Anda di halaman 1dari 20

“Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Klinik Layanan Kesehatan

Ditinjau Dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dan Undang-


Undang Kesehatan”

Ayu Shanta Theresia Sitorus, Wahyu Andrianto (Pembimbing)

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok 16424, Indonesia

E-mail: ayushanta@gmail.com

Abstrak

Skripsi ini membahas tentang perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen di klinik kesehatan yang
ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Kesehatan. Klinik adalah salah satu
fasilitas kesehatan di Indonesia yang jumlahnya sangat banyak sehingga mudah diakses oleh masyarakat. Pasien
adalah konsumen klinik sehingga pasien tidak hanya dilindungi oleh Undang-Undang Kesehatan tetapi juga oleh
Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Klinik sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan bertanggung jawab
terhadap tindakan tenaga kesehatan terhadap pasiennya karena hubungan pasien dan klinik yaitu bahwa klinik
menjamin setiap tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya di klinik akan berupaya secara maksimal untuk
menyembuhkan pasien. Hasil penelitian menyarankan agar Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan
secara berkala dan berkelanjutan terhadap klinik-klinik di Indonesia, pasien menyadari bahwa ada peraturan
perundang-undangan yang melindungi hak-haknya, serta klinik dalam menjalankan kegiatan usahanya harus
berdasarkan pada undang-undang supaya tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab.

Kata kunci: Hukum Perlindungan Konsumen, Hak Pasien, Tanggung Jawab Klinik

“Legal Protection Concerning Patients as The Recipients of Clinical Health Services


According to Consumer Protection Law and Health Law”

Abstact

This thesis examines legal protection concerning patients as the recipients of clinical health services by means of
Consumers’ Protection Law No. 18 Tahun 1999 and Indonesian Health Law No. 36 Tahun 2009. Clinic is one of
health care facility in Indonesia with a great number allowing society easily access the facility. Patients are
consumers of the clinic. Therefore, the patient are not only protected by Indonesian Health Law No. 36 Tahun
2009 but also by the Consumers’ Protection Law No. 18 Tahun 1999. As the health service provider, clinic is
responsible for any range of action by the health workers due to relationship between the patients and the clinic
which guarantee every range of actions by health workers will endeavor to heal the patient. The results suggest
that government should undertake monitoring and community development periodically and in a sustained
manner against the clinic in Indonesia. Moreover, the patients have legal protection as stated in Government
Regulation in Lieu of Law so they have the discretion to choose the clinical health services. Lastly, the results
strongly recommend the clinicsoperate its business activities according to the Law thruthfully and responsibly.

Key words: Consumers’ Protection Law, Patients’ Rights, Clinic Responsibility

1
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
PENDAHULUAN

Untuk dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, yang
merupakan bagian dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan di
bidang kesehatan. Pada mulanya upaya penyelenggaraan kesehatan hanya berupa upaya
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Kemudian seiring perkembangan jaman upaya
tersebut berkembang pada upaya pembangunan kesehatan yang menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan yang mencakup upaya promotif (peningkatan), preventif (pencegahan),
kuratif (penyembuhan), dan rehabilitatif (pemulihan).

Upaya penyelenggaraan kesehatan sebagaimana dimaksud di atas, dipengaruhi oleh


faktor lingkungan sosial budaya, termasuk ekonomi, lingkungan fisik dan biologis yang
bersifat dinamis dan kompleks. Menyadari betapa luasnya hal tersebut, pemerintah melalui
sistem kesehatan nasional, berupaya menyelenggarakan kesehatan melalui sarana atau
fasilitas kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dan dapat diterima serta
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat luas, guna mencapai derajat kesehatan yang
optimal.1

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat merupakan suatu hal yang


sangat penting, sehingga sangat diperlukan suatu kehati-hatian dan keprofesionalisme dari
pihak tenaga kesehatan. Selain itu, untuk menunjang program pemerintah dalam mewujudkan
indonesia sehat maka sangat diperlukan tenaga kesehatan yang lebih profesional dan
bertanggung jawab dalam bidang pelayanan kesehatan. Dalam hal program pembangunan
nasional di bidang kesehatan tersebut yang tujuannya untuk mengupayakan peningkatan
derajat kesehatan, maka mutu pelayanan kesehatan merupakan hal yang sangat penting.
Diperlukan mutu pelayanan kesehatan yang terpadu dan menyeluruh supaya setiap orang
yang menggunakan pelayanan kesehatan dapat merasakannya. Pelayanan kesehatan
merupakan hal yang penting yang harus dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. Pelayanan
sendiri pada hakikatnya merupakan suatu usaha yang membantu menyiapkan segala sesuatu
yang diperlukan orang lain serta dapat memberikan kepuasan sesuai dengan keinginan yang
diharapkan oleh konsumen supaya tidak terjadi kasus yang merugikan konsumen misalnya
seperti malpraktik.

1
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, (Jakarta, PT Rineke Cipta,
2005), hal. 2.

2
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa banyak yang mendirikan klinik-klinik
kesehatan. Klinik kesehatan adalah salah satu fasilitas kesehatan di Indonesia disamping
rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Klinik merupakan salah satu tempat pelayanan
kesehatan yang utama di masyarakat. Dalam dunia medis yang sangat berkembang, klinik
juga memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan jumlah klinik di
Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah rumah sakit. Pada umumnya
apabila di dalam satu kabupaten hanya ada satu rumah sakit umum maka akan ada terdapat
lebih dari satu klinik. Selain itu, klinik juga terdapat di daerah-daerah terpencil, kepulauan,
dan daerah perbatasan. Oleh karena itu, klinik merupakan fasilitas kesehatan yang paling
mudah diakses oleh masyarakat. Masyarakat pada umumnya lebih memilih berobat ke klinik
dibandingkan ke rumah sakit karena lebih terjangkau lokasinya.

Walaupun klinik merupakan fasilitas kesehatan yang paling sering digunakan oleh
masyrakat, ternyata pembinaan dan pengawasan terhadap klinik oleh pemerintah tergolong
sangat rendah sehingga pengetahuan masyarakat tentang klinik kurang dan pelanggaran
banyak terjadi klinik. Hal ini dapat dilihat dengan kasus yang terjadi dimana ada klinik yang
seharusnya tidak boleh menyelenggarakan rawat inap tetapi membuatnya tanpa izin.
Masyarakat kurang mengetahui bahwa apakah semua klinik dapat menyelenggarakan rawat
inap atau tidak karena mereka tidak mengetahui pengaturan mengenai klinik itu sendiri.
Selain itu kasus yang sering terjadi adalah tenaga asing yang sering diberitakan di media
massa yang dipekerjakan oleh klinik. Karena klinik sangat jarang diawasi oleh pemerintah
akhirnya mereka mengambil kesempatan untuk mempromosikan klinik mereka yang
mempunyai dokter warga negara asing. Padahal walaupun sudah diperbolehkan dokter
berpraktik di Indonesia dengan persyaratan-persyaratan yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan namun pemerintah Indonesia belum pernah memberikan izin kepada
satupun dokter warga negara asing untuk berpraktik di Indonesia sehingga setiap dokter asing
yang berpraktik tersebut tidak illegal. Hal ini tentunya mengakibatkan pelanggaran yang
dilakukan oleh klinik yaitu mengadakan praktik illegal di klinik.

Dengan adanya undang-undang yang mengatur mengenai hak-hak konsumen, dalam


hal ini adalah seorang pasien, maka akan menjamin perlindungan hukum bagi pasien. Akan
tetapi, hal tersebut tidak menghindari adanya permasalahan yang merugikan pasien. Setiap
tahun masalah yang merugikan pasien semakin bertambah. Oleh karena itu dapat dilihat
bahwa walaupun hak-hak pasien sudah dilindungi dengan undang-undang tetapi tidak

3
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
menjamin bahwa tidak akan ada permasalahan. Salah satu bentuk kerugian yang sering
diderita oleh konsumen pasien adalah malpraktik yang dilakukan oleh pihak klinik baik oleh
seorang dokter, perawat, ataupun tenaga kesehatan lainnya. Pasien dapat diartikan sebagai
konsumen karena konsumen merupakan penerima atau pemanfaat barang dan/atau jasa
pelayanan kesehatan. Pada dasarnya malpraktik dapat dilakukan oleh pihak klinik namun
tidak jarang juga bahwa kerugian yang diderita oleh pasien diakibatkan adanya kelalaian dari
pasien itu sendiri. Untuk itu diperlukan kerja sama antara pasien dan tenaga kesehatan agar
tidak terjadi malpraktik tersebut.

Beberapa tahun belakangan ini, kejadian malpraktik semakin banyak terjadi di


Indonesia. Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran pasien mengenai hak dan
kewajibannya di bidang kesehatan terlebih kurangnya kesadaran dari tenaga kesehatan
terhadap kode etik profesi yang seharusnya ditaati. Hal tersebut mengakibatkan hak-hak
pasien dilanggar. Oleh karena itu, ketika pasien merasa dirugikan atas jasa pelayanan
kesehatan yang diterima dari klinik maka pasien harus mendapatkan perlindungan hukum
yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

Menurut Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, pasien berhak untuk


mendapatkan rasa kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi suatu
produk barang dan/atau jasa yang dalam hal ini diberikan oleh tenaga medis kepada pasien.
Tindakan yang dilakukan tenaga medis tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya
kesalahan atau kelalaian. Kesalahan atau kelalaian tersebut berbagai macam bentuknya
misalnya seorang dokter salah mendiagnosa pasien sehingga salah mengobati dan salah
meresep obat sehingga akibatnya pasien bukan menjadi sembuh melainkan semakin parah
penyakitnya. Berdasarkan kesalahan tersebut maka menimbulkan pertanyaan bagaimana
perlindungan hukum bagi konsumen pasien yang dirugikan tersebut dan bagaimana bentuk
tanggung jawab yang dapat diberikan oleh pelaku usaha kepada pasien. Hal ini dipertanyakan
dikarenakan apabila terjadi kesalahan atau kelalain maka akan mempunyai dampak yang
sangat merugikan baik dari segi klinik maupun pasiennya bahkan masyarakat. Selain merusak
atau mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap klinik dan profesi kedokteran juga
menimbulkan kerugian bagi pasien.

4
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaturan mengenai klinik layanan kesehatan?


2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen klinik layanan
kesehatan ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang
Kesehatan?
3. Bagaimana tanggung jawab hukum klinik layanan kesehatan terhadap pasien sebagai
konsumen ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-
Undang Kesehatan?

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, bentuk penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode
penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif artinya penelitian ini dilakukan dengan
menelaah aturan-aturan hukum atau pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang
dikaitkan dengan menggunakan bahan-bahan pustaka. Penelitian kepustakaan atau yuridis
normatif akan berdasarkan kepada bahan kepustakaan dan juga peraturan perundang-
undangan yang terkait. Bentuk penelitian tersebut dipilih oleh penulis untuk memberikan
paparan normatif yang berkaitan dengan hukum terkait yang dibahas dalam melakukan
penelitian ini.

Adapun tipologi penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif ini
bertujuan untuk menggambarkan kondisi yang ada terkait pengaturan mengenai klinik
kesehatan dan pendiriannya serta bagaimana syarat-syarat penyelenggaraa kesehatannya.
Penelitian ini juga akan memberikan penjelasan mengenai perlindungan hukum terhadap
pasien sebagai pasien penerima jasa pelayanan kesehatan klinik serta tanggung jawab klinik
sebagai pelaku usaha pemberi jasa pelayanan kesehatan yang ditinjau dari Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Kesehatan dan peraturan perundang-undangan
terkait.

Selanjutnya, jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder, yakni dengan data
yang diperoleh dari kepustakaan. Dalam memperoleh data, penulis akan mengambil dari
berbagai literatur berupa buku teks, jurnal ilmiah, hingga melalui jurnal atau informasi yang
diterbitkan oleh pemerintah. Pembahasan dengan data sekunder dilakukan dengan mendatangi
perpustakaan, pusat dokumentasi, dan dari bahan pustakan yang dimiliki oleh penulis.

5
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
Adapun jenis bahan hukum yang dipergunakan adalah:
1. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan hukum yang mengikat kepada
masyarakat, terdiri dari:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
c. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik.
2. Bahan hukum sekunder yaitu merupakan bahan hukum yang menjelaskan bahan
hukum primer. Antara lain buku, jurnal ilmiah, dan artikel ilmiah. Bahan hukum
sekunder tersebut terdiri dari:
a. Hukum Perlindungan Konsumen dengan pengarang Ahmadi Miru dan Sutarman
Yodo.
b. Hukum Perlindungan Konsumen dengan pengarang Az Nasution.
c. Kapita Selekta Hukum Kedokteran dengan pengaran Fred Ameln.
3. Bahan hukum tersier yaitu merupakan bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum
primer atau sekunder. Antara lain kamus hukum atau kamus tentang kesehatan yang
dipergunakan penulis.
Sebagai alat pengumpulan data, penulis menggunakan alat pengumpulan data berupa
studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen dilakukan dengan menelaah berbagai bahan
kepustakaan. Selanjutnya wawancara dilakukan dengan mewawancarai narasumber yang
terkait dengan penelitian ini yaitu Bapak Ali Usman yang menjabat di Bagian Perundang-
Undangan Biro Hukum Kementerian Kesehatan, dr. R Pasaribu selaku pemilik Klinik
Harapan Jaya Balimbingan, dan dr. Fajar Sinaga.
Metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif. Metode ini
dipilih karena data yang dipergunakan adalah data sekunder. Metode ini juga sesuai dengan
bentuk penelitian yaitu kepustakaan atau yuridis normatif yang menelaah bahan-bahan
kepustakaan dengan tataran normatif.
Berdasarkan bentuk penelitian sebelumnya, bentuk hasil penelitian yang sesuai adalah
deskriptif analitis. Hasil ini memberikan penggambaran dan penjelasan berdasarkan analisis
yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
gambaran secara lengkap terhadap permasalahan yang diteliti.

6
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
PEMBAHASAN
Klinik adalah suatu fasilitas atau lokasi tempat penderita ambulatori diperiksa dan
ditangani oleh suatu kelompok yang berpraktik bersama-sama. Istilah klinik juga digunakan
untuk menyatakan fasilitas diagnosis penderita rawat jalan yang dioperasikan oleh suatu
kelompok.2 Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa klinik hanya menerima pasien
penderita ambulatori. Penderita ambulatori adalah pelayanan kesehatan bagi orang sakit atau
orang sehat yang tidak terikat pada tempat tidur di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya,
yang pelayanan diagnosis diberikan dalam klinik rumah sakit atau sentra klinik kesehatan atau
praktik dokter atau institusi lain, tempat penderita biasanya pergi untuk pelayanan kesehatan.3
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa hanya pasien yang rawat jalan saja
yang dapat berobat di klinik. Bagi pasien yang memerlukan perawatan spesialistik yang
berobat ke klinik maka pasien tersebut akan mendapat rujukan untuk berobat ke rumah sakit
yang memberikan perawatan terhadap pasien, misalnya pasien yang menderita kanker akan
mendapat rujukan untuk berobat ke rumah sakit yang menyediakan pelayanan kesehatan
untuk kanker dan memiliki peralatan yang khusus dalam mengobati kanker. Salah satu yang
membedakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit dengan klinik adalah
bahwa pada rumah sakit mengadakan pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap
sedangkan klinik hanya menyelenggarakan rawat jalan kecuali klinik bersalin.
Pada awalnya, dalam peraturan perundang-undangan tidak mengenal istilah klinik.
Sebelumnya dalam peraturan perundang-undangan hanya dikenal istilah balai pengobatan
yang dapat dikatakan sama dengan klinik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 920
Tahun 1986, balai pengobatan yaitu tempat yang memberikan pelayanan medik dasar secara
rawat jalan.4 Dalam peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa balai pengobatan termasuk
dalam kelompok sarana kesehatan yang berbentuk pelayanan kesehatan swasta di bidang
medik. Pelayanan medik dasar yang dimaksud adalah pelayanan medik terhadap individu atau
keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan masimal dokter umum
atau dokter gigi.5
Selanjutnya, peraturan perundang-undangan tidak hanya mengatur bahwa klinik hanya
menyelenggarakan pelayanan rawat jalan saja. Setelah dikeluarkannya Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 666 Tahun 2007 tentang Klinik Rawat Inap Pelayanan Medik

2
Charles Siregar, Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan, (Jakarta: Buku Kedokteran, 2004), hal. 7
3
Ibid, Hal. 181.
4
Indonesia , Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Permenkes tentang Upaya Pelayanan
Kesehatan Swasta Di Bidang Medis No. 920 Tahun 1986, Pasal 1 huruf k.
5
Ibid, Pasal 1 huruf b.

7
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
Dasar dimana dalam Surat Keputusan tersebut disebutkan bahwa pendirian klinik rawat inap
pelayanan medik dasar diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia terutama di daerah
terpencil, kepulauan, dan perbatasan. Dengan adanya Surat Keputusan Menteri tersebut
memberikan kesempatan bahwa klinik juga dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
berupa rawat inap. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa klinik merupakan salah satu
sarana pelayanan kesehatan yang memungkinkan untuk menyelenggarakan pelayanan rawat
inap di mana pelayanan tersebut bukan berupa pelayanan spesialistik hanya berupa pelayanan
kesehatan yang lebih sederhana.
Kemudian, setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun
2011 tentang Klinik disebutkan bahwa klinik yang sebelumnya dimiliki oleh masyarakat atau
swasta juga dapat dimiliki oleh Pemerintah atau pemerintah daerah.6 Selain itu, klinik
mempunyai dua jenis yaitu klinik pratama dan klinik utama. Klinik pratama adalah klinik
yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar sedangkan klinik utama adalah klinik yang
menyelenggarakan pelayanan spesialistik atau pelayanan medik dasar dan pelayanan
spesialistik. Klinik tersebut apabila menyelenggarakan pelayanan rawat inap maka harus
berbentuk badan usaha. Setelah itu, Kementerian Kesehatan mencabut Permenkes 28 Tahun
2011 tersebut dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2014 tentang Klinik dimana
apabila klinik menyelenggarakan rawat inap maka harus didirikan oleh badan hukum. Oleh
karena itu, pendirian klinik tersebut harus didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Studi klinik dilakukan terhadap Klinik Harapan Jaya Balimbingan yang didirikan
pada tahun 1992 oleh Dr. R. Pasaribu. Klinik ini didirikan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Pelayanan Kesehatan Swasta di
Bidang Medik. Klinik ini didirikan karena melihat belum adanya klinik terdekat sehingga
masyarakat sekitar sedikit kesulitan dalam hal pengobatan. Klinik Harapan Jaya ini
mempunyai misi yaitu turut membantu negara untuk memperhatikan bangsa sehingga dengan
adanya klinik ini dapat membantu negara untuk memenuhi keperluan fasilitas kesehatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat sekitar yang belum dapat dipenuhi oleh negara. Klinik Harapan
Jaya Balimbingan adalah klinik 24 jam yang berbentuk yayasan yang lokasinya berada di
Jalan Tanah Jawa No. 13 Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Klinik Harapan Jaya dalam perkembangannya merupakan klinik pratama yang
menyelenggarakan rawat inap sehingga harus berbentuk badan hukum dimana harus sesuai

6
Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Permenkes tentang Klinik No. 28 Tahun
2011, Pasal 3.

8
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
denganketentuan dalam Permenkes No. 9 Tahun 2014. Klinik Harapan Jaya didirikan setelah
diberikan izin oleh pemerintah daerah dan dinas kesehatan Kabupaten Simalungun. Surat izin
penyelenggaraan Klinik Harapan Jaya adalah Nomor 440/043/SIKI/2021/X/2014. Izin
operasional Klinik Harapan Jaya diperpanjang setiap 5 tahun sekali yang diajukan ke
pemerintah daerah dan dinas kesehatan Kabupaten Simalungun.
Klinik Harapan Jaya tidak memberlakukan persyaratan khusus bagi siapapun yang
datang ke klinik ini. Pada umumnya semua orang diterima di klinik ini. Pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh Klinik Harapan Jaya dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, rawat inap,
pelayanan satu hari, pelayanan 24 jam dalam 7 hari, dan home care. Dalam hal rawat inap,
kegiatan yang dilakukan adalah penerimaan pasien (administrasi), pemberian pelayanan
medik, pelayanan perawatan, pelayanan obat dan makanan, dan tahap control yaitu setelah
pasien sudah bisa dipulangkan dan pengobatan tetap diteruskan dan kembali ke klinik untuk
di diagnosa ulang.
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi konsumen adalah “segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.”
Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen tersebut antara lain
adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi
tentang barang dan/atau jasa bagi konsumen dan menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha
yang jujur dan bertanggung jawab. Walaupun demikian dalam kenyataannya masih terdapat
banyak pelanggaran terhadap hak-hak konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Pasien adalah konsumen klinik yang menerima jasa pelayanan kesehatan dan klinik
adalah pelaku usaha yang memberikan jasa pelayanan kesehatan kepada pasien. Pasien
sebagai konsumen berada di posisi yang lemah dibandingkan dengan klinik sehingga untuk
memberikan jaminan kepastian hukum terhadap pasien maka perlu perlindungan hukum
khususnya terhadap hak-hak pasien.
Hubungan antara klinik dengan pasien mulai ada sejak seorang pasien mendaftar di
klinik atau apabila pasien datang dalam keadaan gawat atau dalam keadaan tidak sadar dan
membutuhkan pertolongan segera tanpa melakukan pendaftaran terlebih dahulu maka
hubungan antara klinik dengan pasien dimulai sejak pertama kali klinik yang bersangkutan
memberikan pertolongan pada pasien tersebut. Apabila dilihat dari hubungan hukum yang
timbul antara pasien dan klinik dapat dibedakan:

9
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
a) Perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara klinik dan pasien bahwa pihak
klinik akan menyediakan kamar perawatan dan tenaga perawat dimana tenaga perawatan
yang melakukan tindakan perawatan.
b) Perjanjian pelayanan medis dimana terdapat kesepakatan antara klinik dan pasien bahwa
tenaga medis pada klinik akan berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien
melalui tindakan medis inspaning verbintenis.7
Sistem perlindungan hukum bagi pasien yang ditetapkan pihak klinik adalah bahwa
klinik menjamin perlindungan hukum bagi dokter atau tenaga kesehatan agar tidak
menimbulkan kesalahan medik dalam menangani pasien dan begitu sebaliknya dengan pasien
mendapatkan perlindungan hukum dari suatu tanggung jawab klinik dan tenaga kesehatannya.
Untuk menciptakan perlindungan hukum bagi pasien maka para pihak harus mengetahui dan
memahami hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya termasuk pemberi jasa pelayanan
kesehatan (klinik) agar bertanggung jawab terhadap profesi yang diberikan kepada penerima
jasa pelayanan kesehatan (pasien). Hak pasien sebagai konsumen yang terdapat dalam UU
Perlindungan Konsumen tersebut adalah sebagai berikut:8
a) Hak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa;
b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa yang digunakan;
d) Hak untuk didengar pendapat dan keluahannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaiman
mestinya;
i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain yaitu
dalam hal ini adalah hak-hak pasien yang diatur dalam UU Kesehatan dan UU Praktik
Kedokteran.

7
Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kesehatan, (Jakarta: Grafikatama Jaya, 1991), hal. 75.
8
Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 42
Tahun 1999, TLN. 3821Pasal 4.

10
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
Dalam Pasal 4 sampai Pasal 8 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa setiap
orang berhak untuk memperoleh kesehatan. Hak-hak tersebut adalah:
a) Setiap orang berhak atas kesehatan.
b) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan.
c) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau.
d) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri
pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
e) Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan.
f) Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang
seimbang dan bertanggung jawab.
g) Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.9
Dalam Pasal 52 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa setiap
orang dalam menerima pelayanan kesehatan mempunyai hak. Hak tesebut adalah:
a) Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang mencakup
diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternative
tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan.10
b) Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
c) Menolak tindakan medis.
d) Mendapatkan isi rekam medis.11
Sedangkan kewajiban dari pasien sebagai konsumen menurut UU Perlindungan
Konsumen adalah:12
a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

9
Indonesia, Undang-Undang tentang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009, LN No. 144 Tahun 2009,
TLN. 5063, Pasal 4-8.
10
Indonesia, Undang-Undang Praktik Kedokteran, UU No. 29 Tahun 2004, LN No. 116 Tahun 2004,
TLN 4431, Pasal 45 ayat (3).
11
Ibid, Pasal 52.
12
Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 42
Tahun 1999, TLN. 3821, Pasal 5.

11
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Kewajiban setiap orang dalam hal kesehatan menurut UU Kesehatan, yaitu :
a) Ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya Pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya
kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.
b) Menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik,
biologi, maupun sosial.
c) Berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan
yang setinggi-tingginya.
d) Menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung
jawabnya.
e) Turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.13
Selain kewajiban setiap orang dalam hal kesehatan, kewajiban setiap orang secara
khusus sebagai pasien yang menerima pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.
b) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi.
c) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
d) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterimanya.14
Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai
keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, maka Undang-Undang
Perlindungan Konsumen menetapkan hak-hak dari pelaku usaha, yaitu:15
a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik;
c) Hak untuk melakukan pembelaan dan sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;

13
Indonesia, Undang-Undang tentang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009, LN No. 144 Tahun 2009,
TLN. 5063, Pasal 9-13.
14
Indonesia, Undang-Undang Praktik Kedokteran, UU No. 29 Tahun 2004, LN No. 116 Tahun 2004,
TLN 4431, Pasal 53.
15
Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 42
Tahun 1999, TLN. 3821, Pasal 6.

12
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam Pasal 36 Permenkes Nomor 9 Tahun 2014, setiap klinik mempunyai hak:
a) Menerima imbalan jasa pelayanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam mengembangkan pelayanan;
c) Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
d) Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan; dan
e) Mempromosikan pelayanan kesehatan yang ada di Klinik sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
UU Perlindungan Konsumen memberikan kewajiban bagi pelaku usaha, yaitu:16
a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau yang diperdagangkan
berdasarkan ketetentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g) Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam Pasal 35 Permenkes No. 9 Tahun 2014, setiap klinik mempunyai kewajiban:
a) memberikan informasi yang benar tentang pelayanan yang diberikan;
b) memberikan pelayanan yang efektif, aman, bermutu, dan nondiskriminasi dengan
mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan dan standar prosedur operasional;
c) memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya tanpa meminta uang muka terlebih dahulu atau mendahulukan kepentingan
finansial;
d) memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan (informed consent);

16
Ibid, Pasal 7

13
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
e) menyelenggarakan rekam medis;
f) melaksanakan sistem rujukan dengan tepat;
g) menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta
peraturan perundang-undangan;
h) menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
i) memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;
j) melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
k) memiliki standar prosedur operasional;
l) melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
m) melaksanakan fungsi sosial;
n) melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan;
o) menyusun dan melaksanakan peraturan internal klinik; dan
p) memberlakukan seluruh lingkungan klinik sebagai kawasan tanpa rokok.
Selain itu, penyelenggara klinik wajib untuk:
a) Memasang nama dan klasifikasi Klinik;
b) Membuat dan melaporkannya kepada dinas kesehatan daftar tenaga medis dan tenaga
kesehatan lain yang bekerja di Klinik dengan menyertakan:
(1) Nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) bagi tenaga medis;
(2) Nomor surat izin sebagai tanda registrasi atau Surat Tanda Registrasi (STR), dan
Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi tenaga kesehatan lain.
c) Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan program pemerintah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari hasil wawancara diketahui bahwa hak dan kewajiban pasien dan klinik hampir
telah terpenuhi. Hal ini dapat dilihat seperti hak atas imbalan jasa dimana setiap pasien yang
dating ke Klinik Harapan Jaya selalu memberikan imbalan terhadap jasa yang diberikan oleh
klinik tersebut dan sangat sedikit dan hampir tidak ada pasien yang tidak membayar imbalan
jasa tersebut. Sedangkan kewajiban klinik sebagai pelaku usaha telah melaksanakan
kewajibannya seperti memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur pada saat
pemeriksaan mengenai kondisi pasien serta memberikan penjelasan yang sebaik mungkin
kepada pasien sehingga pasien mengerti akan tindakan medik yang akan dilakukan oleh
dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Selain itu, Klinik Harapan Jaya juga memperlakukan

14
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
dan melayani pasien secara adil dan tidak diskriminatif seperti ketika ada pasien yang sudah
tua dan sendiri datang ke klinik tenaga kesehatan langsung melayani pasien tersebut dengan
baik dan ramah.
Setiap pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan
timbulnya hak hukum seseorang untuk menuntut orang lain sekaligus hak yang melahirkan
kewajiban hukum bagi orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya. Dalam melakukan
tugasnya, Klinik tidak selamanya memberikan hasil yang diharapkan oleh semua pihak.
Adakalanya layanan yan diberikan tersebut menimbulkan malapetaka seperti cacat permanen,
lumpuh, buta, tuli, atau bahkan meninggal dunia. Apabila pihak klinik telah melakukan segala
proses sesuai dengan standar yang berlaku maka klinik tidak seharusnya bertanggung jawab.
Akan tetapi, apabila kerugian pasien disebabkan oleh pihak klinik maka klinik harus
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut. Pertanggungjawaban menurut hukum terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:17
a) Strict Liability
Strict liability atau tanggung jawab multak adalah dimana unsur kesalahan diabaikan.
Prinsip ini mengharuskan pihak tergugat bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh
konsumen tanpa harus membuktikan ada atau tidak kesalahan pada dirinya. Rasionalisasi dari
prinsip ini adalah agar pelaku usaha benar-benar bertanggung jawab terhadap kepentingan
konsumen. Undang-undang Perlindungan konsumen tidak memakai prinsip tanggung jawab
mutlak karena berdasarkan Pasal 28 UUPK bahwa pembuktian terhadap ada atau tidaknya
unsur kesalahan terhadap kerugian pasien merupakan tanggung jawab pelaku usaha. Dengan
demikian, tanggung jawab mutlak tidak berlaku dalam UUPK.
b) Vicarious Liability
Vicarious liability adalah tanggung jawab oleh majikan atas kerugian pihak lain yang
ditimbulkan oleh karyawannya. Dalam hal ini, prinsip tanggung jawab ini dapat diterapkan
terhadap klinik dimana klinik dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap kerugian yang
ditimbulkan oleh tenaga medisnya. Semua tanggung jawab atas pekerjaan tenaga medis
adalah beban tanggung jawab klinik tempat mereka bekerja.
Menurut Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen, bahwa pelaku usaha bertanggung
jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen

17
Sofwan Dahlan, Malpraktik & Tanggung Jawab Korporasi,
https://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/malpraktik-tanggung-jawab-korporasi/ , diunduh pada 7 januari
2015

15
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Berdasarkan
uraian tersebut, tanggung jawab pelaku usaha meliputi18:
1) Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, dan/atau pencemaran, dan/atau kerugian
konsumen yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dapat berupa pengembalian uang atau penggantian
barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang berlaku.
3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu tujuh hari setelah tanggal
transaksi.
4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Apabila melihat tanggung jawab pelaku usaha menurut Undang-Undang Perlindungan
Konsumen tersebut maka ada satu masalah di dalam penerapannya pada jasa pelayanan
kesehatan yaitu pada ayat 3 yang menyatakan bahwa ganti rugi akan dilaksanakan dalam
tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi. Hal tesebut akan menyulitkan karena di
dalam jasa pelayanan kesehatan seringkali terjadi pasien baru menderita kerugian atau
kerugian yang diderita oleh pasien baru diketahui dalam waktu lebih lama dari tujuh hari
setelah transaksi. Oleh karena itu, menurut penulis Pasal 19 ayat (3) tersebut tidak dapat
diterapkan dalam jasa pelayanan kesehatan.
Dalam hal pertanggungjawaban atas pelayanan medis terhadap pasien maka perlu
diketahui siapa yang menjadi pihak terkait di dalam tenaga medis tersebut. Tenaga medis
yang dimaksud adalah dokter yang bekerja sama dengan tenaga professional lain di dalam
menyelenggarakan dan memberikan pelayanan medis kepada pasien. Apabila dalam tindakan
medis terjadi kesalahan dan mengakibatkan kerugian terhadap pasien maka tanggung jawab
secara tidak langsung ada pada pihak klinik dengan terlebih dahulum melihat apakah
kesalahan tersebut dilakukan oleh dokter atau tenaga medis lain. Setiap masalah yang terjadi
baik sengaja maupun tidak sengaja perlu diteliti terlebih dahulu. Apabila kesalahan dilakukan
oleh dokter, maka klinik yang bertanggung jawab secara umumnya dan dokter sebagai
pelaksana tindakan medis dapat dikenakan sanksi.

18
J. Guwandi, Dokter, Pasien, dan Hukum, (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003), hal. 72.

16
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
Dalam kaitannya dengan tanggung jawab klinik selaku badan usaha yang bertanggung
jawab terhadap kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya sesuai dengan Pasal 58
ayat (1) 1 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu: “Setiap orang berhak menuntut
ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan dan/atau penyelenggaraan kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.” Oleh karena itu, apabila klinik terbukti melakukan kesalahan terhadap pasien
maka klinik harus bertanggung jawab kepada pasien.
Mengenai tanggung jawab bagi pasien yang diberikan/dilakukan oleh pihak Klinik
Harapan Jaya Balimbingan berdasarkan hasil wawancara bahwa apabila terjadi
kesalahan/kelalaian/malpraktik yang dilakukan oleh dokter maka pasien yang menderita
kerugian dapat menuntut ganti rugi kepada pihak Klinik Harapan Jaya. Pasien yang
merasakan dirugikan atas pelayanan medis dapat menyampaikan pengaduan atau kerugian
tersebut kepada direktur Klinik Harapan Jaya dengan memberikan keterangan mengenai hal
yang diadukan atau dirugikan dari pelayanan dokter atau tenaga medis lainnya, kemudian
direktur Klinik Harapan Jaya akan memanggil kedua belah pihak yaitu pasien dan dokter
untuk dimintai keterangan tentang masalah apa yang terjadi diantara keduanya dan dicari
pemecahan masalahnya. Apabila terbukti bahwa kerugian yang diderita oleh pasien
diakibatkan oleh kesalahan/kelalaian/malpraktik dokter maka yang bertanggung jawab atas
kerugian tersebut bisa klinik atau dokter sesuai hasil keputusan yang diambil direktur klinik.
Apabila dalam penyelesaian sengketa oleh pihak klinik tidak ditemukan jalan damai,
artinya pasien tidak puas atas keputusan yang diambil oleh direktur klinik atau tidak ada
pemecahan masalah yang diperoleh. Maka pasien sendiri dapat melaporkan sengketa tersebut
ke Dinas Kesehatan atau Ikatan Dokter Indonesia agar sengketa tersebut dapat diselesaikan.
Apabila tetap tidak ditemukan pemecahan atas sengketa tersebut maka pasien dapat
mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
sesuai dengan pasal 66 ayat (1) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Berdasarkan hasil wawancara bahwa tanggung jawab berupa penggantian kerugian yang
diberikan oleh pihak Klinik Harapan Jaya kepada pasien tidak pernah terjadi karena tidak
pernah ada kasus kesalahan/kelalaian/malpraktik yang terjadi di Klinik Harapan Jaya. Akan
tetapi ini bukan berarti bahwa kita lengah. Kita tetap harus berhati-hati terhadap tindakan
yang dilakukan oleh pihak klinik dan tenaga kesehatannya dan tidak mempercayakan
sepenuhnya tindakan medis yang dilakukannya.

17
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
KESIMPULAN
Simpulan dapat diambil setelah penulis melakukan pembahasan pada bab-bab
sebelumnya. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Ketentuan yang mengatur mengenai klinik layanan kesehatan di Indonesia adalah
didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986
tentang Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik yang kemudian dicabut dengan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 666 Tahun 2007 tentang Klinik Rawat Inap
Pelayanan Medik Dasar, dan kemudian dicabut dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 28/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik, dan kemudian dicabut dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik. Klinik Harapan Jaya
Balimbingan adalah klinik yang didirikan berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang
Medik yang kemudian dengan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun
2014 sudah dinyatakan tidak berlaku. Oleh karena itu, Klinik Harapan Jaya harus sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 dimana dalam hal penyelenggaraan
rawat inap harus berbentuk badan hukum oleh karena itu harus melakukan perubahan izin
operasional dan terbukti dengan hasil wawancara dan penelitian Klinik Harapan Jaya telah
memenuhi setiap ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tersebut seperti tenaga
kesehatan, perizinan, lokasi, bangunan dan prasarana, peralatan, dan kefarmasian termasuk
perubahan izin operasionalnya.
2. Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen klinik layanan kesehatan adalah
bertujuan untuk menjamin kepastian hukum pasien. Perlindungan hukum pasien adalah
dengan melihat hubungan hukum masing-masing yaitu hak dan kewajiban masing-
masing pihak harus saling memenuhi. Hak-hak pasien menjadi kewajiban bagi klinik dan
begitu sebaliknya bahwa hak klinik adalah kewajiban pasien. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Praktik
Kedokteran, dan Peraturan Menteri Kesehatan mengatur mengenai hak dan kewajiban
pasien dan klinik sehingga tercipta perlindungan hukum terhadap pasien dan
kepentingannya.
3. Tanggung jawab hukum klinik layanan kesehatan terhadap pasien sebagai konsumen
adalah bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas
kerusakan, dan/atau pencemaran, dan/atau kerugian konsumen yang dihasilkan atau
diperdagangkan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Selain itu, pasal-pasal lain yang berhubungan dengan

18
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
pemberian jasa pelayanan kesehatan didalam undang-undang tersebut adalah Pasal 8 ayat
(1) dan ayat (3), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 13 (2), Pasal 15, dan Pasal 18. Selain itu
menurut Undang-Undang Kesehatan Pasal 58 (1) bahwa setiap orang berhak menuntut
ganti rugi terhadap penyelenggaran kesehatan (klinik) apabila menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

SARAN
Berdasarkan pembahasan dalam bagian-bagian sebelumnya dan kesimpulan di atas,
maka penulis mengajukan beberapa saran, yaitu:
1. Pemerintah melalui Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan Indonesia agar
melakukan pengawasan dan pembinaan secara berkala dan berkelanjutan terhadap klinik-
klinik yang ada di Indonesia serta lebih memperketat pemberian izin pendirian klinik
kepada orang perorangan atau badan usaha yang hendak mendirikan klinik. Dinas
Kesehatan dan Kementerian Kesehatan Indonesia harus melaksanakan fungsinya untuk
membina dan mengawasi jalannya penyelenggaraan pelayanan kesehatan klinik.
2. Sesuai dengan adanya hak-hak pasien konsumen sebagaimana diamanatkan dalam UU
Perlindungan Konsumen, UU Kesehatan, UU Praktik Kedokteran, dan Permenkes
tentang Klinik serta peraturan perundang-undangan lain tetapi masih ada pasien yang
belum mengetahuinya serta memahaminya maka oleh Pemerintah perlu digalakkan
mengenai hak-hak pasien konsumen tersebut baik melalui penyuluhan yang dilakukan
oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, pemerintah daerah, LSM-LSM, dan
institusi-institusi lain.
3. Saran kepada klinik sebagai pelaku usaha agar dalam menjalankan kegiatan usahanya
berpatokan pada undang-undang sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha.

DAFTAR REFERENSI

Ameln, Fred. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Cet 1. Jakarta: Grafikatama Jaya, 1991.
Guwandi, J. Dokter, Pasien, dan Hukum. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2003.
Komalawati, D. Veronica. Hukum dan Etika dalam Praktik Dokter. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1989.

19
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Cet. 7. Jakarta:
Rajawali Pers, 2011.
Nasution, Az. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Cet. 3. Jakarta:Diadit
Media, 2007.
Nasution, Bahder Johan. Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter. Cet. 1. Jakarta: PT
Rineke Cipta, 2005.
Siregar, Charles. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran,
2004.
Indonesia. Undang-Undang tentang Kesehatan. UU No. 36 Tahun 2009, LN No. 144 Tahun
2009, TLN No. 5063.
_____. Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.
42 Tahun 1999, TLN No. 3821
_____. Undang-Undang Tentang Praktik Kedokteran, UU No. 29 Tahun 2004, LN No. 116
Tahun 2004, TLN No. 4431
_____. Undang-Undang Tenaga Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2014, LN No. 298 Tahun
2004, TLN 5067.
_____. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Klinik, Permenkes Nomor
9 Tahun 2014.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik.
Dahlan, Sofwan. Malpraktik & Tanggung Jawab Korporasi,
https://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/malpraktik-tanggung- jawab-
korporasi/. Diunduh pada 7 januari 2015.

20
Perlindungan hukum terhadap ..., Ayu S. Theresia Sitorus, FH UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai