Anda di halaman 1dari 26

KASUS

Seorang pasien laki-laki usia 50 tahun dibawa ke RS mengeluh sesak napas dan keluar urin
sedikit sejak satu minggu terakhir. Pasien juga mengatakan kulitnya gatal-gatal, sering
pusing, dan lemas. Pasien tidak nafsu makan karena mual, makannya hanya habis ¼ porsi.
Pasien mempunyai riwayat sakit batu ginjal 5 tahun yang lalu, dan sudah dilakukan ESWL.
Hasil pemeriksaan fisik: tekanan darah 190/110 mmHg, RR 30 kali/menit, suhu 37,5° C.
Hasil laboratorium ureum: 135 mg/dl, kreatinin 8 mg/dl, Hb 7 mg/dl, leukosit 13.000 LPK.
Pasien akan dilakukan pemeriksaan sempel urin.
LANGKAH-LANGKAH DALAM PROSES CLINICAL REASONING

1. Pertimbangkan situasi klien: Jelaskan fakta, konteks, maupun tentang kondisi


personal
a. Seorang laki-laki
b. Usia 50 tahun
c. Mengeluh sesak nafas dan keluar urin sedikit sejak 1 minggu terakhir
d. Riwayat sakit batu ginjal 5 tahun yang lalu, dan sudah dilakukan ESWL
e. Kulit gatal-gatal, sering pusing, dan lemas
f. Tidak nafsu makan, mual, makan hanya habis ¼ porsi
g. TD: 190/110 mmHg, RR: 30x/menit, Suhu: 37,5 °C
h. Hasil lab; ureum: 135 mg/dl, kreatinin: 8 mg/dl, Hb: 7 mg/dl, leukosit: 13000
LPK
2. Mengumpulkan informasi dan tanda-tanda khusus
a. Mereview informasi saat ini
Laki-laki 50 tahun dengan riwayat batu ginjal 5 tahun yang lalu
Seorang laki-laki usia 30-50 tahun lebih berisiko terkena penyakit batu ginjal.
Gejala awal tidak akan terasa karena ukuran batu yang relatif kecil.
Penanganan batu ginjal besar, antara lain:
1) ESWL (Extracorporal Shock Wave Lithotripsy), yaitu penghancuran
batu dengan gelombang.
2) Uteroskopi, yaitu memasukkan alat ureteroskop melalui uretra dan
kandung kemih hingga diketahui letak batu, kemudian batu
dihancurkan dengan instrumen lain atau laser.
3) PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy), yaitu membuat sayatan diatas
permukaan kecil dekat ginjal sehingga alat nephroscope dapat masuk
untuk memecahkan dan mengangkat serpihan batu.
Komplikasi yang dapat muncul akibat batu ginjal yaitu terjadinya infeksi
ginjal (prelonetritis), terinfeksinya ginjal dapat menyebabkan bakteri dan
mikroorganisme masuk ke aliran darah. Batu ginjal juga dapat menyebabkan
kerusakan permanen ginjal.
Klien mengeluh sesak nafas, keluar urine sedikit sejak satu minggu terakhir,
gatal-gatal, sering pusing, lemas, tidak nafsu makan dan mual (makannya
hanya habis ¼ porsi). Apabila fungsi ginjal klien mengalami penurunan maka
keseimbangan cairan dalam tubuh mengalami kerusakan dan dapat memicu
penumpukan cairan dalam tubuh. Penumpukan cairan ini kebanyakan
menghasilkan pembengkakan terutama pada bagian kaki dan organ vital paru-
paru. Saat ginjal mengalami kerusakan dan tidak bisa mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh penderita biasanya menjadi
oliguria. Kulit gatal dan tidak nafsu makan karena mual dikarenakan kadar
ureum yang tinggi dalam darah.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil; tekanan darah: 190/110 mmHg,
RR: 30x/menit, Suhu: 37,5 °C. Hasil lab; ureum: 135 mg/dL, kreatinin: 8
mg/dl, Hb: 7 mg/dl, leukosit: 13000 LPK.
b. Mengumpulkan informasi baru
1) Klien akan dilakukan sampel urine, pemeriksaan aliran
urine/uroflometri, dan hiperkalemia.
Pemeriksaan uroflometri adalah prosedur diagnostik untuk mengukur
jumlah air seni dan kecepatan warna atau dapat disebut tes pancaran
kencing caranya, yaitu klien diminta untuk buang air kecil di toilet
yang dilengkapi alat pengukur uroflowmetri eleektronik lalu dengan
otomatis alat ini akan mengukur jumlah urin yang dikeluarkan,
kecepatan keluarnya urin per detik, waktu yang dibutuhkan, tingkat
keparahan kandung kemih jika terdapat obstruksi.
Pemeriksaan hiperkalemia dapat dilakukan dengan tes darah, tes urin,
dan EKG. Ketika fungsi ginjal terganggu, ginjal tidak mampu
membuang kelebihan kalium dalam tubuh.
Pemeriksaan sampel urine dibagi menjadi dua yaitu:
a) Pemeriksaan makroskopik
Meliputi warna, volume, berat jenis, bau, pH, buih (busa)
b) Pemeriksaan mikroskopik
