Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang
dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan gambaran herald
patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan lesi sekunder
yang mempunyai gambaran khas.2
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun
1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama
Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda ( rosea ).3
Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun1. Wanita lebih sering terkena
dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.3
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis apabila
sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea. Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan
gejala prodromal ( lemas, mual, tidak nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran
kelenjar limfe ). Setelah itu muncul gatal dan lesi dikulit.4 Banyak penyakit yang
memberikan gambaran seperti Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis
sekunder, dan sebagainya2
Pitiriasis Rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh karena itu,
pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang diberikan dapat berupa
kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk mengurangi pruritus.
Pada referat kali ini akan dibahas secara keseluruhan tentang Pitiriasis Rosea
meliputi definisi hingga penatalaksaan serta prognosisnya

1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn N.
Umur : 24 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Panciro
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku : Makassar
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Status Perkawinan : Belum menikah
Tanggal Pemeriksaan : 23 Oktober 2018

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama: keluhan Bercak merah disertai gatal pada punggung, dada dan perut
sejak 2 minggu lalu.

Perjalanan Penyakit:
Pasien mengeluh terdapat bercak merah pada punggung sejak 2 minggu yang lalu.
Bercak- bercak merah berbentuk oval dengan diameter ±2cm. Kemudian bercak
kemerahan bertambah banyak dan mulai muncul pada dada dan perut. Bercak merah yang
muncul pada dada dan perut lebih kecil daripada yang muncul di punggung. Pasien juga
mengeluh ada Sisik halus warna putih yang kering juga didapatkan mengelilingi bercak
kemerahan. Pasien mengeluh pada gatal pada bercak tetapi gatal tidak terus-menerus.
Gatal hanya dirasakan memberat saat berkeringat.

Riwayat Penyakit Terdahulu:


Pasien sebelumnya belum pernah mengalami sakit yang sama seperti yang dialami
oleh pasien sekarang. Riwayat alergi makanan, obat, dan asma disangkal. Riwayat tekanan
darah tinggi, penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan:
Pasien sebelumnya sudah sempat berobat ke puskesmas yang berada dekat dengan
rumahnya dan diberikan obat minum dan salep namun pasien tidak mengetahui nama obat

2
yang diberikan. Pasien menyatakan obat yang diberikan dari puskesmas tidak memberikan
efek apapun pada bercak merahnya hanya menghilangkan gatalnya untuk sesaat dan
keluhan bercak merah pasien masih menetap.

Riwayat keluarga, sosial dan lingkungan:


Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Dalam
keseharian pasien tinggal di asrama. Pasien menyangkal berganti pakaian dengan teman di
asrama. Untuk kebiasaan mandi biasanya pasien biasanya sehari dua kali. Pasien memiliki
kebiasaan berolahraga. Selain itu pasien juga tidak memiliki alergi terhadap makanan yang
dimakan. Dikeluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat atopi dan penyakit
kronis lainnya.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran (GCS) : Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit

Status General:
Kepala : normochepali
Mata : anemia -/-, ikterus -/-
THT : Dalam batas normal
Thoraks : Cor : S1 S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Dermatologi:
Lokasi : Truncus posterior dan truncus anterior
Effloresensi : Tampak makula eritema dengan batas tegas, tepi reguler, bentuk bervariasi
(multiform) dan ukuran bervariasi dari 2-4cm, bagian tengah ditutupi oleh skuama tipis

3
(herald pacth) pada truncus posterior dan anterior.

4
D. DIAGNOSIS KERJA
Pitiriasis Rosea

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Sifilis stadium II
2. Psoriasis gutata
3. Lichen planus
4. Dermatitis numularis
5. Parapsoriasis
6. Dermatitis seboroik
7. Tinea corporis
8. Pitiriasis versikolor
9. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat

F. PENATALAKSANAAN
 Sistemik
Metil Prednisolon 3 x 1
Cetirizine 10 mg 1 x 1
 Topikal
Desoximethasone cream 2x1

G. RESUME
Pasien dengan inisial NKS jenis kelamin perempuan pekerjaan ibu rumah tangga
datang ke poli klinik kulit dan kelamin dengan keluhan terdapat bercak merah pada
punggung, dada dan perut sejak 2 minggu lalu. Pasien mengeluh terdapat bercak merah
pada punggung2 minggu yang lalu. Bercak- bercak merah berbentuk oval dengan diameter
±2cm. Kemudian bercak kemerahan bertambah banyak dan mulai muncul pada dada dan
perut. Bercak merah yang muncul pada dada dan perut lebih kecil daripada yang muncul di
punggung. Pasien juga mengeluh ada Sisik halus warna putih yang kering juga didapatkan

5
mengelilingi bercak kemerahan. Pasien mengeluh pada gatal pada bercak tetapi gatal tidak
terlalu mengganggu . Gatal hanya dirasakan pada malam hari atau saat tidak beraktivitas.

Pasien sebelumnya belum pernah mengalami sakit yang sama seperti yang dialami
oleh pasien sekarang. Riwayat alergi makanan, obat, dan asma disangkal. Riwayat tekanan
darah tinggi, penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya disangkal oleh pasien.
Pasien sebelumnya sudah sempat berobat ke puskesmas yang berada dekat dengan
rumahnya dan diberikan obat minum dan salep namun pasien tidak mengetahui nama obat
yang diberikan. Pasien menyatakan obat yang diberikan dari puskesmas tidak memberikan
efek apapun pada bercak merahnya hanya menghilangkan gatalnya untuk sesaat dan
keluhan bercak merah pasien masih menetap.
Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Dalam keseharian pasien tinggal di asrama. Dikeluarga pasien juga tidak ada yang
memiliki riwayat atopi dan penyakit kronis lainnya.

H. PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini adalah dubius ad bonam hal ini dibuktikan dengan
pengobatan yang cepat oleh pasien.

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan rosea
yang berarti berwarna merah muda4.
Pitiriasis Rosea adalah erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri, berupa plak
berbentuk oval, soliter dan berskuama pada trunkus (herald patch) dan umumnya
asimptomatik.3 Menurut Andrew ( 2006 ), Pitiriasis Rosea adalah peradangan kulit berupa
eksantema yang ditandai dengan lesi makula-papula berwarna kemerahan ( salmon
colored) berbentuk oval, circinate tertutup skuama collarette, soliter dan lama kelamaan
menjadi konfluen.2 Ketika lesi digosok menurut aksis panjangnya, skuama cenderung
terlipat melewati garis gosokan ( hanging curtain sign ).2

B. EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis Rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi Pitiriasis
Rosea adalah 0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada wanita per total penduduk dunia
dengan usia antara 10-34 tahun.1

Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda dengan
rentang usia antara 15-40 tahun. Jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut usia.2

C. ETIOLOGI
Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis Rosea
disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus ( HHV )-6 dan
-7 pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudian mengidentifikasi
virus pada sampel serum penderita.3 Jadi, Pitiriasis Rosea ini merupakan reaksi sekunder
dari reaktivasi virus yang didapatkan pada masa lampau dan menetap pada fase laten
sebagai sel mononuklear.1 Pitiriasis Rosea juga dapat disebabkan oleh obat-obatan atau
logam, misalnya arsenik, bismut, emas, methopromazine, metronidazole, barbiturat,
klonidin, kaptopril dan ketotifen.1,3 Hipotesis lain menyebutkan peranan autoimun, atopi
dan predisposisi genetik dalam kejadian Pitiriasis Rosea.7

7
D. MANIFESTASI KLINIK
Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal dan
paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang.2 Sinar matahari
mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah yang terkena sinar
matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari melindungi kulit dari Pitiriasis Rosea.
Pada 75% penderita biasanya timbul gatal didaerah lesi dan gatal berat pada 25%
penderita.1
1. Gejala klasik
Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai dengan
lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau anular dengan ukuran
yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan
bagian tepi mempunyai batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari
keratin yang terlepas yang juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini
dikenal dengan nama herald patch.1,2,3

Herald Patch

Gambar herald patch3

8
skuama

Gambar plak primer tipikal ( herald patch )


menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak 4
Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa malaise,
mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan pembengkakan kelenjar limfe.4 Setelah
timbul lesi primer, 1-2 minggu kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi
sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama dengan
lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm ) dengan aksis panjangnya
sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan kosta sehingga memberikan gambaran
Christmas tree. Lesi lain berupa paul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi
sejajar dengan garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan
tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.2

9
2. Gejala atipikal
Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak sesuai
dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa tidak ditemukannya herald patch
atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi lebih bervariasi berupa urtika, eritema
multiformis, purpura, pustul dan vesikuler.3 Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah
aksila, inguinal, wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat
diagnosis dari Pitiriasis Rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan sehingga diperlukan
pemeriksaan lanjutan.

Gambar Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak
sekunder sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree3

E. PATOGENESIS
Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya PR.
Ada yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh
dengan sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7,
telah diusulkan sebagai penyebab erupsi. Dilaporkan terdapat DNA virus dalam peripheral
blood mononuclear cell (PBMC) dan lesi kulit dan hal ini tidak terpengaruh dari
banyaknya orang dengan PR akut. HHV-7 terdeteksi sedikit lebih banyak daripada HHV-6,
tetapi sering kedua virus ditemukan. Namun, bukti dari adanya HHV-6 atau HHV-7 dan
aktivitasnya juga ditemukan dalam proporsi (10-44%) dari individu yang tidak
terpengaruh, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan infeksi, di mana virus
tidak selalu menyebabkan penyakit.3

Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga
berhubungan dengan timbulnya PR, misalnya faktor penggunaan obat-obat tertentu.11

F. Diagnosis
Diagnosa pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang berkenaan dengan munculnya erupsi
kulit pertama kali dan pengobatan apa saja yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi
mengenai gejala prodormal atau infeksi traktus respiratorius bagian atas harus bisa
didiapatkan. Pada pemeriksaan fisik harus didapatkan adanya erupsi kulit berupa
papuloeritroskuamosa. Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga kriteria
di bawah ini:

 Makula berbentuk oval atau sirkuler.


 Skuama menutupi hampir semua lesi.
 Terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih tenang.

Sifilis stadium II gejalanya menyerupai pitiriasis rosea, harus dipikirkan


kemungkinan sifilis stadium II jika pasien masih aktif berhubungan seksual dan tidak
didapatkannya gambaran yang khas dari pitiriasis rosea. Untuk membedakannya perlu
dilakukan pemeriksaan serologis terhadap sifilis, biopsi kulit juga mungkin bermanfaat.
Evaluasi yang tepat meliputi uji floresen antibodi langsung dari eksudat lesi, uji VDRL,
atau dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap.4

G. Diagnosis Banding
1. Sifilis sekunder
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan lanjutan
dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan timbulnya chancre. Gejala klinisnya berupa
lesi kulit dan lesi mukosa. Lesi kulitnya non purpura, makula, papul, pustul atau
kombinasi, walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul disebut makula
sifilitika.2 Perbedaannya dengan Pitiriasis Rosea adalah sifilis memiliki riwayat primary
chancre ( makula eritem yang berkembang menjadi papul dan pecah sehingga mengalami
ulserasi di tengah ) berupa tidak ada herald patch, limfadenopati, lesi melibatkan telapak
tangan dan telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL (+).10

2. Tinea korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton rubrum pada
daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala klinisnya adalah gatal, eritema yang
berbentuk cincin dengan pinggir berskuama dan penyembuhan di bagian tengah.
Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi, plak
tidak berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa panjang pada
pemeriksaan KOH 10%.10
3. Dermatitis numuler
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang ditandai dengan plak
berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler ) dan dapat ditutupi oleh krusta. Kulit
sekitarnya normal. Predileksinya di ekstensor. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah
pada Dermatitis Numuler, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier dan
didominasi vesikel serta tidak berskuama.2

4. Psoriasis gutata
Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan eupsi papul di trunkus bagian superior
dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Psoriasis
gutata, aksis panjang lesi tidak sejajar dengan garis kulit, skuama tebal.2

5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)


Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin didapatkan
“cigarrete paper” atrofi. Penyakit ini dapat berkembang menjadi mikosis fungoides.

6. Dermatitis seboroik
Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya berskuama dan ruam
kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan predileksi tempat di sternum, regio
intercapsular, dan permukaan fleksor dari persendian-persendian.
7. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat
Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini. Setelah
diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi timbulnya erupsi kulit mirip
pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya
tampak lebih besar dengan skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang
ditemukan adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada mulut
berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi kulit mirip pitiriasis rosea
karena obat yang berlangsung lama dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.

H. Penatalaksanaan
1. Umum
Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh sendiri ),
bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi yang muncul. Untuk itu
diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap selama sekitar 2
minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa kasus
dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea berlangsung hingga 3-4 bulan
- Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan mencegah
bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang mengandung wol, air,
sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.

2. Khusus
- Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin losion atau
0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi yang luas dan gatal yang hebat
dapat diberikan glukokortikoid topikal kerja menengah ( bethametasone dipropionate
0,025% ointment 2 kali sehari ).2,9
- Sistemik
Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa gatal.4
Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan kortikosteroid sistemik atau
pemberian triamsinolon diasetat atau asetonid 20-40 mg yang diberikan secara
intramuskuler.
Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. eritromisin oral pernah
dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea yang diberikan selama 2
minggu3. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa 73% dari 90 penderita pitiriasis rosea
yang mendapat eritromisin oral mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin
diduga mempunyai efek sebagai anti inflamasi5,6. Namun dari penelitian di Tehran, Iran
yang dilakukan oleh Abbas Rasi et al menunjukkan tidak ada perbedaan perbaikan lesi
pada pasien yang menggunakan eritromisin oral dengan pemberian plasebo.7
Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis yang dapat
diberikan 5x800mg selama 1 minggu.2 Pemakaian sinar radiasi ultraviolet B atau sinar
matahari alami dapat mengurangi rasa gatal dan menguranngu lesi.2 Penggunaan sinar B
lebih ditujukan pada penderita dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B
(UVB ) dapat menimbulkan hiperpigmentasi post inflamasi.2
I. PROGNOSIS
Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini bersifat
self limited disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8 minggu.

J. EDUKASI
Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang dan
apakah penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan hatinya dengan
meyakinkan bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan sendirinya dan tidak bersifat
menular.

Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali apabila ruam masih tetap ada
setelah 3 bulan lebih dari re-evaluasi dan akan bijaksana jika dipikirkan adanya diagnosa
lain.6
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang
dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul
oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan
lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.1,2

Gejala klinis dimulai dari lesi inisial yang berupa “herald patch”, kemudian disusul
oleh lesi-lesi yang lebih kecil. Umumnya herald patch ini terdapat di lengan atas, badan
atau leher, bias juga pada wajah, kepala atau penis.8

Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya PR.
Ada yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh
dengan sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7,
telah diusulkan sebagai penyebab erupsi.

Penegakan diagnosis Pitiriasis Rosea didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan


klinis, dan pemeriksaan penunjang. Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan
karena sifatnya yang asimptomatik, Sangat penting bagi dokter untuk mengetahui
spektrum yang luas dari varian pityriasis rosea, sehingga manajemen yang tepat dan pasti
dapat dilakukan. Terutama pada anak-anak, diagnosis banding erupsi kulit lebih sulit
dibandingkan orang dewasa. Untuk erupsi yang atipikal tanpa diagnosis pasti, lebih aman
untuk mempertimbangkan melakukan biopsi pada lesi kulit dan pemeriksaan lainnya
sehingga diagnosis banding penting untuk tidak dilewatkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, Wieke Triestani. Pitiriasis Rosea. Dalam : Menaldy SL SW,


Bramono K, Indriatmi W ( editors ). Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin . ed. 7. FKUI
: Jakarta ; 2016. Hal 225 - 7
2. Wolff K, Johnsson RA. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine
Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2012; 458-63.
3. Sterling JC. Virus Infection. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors.
Rook's Textbook of Dermatology. 1-4. Oxford: Blackwell Publishing Company;
2004. p. 25.15-25.36.
4. Schwartz AR, Dirk ME. Pityriasis Rosea. 2018 Mar 13 ; Medscape
5. Broccolo F, Drago F, Careddu AM, et al. Additional evidence that pityriasis rosea
is associated with reactivation of human herpesvirus-6 and -7. J Invest Dermatol.
2005; 124:1234-1240.
6. Stulberg, D. L., Jeff W. Pityriasis Rosea. Am Fam Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-
91
7. Chuh, A et al. 2004. Pityriasis Rosea – evidence for and against at infectious
disease. Cambridge University Press :Cambridge Journal 132:3:381-390.
8. Galvan, S V et al. 2009. Atypical Pityriasis Rosea in a black child : a case report.
Cases Journal Vol 2 : 6796.
9. Zawar, Vijay. 2010. Giant Pityriasis Rosea. Indian Journal Dermatology. Aprl-Jun;
55(2): 192–194.
10. McPhee, S J, Maxine A P. 2009. Current Medical Diagnosis and Treatment forty
eighth edition. Mc Graw Hill Companies:USA.

Anda mungkin juga menyukai