Anda di halaman 1dari 3

Gejala Klinis

Masa tunas difteri biasanya berkisar antara 2-7 hari. Selanjutnya gejala klinis dapat dbagi
dalam gejala umum dan gejala lokal serta gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang terkena. Gejala
umum yang timbul berupa demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala, dan anoreksia
sehingga penderita tampak sangat lemah. Gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk
setiap bagian yang terkena seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan serak dan
stridor, sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung kepada jaringan yang terkena seperti
miokarditis, paralisis jaringan saraf atau nefritis.

A. Difteria Hidung

Gejalanya paling ringan dan jarang dijumpai. mula-mula hanya tampak pilek,
kemudian sekret yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran.
Penyebaran pseudomembran dapat pula mencapai faring dan laring.

B. Difteria Faring dan Tonsil (difteria fausial)

Paling sering dijumpai. Gejalanya mungkin ringan seperti hanya berupa radang pada
selaput lendir dan tidak membentuk pseudomembran sedangkan diagnosis dapat dibuat
atas dasar hasil biakan yang positif.

Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunisasi pada penderita. Pada penyakit
yang lebih berat, mulanya seperti radang akut tenggorokan dengan suhu yang tidak terlalu
tinggi, dapat ditemukan pseudomembran yang mula-mula hanya berupa bercak putih keabu-
abuan yang cepat meluas ke nasofaring atau ke laring. Nafas berbau dan timbul
pembengkakan kelenjar regional sehingga leher tampak seperti leher sapi (bull neck).
Brenneman dan Mc Quarrie (1956) menyatakan bahwa setiap bercak keputihan diluar tonsil
dapat dianggap sebagai difteri. Sedangkan Herdarshee menegaskan lebih lanjut bahwa
setiap membran yang menutupi dinding posterior faring atau menutupi seluruh permukaan
tonsil baik satu maupun kedua sisi dapat dianggap sebagai difteri.

Gejala lain yang didapat berupa sulit menelan dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan laring. Hal ini disebabkan oleh paresis palatum mole.
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis
polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin. Sedangkan pada urin
mungkin dapat ditemukan albuminuria ringan.

C. Difteria Laring dan Trakea

Lebih sering sebagai penjalaran difteria fausial daripada primer mengenai laring.
Gejala gangguan jalan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat
dapat timbul sesak nafas hebat, sianosis, dan tampak retraksi suprasternal serta epigastrium.
Pembesaran kelenjar getah bening regional akan menyebabkan bull neck. Pada pemeriksaan
laring tampak kemerahan, sembab, banyak sekret dan permukaan ditutupi oleh
pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan sangat lemah maka harus segera ditolong
dengan tindakan trakeostomi sebagai pertolongan pertama.
D. Difteria Kutaneus

Merupakan keadaan yang sangat jarang sekali dijumpai. Dapat pula timbul didaerah
konjungtiva, vagina dan umbilikus.

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan ditemukannya Cornybacterium diphtheriae pada preparat langsung


atau biakan. Untuk pengobatan tidaklah dibenarkan menunggu hasil pemeriksaan preparat langsung
ataupun biakan, tetapi bila secara klinis terdapat persangkaan yang kuat adanya difteria, maka
penderita harus diobati sebagai penderita difteri.

Preparat langsung biasanya dibuat dari basis eksudat atau membran yang kemudian diberi
pewarnaan biru metilen atau biru toluidin atau pewarnaan dengan cara Ljubinski. Kultur yang negatif
belum dapat menyingkirkan infeksi difteri. Jadi, bila membran terlihat dengan cepat menyebar,
walaupun biakan ataupun sediaan langsung negatif, maka pengobatan terhadap difteri harus segera
diberikan.

Diagnosis banding

Pada difteri nasal, perdarahan yang timbul harus dibedakan dengan perdarahan akibat luka
dalam hidung, korpus alienum atau sifilis kongenital. Difteria fausial harus dibedakan dengan :

A. Tonsilitis folikularis atau lakunaris


Terutama bila membran masih berupa bintik-bintik putih. Anak harus dianggap
sebagai penderita difteri bila panas tidak terlalu tinggi tetapi anak tampak lemah dan
terdapat membran putih kelabu dan mudah berdarah bila diangkat. Tonsilitis lakunaris
biasanya disertai panas yang tinggi tetapi anak tampak tidak terlalu lemah, faring dan tonsil
tampak hiperemis dengan membran putih kekuningan, rapuh dan lembek, tidak mudah
berdarah dan hanya terdapat pada tonsil saja.

B. Angina Plaut Vincent


Penyakit ini juga membentuk membran yang rapuh, tebal, berbau busuk dan tidak
mudah berdarah. Sediaan langsung akan menunjukkan kuman fisiformis (gram positif) dan
spirilia (gram negatif).

C. Infeksi tenggorok oleh mononukleosus infeksiosa


Terdapat kelainan ulkus membranosa yang tidak mudah berdarah dan disertai
pembengkakan kelenjar umum. Khas pada penyakit ini terdapat peningkatan monosit dalam
darah tepi.

D. Blood dyscrasia (misalnya agranulositosis dan leukimia)


Pada kasus ini mungkin dapat ditemukan ulkus membranosa pada faring dan tonsil.

Difteria laring harus dibedakan dengan laringitis akut, laringotrakeitis, laringitis membranosa
(dengan membran rapuh yang tidak berdarah) atau benda asing pada laring, yang semuanya akan
memberikan gejala stridor inspirasi dan sesak.
Kasus Difteri

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa orang tuanya berobat dengan keluhan demam
tidak tinggi selama 5 hari, disertai sakit menelan dan tidak mau makan. Anak terlihat lemas dan sejak
semalam terlihat gelisah, nafas sesak dan berbunyi serta mengorok. Pagi ini anak terus tidur,
nafasnya semakin sesak, dan lehernya membengkak. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran apatis, suhu 38˚C, nadi cepat, tekanan darah 100/70 mmHg, terdengar stridor inspirasi,
tonsil membesar, terlihat membran putih kelabu meliputi tonsil dan faring yang mudah berdarah.
Hasil laboratorium darah lengkap di dapatkan penurunan kadar hemoglobin, eritrosit serta albumin
dan leukositosis.

A. Masalah yang dihadapi pasien


B. Tujuan pengobatan
c. Merencanakan dan pemilihan terapi yang sesuai (efficacy, savety, suitability, cost)
d. mulai terapi
e. edukasi dan komunikasi
f. monitoring dan edukasi terapi

Anda mungkin juga menyukai