Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ANALISIS FARMASI

“PENETAPAN KADAR AMPISILIN”

OLEH:

KELOMPOK XI

TRANSFER A 2018

ERA BUDIASIH 1801282

NURAIDA 1801305

WA ODE SRIMAYONA 1801328

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

MAKASSAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sampai saat ini, penyakit infeksi masih banyak terjadi di indonesia. Oleh karena

itu, ketersediaan obat-obat untuk terapi penyakit infeksi masih sangat dibutuhkan.

Antibiotik merupakan salah satu obat yang dapat digunakan untuk terapi penyakit

infeksi, khususnya infeksi oleh bakteri. Ampisilin adalah salah satu contoh antibiotik

yang termasuk dalam golongan β-laktam turunan penisilin yang mempunyai

masalah pada resistensi. Walaupun demikian, sampai saat ini ampisilin masih

digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih dan infeksi saluran pernapasan

seperti sinusitis, otitis media, bronchitid kronik, dan epilgotis (Petri, 2001).

Seperti halnya obat-obat pada umumnya, penggunaan ampisilin selama

memberikan efek terapetik juga dapat menghasilkan efek toksik bila dosisnya

berlebih atau malah tidak berefek bila dosisnya kurang. Oleh karena itu

pemberiannya harus dilakukan dengan benar agar kerja obat tersebut juga

didukung oleh kualitas dan mutu obat yang baik. Oleh karenanya, control kualitas

dan mutu obat sangat penting untuk dilakukan. Salah satu langkah dalam control

kualitas dan mutu obat adalah dengan analisi kimia terhadap zat aktif yang meliputi

analisis kualitatif dan kuantitatif (penetapan kadar).

Penetapan kadar ampisilin menurut farmakope Indonesia edisi V (2014) dapat

dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Metode analisi ini

memiliki sensitivitas dan daya pisah yang baik, cepat dan dapat digunakan untuk

penetapan kadar senyawa dalam campuran tanpa perlu pemisahan terlebih dahulu.
Ampisilin juga dapat ditentukan kadarnya berdasarkan metode spektrofotometri

(Dirjen POM,1979) dan dengan metode titrasi bebas air (Dirjen POM, 1972

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:

a. Bagaimana cara penetapan kadar ampisilin dengan metode kromatografi cair

kinerja tinggi (KCKT)?

b. Bagaimana cara penetapan kadar ampisilin dengan metode spektrofotometri?

c. Bagaimana cara penetapan kadar ampisilin dengan metode titrasi bebas air?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan pada makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui cara penetapan kadar ampisilin dengan metode kromatografi

cair kinerja tinggi (KCKT)

b. Untuk mengetahui cara penetapan kadar ampisilin dengan metode

spektrofotometri

c. Untuk mengetahui cara penetapan kadar ampisilin dengan metode titrasi bebas

air
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotik

2.1.1 Penegertian Antibiotik

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan mikroba, terutama fungi dan berkhasiat

dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain (ISO vol 49, 2014).

Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang

memiliki khasiat mematikan ataumenghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang dibuat secara semi-

sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat

antibakteri (Tjay & Rahardja, 2007).

2.1.2 Penggolongan Antibiotik

Penggolongan antibiotik berdasarkan struktur kimia antibiotik (Tjay & Rahardja,

2007):

a. Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin,

sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan monosiklik, dan golongan penisilin

(penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen antibakterial alami yang

dihasilkan dari jamur jenis Penicillium chrysognum.

b. Antibiotik golongan aminoglikosida, aminoglikosida dihasilkan oleh jenisjenis fungi

Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa danturunan semi-sintesisnya

mengandung dua atau tiga gula-amino di dalam molekulnya, yang saling terikat

secara glukosidis. Spektrum kerjanya luas dan meliputi terutama banyak bacilli

gram-negatif. Obat ini juga aktif terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-
positif. Aktifitasnya adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus

dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya

streptomisin, gentamisin, amikasin, neomisin, dan paranomisin.

c. Antibiotik golongan tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya melalui

injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid lemah. Mekanisme

kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum antibakterinya

luas dan meliputi banyak cocci gram positif dan gram negatif serta kebanyakan

bacilli. Tidak efektif Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus

Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit kelamin),

dan beberapa protozoa (amuba) lainnya. Contohnya tetrasiklin, doksisiklin, dan

monosiklin.

d. Antibiotik golongan makrolida, bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri

gram-positif dan spectrum kerjanya mirip Penisilin-G. Mekanisme kerjanya melalui

pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi.

Bila digunakan terlalu lama atau sering dapat menyebabkan resistensi. Absorbinya

tidak teratur, agak sering menimbulkan efek samping lambung-usus, dan waktu

paruhnya singkat, maka perlu ditakarkan sampai 4x sehari.

e. Antibiotik golongan linkomisin, dihasilkan oleh srteptomyces lincolnensis (AS 1960).