Eritrosit, leukosit, epitel, silinder, kristal, silindroit, benang
lendir, spermatozoa, bakteri, jamur, trichomonas st
2) Melakukan pemeriksaan nutrisi dan intake output cairan
Pemeriksaan nutrisi
a) Antropometri (BB, TB, LILA)
b) Biokimia (lab)
c) Clinical (kondisi umum, GCS)
d) Dietary (recall intake makanan)
3) Melakukan perkusi ginjal
Perkusi ginjal dilakukan untuk mengkaji nyeri ketok ginjal, dilakukan
di daerah kostovertebra, yaiitu dengan menekan atau mengetuk pada
daerah sudut antara costa tereakhir dengan vertebra. Pada pasien
denggan penyakit ginjal, hanya dengan menekan daerah tersebut maka
akan muncul rasa nyeri.
4) Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui gangguan fungsi ginjal
yaitu sinar X-abdomen, CT-Scan
Pemeriksaan sinar-X abdomen yang dikenal denganistilah KUB
(Kidney,Ureter,Bladder) dilakukan untuk melihat ukuran, bentuk, serta
posisi ginjal dan mengidentifikasi semua kelainan seperti batu dalam
ginjal atau traktus urinarius, hidronefrosis (distensi pelvis ginjal), kista,
tumor, ataupergeseran ginjal akibat abnormalitas pada jaringan di
sekitarnya.
Pemeriksaan CT-Scan merupakan teknik non-invasif yang akan
memberikan gambar penampang ginjal serta saluran kemih yang
sangat jelas.
5) Pemeriksaan asites, pitting edema untuk mengetahui status cairan.
Asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus
(hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat
hipoalbuminemia. Asites terjadi akibat tingginya tekanan portal yang
disertai dengan kadar albumin yang rendah dan retensi natrium.
Rendahnya tingkat albumin dalam darah yang menyebabkan
perubahan tekanan yang diperlukan untuk mencegah pertukaran cairan
(tekanan osmotik), perubahan tekanan memungkinkan cairan
merembes keluar dari pebuluh darah. Pada penyakit ginjal urin tidak
dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi
sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema
dan asites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam
tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Pemeriksaan asites
dapat dilakukan dengan meminta klien melepas baju kemudian
berbaring dan rileks. Inspeksi bagian perut klien dengan dilihat
bagaimana bentuk perut (datar, cembung, atau cekung), lihat apa ada
tanda peradangan dibagian perut. Palpasi bagian perut dengan cara
pasien diminta untuk meletakkan tangannya di bagian umbilicus, lalu
tangan kita ada disebelah kanan dan kiri sis perut pasien, lalu pukul
dengan menggunakan lima jari sisi perut bagian kiri. Rasakan apakah
ada rasa semacam hentaman cairan pada tangan sebelah kanan.
Pemeriksaan ini dinamakan pemeriksaan undulasi. Perkusi dimulai dari
bagian umbilicus atau bagian tengan operut pasien, terus ke arah
bawah. Suara yang terdengar pada orang yang menderita asites adalah
pada awalnya timpani, tetapi semakin ke bawah, yang dirasakan adalah
semakin redup dan akhirnya redup. Pada tahap ini tentukan batas
perubahan suara antara redup dan timpani. Klien diminta untuk
memiringkan badannya ke arah kita, yaitu ke arah kiri, lalu kita perkusi
lagi, formatnya dari perbatasan tadi ke atas. Suara yang terdengar
adalah redup, redup, redup sampai akhirnya timpani. Perlu diketahui,
pada pemeriksaan ini batas redup akan bergeser ke atas, hal ini
disebabkan karena cairan yang berada disebelah kiri pasien berpindah
ke sebelah kanan.
6) Melakukan auskultasi untuk mengetahui suara nafas tambahan
Manifestasi klinis sistem pulmoner pada gagal ginjal kronis menurut
Suyono (2001) dalam Hutapea (2013) adalah bunyi nafas crackles
(ronki basah), nafas dangkal, kusmaull, dan sputum kental. Adanya
suara nafas abnormal crackles jika terdapat kelebihan cairan di rongga
alveolus. Akumulasi tersebut terjadi karena perpindahan cairan dari
kompartemen intravaskuler ke dalam rongga alveolus sehubungan
dengan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik yang dihasilkan
jantung karena adanya peningkatan volume cairan di dalam pembuluh
darah. Akumulasi cairan tersebut dapat menimbulkan komplikasi gagal
nafas.

