Anda di halaman 1dari 9

Berdasarkan uraian-urain tentang mudharabah dan musyarakat serta implementasinya dalam

perbankan syariah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya musyarakah tidak
jauh berbeda dengan mudharabah karena keduanya merupakan sistem perkongsian (kemitraan)
antara dua belah pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian (akad). Dan
kedua jenis perkongsian ini menerapkan sistem bagi hasil dan kerugian (profit and loss sharing)

Mudharabah dan musyarakah memiliki perbedaan pada beberapa hal : pertama, dalam aqad
mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan mudharib, sedang
dalam musyarakah kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation); kedua,
dalam manajemen mudharabah, shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam
bentuk apapun selain hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan, sedang
dalam musyarakah masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen; ketiga, dalam
mudharabah bagi hasil (porsi nisbah) ditentukan pada awal akad yang diberikan setelah proyek
atau usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan, sedang dalam musyarakah porsi nisbah
bagi hasil yang diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan
frekuensi keikutsertaan dalam proses manajemen; keempat, dalam mudharabah kerugian
ditanggung oleh shahib al-mal selama kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian dari
pihak mudharib, sedang dalam musyarakah kedua pihak sama-sama menanggung kerugian
tersebut.

1. Definisi Mudharabah

Mudharabah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata dharab yang bermakna memukul,
bergerak, pergi, mewajibkan, mengambil bagian, berpartisipasi[8]. Dalam kaitannya dengan
pengertian mudharabah maka yang lebih cocok adalah mengambil bagian dan berpartisipasi.

Adapun menurut istilah ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, namun di sini
penulis hanya mengutip beberapa bendapat saja antara lain:

a. Menurut Sayyid Sabiq “Mudharabah adalah akad antara dua pihak dimana salah satu
pihak mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal) kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan”.[9]

b. Antonio mengutip pendapat al-Syarbasyi sebagai berikut: “Mudharabah adalah akad kerja
sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shabib al-mal) menyediakan seluruh modal,
sedangkan pihak lain menjadi pengelola, dan keuntungan usaha secara dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola”.[10]

c. Lewis dan Algaoud mendefinisikan mudharabah sebagai sebuah perjanjian di antara


paling sedikit dua pihak dimana satu pihak, pemilik modal (shahib al-mal atau rab al-mal),
mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, pengusaha (mudharib), untuk menjalankan
suatu aktivitas atau usaha. Konsekuensinya para pemberi pinjaman memperoleh bagian tertentu
dari keuntungan/kerugian proyek yang telah mereka biayai[11].

d. Adiwarman mengutip pendapat M. Anwar Ibrahim bahwa “Mudharabah adalah


persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain, dimana satu
pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola
oleh pihak kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung”. [12]

Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah akad antara dua belah
pihak atau lebih, antara pemilik modal (shahib al-mal) dengan pengelola usaha (mudhararib)
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan kesepakatan yang
tertuang di dalam kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka
kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola usaha (profit and lost sharing).

2. Landasan Syariah Mudharabah

Mudharabah hukumnya adalah boleh sesuai dengan ijma’ (kesepakatan) ulama.[13] Di dalam
Al-Qur’an maupun hadis banyak dijumpai ayat maupun hadis yang menganjurkan manusia untuk
menjalankan usaha. Berikut ini akan dipaparkan beberapa ayat dan hadits berkenaan dengan
anjuran untuk melakukan usaha.

… #$!« ÏB È@ôÒsù` Îû ÇÚö‘ F{$# tbqäótGö6tƒ tbrã•yz#uäur tbqç/ÎŽ ôØtƒ …

Artinya : “…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah….”
(Q.S. al-Muzammil: 20)

… §/qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În#( &øŠ s9 öNà6ø‹ n=tã îy$oYã_ br§}

Artinya : “tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu…” (Q.S. al-Baqarah : 198)

‫ كا ن سيدنا ا لعبا س بن عبد ا لمطلب إ ذا دفع ا لما ل مضا ربة ا شترط على‬: ‫روى ا بن عبا س رضي هللا عنهما ا نه قا ل‬
‫صا حبه أ ن ال يسلك به بحرا وال ينزل به وا ديا وال يشترى به دا بة ذا ت كبد رطبة فإ ن فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه‬
‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فأجا زه‬