Khasiatnya bakteriostatis dengan spektrum kerja lebih sempit dari pada

makrolida,n terutama terhadap kuman gram positif dan anaerob. Berhubung efek

sampingnya hebat kini hanya digunakan bila terdapat resistensi terhadap antibiotika

lain. Contohnya linkomisin.


f. Antibiotik golongan kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon berkhasiat bakterisid pada

fase pertumbuhan kuman, berdasarkan inhibisi terhadap enzim DNA-gyrase kuman,

sehingga sintesis DNAnya dihindarkan. Golongan ini hanya dapat digunakan pada

infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi.

g. Antibiotik golongan kloramfenikol, kloramfenikol mempunyai spektrum luas.

Berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman gram positif dan sejumlah

kuman gram negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesa

polipeptida kuman. Contohnya kloramfenikol.

2.2. AMPICILLINUM (Ampisilina)

Ampisilin merupakan antibiotik dengan spectrum luas, merupakan turunan

penisilin yang tahan asam termasuk tahan asam lambung tetapi tidak tahan enzim

penisilinase. Absorbsi obat dalam saluran cerna kurang baik (± 30-40%), obat terikat

oleh protein plasma ± 20%, kadar darah maksimalnya mencapai dalam 2 jam setelah

pemeberian oral. Ampicillin memiliki gugus phenoxil yang terikat pada gugus alkyl dari

rantai alkylnya. Kemampuan membunuh bakteri ialah karena penicillin ini menghambat

perkembangan dinding sel kuman dengan halan menjadikan in aktif, drngan demikian

tidak memungkinkan terhubungnya kedua lapisan linear serabut peptidoglycan yang

terdapat di kedua lapisan dinding sel sebelah dalam. Ampisilin tidak aktif terhadap

pseudomonas aeruginosa yang merupakan salah satu bakteri gram negative yan sulit

dibasmi. Bakteri ini mempunyai kecenderungan resisten terhadap antibiotic, termasuk

terhadap golongan β-laktam (Brooks,2004)


Ampisilin mengandung tidak kurang dari 95,0% C16H19N3O4S, dihitung terhadap

zat anhidrat. Pemerian serbuk hablur putih, praktis tidak berbau dam sukar larut dalam

air dan dalam methanol, tidak larut dalam benzene, dalam karbon tetraklorida dan

dalam kloroform, BM Anhidrat : 349,41 BM Trihidrat: 403,50 (Dirjen POM, 2014)

Nama dagang : Aktoralin dry sirup®, Ambiopi ®, Amcillin®, Ampiholi®, Ampicillin®

(indofarma), Ampicillin® (Pharma lab), Binotal®, Bintapen®, Mycill®, Novapen®,

Novapen 500®, Phapin®, Rapicillin®, Sanpicillin®, Viccilin®, Yubipen sirup kering®.

Penetapan Kadar Ampisilin:

1. Metode modern (Menggunakan instrument)

a) Spektrofotometri (Fi edisi III hal. 90 dalam harmita, 2017)

Larutan uji: Timbang saksama 100 mg, larutkan dalam air secukupnya hingga

100,0 ml. encerkan 2,0 ml dengan larutan dapar tembaga (II) sulfat pH 5,2 P

secukupnya hingga 100,0 ml. pipet 10 ml ke dalam tabung kimia bersumbat,

panaskan di atas tangas air pada suhu 750 C selama 30 menit, dinginkan, jika perlu

tambahkan air secukupnya hingga 10,0 ml.

Larutan pembanding: Buat dengan cara yang sama seperti larutan uji

menggunakan 120 mg ampisilin trihidrat PK yang ditimbang saksama. Ukur serapan


I cm larutan uji dan larutan pembanding pada maksimum kurang lebih 320 nm

terhadap blangko, yaitu larutan dapar tembaga (II) sulfat pH 5,2 yang tidak

dipanaskan. Hitung kadar mg C16H19N3O4S sesuai dengan rumus

(𝐴𝑢)
c
(𝐴𝑠)

Menurut the International Pharmacopeia edisi III th. 1981 hlm. 39

Timbang saksama 120 mg, larutkan dalam air secukupnya hingga 500,0 ml.

pindahkan 10,0 ml larutan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan 1 ml asetat

anhidrat/dioksan TS, cukupkan volumenya dengan larutan dapar borat pH 9 TS,

kocok hingga homogeny, diamkan selama 5 menit pada suhu kamar.

