
 Faktor genetik yang berhubungan dengan hygroma :
- Sebagian besar (60% – 70%) diagnosis prenatal dari hygroma berhubungan dengan
anomali kromosom, seperti sindrom Turner, yaitu abnormalitas kromosom sex pada
wanita dimana hanya terdapat satu kromosom X, sindrom Down dan Klinefelter.
- Abnormalitas kromosom lain seperti trisomi 13, 18, dan 21.
- Sindrom Noonan
Hygroma yang berupa temuan tunggal dapat diturunkan sebagai kelainan autosomal
resesif dimana orang tuanya adalah silent carrier. Akan tetapi, banyak kelainanhygroma
ini ditemukan dengan penyebab yang tidak diketahui.
 Kista Lipatan Branchial ke 2

Tampilan yang paling sering adalah kista, dan kadang-kadang dikombinasikan dengan
sinus atau fistula. Infeksi ditandai oleh penambahan densitas, septum, dan menebalnya
dinding. Pada anamnesis diketahui bahwa kista merupakan benjolan sejak lahir. Fistel
terletak didepan sternokleidomastoid dan mengeluarkan cairan. Fistel yang buntu akan
membengkak merah, atau lekukan kecil yang dapat ditemukan unilateral dan bilateral (Ellis,
2006).
 Kista Duktus Tiroglosus
Kasus terbanyak ditemukan pada usia 2-10 tahun. Sekitar 90% ditemukan setinggi
tulang hyoid, sekitar 8% ditemukan setinggi kelenjar tiroid, dan sekitar 2% ditemukan
setinggi lidah (Ellis, 2006).
Duktus tiroglosus berjalan dari pangkal lidah pada foramen sekum ke kelenjar tiroid.
Kelenjar tiroid embrio berjalan melalui saluran untuk mencapai posisi akhir normalnya.
Biasanya, saluran tiroglosus kemudian mengalami involusi, tetapi ketika salurannya
menetap, kista duktus tiroglosus dapat terjadi di mana saja di sepanjang saluran (Ellis, 2006).

14
Konseling genetik
Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berhubungan dengan kejadian atau
risiko kejadian kelainan genetik pada keluarga. Dengan adanya konseling genetik, maka keluarga
memperoleh manfaat terkait masalah genetik, khususnya dalam mencegah munculnya kelainan-
kelainan genetik pada keluarga. Manfaat ini dapat diperoleh dengan melaksanakan tindakan-
tindakan yang dianjurkan oleh konselor, termasuk di dalamnya tindakan untuk melakukan uji
terkait pencegahan kelainan genetic. Tindakan-tindakan yang disarankan dapat disarankan oleh
konselor dapat meliputi tes sebagai berikut:

1. Prenatal diagnosis
Prenatal diagnosis merupakan tindakan untuk melihat kondisi kesehatan fetus yang belum
dilahirkan. Metode yang digunakan meliputi ultrasonografi, amniocentesis, maternal serum,
dan chorionic virus sampling.

2. Carrier testing
Carrier testing merupakan tes untuk mengetahui apakah seseorang menyimpan gen yang
membawa kelainan genetik. Metode yang digunakan untuk melaksanakan tes tersebut adalah
uji darah sederhana untuk melihat kadar enzim terkait kelainan genetik tertentu, atau dengan
mengecek DNA, apakah mengandung kelainan tertentu.

3. Preimplantasi diagnosis
Preimplantasi diagnosis merupakan uji yang melibatkan pembuahan in vitro untuk mengetahui
kadar kelainan genetik embrio preimplantasi. Biasanya seorang wanita yang akan melakukan
uji akan diberi obat tertentu untuk merangsang produksi sel telur berlebihan. Sel telur akan
diambil dan diletakkan di cawan untuk dibuahi oleh sperma donor. Setelah pembuahan maka
sel embrio yang terbentuk akan dianalisa terkait dengan kelainan genetik.

4. Newborn screening
Newnborn screening merupakan pemeriksaan bayi pada masa kelahiran baru. Pemeriksaan ini
meliputi pemeriksaan genetik, endokrinologi, metabolik, dan hematologi. Diharapkan dari

15
pemeriksaan ini dapat ditentukan prognosis ke depannya, sehingga perawatan (treatment) yang
berkenaan dapat diupayakan.

5. Predictive testing
Predictive testing merupakan tes yang digunakan untuk menguji apabila seseorang menderita
kelainan genetik dengan melihat riwayat genetik keluarga sebelumnya. Tes ini dilakukan
setelah kelahiran, dan biasa juga disebut sebagai presymptomatic testing.

Apabila hasil diagnosis menunjukkan adanya kelainan genetik maka konselor dapat menyarankan
pilihan-pilihan berikut:

1. Agar tidak memiliki anak


Keputusan untuk tidak memiliki anak merupakan keputusan yang berat bagi orang tua, karena
memiliki anak merupakan dambaan bagi setiap orangtua. Oleh karena itu konselor harus
menerangkan secara terperinci mengenai indikasi tidak memiliki anak, termasuk di antaranya
kemungkinan untuk terpapar kelainan genetik, sehingga orang tua dapat mempertimbangkan
keputusan tersebut.

2. Mengadopsi
Apabila pilihan untuk tidak memiliki anak tidak dapat diterima oleh orang tua, salah satu jalan
keluarnya berupa pilihan untuk mengadopsi anak. Anak yang diadopsi dapat merupakan anak
saudara sendiri (keponakan) atau anak orang lain yang tidak memiliki hubungan darah. Dalam
hal ini mengadopsi anak saudara sendiri memiliki risiko kelainan genetik lebih besar daripada
mengadopsi anak orang lain yang tidak memiliki hubungan darah. Konselor harus mengetahui
terlebih dahulu pedigree keluarga tersebut, dan memprediksi apakah di antara saudara-saudara
terdapat (kemungkinan) menderita kelainan genetik, dengan demikian keluarga dapat
mengambil keputusan yang terbaik menurutnya.

3. Kehamilan dengan donor sperma atau ovum


Kehamilan dengan donor sperma atau ovum merupakan salah satu solusi, di mana sel sperma
dan sel telur dipertemukan di luar rahim. Dalam hal ini akan diperiksa apakah sel sperma atau
sel ovum yang mengandung kelainan genetik. Sel yang mengandung kelainan genetik akan

16
digantikan dengan sel dari donor, sehingga tetap terjadi pembuahan dan diharapkan anak yang
dilahirkan dapat hidup sehat dengan risiko terpapar kelainan genetika yang minim.

4. Keputusan untuk tidak mempunyai anak lagi


Keputusan untuk tidak mempunyai anak lagi merupakan solusi yang dapat diambil untuk
orangtua yang telah memiliki anak sebelumnya namun menderita kelainan genetik, sehingga
dengan demikian kehadiran anak berikutnya yang diprediksi bakal menderita kelainan genetik
dapat dihindari.

5. Tindakan operasi
Tindakan operasi dapat diterapkan untuk kelainan genetik tertentu seperti spina bifida atau
congenital diaphragmatic hernia (suatu kondisi di mana terdapat lubang pada diafragma
sehingga membuat paru menjadi tidak berkembang). Pilihan ini dapat dilakukan pada masa
sebelum kelahiran. Namun kebanyakan penyakit genetik tidak dapat diobati dengan tindakan
operasi.

6. Menterminasi kehamilan
Terminasi kehamilan/ aborsi merupakan solusi yang paling memberatkan bagi orangtua,
terlebih bagi orangtua muda yang belum mempunyai anak sebelumnya. Konselor harus mempu
menjelaskan dengan baik dan mudah mudah dimengerti oleh orangtua mengenai indikasi dan
kontraindikasi medis pelaksanaan aborsi. Konselor juga harus memahami aspek etis yang
menyertainya serta melakukan pendekatan holistik. Dengan demikian orangtua tersebut dapat
berpikir jernih dalam mengambil keputusan yang terbaik.

7. Membiarkan anak lahir


Orangtua juga dapat ditawarkan pilihan untuk meneruskan kehamilannya, dengan risiko bahwa
anak yang dilahirkan menderita kelainan genetik dan umurnya hanya sebentar. Pilihan ini
memungkinkan orangtua untuk melihat anaknya sebelum meninggal walaupun hanya sesaat.

17
Namun pilihan apapun yang disarankan oleh konselor harus didiskusikan dulu dengan pasien,
dalam artian bahwa pasien diberikan kebebasan untuk berpikir jernih dan memilih keputusan apa
yang harus diambil. Konselor wajib memberikan semua informasi, termasuk baik-buruk mengenai
tindakan yang dapat diambil tanpa ada kesan menutup-nutupi.5

Daftar Pustaka

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo; 2009.p.736-44.
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD.
Obstetri William. 21st ed. Jakarta: EGC; 2005.p.1084-112.
3. Bickley LS. Anamnesis. Bates’ guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health;
2009.p.30-5.

4. Erol RN, John O. Schorge. At a Glance Obstetrik dan Ginekologi. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik. 2nd ed. Jakarta: Erlangga dan Pembukuan Depdiknas; 2007.p.8-9.
5. Rossiter J, Blakemore K. Clinical Maternal-fetal Medicine. Fetal genetic disorders. 1st ed.
New York: Parthenon Publishing Group; 2000.p.783-98.

6. Rex AP, Preus M. J Pediatr. A diagnostic index for down syndrome. Jun 1982;100(6):903-
6.
7. Roizen NJ. Down Syndrome. Progress in research. Ment Retard Dev Disabil Res Rev.
2001; 7(1):38-44.
8. Vintzileos AM, Egan JF. Am J Obstet Gynecol. Adjusting the risk for trisomy 21 on the
basis of second-trimester ultrasonography. Mar 1995; 172(3):837-44.
9. Jenkins T, Wapner R. Maternal Fetal Medicine. Prenatal diagnosis of congenital
disorders. 5th ed. Philadelphia: WB. Saunders; 2004.p.235-73.

10. Soothill P. Fetal Blood Sampling Before Labor. High risk pregnancy management option.
2nd ed. New York: W.B Saunders; 2000.p.225-33.

18

Anda mungkin juga menyukai