Anda di halaman 1dari 3

1.

Narkotika, Psikotropika dan Prekursor


a. Narkotika
PP no 35 tahun 2009 tentang Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan untuk pembuatan Narkotika sebagaimana dibedakan dalam tabel yang
terlampir dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan


kesehatan.
Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia
diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan
Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses


produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami
maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan
Menteri.

b. Psikotropika
Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.

c. Prekursor
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi
industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang
mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine,
ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat.

Pengawasan Prekursor Farmasi memiliki permasalahan yang komplek, karena


pada satu sisi jika pengawasan yang dilakukan terlalu ketat akan menghambat
perkembangan industri dalam negeri sedangkan pada sisi lain pengawasan yang
longgar akan mendorong terjadinya penyimpangan (diversi) Prekursor Farmasi
oleh sindikat narkoba dalam memproduksi narkotika secara ilegal.
Kecenderungan ini dapat dilihat dari meningkatnya temuan Prekursor Farmasi
baik dalam bentuk bahan obat maupun obat mengandung Prekursor Farmasi
(efedrin/pseudoefedrin) di laboratorium gelap (clandestine laboratorium) pada
beberapa tahun terakhir ini.
(1) Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dapat
berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.
(2) Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan barang
selain Narkotika.
(3) Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan barang
selain Psikotropika.
(4) Tempat penyimpanan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku dilarang
digunakan untuk menyimpan barang selain Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan
baku.

2. OOT
PKBPOM Nomor 7 Tahun 2016 tentang PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-
OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN
Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, yang selanjutnya disebut dengan
Obat-Obat Tertentu, adalah obat-obat yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat
selain Narkotika dan Psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi dapat
menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku, terdiri atas obat-obat yang mengandung Tramadol, Triheksifenidil,
Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau Haloperidol.

Bahan obat dan Obat-Obat Tertentu baik yang dalam status karantina maupun yang
sudah diluluskan, wajib disimpan di gudang yang aman berdasarkan analisis risiko
masing-masing Industri Farmasi. Beberapa analisis risiko yang perlu
dipertimbangkan antara lain akses personil, dan mudah diawasi secara langsung oleh
penanggungjawab.

Obat-Obat Tertentu yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin
edar.
Industri Farmasi harus memastikan bahwa Obat-Obat Tertentu hanya disalurkan ke
PBF, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan. Apabila Obat-Obat Tertentu disalurkan ke
fasilitas distribusi, harus dipastikan bahwa fasilitas tersebut menerapkan prinsip Cara
Distribusi Obat yang Baik dan sesuai kualifikasi pelanggan yang ditetapkan oleh
masing-masing Industri Farmasi.
Pengelolaan Obat-Obat Tertentu meliputi kegiatan:
a. pengadaan;
b. penyimpanan;
c. pembuatan;
d. penyaluran;
e. penyerahan;
f. penanganan obat kembalian;
g. penarikan kembali obat (recall);
h. pemusnahan; dan
i. pencatatan dan pelaporan.

3. OWA
OBAT WAJIB APOTIK yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker
kepada pasien di Apotik tanpa resep dokter.

4. CPOB CDOB
Per KBPOM NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG
PEDOMAN
TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK
Cara Distribusi Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDOB, adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.

Anda mungkin juga menyukai