7) Melakukan pengkajian psikososial


Adanya perubahan fungsi struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri, konsep diri, serta pola
interaksi. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan penderita mengalami gangguan dalam
menyelesaikan masalahnya.
8) Melakukan pemeriksaan pruritus
Pruritus atau rasa gatal. Pemeriksaan fisik membantu dalam
membedakan antara penyebab sistemik dengan penyakit dermatologik.
Dalam kasus pruritus yang disebabkan oleh sistemik, pemeriksaan
penunjang dilakukan harus sesuai dengan kondisi yang ditunjukkan.
Contohnya : Uji fungsi ginjal pada gagal ginjal kronis.
a) Pemeriksaan kadar ureum
b) Pemeriksaan kadar kreatinin
c) Pemeriksaan asam urat
d) Pemeriksaan Cystatin C
e) Pemeriksaan β2 Microglobulin
f) Pemeriksaan Mikroalbuminuria
g) Pemeriksaan Inulin
h) Pemeriksaan Zat Berlabel Radioisotop
9) Melakukan pemeriksaan fatigue
Kelelahan, atau disebut juga fatigue, adalah kondisi di mana selalu
merasa lelah, lesu, atau kurang tenaga. Individu dengan penyakit
jantung, penyakit paru-paru atau anemia dapat mengalami sesak
napas atau mudah lelah setelah melakukan aktivitas yang minim.
Gejala kelelahan lainnya dapat meliputi:
a) Penurunan berat badan
b) Nyeri pada dada dan sesak napas
c) Muntah dan diare
d) Demam dan menggigil
e) Kelemahan atau nyeri otot
f) Kecemasan dan depresi.
g) Test Fungsi Ginjal :
 Urea UV : 287,6 mg/dl 10-50 mg/dl
 Kreatinin : 6,26 mg/dl 0,5-1,1 mg/dl
 Uric Acid : 9,03 mg/dl 3,5-7 mg/dl
 Total Protein : 5,5 mg/dl 6,7-8,7 mg/dl
 Albumin : 3,2 mg/dl 3,8-4,4 mg/dl
 Globulin : 2,4 mg/dl 2-3,9 mg/dl
 GD : 339 mg/dl 110-140 mg/dl
 Kolestrol : 155
10) Melakukan pengkajian insomnia
Masalah tidur yang umum dialami oleh pasien gagal ginjal yang
melakukan hemodialisis adalah insomnia, restless syndrome, sleep
apneu, dan excessive daytime, sleepness. Faktor yang berkontribusi
gangguan tidur yaitu seperti durasi terapi hemodialisis, tingginya kadar
urea dan atau kreatunin, nyeri, disability, malnutrisi, kraam otot,
periferal neuropati, dan masalah somatik. Gangguan tidur dapat
mempengaruhi kualitas tidur dari segi tercapainya jumlah tidur atau
lama tidur yang berdampak pada aktivitas kesehatan individu
11) Melakukan pengkajian eliminasi
Pada pengkajian eliminasi yang dikaji yaitu eliminasi fekal dan
eliminasi urin.
Eliminasi fekal : pola eliminasi fekal, frekuensi, konsistensi
Eliminasi urin : pola berkemih, frekuensi, volume, komposisi
urin, warna, bau.
Pada penderita penyakit gagal ginjal biasanya terjadi masalah pada
eliminasi urin.
c. Mengingat pengetahuan sebelumnya
1) Definisi penyakit ginjal kronis
Gagal ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam
beberapa bulan atau tahun. Atau dapat didefinisakn sebagai kerusakan
ginjal dan/atau penurunan GFR kurang dari 60 ml/min/1,73 m 2 selama
minimal 3 bulan (Nurkamila dan Hidayati, 2013).

2) Etiologi gagal ginjal


National Kidney Foundation (NKF) menyebutkan bahwa dua
penyebab utama penyakit ginjal kronis adalah diabetes dan hipertensi.
Kondisi lain yang dapat memengaruhi ginjal yaitu:
a) Glomerulonefritis, yang merupakan kumpulan penyakit yang
menyebabkan inflamasi dan kerusakan pada unit penyaring
pada ginjal
b) Penyakit bawaan seperti penyakit ginjal polikistik, yang mana
dapat menyebabkan pembentukan kista pada ginjal dan
merusak jaringan di sekitarnya
c) Lupus dan penyakit lain yang dapat mempengaruh sistem
kekebalan tubuh
d) Obstruksi yang disebabkan karena batu ginjal, tumor atau
pembesaran kelenjar prostat pada pria serta
e) Infeksi saluran kencing yang berulang

3) Klasifikasi gagal ginjal


Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis
yang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang
dan tahap akhir. Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang
dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) Kidney
Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebut
diantaranya adalah:
a) Tahap pertama (stage 1) merupakan tahap dimana telah terjadi
kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90 mL/min/1.73
m2) atau LFG normal.
b) Tahap kedua (stage 2) reduksi LFG mulai berkurang sedikit
(kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2.
c) Tahap kedua (stage 3) reduksi LFG telah lebih banyak
berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73.
d) Tahap kedua (stage 4) reduksi LFG sangat banyak berkurang
yaitu 15-29 mL/min/1.73.
e) Tahap kedua (stage 5) telah terjadi gagal ginjal dengan LFG
yaitu <15 mL/min/1.73.

4) Tanda dan gejala gagal ginjal


Beberapa tanda atau gejala gagal ginjal umum yang perlu diketahui
(Warianto, 2011):
a) Kencing terasa kurang dibandingkan dengan kebiasaan
sebelumnya.
b) Kencing berubah warna, berbusa, atau sering bangun malam
untuk kencing.
c) Sering bengkak di kaki, pergelangan, tangan, dan muka.
Antara lain karena ginjal tidak bisa membuang air yang
berlebih.
d) Lekas capek atau lemah, akibat kotoran tidak bisa dibuang oleh
ginjal.
e) Sesak napas, akibat air mengumpul di paru-paru. Keadaan
ini sering disalahartikan sebagai asma atau kegagalan
jantung.
f) Rasa pegal di punggung.
g) Gatal-gatal, utamanya di kaki.
h) Kehilangan nafsu makan, mual, dan muntah
5) Penatalaksanaan gagal ginjal
a) Penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan dua tahap yaitu
dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal.

3. Memproses informasi yang ada


a. Menginterpretasikan
1) Laki-laki
Pria lebih rentan terkena gangguan ginjal daripada wanita, seperti
penyakit gagal ginjal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya volume pada
urine atau kelebihan senyawa (senyawa alami yang mengandung
kalsium yang terdiri dari oxalate/ fosfat dan senyawa lain seperti uric
acid dan amonia acid cystine), pengaruh hormon, keadaan fisik dan
intesitas aktivitas. Dimana saluran kemih pria yang lebih sempit
membuat batu ginjal menjadi sering tersumbat dan menyebabkan
masalah.
Pria juga berisiko terkena gangguan ginjal karena kebiasaan merokok
dan minum alkohol yang menyebabkan ketegangan pada ginjal,
sehingga ginjal bekerja keras. Karsinogen alkohol juga dapat merusak
sel-sel ginjal sehingga berpengaruh pada fungsi ginjal. Testosteron
pada laki-laki dapat menyebabkan terjadinya apaptosis pedosit (yang
berperan penting dalam terjadinya glomeruloskerosis). Hormon
estrogen mempunyai efek protektif terhadap kerusakan ginjal.
2) Usia
Semakin bertambahnya usia, fungsi ginjal semakin menurun. Secara
normal, penurunan fungsi ginjal ini telah terjadi pada usia diatas 40
tahun. Pada usia lebih dari 40 tahun, akan terjadi proses hilangnya
nefron dan nilai GFR 60-89 ml/menit (Pranandari & Supadmi, 2015).
3) Sesak napas
Pada penderita gagal ginjal disebabkan karena adanya kelebihan
volume cairan dan gejala uremik yang menyebabkan asidosis
metabolik yang ditandai dengan meningkatnya respiratori rate.
Hubungan sesak nafas dengan gagal ginjal kronik lainnya berkaitan
dengan kadar kreatinin di dalam darah. Saat fungsi ginjal menurun,
ginjal akan kesulitan membuang urine, sehingga akan ada penumpukan
zat-zat sisa metabolisme dalam darah. Kreatinin ini akan kembali
mengalir bersama darah ke seluruh tubuh. Akibatnya, darah akan
mengalami penurunan fungsi juga karena adanya kelebihan kadar
limbah di dalamnya. Penurunan fungsi darah ini akan berefek pada
penurunan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Jika kondisi ini
terus berlangsung, maka penderita gagal ginjal kronik akan mengalami
sesak nafas, karena oksigen dalam darah lebih sulit diedarkan secara
maksimal ke seluruh tubuh.
Hubungan sesak nafas dengan gagal ginjal kronik lainnya adalah
berkaitan dengan anemia atau kekurangan sel darah merah. Seperti
yang dijelaskan di atas, ginjal juga turut berperan serta dalam proses
pembentukan sel darah merah di dalam tubuh. Jika ginjal terganggu,
maka proses pembentukan sel darah merah di sumsum tulang juga
akan ikut terganggu. Akibatnya, sel darah merah yang dihasilkan
jumlahnya akan menurun. Hal ini menyebabkan anemia. Karena sel
darah merah memiliki fungsi untuk menghantarkan oksigen ke seluruh
tubuh, maka jika sel darah menurun jumlahnya, tentu jumlah oksigen
yang bisa dihantarkan ke seluruh tubuh juga berkurang. Hal ini jugalah
yang menyebabkan penderita gagal ginjal kronis tidak bisa bernafas
secara normal dan mengalami sesak nafas.
4) Urin keluar sedikit
Urin keluar sedikit dapat disebut dengan oliguria. Oliguria adalah
keluaran urine kurang dari 1 ml/kg/jam pada bayi, kurang dari 0,5
ml/kg/jam pada anak, dan kurang dari 400mg/hari pada dewasa.
Oliguria merupakan salah satu tanda klinik gagal ginjal. Pada saat
kreatinin meningkat sebagai tanda kerusakan dari ginjal dan ginjal
tidak bisa mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam
tubuh, penderita biasanya mengalami oliguria.
5) Kulit gatal
Kulit gatal, kulit kering terjadi akibat tingginya kadar ureum dalam
darah. Ureum seharusnya difiltrasi dan dikeluarkan oleh ginjal tetapi
jika ada kerusakan filtrasi pada ginjal maka ureum tidak bisa disaring
dan dibuang melalui urine akibatnya ureum akan tertinggal dan
mengendap dalam darah. Menurut Brunner & Suddarth (2001)
mengungkapkan bahwa rasa gatal merupakan manifestasi dari CKD,
hal ini terjadi karena penumpukan kristal ureaa di kulit.
6) Pusing dan lemas
Pusing dan lemas disebabkan karena kurangnya suplai oksigen pada
jaringan / kondisi anemia. Anemia pada penderita GGK karena
defisiensi relatif eritropoetin (EPO) yang menyebabkan Hb turun.
7) Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko gagal ginjal karena
hipertensi dapat memperberat kerusakan ginjal yaitu, melalui
peningkatan intraglomerular yang menimbulkan gangguan struktural
dan fungsional glomerulus.
8) Tidak nafsu makan karena mual
Mual terjadi karena peningkatan amonia yang menyebabkan iritasi dan
rangsangan pada mukosa lambung dan usus halus.
9) ESWL (Extracorporal Shock Wave Lithotripsy)
ESWL yaitu metode penghancuran batu ginjal dengan gelombang
suara (ultrasona).
10) Ureum 135 mg/dl
Kadar ureum normal adalah 15-40 mg/dl. Kadar ureum darah yang
meningkat menunjukkan kemungkinan penurunan fungsi ginjal.
11) Kreatinin 8 mg/dl
Kada kreatinin normal adalah 0,5-1,5 mg/dl. Penumpukan kreatinin
menyebabkan metabolisme diusus terganggu sehingga penderita
mengalami mual dan muntah (anoreksia). Dari kasus menunjukkan
bahwa kreatinin mengalami peningkatan kreatinin dihasilkan selama
kontraksi otot skeletal melalui pemecahan kreatinin fosfat. Kreatinin di
ekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya dalam darah sebagai indikator
fungsi ginjal. Nilai kreatinin yang menunjukkan terjadinya penurunan
fungsi ginjal dan penyusutan massa otot rangka.
12) Hb 7 mg/dl
Nilai normal Hb wanita 12-16 mg/dl, nilai normal Hb pria 14-18
mg/dl. Dari kasus menunjukkan bahwa Hb mengalami penurunan.
Salah satu fungsi ginjal mengahsilkan hormon eritropoetin yang
membantu merangsang sumsum tulang belakang untuk membentuk
sel-sel darah merah. Ketika fungsi ginjal menurun maka eritropoetin
yang dihasilkan menurun sehingga sel-sel darah merah yang dihasilkan
menurun dan menyebabkan anemia.
13) Leukosit 13000 LPK
Nilai normal dari leukosit adalah 4000-10000 /mm3. Jumlah sel darah
putih tinggi menunjukkan peningkatan produksi sel darah putih untuk
melawan infeksi, gangguan sistem kekebalan tubuh yang membuat
produksi sel darah putih meningkat, reaksi terhadap obat yang
meningkatkan produksi sel darah putih.

b. Membedakan informasi-informasi penting


1) Sesak napas
Pernapasan normal 16-20x/menit pada orang dewasa, sedangkan pada
kasus pernapasan klien 30x/menit.
2) Kadar ureum tinggi dalam darah
Kadar ureum normal yaitu 10-50 mg/dl, sedangkan pada kasus kadar
ureum klien 135 mg/dl. Kadar ureum tinggi dalam darah dikarenakan
fungsi ginjal mengalami penurunan sehingga ginjal tidak bisa
mengeluarkan ureum melalui urin.
3) Kadar kreatinin tinggi dalam darah
Kadar kreatinin normal yaitu 0,5-1,5 mg/dl, sedangkan pada kasus
kadar ureum klien 8 mg/dl. Kadar kreatinin tinggi dalam darah
dikarenakan fungsi ginjal mengalami penurunan sehingga ginjal tidak
bisa mengeluarkan kreatinin melalui urin.
4) Kulit gatal
Kulit gatal dikarenakan adanya ureum di dalam darah yang tinggi.
5) Pusing dan lemas
Ginjal memiliki fungsi sebagai penghasil eritropoetin (EPO) namun
karena ginjal mengalami kerusakan maka ginjal tidak bisa
memproduksi eritropoetin (EPO) dan ini mengakibatkan masalah pada
pembentukan sel darah merah sehingga mengakibatkan anemia dan
menimbulkan pusing dan lemas.
6) Hipertensi
Hipertensi dapat memperberat kerusakan ginjal yaitu melalui
peningkatan tekanan intraglomerulus yang menimbulkan gangguan
struktural dan gangguan fungsional pada glomerulus.
7) Tidak nafsu makan karena mual
Mual dan muntah dapat disebabkan kareana adanya refleks terhadap
nyeri akibat obstruksi akut pada saluran kemih. Pada penyakit ginjal,
mual dan muntah merupakan tanda dari uremia, di mana uremia
menyebabkan anoreksia dan gangguan kompleks dalam metabolisme
protein sehingga dapat terjadi malnutrisi.

8) Hb 7 mg/dl
Ginjal memiliki fungsi sebagai penghasil eritropoetin (EPO) namun
karena ginjal mengalami kerusakan maka ginjal tidak bisa
memproduksi eritropoetin (EPO) dan ini mengakibatkan masalah pada
pembentukan sel darah merah sehingga mengakibatkan anemia dan
menimbulkan Hb turun.
9) Leukosit 13.000 LPK
Leukosit normal 4.000-10.000/mm3, sedangkan pada kasus jumlah
leukosit klien 13.000 LPK.
10) Urin sedikit
Saat kreatinin meningkat sebagai tanda terjadi kerusakan pada ginjal
dan ginjal tidak bisa mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit
(urin sedikit) penderita biasanya menjadi oliguria.
11) Edema
Pada saat proses pembentukan urin, natrium seharusnya dikeluarkan
bersama dengan urin, namun karena terjadi kerusakan pada ginjal
natrium tetap berada dalam pembuluh darah.
Adanya retensi air karena hilangnya GFR, yang menyebabkan retensi
natrium dan cairan. Cairan bergerak ke ruang ekstravaskuler karena
tekanan hidrostatik meningkat, menyebabkan edema (Wong, 2012)
c. Membuat hubungan
Intervensi
Batu ginjal
ESWL Hipertensi

Kerusakan ginjal Gagal ginjal Defisiensi Eritropoetin


Melukai saluran
kemih Teruji

Jumlah
Menurunnya kemampuan Hb turun oksigen turun
filtrasi ginjal
Infeksi saluran Leukosit
kemih meningkat

Anemia Sesak napas

Meningkatnya kadar Retensi Na+


kreatinin dan ureum
dalam darah Pusing

Edema

Sesak napas Kulit gatal

Ekstremitas Paru-paru
Mual dan muntah
d. Mengambil kesimpulan
Berdasarkan analisa informasi dalam kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa
pasien tersebut mengalami gagal ginjal. Kesimpulan ini didukung oleh data
klien pernah memiliki riwayat batu ginjal yang dapat berkomplikasi menjadi
gagal ginjal serta hasil pemeriksaan laboratorium yang ada, juga menunjukkan
tanda gejala gagal ginjal pada pasien.
e. Menyesuaikan dengan situasi saat ini dan situasi terakhir, dan sebaliknya
1) Klien mengalami masalah sesak napas.
Intervensi yang bisa digunakan yaitu pemberian posisi semi fowler yaitu
15°-45°. Posisi ini efektif karena dapat membantu dalam pengembangan
paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma. Menurut
Hermawan (2008) memberikan oksigen pada seseorang yang mengalami
sesak napas yaitu untuk memaksimalkan oksigen untuk penyerapan
vaskuler, pencegahan atau mengantisipasi hipoksia. Dongoes (2015)
mengatakan pemberian posisi semi fowler dalam waktu 3x24 jam dapat
menunjukkan adanya perubahan pola napas menjadi efektif.
2) Klien mengalami masalah mual.
Intervensi yang bisa digunakan yaitu dengan pemberian terapi
komplementer, salah satu terapi tersebut dengan aromaterapi. Aroma
terapi yang dapat digunakan yakni aromaterapi lemon, bekerja melalui
proses penciuman. Di mana bau tersebut akan menimbulakn rasa tenang
yang akan merangsang daerah di otak yang disebut nucleus rafe untuk
memproduksi serotonin, mempunyai fungsi menimbulkan rasa nyaman,
sehingga mampu menurunkan intensitas mual (Primadiati, 2002 dalam
Widagdo dkk, 2014). Intervensi lain yang dapat dilakukan yaitu relaksasi
otot progresif, dengan menegangkan dan melemaskan sekelompok otot
secara berurutan dan memfokuskan perhatian pada perasaan yang dialami
antara saat otot tegang (Kozier et al, 2011 dalam Widagdo dkk, 2014).
Menurut sumber lain, dalam mengatasi mual yaitu dengan akupreser.
Stimulasi atau penekanan yang dilakukan pada titik P 6 dan St36 diyakini
akan memperbaiki aliran energi di lambung sehingga dapat mengurangi
gangguan pada lambung termasuk mual muntah (Dibble et al, 2007 dalam
Syarif, 2017).
3) Klien mengalami gatal-gatal.
Kadar ureum yang tinggi pada klien dengan penyakit ginjal kronis dapat
menimbulkan gangguan integritas kulit, pada jurnal penelitian oleh
Alatriste dkk (2014) menunjukkan hasil adanya penurunan kadar ureum
darah pasien PGK pada stase 3 dan 4 lebih dari 10% dengan pemberian
6
Lactobacillus casei Shirota (LcS) dosis 16x10 CFU dan diberi diet
isocalorik (30 kcal/kg ideal BB) dan isoproteik (0,8 g/kg ideal BB) selama
2 bulan.
Intervensi lain yang dapat dilakukan yakni pemakaian krim kulit yang
berisi asam lemak berupa lamellar lipid dan endocannabidoid, yang
dipakai selama 3 minggu berturut-turut secara teratur dapat membantu
mengurangi gatal-gatal (Schartz dan Ialna, 2000 dalam Setyaningsih,
2014). Penggunaan 6 g ethyl ester dari minyak zaitun dapat memperbaiki
komposisi lemak esensial sehingga rasa gatal berkurang (Peck dan
Monsen, 1996 dalam Setyaningsih, 2014).
f. Memprediksi outcome yang ditargetkan
Outcome :
1. Mengatasi anemia
2. Mengatasi sesak nafas dan hiperventilasi
3. Mengatasi kerusakan integritas kulit
4. Mengatasi mual muntah
5. Mengatasi edema
6. Mengatasi hipertensi
4. Mengidentifikasi masalah maupun issues: menginsitesis fakta dan kesimpulan untuk
membuat diagnosis masalah klien
No Data pendukung Masalah Etiologi Dx
keperawatan
1. DO : Ketidakefektifan Hiperventilasi Ketidakefektifan
RR 30x/menit pola napas pola napas
DS: berhubungan
Klien mengeluh dengan
sesak napas hiperventilasi
2. DO : Kelebihan Gangguan Kelebihan
-Hb : 8 mg/dL volume cairan mekanisme volume cairan
DS : regulasi b.d gangguan
-Klien mengeluh mekanisme
keluar urin sedikit regulasi
sejak satu minggu
terakhir

3. DO : - Mual Gangguan Mual


DS :
biokimia berhubungan
Klien mengatakan
(uremia) dengan
tidak napsu makan
gangguan
karena mual
biokimia
(uremia)
4. DO : - Gangguan Gangguan Gangguan
DS : integritas kulit metabolisme integritas kulit
Klien mengatakan berhubungan
kulitnya gatal- dengan
gatal gangguan
metabolisme
5. DO: Ketidakefektifan Kurang Ketidakefektifan
- Klien tidak koping percaya diri koping
mengikuti dalam berhubungan
organisasi di kemampuan dengan kurang
lingkungan mengatasi percaya diri
rumahnya masalah dalam
DS: kemampuan
- Klien mengatasi
mengatakan masalah
khawatir dengan
penyakitnya
- Klien
mengatakan
sulit tidur karena
memikirkan
penyakitnya

1. Analisa data

No Data pendukung Masalah Etiologi Dx


keperawatan
1. DO : Ketidakefektifan Hambatan Ketidakefektifan
RR 30x/menit pola napas upaya napas pola napas b.d.
DS: hambatan upaya
Klien mengeluh napas
sesak napas
2. DO : - Mual Gangguan Mual b.d.
DS :
biokimia gangguan
Klien mengatakan
(uremia) biokimia
tidak napsu makan
(uremia)
karena mual
3. DO : Kelebihan Gangguan Kelebihan
- Hb : 8 mg/dL voulune cairan mekanisme volume cairan
- Terlihat adanya
regulasi b.d. gangguan
adema
mekanisme
ekstremitas *
regulasi
DS :
- Klien
mengeluh
keluarg urin
sedikit sejak
satu minggu
terakhir
4. DO : - Gangguan Gangguan Gangguan
DS :
integritas kulit metabolisme integritas kulit
Klien mengatakan
berhubungan
kulitnya gatal-
dengan
gatal
gangguan
metabolisme
5. DO : Ketidakefektifan Kurang Ketidakefektifan
- Klien
koping percaya diri koping b.d.
menjalani
dalam Kurang percaya
hemodialisa
kemampuan diri dalam
- Klien tidak
mengatasi kemampuan
mengikuti
masalah mengatasi
organisasi di
masalah
lingkungan
rumah *
DS :
- Klien
mnegatakan
sulit tidur
karena
memikirkan
penyakitnya *
- Klien
mengatakan
khawatir
tentang
penyakitnya *
5. Prioritas Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas b.d. hambatan upaya napas
b. Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi
c. Mual b.d. gangguan biokimia
d. Gangguan integritas kulit b.d. gangguan metabolisme
e. Ketidakefektifan koping b.d. Kurang percaya diri dalam kemampuan
mengatasi masalah
6. Intervensi Keperawatan

No Hari/ Dx keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


tanggal
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Terapi Oksigen (IIK-3320) Klien yang mengalami sesak napas
pola napas b.d. intervensi 1 x 15 menit dapat diberikan oksegigen dengan
1. Bersihkan mulut, hidung, dan
hambatan upaya dapat mencapai status bag and mask 10lpm sehingga
sekresi trakhea dengan tepat (IIK-
napas pernapasan normal, mencegah hipoksemia dan
3320-1)
dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan kepatenan jalan napas perbaikan asisdosis pada klien
- Frekuensi pernapasan (IIK-3320-3) edema paru (Setyawan dkk, 2017)
normal: 16-20 x/menit 3. Siapkan peralatan oksigen dan
(IIF-041501-5) berikan melalui sistem humidifier
- Tidak ada sesak napas (IIK-3320-4)
saat istirahat (IIF-
041514-5)
- Tidak ada sesak napas
saat aktivitas ringan (IIF-
041515-5)
2 Kelebihan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan/Elektrolit (IIN- Pembatasan asupan cairan,
volume cairan selama 1 x 24 jam 2080) bergantung pada haluaran urin
kelebihan volume cairan dalam 24 jam. Apabila klien tidak
1. Pertahankan catatan intake dan
klien dapat diatasi, dengan membatasi jumlah cairan, maka
output yang akurat (IIN-2080-19)
kriteria hasil: 4. Monitor hasil laboratorium yang cairan akan menumpuk dalam
- Klien dapat relevan dengan retensi cairan tubuh dan akan menimbulkan
meningkatkan urine (BUN, serum kreatinin, osmolaritas masalah pada tingginya teknanan
output selama 8 jam urin, kalium/potasium) (IIN-2080- darah dan memperberat kerja
(IIF-050424-5) 17) jantung (Rahman, 2014)
- Dapat 5. Monitor tanda-tanda vital (nadi,
menyeimbangkan RR, TD, suhu,) (IIN-2080-23)
6. Pantau adanya tanda dan gejala
intake dan output (IIF-
adanya retensi cairan (misalnya
050402-5)
- Nilai BUN normal (5- crackles atau rongki basah, edema,
25 mg/dl) (IIF-050426- oliguria) (IIN-2080-03)
7. Kaji lokasi dan luas edema di
5)
- Nilai kreatinin serum ekstremitas dan di paru (IIN-2080-
normal (0,6-1,5 mg/dl) 03)
8. Monitor perubahan status paru atau
(IIF-050427-5)
- Nilai potassium serum jantung yang menunjukkan
normal (3.5-5.1 kelebihan cairan (IIN-2080-02)
9. Monitor manifestasi dari
mEq/L) (IIF-050428-5)
- Edema di ekstremitas ketidakseimbangan elektrolit (IIN-
dan di paru berkurang 2080-26)
10. Berikan cairan yang sesuai (misal
(IIF-050432-5)
krystaloid atau cairan desktrosa)
(IIN-2080-06)
11. Konsultasikan dengan dokter jika
tanda dan gejala
ketidakseimbangan cairan/
elektrolit menetap/ memburuk
(IIN-2080-32)
3 Mual b.d. Setelah dilakukan Manajemen Mual (IE-1450) Akupresur memperbaiki energi
gangguan intervensi 3 x 24 jam dapat 1. Dorong pasien untuk belajar sehingga dpat mengurangi
biokimia mencapai kontrol mual, strategi mengatasi mual sendiri gangguan pada lambung termasuk
dengan kriteria hasil: (IE-1450-2) mual (Dibble et al., 2007 dalam
2. Identifikasi faktor yang dapat
- Menggunakan langkah- Syarif 2017)
menyebabkan berkontribusi
langkah pencegahan
terhadap mual (mis. Obat) (IE-
mual (IVQ-161805-5)
- Intake makanan 1450-9)
3. Ajari penggunaan teknik
meningkat (IIK-
nonfarmakologi (relaksasi,
101406.5)
distraksi, akupresur) (IE-1450-17)
4 Gangguan Setelah dilakukan
integritas kulit intervensi 2 x 24 jam dapat
b.d. gangguan mengurangi rasa gatal,
metabolisme dengan kriteria hasil:
-
5 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Support Group (IIIR-5130) Unsur kekuatan do’a terapi SEFT
koping b.d. keperawatan selama 1 x 1. Manfaatkan kelompok pendukung efektif menurunkan depresi yang
kurang percaya dalam seminggu selama 3 selama masa transisi untuk diberikan dapat membuat perasaan
diri dalam bulan diharapkan koping membantu pasien beradaptaasi tenang, membangkitkan harapan,
kamampuan klien menjadi efektif, dengan kondisinya (IIIR-5130-1) rasa percaya diri dan menambah
2. Tekankan pentingnya koping yang
mengatasi dengan kriteria hasil: keimanan seseorang sehingga
efektif (IIIR-5130-25)
masalah - Menyesuaikan dampak psikologis dari penyakit
3. Identifikai topik-topik yang
perubahan dalam status dan terapi hemodialisa yang dijalani
mungkin muncul dalam kelompok
kesehatan (IIIN-130017- dapat diatasi dengan terapi ini.
(IIIR-5130-26)
5) Outcome Support Group adalah
SEFT (Spiritual Emotional Freedom
- Melaporkan harga diri
tercapainya kemampuan coping
Technique)
postif (IIIN-130020-5)
yang efektif terhadap masalah
ataupun trauma yang dialami.
Daftar Pustaka
Alatraste, P. V. M, dkk. (2014). Effect of probiotics on human blood urea levels in
patients with chronic renal failure. Nutrhosp, 29(3): 582-590.
Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan medikal-bedah. Jakarta: EGC.
Nurkamila & Hidayati, T. (2013). Gambaran darah rutin dan kualitas hidup domain
fisik penderita gagal ginjal kronik terminal. Mutiara Medika, 13(2): 111-117.
Pranandari, R., & Supadmi, W. (2015). Faktor resiko gagal ginjal kronik di unit
hemodialisi RSUD Wates Kulonprogo. Majalah Farmaseutik.
Rahman, Arief. (2014). Optimalisasi pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal
kronik yang mendapatkan hemodialisis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusuma
Jakarta. [karya tulis ilmiah]. FIK UI Depok
Setyaningsih, F. E. T. (2014). Asuhan keperawatan pasien gagal ginjal kronik dalam
konteks kesehatan masyarakat perkotaan. Diakses pada 14 Maret 2018, dari:
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0ahUKEwjNs4XMjevZAh
UKtJQKHbIlC6UQFggoMAA&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile
%3Ffile%3Ddigital%2F2016-5%2F20390971-PR-Fanuva%2520Endang
%2520Tri%2520Setyaningsih.pdf&usg=AOvVaw2KHGa6RUProP-1f-lj-BdD
Syarif, H. (2017). Pengaruh terapi akupresur terhadap mual muntah akut akibat
kemoterapi pada pasien kanker; A randomized clinical trial. Idea Nursing
Journal, 2(2), 137-142.
Widagdo, P. A., Kristiyawati, S. P., & Supriyadi. Pengaruh aroma terapi lemon dan
relaksasi otot progresif terhadap penurunan intensitas mual muntah setelah
kemoterapi pada pasien kanker payudara di Rumah Sakit Telogorejo
Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 2(1), 24-33.

Anda mungkin juga menyukai