Artinya : “Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas ibn Abd al-Muthalib jika
memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak
dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Kemudian hal tersebut disampaikan kepada Rasulullah SAW dan beliau membolehkannya.”
(H.R. Thabrani).
‫ قا ل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ثال ث فيهن البركة ا لبيع إ لى أ جل وا لمقا رضة وأ‬: ‫عن صا لح صهيب عن أ بيه قا ل‬
‫خال ط ا لبُر با لشعير للبيت ال للبيع‬

Artinya : “Dari Shalih ibn Shuhaib bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (H.R. Ibn
Majah).

3. Jenis-jenis Mudharabah

Secara umum mudharabah dibagi menjadi dua macam, yaitu: mudharabah muthlaqah dan
mudharabah muqayyadah[14]. Berikut ini akan dikemukakan kedua macam pembagian
mudharabah di atas.

a. Mudharabah Muthlaqah

Yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemodal
(shahib al-mal) dan pengusaha (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam mudharabah muthlaqah ini shahib al-
mal memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib dalam mengelola modal dan
usahanya.[15]

b. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah muqayyadah atau biasa disebut juga dengan istilah restricted


mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana
pengelola usaha (mudharib) dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Dengan
adanya batasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum pemilik modal (shahib al-
mal) dalam memasuki jenis dunia usaha.[16]

4. Implementasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah

Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi
penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada :

a. tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan
haji, tabungan kurban, deposito biasa;

b. deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk
bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :

a. pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja perdagangan dan jasa;

b. investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana
khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahib
al-mal (bank).[17]

5. Manfaat dan Resiko Mudharabah

Dalam mudharabah di samping terdapat keuntungan dari sistem bagi hasil yang diterapkan, tapi
juga terdapat resiko yang harus ditanggung. Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian,
maka kerugian tersebut ditanggung oleh shahib al-mal (bank) selama kerugian itu bukan
disebabkan oleh kelalaian dari pihak pengelola usaha (nasabah). Namun, jika usaha yang
dijalankan tersebut mengalami kerugian disebabkan oleh kelalaian dari pihak pengelola usaha,
maka kerugian tersebut harus ditanggung oleh pihak pengelola, bukan pihak pemberi modal
(bank).

Adapun manfaat yang diperoleh dari sistem mudharabah ini antara lain :

a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat;

b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap,
tetapi disesuaikan dengan pendapat/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah
mengalami negative spread.

c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah
sehingga tidak memberatkan nasabah.

d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal,
aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang
akan dibagikan.

e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank
akan menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah,
sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Sedangkan resiko dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative
tinggi, antara lain :
a. side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank bukan seperti yang
disebut dalam kontrak;

b. lalai dan kesalahan yang disengaja;

c. penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.[18]

Dengan demikian, esensi dari kontrak mudharabah adalah kerja sama untuk mencapai profit
(keuntungan) berdasarkan akumulasi dasar dari pekerjaan dan modal, dimana keuntungan
ditentukan melalui kedua komponen ini. Resiko juga menentukan profit dalam mudharabah.
Pihak investor menanggung resiko kerugian dari modal yang telah diberikan, sedangkan pihak
mudharib menanggung resiko tidak mendapatkan keuntungan hasil pekerjaan dan usaha yang
telah dijalankannya.[19]

Secara umum, aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah dapat digambarkan sebagai
berikut.

Gambar 1. Skema Mudharabah[20]

C. Implementasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah

1. Definisi Musyarakah

Musyarakah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata syaraka yang
bermakna bersekutu, meyetujui.[21] Sedangkan menurut istilah, musyarakah adalah akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan[22].