Pipet masing-masing 2,0 ml larutan yang diperoleh dan masukkan ke dalam

dua tabung reaksi yang memiliki tutup. Pada salah satu tabung, tambahakan 10,0

ml larutan imidazole-raksa (II) klorida TS, campur, letakkan di atas penangas air

dengan suhu 60oC selama 25 menit, dinginkan segera (A). pada tabung reaksi ke

dua, tambahkan 10,0 ml air, kocok (B). segera ukur serapan masing-masing pada

panjang gelombang maksimum 325 nm. Berdasarkan selisi serapan A dan B,

hitung kadar ampisilin dalam sampel dengan membandingkan terhadap standar.

b) Kromatografi cair kinerja tinggi (FI edisi V hlm. 121-122)

Fase gerak: Buat campuran air-asetonitril P-kalium fosfat monobasa 1 M-asam

asetat 1 N (909:80:10:1), saring dan awaudarakan. Jika perlu lakukan penyesuaian

menurut kesesuaian system seperti tertera pada kromatografi (931)

Pengencer: Campuran 10 ml kalium fosfat monobasa 1 dan 1 ml asam asetat 1 N ,

encerkan dengan air hingga 1000 ml


Larutan baku: Timbang saksama sejumlah ampisilin BPFI, larutkan dalam

pengencer hingga kadar lebih kurang 1 mg per ml, gunakan pengocokan dan

sonikasi hingga larut sempurna. Gunakan larutan segera setelah dibuat.

Larutan uji: timbang saksama sejumlah zat setara dengan lebih kurang 100 mg

ampisilin anhidrat, masukkan ke dalam labu terukur 100 ml, tambahkan lebih kurang

75 ml pengencer, jika perlu kocok dan sonikasi hingga larut sempurna, encerkan

dengan pengencer sampai tanda. Gunakan larutan segera setelah dibuat

Larutan resolusi: larutkan sejumlah kafein dalam larutan baku hingga kadar lebih

kurang 0,12 mg per ml.

Sistem kromatografi: lakukan seerti tertera pada kromatografi <931> kromatografi

cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detector 254 nm, pra-kolom 4 mm x 5 cm dan

kolom analisis 4 mm x 30 cm berisi bahan pengisi LI dengan ukuran partikel 5

hingga 10 µl. laju alir lebih kurang 2 ml per menit. Lakukan kromatografi terhadap

larutan resolusi, rekam kromatografi dan ukur respon puncak seperti tertera pada

prosedur: resolusi, R, antara puncak kafein dan ampisilin tidak kurang dari 2,0.

Waktu retensi relative ampisilin dan kafein berturut-turut lebih kurang 0,5 dan 1,0.

Lakukan kromatografi terhadap larutan baku, rekan kromatografi dan ukur respon

puncak seperti tertera pada prosedur : factor spasitas K, tidak lebih dari 2,5: factor

ikatan tidak lebih dari 1,4 dan simpangan baku relative pada penyuntkan ulang tifak

lebih dari 2,0%.

Prosedur suntikan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 20 µl)

larutan baku dan larutan uji kedalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur
respon puncak utama. Hitunglah jumlah dalam µg, C16H19N3O4S dalam tiap mg

ampisilin dengan rumus:

(𝐶𝑃) (𝑟𝑢)
100
(𝑊) (𝑟𝑠)

C adalah kadar ampisilin BPFI dalam mg per ml larutan Baku, I’ adalah potensi

ampisilin BPFI dalam µg per mg; W adalah bobot dalam mg ampisilin yang

digunakan, ru dan rs berturut-turut adalah respon puncak yang diperoleh dari

larutan baku.

2. Metode klasik

a) Titrasi bebas air (FI edisi II hlm 58-59)

Lakukan penetapan kadar dengan cara titrasi bebas air menggunakan kurang

lebih 500 mg yang ditimbang saksama.

Tiap 1 ml asam perklorat 0,1 setara dengan 34,94 mg C16H19N3O4S anhidrat


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh:

1. Ampisilin merupakan turunan penisilin yang tahan asam termasuk tahan asam

lambung tetapi tidak tahan enzim penisilinase.

2. Ampusilin menurut farmakope Indonesia dapat ditentukan kadarnya dengan

metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), dengan metode spektrofotometri

dan titrasi bebas air.

3.2 Saran

Kadar obat sangatlah penting untuk dijamin kualitasnya karena dapat

berpengaruh secara langsung terhadap keselamatan pasien. Sehingga metode

pengujian kadar obat pun menjadi hal yang sangat penting untuk dikembangkan

dengan presisi dan ketepatan metoda yang tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

Brooks GF, Butel JS, Morse SA. 2004. Jawetz, Melnick dan adelberg’s medical
microbiology, 23rd Ed, Mc Graw Hill, Boaton.

Dirjen POM. 1972. Farmakope Indonesia edisi II. Departemen kesehatan RI. Jakarta.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen kesehatan RI. Jakarta.

Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Departemen kesehatan RI. Jakarta.

Harmita, 2017. Penetapan Kadar Bahan Baku Obat Dan Sediaan Farmasi. EGC.
Jakarta

Informasi spesialite obat Indonesia (ISO) vol 49. 2014. Ikatan sarjana farmasi
Indonesia. Jakarta.

Petri jr WA.2006. Penicillin, cephalosporins and 0ther β-laktam antibiotics. Dalam: :


Goodman dan Gillman’s, the Pharmacological Basis of Therapeutics, edisi XI.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
Dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. PT. Elex Media Komputindo.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai