Anda di halaman 1dari 8

PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014

“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA


DENGAN METODE REDUKSI
Bagus Dinda Erlangga1, Aditya Wibawa1, dan Solihin1
1
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Email: bderlangga@yahoo.com

ABSTRAK
Bijih besi merupakan bijih yang sangat penting karena mengandung unsur logam yang strategis dan
banyak digunakan di berbagai bidang industri. Pengolahan bijih besi yang berasal dari
Karangnunggal, Tasikmalaya telah dilakukan dengan proses reduksi skala laboratorium. Proses
reduksi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari parameter reduksi berupa temperatur dan
persen kadar batubara (sumber carbon) terhadap penngkatan kadar besi dalam sampel. Kenaikan
temperatur dari 700 sampai dengan 1200 oC berpengaruh peningkatan kadar besi dari 37% menjadi
52%. Persen berat batubara memperlihatkan hasil yang paling optimal pada persen berat 30% (pada
suhu 1000°C), yakni meningkatkan kadar besi hingga menjadi 65%. Selama proses reduksi, selain
reaksi reduksi bijih besi menjadi oksida besi yang lebih rendah kadar oksigennya, juga telah terjadi
perubahan struktur pada SiO2 dari kwarsa menjadi kristobalit. Peningkatan kadar hematit terhadap
kwarsa juga lebih banyak dipengaruhi oleh penurunan kadar kwarsa pada temperatur tinggi. Logam
besi mulai terbentuk pada temperatur 900 oC, dan kadar besi tersebut meningkat seiring dengan
naiknya temperatur.

Kata kunci: Bijih besi, reduksi, batubara, rekristalisasi

ABSTRACT
Iron ore is an ore that is very important because it contains of strategic elements metal and is widely
used in various industrial fields. Processing of iron ore from Karangnunggal, Tasikmalaya has been
done with laboratory scale reduction process. This reduction process aims to determine the influence
of parameters such as temperature and percent of coal content (carbon source) to the progressive
increase in the iron content in the sample. Rising temperatures from 700 to 1200°C can increase
iron content from 37% to 52%. Weight percent of coal showed the most optimal results in weight
percent 30% (at a temperature of 1000°C), which increases the iron content of up to 65%. During
the reduction process, in addition to the reduction reaction of iron ore into iron oxide which lower
oxygen levels, also have been changes in the structure of quartz into cristobalite (SiO2). Increased
content of hematite in the sample are also more affected by reduced of quartz content at high
temperatures. Ferrous metal begins to form at temperatures of 900°C, and the iron content increases
with increasing temperature.

Keywords: Iron ore, reduction, coal, recrystallization

283
ISBN: 978-979-8636-23-3

PENDAHULUAN

Bijih besi merupakan bijih yang sangat penting karena mengandung bahan baku pembuatan logam
besi yang sangat diperlukan dalam berbagai bidang (LleweUyn and Hudd, 2000; Gandy, 2007).
Tingkat pengolahan bijih besi merupakan indikator kemajuan suatu negara. Indonesia memiliki
beberapa cadangan bijih besi yang walaupun kecil tetapi cukup potensial untuk diolah menjadi besi.
Untuk mendapatkan logam besi, bijih besi yang masih merupakan campuran berbagai mineral oksida
dan silikat harus melalui proses reduksi dan smelting (Yayat Dkk, 2012; Dadang, 2009). Tahapan
yang paling krusial adalah tahapan reduksi. Keberhasilan proses produksi besi tergantung
keberhasilan proses reduksi.

Penelitian pengolahan bijih besi dengan metode reduksi ini bertujuan untuk melengkapi database
mengenai proses reduksi terhadap bijih besi yang lainnya. Untuk penelitian ini, bijih besi yang dipilih
adalah bijih besi yang berasosiasi dengan endapan mangaan yang berasal dari daerah Karangnunggal,
kabupaten Tasikmalaya.

METODE

Kerangka Pikir
Proses reduksi pada dasarnya adalah pengambilan oksigen dari mineral besi oksida oleh reduktor
tertentu. Biasanya reduktor yang digunakan adalah unsur karbon dalam batubara. Karbon bereaksi
dengan oksigen membentuk karbon monoksida yang lebih aktif dala mereduksi bijih besi. Adapun
reaksi yang berlangsung dalam proses reduksi (Dadang, 2009):

C + O2 → CO (1)
3Fe2O3 + CO → 2Fe3O4 + CO2 (2)
Fe3O4 + CO → 3FeO + CO2 (3)
FeO + CO → Fe +CO2 (4)

Karbon dalam batubara diperlukan untuk bereaksi dengan oksigen membentuk karbon monoksida.
Karbon monoksida ini secara bertahap mereduksi besi oksida. Tahapan reduksinya adalah hematit
menjadi magnetit, kemudian menjadi FeO (wustite). Dan akhirnya wustite menjadi logam besi.
Mekanisme reaksi reduksi sudah dikenal sejak lama. Mekanisme ini berhasil menerangkan proses
reduksi bijih besi konvensional seperti bijih besi dari Brazil dan Kalimantan.

284
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Percobaan
Bijih besi diperoleh dari pertambangan rakyat didaerah Karangnunggal, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sedangkan reduktor batubara diperoleh dari pertambangan batubara di Kalimantan Timur. Hasil
analisa proksimat batubara diperoleh data pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisa proksimat reduktor batubara

Variabel Persentase
Moisture 42,69%
Volatile Matter 28,80%
Ash 0,97%
Fixed Carbon 27,55%
Volatile Dry 53,13%
Ash Dry 1,62%

Sebelum dilakukan proses reduksi, ukuran partikel bijih besi diturunkan ukurannya menggunakan
jaw crusher dan ball mill. Ukuran partikel yang dituju adalah 200 mesh. Hal yang sama juga
dilakukan terhadap batubara. Selanjutnya, bijih besi dan batubara yang kemudian dicampurkan dan
dijadikan pellet dengan diameter pellet sekitar 1 cm. Tungku yang digunakan untuk proses reduksi
adalah tungku muffle. Temperatur proses bervariasi antara 700 sampai dengan 1200 oC. Waktu
reduksi ditetapkan 3 jam. Rancangan percobaan ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rancangan percobaan reduksi

Percobaan Temperatur (o C) Batubara (%)


10
20
1 1000
30
40
batubara (%) Tem peratur (o C)
700
800
2 20 900
1100
1200

Analisa terhadap sampel awal dan sampel hasil proses dilakukan menggunakan X-Ray Diffracton
(XRD), dan X-Ray Florescnece (XRF) untuk mengetahui fasa yang muncul dan komposisi kimia.

285
ISBN: 978-979-8636-23-3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisa XRF terhadap besi hasil proses reduksi diperlihatkan pada Tabel 3 dan 4. Dari Tabel

tersebut terlihat bahwa kenaikan temperatur mulai dari 700 oC sampai 1200 oC menaikan kadar besi

mulai dari 37 % hingga 52 %. Hal ini menandakan bahwa proses reduksi telah berlangsung sejak

temperatur 700 oC dan reaksi reduksi berlangsung progresif dengan naiknya temperatur. Hal ini

seiiring dengan penelitian lain mengenai reduksi bijih besi yang mengemukakan bahwa secara

teoritik reaksi reduksi telah berlangsung pada temperature 600 oC (Antam Tbk, 2013; Kunitomo,

2006). Tetapi walaupun reaksi reduksi telah dapat berlangsung pada rentang temperatur di atas,

kenaikan kadar besi tidak melonjak dengan drastis. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor kinetika

dimana reaksi pembentukan karbon monoksida berjalan lambat di dalam tungku. Kadar besi yang

didapat dari proses reduksi kemungkinan berasal dari reaksi reduksi langsung antara bijih dengan

batubara.

Tabel 3. Kadar besi (Fe) total pada berbagai temperatur proses reduksi

Temperatur (°C) ROM 700 800 900 1000 1100 1200


% Fe 37 42.862 41.669 45.503 44.818 44.247 52.615

Tabel 4. Kadar besi (Fe) total pada variasi persen berat batubara dalam proses reduksi

Batubara % massa 0% (ROM) 10% 20% 30% 40%


% Fe 37.07 44.547 44.818 65.647 41.747

Pola XRD dari sampel hasil proses reduksi diperlihatkan pada Gambar 1. Pada temperatur 700 oC

terlihat bahwa puncak intensitas yang berkorelasi dengan mineral hematit semakin kuat dibanding

dengan bijih asalnya. Di saat yang sama, puncak intensitas yang berkorelasi dengan kwarsa menurun,

dan transformasi Kristal kwarsa menjadi kristobalit pun mulai berlangsung. Puncak intensitas

hematit semakin kuat dengan naiknya temperature proses. Sementara itu, kenaikan temperatur juga

menaikan intensitas transformasi silicon dioksida dari bentuk Kristal kwarsa menjadi kristobalit.

Pada temperature 900 oC pembentukan logam besi mulai berlangsung dan semakin progresif dengan

naiknya temperature hingga 1200 oC.

286
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Gambar 1. Pola XRD dengan perbedaan temperatur reduksi

Gambar 2. Pola XRD dengan perbedaan temperatur reduksi

Pola XRD untuk perbedaan komposisi batubara terlihat hampir sama dengan hasil diatas yang
menunjukan pembentukan Fe, Peningkatan Fe 2O3 (hematit), penurunan dan perubahan silikat. Hasil

287
ISBN: 978-979-8636-23-3

overlay dari pola XRDnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Apabila dilihat dari pola XRD
diatas, komposisi batubara yang paling optimal terlihat pada komposisi 30%.

Hasil analisa kuantitatif menggunakan software siroquant terhadap pola XRD diperlihatkan pada
Gambar 3 dan 4. Seiring dengan pola XRD, jumlah hematit semakin meningkat dengan naiknya
temperatur, sementara kwarsa menurun. Kenaikan hematit disebabkan oleh turunnya kadar kwarsa
karena bertransformasi ke dalam bentuk Kristal yang lain dan atau terjadi rekristalisasi sebagian
kristal besi oksida yang non-kristalin menjadi kristalin.

70

60

50
% Kadar

40
Hematit
30
kwarsa
20
cristobalite
10

0
700 800 900 1000 1100 1200
Temperatur (°C)

Gambar 3. Analisa kuantitatif hasil XRD untuk variasi temperatur

Hasil analisa kuantitatif untuk perbedaan kadar batubara yang digunakan dapat dilihat pada Gambar
4. Pola grafik tersebut memperlihatkan kenaikan kadar hematit dan penurunan kwarsa yang paling
optimal adalah pada komposisi batubara sebesar 30%.

Gambar 4. Analisa kuantitatif hasil XRD untuk variasi komposisi batubara

288
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Untuk memperkuat data XRD, dilakukan analisa SEM pada sampel 700°C dan 1200°C. Dalam
proses reduksi ini, sebagian dari sampel sudah mengalami peleburan dan untuk unsur Fe sebagian
telah terbentuk menjadi Fe metal. Perbandingan kedua sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

700° 1200°C
30
30 µm
µm

C
Gambar 5. Hasil analisa SEM pada sampel 700°C dan 1200°C

Dari foto SEM tersebut terlihat proses reduksi dan rongga-rongga pada sampel 1200°C terlihat jelas,
ini terjadi karena adanya penggurangan oksigen didalam sampel. Sehingga Fe yang terbentuk lebih
sedikit kadar oksigennya.

KESIMPULAN

Percobaan proses reduksi terhadap bijih besi Karangnunggal, Tasikmalaya menunjukan derajat
reduksi yang meningkat seiring dengan naiknya temperatur prose s. Kadar besi dan kadar hematit
meningkat dengan naiknya temperatur. Nilai peningkatan kadar besi yang tidak begitu drastis
disebabkan oleh pembentukan karbon monoksida yang berjalan lambat di dalam tungku. Komposisi
batubara yang paling optimal didapat pada 30% batubara dari total komposisi pelet, yakni
meningkatkan kadar besi total menjadi 65,647%. Transformasi kristal kwarsa menjadi kristobalit
menyebabkan kadar kwarsa menurun dan kadar hematit meningkat. Proses reduksi sampai 1200 oC
berhasil meningkatkan kadar besi menjadi 52.6%.

DAFTAR PUSTAKA

Antam Tbk, 2013. Studi Kelayakan Proses Blast Furnace untuk Mengolah Bijih Nikel Laterit.

Dadang, H., 2009. Reduksi Bijih Besi Laterit dari Bayah Provinsi Banten dengan Reduktor Batubara,
Tugas Akhir MIPA-IPB

Gandy, D., 2007. Carbon Steel Handbook, Final Report Electric Power Research Institute

Kunitomo, K., Takamoto, Y., Fujiwara, Y., Onuma, T., 2006. Blast Furnace Iron making Process
Using Pre-reduced Iron Ore, Nippon Steel Technical Report No. 94. p 133-138.

289
ISBN: 978-979-8636-23-3

LleweUyn, D. T., Hudd, R. C., 2000. Steels: Metallurgy and Applications, Butterworth-Heinemann.

Yayat, I. S., Muhammad, A., Suharto., 2012. Study Penggunaan Reduktor pada Proses Reduksi Pellet
Bijih Besi Lampung Menggunakan Rotary Kiln, Prosiding SNaPP 3.

290

Anda mungkin juga menyukai