Lewis dan Algaoud juga memberikan definisi musyarakah sebagai sebuah bentuk kemitraan
dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka untuk merbagi
keuntungan, menikmatai hak-hak dan tanggung jawab yang sama.[23]

2. Landasan Hukum Syariah Musyarakah

bÎ)ur #ZŽ •ÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒ ø:$# ‘ Éóö6u‹ s9 öNåkÝÕ÷èt/ 4’ n?tã CÙ÷èt/ ž wÎ) ¨ …
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
Artinya : “… dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh”. (Q.S. Shad: 24)

‫عن أ بي هريرة رفعه قا ل إ ن هللا يقول أ نا ثا لث ا لشريكين ما لم يخن أ حدهما صاحبه‬

Artinya : “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Aku
pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya.'”
(H.R. Abu Dawud)

Kedua ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mengakui tentang eksistensi
perkongsian serta membolehkannya selama salah satu pihak yang bersekutu tetap memegang
teguh kesepakatan yang telah dibuat dan tidak berkhianat.

3. Jenis-jenis Musyarakah

Musyarakah ada dua jenis, yaitu: musyarakah kepemilikan dan musyarakah akad (kontrak).
Musyarakah kepemilikan terjadi karenawarisan, wasiat, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan
pemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang
atau lebih berbagi dalam sebuah asset nayata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan
asset tersebut.

Musayarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa
tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat membagi
keuntungan dan kerugian.

Musyarakah akad terbagi menjadi : al-‘inan, al-mufawwadhah, al-a’mal, al-wujuh, dan al-
mudharabah. Para ulama berbeda berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk
jenis musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori
musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun
ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai musyarakah.[24] Berikut ini
akan jelaskan mengenai pembagian musyarakah akad tersebut.

Syirkah al-‘inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan
suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan kedua pihak berbagi dalam
keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati dalam kontrak. Akan tetapi, porsi
masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan
identik sesuai dengan kesepakatan mereka.

Syirkah al-mufawwadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana setiap
pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan setiap
pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dalam jenis syirkah inisyarat utamanya
adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh
masing-masing pihak.

Syirkah al-a’mal atau kadang disebut juga dengan musyarakah abdan atau sana’i adalah kontrak
kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi
keuntungan dari pekerjaan itu.

Syirkah al-wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise
baik serta ahli dalam bisnis, dimana mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan
dan menjual barang tersebut secara tunai, dan mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian
berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra. Jenis syrirkah ini tidak
memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut, sehingga
syirkah ini biasa disebut dengan musyarakah piutang.[25]

Adapun jenis syirkah al-mudharabah sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
sehingga didak perlu lagi dipaparkan di sini.

4. Implementasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah

Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada pembiayaan-


pembiayaan seperti:

a. Pembiayaan Proyek

Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-
sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah proyek itu selesai
nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

b. Modal Ventura

Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan
perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura. Penanaman modal
dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual
bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.

5. Manfaat dan Resiko Musyarakah

Dalam musyarakah terdapat manfaat dan resiko yang harus ditanggung bersama antara kedua
belah pihak yang melakukan akad sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak.
Manfaat yang diperoleh dari akad musyarakah ini adalah :
a. Bank akan mengalami peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha
nasabah meningkat.

b. Bank tidak berkewajiban menbayar pendanaan secara tetap dalam jumlah tertentu kepada
nasabah, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan
pernah mengalami negative spread.

c. Pengembalian pokok pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha
nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.

d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal,
aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah
yang akan dibagi.

e. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan
menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah,
sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Sedangkan resiko dalam musyarakah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative
tinggi, antara lain :

a. side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank bukan seperti yang
disebut dalam kontrak;

b. lalai dan kesalahan yang disengaja;

c. penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.[26]

Pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena keduanya
merupakan sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih untuk mengelola
suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati
bersama pada awal perjanjian (akad). Mudharabah dan musyarakah berbeda pada beberapa hal
sebagaimana berikut :

Dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan mudharib,
dan dalam manajemen shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk
apapun selain hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan. Bagi hasil
diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan. Sedangkan
dalam musyarakah, kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation) dan
masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen, sehingga porsi nisbah bagi hasil yang
diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan frekuensi
keikutsertaan dalam proses manajemen ini. Sedang bila usaha merugi, maka kedua pihak sama-
sama menanggung kerugian tersebut karena musyarakah menganut azas profit and loss sharing
contract

Anda mungkin juga menyukai