tersebut kepada anda melainkan saya akan membahas sedikit tentang skala
Richter terutama dalam membandingkan kekuatan antar dua buah gempa dalam
skala Richter. Sebenarnya artikel ini pernah saya tulis dalam bahasa Inggris di
sini namun tidak ada salahnya saya tuliskan lagi dalam bahasa Indonesia dengan
latar belakang yang berbeda.
Skala Richter pertama kali dikembangkan oleh ahli seismografi asal Institut
Teknologi California bernama Charles Richter yang dibantu koleganya Beno
Guttenberg di tahun 1935. Skala Richter ini didasarkan pada pengukuran-
pengukuran yang dilakukan oleh alat yang bernama seismograf yang
paling idealnya (menurut salah seorang ahli geologi Jepang yang saya lihat di
sebuah acara di stasiun TV NHK World lewat jaringan TV kabel) diletakkan
sekitar 100 km atau 62 mil dari pusat gempa (epicentre). Skala Richter ini
merupakan skala logaritmik, bukan skala aritmatik. Jadi misalnya ada dua buah
gempa, yang satu berkekuatan 2 skala Richter, yang satu lagi berkekuatan 4 skala
Richter, bagi mereka yang belum tahu mungkin akan mengira bahwa gempa yang
berkekuatan 4 skala Richter ini berkekuatan 2 kali dari gempa yang berkekuatan 2
pada skala Richter. Perkiraan itu salah, pada kenyataannya gempa yang
berkekuatan 4 pada skala Richter tersebut berkekuatan 100 kali dari gempa yang
berkekuatan 2 pada skala Richter. Lha, dari mana angka 100 itu? Mudah saja,
untuk mengerti skala logaritma tidak memerlukan keahlian matematika khusus,
cukup hanya bekal ilmu matematika setingkat SMP saja. Sayapun bukan ahli
matematika dan dapat mengerti dengan cukup baik skala Richter ini, anda tentu
juga akan mudah untuk mengerti skala Richter ini.
Nah, sekarang coba kita bandingkan kekuatan gempa di perairan Sumatra 2004
yang mengakibatkan tsunami besar di berbagai negara Asia yang berkekuatan 9,2
skala Richter (menurut yang tercatat di salah satu stasiun gempa di AS) dengan
gempa bumi San Francisco di Amerika Serikat tahun 1989 yang berkekuatan 7,1
pada skala Richter. Misalkan gempa di Sumatra kita singkat jadi Sm, dan gempa
di San Francisco kita singkat jadi Sf.
Mudah bukan?
Intensitas I (1) akselerasi dalam cm/det2 adalah < 1 dengan fenomena hanya
dapat dirasakan oleh seismograf. Intensitas II (2) dengan akselerasi 1-2 cm/det2
dapat dirasakan hanya dalam kondisi yang sangat baik, intensitas III (3) akselerasi
2-3 cm/det2 mirip getaran angkutan, beberapa orang dapat merasakannya,
intensitas IV akselerasi 3-6 cm/det2 mirip getaran jalan raya yang berat.
Bagaimana dengan energi yang dilepaskan? Jika kita sudah berhasil menentukan
besaran magnitudo, kita dapat menghitung besaran energi yang terbuang. Untuk
menghitung energi E, kita menggunakan rumus: log E = 11,4 + 1, 5m. Sebagai
contoh, jika Anda menghitung kekuatan gempa sekitar 7,6, maka rumusnya
adalah: Log E= 11,4 +1,5 x 7,6 = 22. Ini adalah nilai dari logaritma energi.
Untuk mencari D , digunakan rumus : D=Ec/110.6 yaitu jarak dari Anda berada
ke episentrum (dalam km). Sebagai contoh, jika amplitude A adalah 1070
microns, T adalah 20 detik dan D adalah 115?; Anda akan menemukan log E =
16,4 + 1,5 x log (1070 / 20) + 2,5 x log 115 = 24. Dengan inv log 24 Anda akan
dapat menghitung energi yang dilepas adalah 1,4 x 1024 J.