Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Malformasi anorektal merupakan defek kelainan kongenital akibat


gangguan perkembangan fetus selama kehamilan, dimana dapat mengenai anak
laki-laki maupun perempuan, dan meliputi bagian anus dan rektum yang tidak
berkembang dengan baik yang bahkan dapat melibatkan traktus urinarius maupun
genitalia. Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Manajemen dari
malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena akan
menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah
apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan
asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya,
diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan
dan bertambahnya pengalaman dalam manajemen, akan didapatkan dengan hasil
yang lebih baik.
Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata
dengan fistula rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula
rektovesika atau bladder neck. Pada wanita, yang tersering adalah defek
rektovestibuler, kemudian fistula kutaneusperineal. Yang ketiga yang tersering
adalah persisten kloaka. Lesi ini adalah malformasi yang berspektrum luas dimana
rektum, vagina, dan traktus urinarius bertemu dan bersatu membentuk satu
saluran. Pada pemeriksaan fisik, dapat dilihat satu lubang saja pada perineum.
Dan terletak dimana uretra biasanya ada. Pada keadaan ini, genital eksternanya
hipoplastik.
Cara berpikir dan bertindak dalam menangani malformasi anorektal
banyak berubah sejak tahun 1980-an. Douglas Stephen dan Durham Smith (1965)
(FD Stephen dan ED Smith keduanya ahli bedah anak dari Melbourne, Australia)
yang pertama menganjurkan penanganan malformasi anorektal sesuai letak ujung
atresia terhadap otot dasar panggul (levator ani), sehingga timbul pembagian
anomali tersebut menjadi supra levator, translevator dan intermediet (konsensus
international, Melbourne 1970). Alberto Pena dan de Vries (1982) (A Pena, ahli
bedah anak Mexico dan P de Vries, ahli bedah anak Kansas, USA)
memperkenalkan cara eksplorasi malformasi anorektal melalui deseksi postern
sagital mulai dari os coccygeus ke distal tanda anus melalui garis tengah. Deseksi
ini dapat memperlihatkan komponen otot dasar panggul dan juga ketiga ikat
serabut sfingter ani eksterna yang diabaikan pada metode yang terdahulu. Cara
operasi seperti ini dikenal dengan nama postero sagital anorektoplastik. Suatu
konsensus international tentang malformasi anorektal ini diadakan di Wingspread
(1984), sehingga timbul klasifikasi Wingspread yang membedakan malformasi
pada laki-laki dan wanita menjadi 2 golongan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 INSIDENSI
Insiden dari anus imperforata adalah satu dalam setiap 5.000 kelahiran
hidup,2,4,5 dengan malformasi kloaka sebesar 10%. Laki-laki (58%) lebih sering
terkena daripada perempuan (42%).2
2.2 EMBRIOLOGI
Pada minggu ketiga kehamilan, embrio terdiri dari rongga amnion dan
yolk sac dipisahkan oleh sebuah disk trilaminar terdiri dari ektoderm (sisi
ketuban), mesoderm (tengah), dan endoderm (samping yolk sac). Disk kemudian
memulai lipatan di kraniokaudal yang merupakan bagian dari endoderm ke bagian
yang akhirnya menjadi hindgut. Hindgut bergabung dengan allantois dan duktus
mesonefrik untuk membentuk kloaka. Pada akhir kloaka, endoderm dari kloaka
langsung kontak dengan ektoderm permukaan membentuk membran kloaka.
Selama pengembangan, membran ini bergerak posterior dan inferior.
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum
urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini tumbuh ke arah
kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus urogenitalis
primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur
7 minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di daerah ini
terbentuklah korpus perinealis. Membran kloakalis kemudian terbagi menjadi
membran analis di belakang, dan membran urogenitalis di depan. Sementara itu,
membran analis dikelilingi oleh tonjolan-tonjolan mesenkim, dan pada minggu
ke-8 selaput ini terletak di dasar cekungan ektoderm, yang dikenal sebagai celah
anus atau proktoderm. Pada minggu ke-9 membran analis koyak, dan terbukalah
jalan antara rektum dengan dunia luar.2,4 Malformasi anorektal terjadi ketika
proses ini gagal. Etiologi yang tepat dari kegagalan adalah saat ini tidak
diketahui.2
2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI ANOREKTUM
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ektoderm, sedangkan rektum berasal dari entoderm.1 Karena perbedaan asal anus
dan rektum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya
berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh
mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan
lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus.
Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. 1
Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik
dan peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai
persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal
pengidap karsinoma rektum, sementara fisura anus nyeri sekali. Darah vena di
atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang berasal dari
anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v.iliaka. Distribusi ini menjadi
penting dalam upaya memahami cara penyebaran keganasan dan infeksi serta
terbentuknya hemoroid. Sistem limfe dari rektum mengalirkan isinya melalui
pembuluh limfe sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke arah kelenjar limfe
paraaorta melalui kelenjar limfe iliaka interna, sedangkan limfe yang berasal dari
kanalis analis mengalir ke arah kelenjar inguinal.1
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah
ke ventrokranial yaitu ke arah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke
dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini
menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis
mukokutan, linea pektinata, atau linea dentata.1 Di daerah ini terdapat kripta anus
dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi di sini dapat
menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar
sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok
dubur dan menunjukkan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis
Hilton).1
Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter
intern dan sfingter ektern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi
sfingter intern, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis),
dan komponen M.sfingter eksternus. M.sfingter internus terdiri atas serabut otot
polos, sedangkan M.sfingter eksternus terdiri atas serabut lurik.1
Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung arteri mesenterika
inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama yaitu kiri dan kanan.1,5
Cabang yang kanan bercabang lagi. Letak ketiga cabang terakhir ini mungkin
dapat menjelaskan letak hemoroid dalam yang khas yaitu dua buah di setiap
perempat sebelah kanan dan sebuah di perempat lateral kiri.1
Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior arteri iliaka
interna, sedangkan arteri hemoroidalis inferior adalah cabang arteri pudenda
interna.1,5 Anastomosis antara arkade pembuluh inferior dan superior merupakan
sirkulasi kolateral yang mempunyai makna penting pada tindak bedah atau
sumbatan aterosklerotik di daerah percabangan aorta dan arteri iliaka.
Anastomosis tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin
pendarahan di kedua ekstremitas bawah. Pendarahan di pleksus hemoroidalis
merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari
hemoroid intern menghasilkan darah segar yang berwarna merah dan bukan darah
vena warna kebiruan.1
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan
berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya
melalui vena lienalis ke vena porta.1,5 Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan
rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rektum dapat
menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati, sedangkan embolus septik dapat
menyebabkan pileflebitis.1 Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke
dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaka interna dan sistem kava.1
Pembesaran vena hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan hemoroid.1
Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalirkan
isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus
mengalir sampai ke kelenjar limfe iliaka.1,5 Infeksi dan tumor ganas di daerah
anus dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh limfe dari rektum di
atas garis anorektum berjalan seiring dengan vena hemoroidalis superior dan
melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk
eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan anatomi saluran limfe ini.1
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan sistem parasimpatik.
Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem
parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan
keempat. Unsur simpatis pleksus ini menuju ke arah struktur genital dan serabut
otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi. Persarafan
parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan
keempat.1,5 Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta
mengendalikan ereksi dengan cara mengatur aliran darah ke dalam jaringan ini.
Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada waktu operasi radikal panggul
seperti ekstirpasi radikal rektum atau uterus, dapat menyebabkan gangguan fungsi
vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual.1
Muskulus puborektal mempertahankan sudut anorektum; otot ini
mempertajam sudut tersebut bila meregang dan meluruskan usus bila mengendur.1

2.4 PATOFISIOLOGI
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal
pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan,
muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju
rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia,
sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan
organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika), pada letak rendah fistula
menuju ke urethra (rektourethralis). Atresia anorektal terjadi karena
ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara embriologis hindgut dari
apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme pemisahan
struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau
supra levator, septum urorektal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada
suatu tempat jalan penurunannya. Urorektal dan rektovaginal bisa terjadi karena
septum urorektal turun ke bagian kaudal tidak cukup jauh, sehingga lubang paling
akhir dari hindgut ke anterior merupakan lubang akhir hindgut menuju ke uretra
atau ke vagina. Atresia rektoanal mungkin dapat meninggalkan jaringan fibrous
atau hilangnya segmen dari rektum dan anus, defek ini mungkin terjadi karena
adanya cedera vaskular pada regio ini sama dengan yang menyebabkan atresi pada
bagian lain dari usus. Anus imperforata terjadi ketika membran anal gagal untuk
hancur.
2.5 ETIOLOGI
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.1 Pada kelainan bawaan anus
umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun
demikian pada agenesis anus, sfingter intern mungkin tidak memadai.1
Kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka
menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan
perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.1 Dalam hal ini terjadi
fistel antara saluran kemih dan saluran genital. Pada kelainan rektum yang tinggi,
sfingter intern tidak ada sedangkan sfingter ekstern hipoplastik.1
2.6 KLASIFIKASI
Untuk menentukan golongan malformasi dipakai invertogram yang dapat
dibuat setelah udara yang ditelan oleh bayi telah mencapai rektum. Invertogram
adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak distal rektum terhadap tanda
timah atau logam lain pada tempat bakal anus di kulit peritoneum. Sewaktu foto
diambil, bayi diletakkan terbalik (kepala di bawah) atau tidur telungkup, dengan
sinar horizontal diarahkan ke trokanter mayor. Selanjutnya diukur jarak dari ujung
udara yang ada di ujung distal rektum ke tanda logam di perineum. Biasanya
dipakai klasifikasi Wingspread (1984) sebagai penggolongan anatomi.
Klasifikasi Wingspread1
Laki-laki Kelompok I
Kelainan Tindakan
- Fistel urin Kolostomi neonatus; operasi definitif
- Atresia rektum pada usia 4-6 bulan
- Perineum datar
- Fistel tidak ada
- invertogram: udara >1 cm dari
kulit
Kelompok II
Kelainan Tindakan
- Fistel perineum Operasi langsung pada neonatus
- Membran anal
- Stenosis anus
- Fistel tidak ada
- invertogram: udara <1 cm dari
kulit
Perempuan Kelompok I
Kelainan Tindakan
- Kloaka Kolostomi neonatus
- Fistel vagina
- Fistel anovestibuler atau
rektovestibuler
- Atresia rektum
- Fistel tidak ada
- invertogram: udara >1 cm dari
kulit
Kelompok II
Kelainan Tindakan
- Fistel perineum Operasi langsung pada neonatus
- Stenosis anus
- Fistel tidak ada
- invertogram: udara <1 cm dari
kulit

MELBOURNE membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang


melewati ischii kelainan disebut:
• Supralevator = high = letak tinggi (proximal)
 Tidak mencapai tingkat m. levator anus, dengan jarak antara ujung buntu
rektum sampai kulit perineum > 1 cm.
 Biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing (fistel rectovesical) atau
ke saluran genital (fistel rectovaginal).
 Rektum di atas Pubococcygeal line.
 Dengan fistel 90 %, tidak ada fistel 10 %.
 Fistel secara klinis : adekuat = tidak ada tanda-tanda ileus
: tidak adekuat = ada tanda-tanda ileus, distensi, tidak
BAB
♂ fistelnya rectovesical / rectourinary fistel.
♀ fistelnya rectovaginal
• Letak intermediet (sebagian translevator) : akhiran rectum terletak di m.levator
ani
• Translevator = low = letak rendah (distal)  fully translevator
 Rektum menembus m. levator anus, sehingga jarak antara kulit dan ujung
rektum paling jauh 1 cm.
 Rectum terletak di bawah garis yang melalui ischium point
(Pubococcygeal line).
 Dapat merupakan stenosis anus yang hanya membutuhkan dilatasi
membran atau merupakan membran anus tipis yang mudah dibuka segera
setelah anak lahir.
 Translevator 80 % tidak ada fistel 20 % dengan fistel >> ♀

 dengan fistel (ectopic anus) - Perempuan = anoperineal, anovalvular


- Laki-laki = noperineal, anocutaneus,
anourethral
 Pada letak rendah bisa dijumpai fistel pada rectovestibular, karena rectum
lebih ke depan mendekati vestibulum.
Klasifikasi pada anorektal menurut insidennya, antara lain:3,4
a. Yang sering pada laki-laki
1. Fistula perineum (kutaneus)
Adalah defek paling sederhana
pada kedua jenis kelamin. Bagian
terendah dari rektum terbuka pada
perineum anterior ke pusat sphincter
eksternal. Rektum yang lebih
proksimal tetap dalam otot-otot
sphincter. Sebuah Fistula rectoperineal
subepitel dapat ditemukan di sepanjang
raphe garis tengah dari pangkal skrotum atau penis. Kadang-kadang, kulit
berlebih ditemui (Bucket handle deformity). Pasien laki-laki dan
perempuan dengan fistula perineal memiliki alur garis tengah berkembang
dengan baik dan lubang anal, sakrum normal,
otot-otot sfingter yang cukup, kontur gluteus normal, dan saluran kencing
minimal dan anomali neurologis terkait.
2. Fistula rektovesika
Pada penderita dengan fistula
rektrovesika, rektum berhubungan
dengan saluran kencing pada setinggi
leher vesika urinaria.

3. Fistula rektouretra
Pada kasus fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian
bawah uretra (uretra bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat). Pada
defek ini rektum biasanya dalam kondisi menggembung/distensi. Defek ini
terletak diantara rectum dan kulit perineal dan disini juga tedapat
kompleks otot yang apabila berkontrasi akan mengangkat kulit pada anal
dimple. Daerah kulit perineum terdapat serabut-serabut yang dinamakan
parasagittal fibres dan terletak dikedua sisi garis tengah. Fistula dengan
lokasi dibawah (bulbar urethra) biasanya merupakan “good quality
muscles”. Secara umum, pasien dengan fistula bulbar memiliki mekanisme
sfingter substansial, sakrum normal, alur garis tengah menonjol, dan
lubang anal didefinisikan dengan baik. Sebaliknya, laki-laki dengan fistula
uretra rectoprostatic memiliki kontur pantat lebih datar, mekanisme
sfingter buruk, sakrum normal, dan lubang anal buruk didefinisikan.
Tetapi ada pengecualian seperti pada fistula rectoprostatic dapat dikaitkan
dengan sakrum normal, lubang anal didefinisikan, dan otot yang baik.
4. Anus imperforata tanpa fistula
Mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin. Rectum
tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas kulit
perineum. Disini banyak pasien dengan kelainan ini memiliki
perkembangan yang baik pada sacrum dan otot. Pada kasus ini fungsi GIT
baik,sehingga prognosisnya baik. Tetapi walaupun antara GIT dari GUT
terpisah tetapi ia hanya dipisahkan oleh selaput/membran yang berdinding
tipis. Kira-kira separuh dari bayi dengan kelainan ini juga memiliki
kelainan lainnya seperti Down syndrome.

5. Atresia rektum
Adalah yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomali anorektum.
Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis kelamin.
Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal
anul & anus yang normal. Merupakan kelainan yang sangat jarang, rectum
menjadi dilatasi. Antara rektum proksimal dan distal dipisahkan oleh
membran yang tipis atau jaringan ikat. Ada obstruksi sekitar 2 cm di atas
batas kulit.
b. Yang sering pada perempuan
1. Kloaka persisten
Pada kasus kloaka persisten ini,
rectum, vagina dan saluran kencing
bertemu dalam satu saluran bersama.
Perineum mempunyai satu lubang yang
terletak sedikit di belakang klitoris. Panjang
saluran umum bervariasi antara 1 sampai 10
cm. Sebuah saluran singkat biasanya
didefinisikan sebagai lebih pendek dari 3 cm, sedangkan saluran lebih dari
3 cm dianggap malformasi saluran yang panjang. Dalam situasi ini,
pemisahan dan mobilisasi dari tiga struktur,
menciptakan dua dinding dari setiap dinding
antara uretra dan vagina, serta antara vagina
dan rektum, sulit dan kemungkinan besar
membutuhkan beberapa bentuk pengganti
vagina dan kemungkinan laparotomi.
Perineum biasanya berkembang dengan baik,
dan otot, sakrum, juga persarafan yang
memadai dalam kasus saluran pendek. Sering, vagina dalam kasus kloaka
persisten bengkak dan penuh sekresi (hydrocolpos). Dalam beberapa seri,
kejadian hydrocolpos mendekati 40%. Para hydrocolpos dapat
menghambat trigonum kandung kemih dan mengganggu drainase ureter.
Selain itu, vagina dan rahim sering menderita derajat berbeda dari
pemisahan bahkan lengkap dari dua hemivaginas atau dua hemiuteruses.
Pasien dengan kloaka persisten memiliki insiden tinggi anomali terkait.
2. Fistula vestibular
Adalah defek yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum
bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit diluar selaput
dara. Pasien ini mempunyai otot, sakrum, dan lubang anal yang baik.
3. Fistula Rectoperineal
Malformasi fistula rectoperineal adalah
setara dengan fistula kulit pada laki-laki karena
hal itu juga dikelilingi oleh kulit. Anus terbuka
ke perineum anterior ke sphincter eksternal,
namun yang terbuka adalah posterior ruang
depan vagina. Pasien-pasien ini memiliki
lubang anal dan kontur pantat yang baik.
Sakrum normal, seperti adanya otot-otot levator. Rektum dan vagina juga
sangat terpisah, dan dengan demikian, tidak ada dinding yang sama
bersama.

2.7 MANIFESTASI KLINIS8


Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Perut kembung, muntah timbul kemudian.
b. Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur tinja.
c. Kejang usus.
d. Bising usus meningkat.
e. Distensi abdomen.
f. Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak fistel).
g. Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.
2.8 KOMPLIKASI8
a. Asidosis hiperkloremia
b. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
c. Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
d. Komplikasi jangka panjang :
1. Eversi mukosa anal
2. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
3. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
4. Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training
5. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
6. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
7. Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi )
2.9 DIAGNOSA
a. Anamnesa :
 Meconium tidak dijumpai dalam 24 jam.
 Perut kembung dijumpai.
 Muntah dijumpai.
b. Rectal Toucher :
 Anus tidak ada, hanya lengkungan saja (Anal dumple).
 Lihat apakah anus di tempat normal.
 Apakah kalibernya normal.
 Apakah ditemukan fistel
Kalau anak-anak : RT dengan termometer yang diberi gel ujungnya.
c. Klinis :
 Jika wanita jangan lupa melihat genitalia eksternanya (98-99% wanita
dengan Atresia Ani mempunyai fistel ke vestibulum akan keluar
mekonium).
Pada wanita juga dapat terbentuk fistel pada perineum.
 Pada wanita Atresia Ani supralevator, bila :
1. Urin bercampur mekonium.
2. hematuria
 Disebut translevator, bila :
1. Dari uretra keluar mekonium.
2. Kencingnya jernih.
3. Ada fistel ke perineum
 Pada laki-laki :
1. Jika anus kasar, banyak pigmen (hitam), translevator
Jika licin, tipis, pigmen sedikit supralevator
2. Jika waktu anak menangis/ngedan, anus menonjol translevator
Jika tidak ada yang menonjol supralevator.
d. Pemeriksaan abdomen :
Inspeksi = perut kembung/distensi.
Palpasi = distensi, nyeri tekan tidak dijumpai.
Perkusi = hipertimpani
Auskultasi = Peristaltik me↑ , metalic sound.
e. Foto Polos Abdomen :
Gambaran air fluid level dijumpai.
f. Foto invertogram (Wangensteen-Rice) dari pelvis = untuk menentukan jenis
Atresia Ani letak rendah, menengah, atau tinggi.
Syarat pembuatannya adalah :
- Setelah usia > 24 jam.
(paling cepat 18 jam, karena udara sudah sampai ke anus).
- Hip. Joint flexi maximal.
- Arah cahaya dari lateral.
- Kepala di bawah, kaki ke atas.
agar udara naik ke atas dan mekonium akan ke bawah.
Pada invertogram :
- Bila letak udara paling distal.
> 1 Cm = letak tinggi / high
< 1 cm = letak rendah / low
= 1 cm = letak intermediate / sedang
- Dibuat garis imajiner antara Pubo/Putis (tumpang tindih dengan
trochanter mayor) dengan os coccyseal, bila :
1. Ujung buntu di atas PC Line = letak rendah
2. Ujung buntu di bawah PC Line = letak tinggi
PROYEKSI PEMERIKSAAN
A. Proyeksi Wangesteen Rice
1. Posisi AP
 Untuk melihat ada tidaknya atresia ani dan untuk melihat beratnya
distensi atau peregangan usus.
 Posisi Pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala di
bawah, kaki di atas) di depan standart kaset yang telah disiapkan.
Kedua tungkai difleksikan 90 terhadap badan untuk menghindari
superposisi antara trokanter mayor paha dengan ischii. MSP tubuh
tegak lurus kaset.
 Posisi Objek : Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal
masuk dalam film. Pada daerah anus di pasang marker.
 CR: Horisontal tegak lurus kaset.
 CP: Pertengahan garis yang menghubungkan kedua trokhanter mayor.
 FFD: 90cm
 Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.

2. Posisi Lateral
 Untuk melihat ketinggian atresia ani.
 Posisi Pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala di
bawah, kaki di atas) dengan salah satu sisi tubuh bagian kiri atau
kanan menempel kaset. Kedua paha di tekuk semaksimal mungkin ke
arah perut agar bayangan udara pada radiograf tidak tertutup oleh
gambaran paha. MSP (mid sagital plane) tubuh sejajar terhadap garis
pertengahan film, MCP (mid coronal plane) tubuh diatur tegak lurus
terhadap film.
 Posisi Objek : Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal
masuk dalam film. Pada daerah anus di pasang marker.
 CR: Horisontal tegak lurus kaset.
 CP: Pada trokhanter mayor.
 FFD: 90cm
 Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.

B. Lateral Prone Cross Table


Alternatif pemeriksaan invertogram pada kasus atresia ani untuk memperlihatkan
bayangan udara di dalam colon mencapai batas maksimal tinggi/ naik di daerah
rectum bagian distal.
 Posisi Pasien : Pasien diposisikan prone.
 Posisi Objek : kedua paha ditekuk (hip fleksi), angkat bagian punggung
bayi sehingga letak pelvis lebih tinggi dan kepala/wajah lebih rendah.
Kaset pada salah satu sisi lateral dengan trokhanter mayor pada
pertengahan kaset.

Ilustrasi posisi pasien pada Lateral cross table


 CP: pada trochanter mayor menuju pertengahan kaset.
 CR: Horisontal, tegak lurus film/kaset.
 FFD: 90 cm
 Ekspose dilakukan saat bayi tidak bergerak.

Keuntungan posisi ini :


 Posisi lebih mudah.
 Waktu untuk memposisikan lebih singkat.
 Pasien lebih tenang dan nyaman.
 Udara pada rectum tampak naik dan lebih tinggi sehingga posisi ini lebih
baik.
2.10 PEMERIKSAAN
Pemeriksaan rutin dilakukan untuk mencari kelainan lain. Lebih dari 50%
penderita mempunyai kelainan kongenital lain. Yang sering ditemukan adalah
kelainan saluran genito-urinal (30%), kelainan jantung (75%), kelainan saluran
cerna misalnya atresia esofagus atau atresia duodenum, dan kelainan tulang.
Pemeriksaan khusus pada perempuan. Neonatus perempuan perlu
pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan fistel ke vestibulum atau vagina
(80-90%).
Kelompok I. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.
Evakuasi feses menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya cepat dilakukan
kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya
evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai
terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka
tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis, dan jalan cerna.
Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi.
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok
dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat
invertogram, yaitu foto Rongent diambil pada bayi letak inversi (pembalikan
posisi) sehingga udara kolon akan naik sampai ke ujung buntu rektum. Jika udara
> 1 cm dari kulit perlu dilakukan kolostomi.
Kelompok II. Lubang fistel perineum biasanya terdapat di antara vulva
dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di
posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus,
lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi
feses tidak lancar sehingga biasanya harus dilakukan terapi definitif.
Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit, dapat
segera dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada,
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
Pemeriksaan khusus pada laki-laki. Yang harus diperhatikan ialah adanya
fistel atau kenormalan bentuk perineum dan ada tidaknya butir mekonium di
urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat kelompok dengan atau
tanpa fistel urin dan fistel perineum.
Kelompok I. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
uretra eksterna, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun vesika urinaria. Cara
praktis untuk menentukan letak fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila
kateter terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel
tertutup kateter. Bila dengan kateter urine mengandung mekonium berarti fistel ke
vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi
segera. Pada atresia rektum tindakannya sama dengan pada perempuan; harus
dibuat kolostomi.
Jika tidak ada fistel dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka
perlu segera dilakukan kolostomi.
Kelompok II. Fistel perineum sama dengan pada wanita: lubangnya
terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak
bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya
dilakukan terapi definitif secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada
wanita, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1 cm
dari kulit pada invertogram, perlu juga dilakukan pertolongan bedah.1
2.11 MALFORMASI YANG TERKAIT
Sekitar 60% dari pasien dengan malformasi anorektal memiliki
malformasi lain yang terkait. Yang paling umum adalah defek saluran kemih,
yang terjadi pada sekitar 50% dari pasien. Defek tulang juga terlihat, dan sakrum
yang paling sering terlibat. Anomali sumsum tulang belakang, terutama ada yang
tersumbat, yang umum, terutama pada anak dengan lesi tinggi. Saluran
pencernaan anomali terjadi, atresia esofagus paling umum.5 Anomali jantung
dapat dicatat, dan kadang-kadang pasien datang dengan konstelasi cacat sebagai
bagian dari sindrom VACTERL ( Vertebra, Anal, Cardial, TrakeoEsofageal,
Renal, Limb).5 Banyak dari anomali asosiasi merupakan hal yang serius dan
prognosis jangka panjang dari anak dengan malformasi anorektal lebih
bergantung pada keadaan anomali yang berasosiasi ini dibandingkan dengan
malformasi anorektal itu sendiri. Jadi deteksi dini dari anomali ini sangatlah
penting. Periode embriologi pada saat ujung kaudal dari fetus berdiferensiasi (5-
24 minggu) merupakan waktu dimana sistem tubuh lainnya juga sedang
berkembang. Sehingga tidak sulit untuk membayangkan jika terjadi defek
embriologi pada waktu ini yang menyebabkan malformasi anorektal juga akan
menyebabkan insidensi yang tinggi dari anomali lainnya.
2.12 TATALAKSANA
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough,5
tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus
yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode
operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty,5, yaitu dengan cara
membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel. Dalam prosedur
ini, pasien ditempatkan dalam posisi rawan berlipat, m. levator ani dan kompleks
sfingter eksternal dibagi di garis tengah posterior, hubungan antara saluran
pencernaan dan saluran kemih dibagi, dan rektum dibawa turun setelah cukup
panjang dicapai. Otot-otot tersebut kemudian direkonstruksi dan dijahit ke
rektum.5
Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindak bedah yang disebut
diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
Pada tindak bedah plastik anorektal posterolateral yang mulai dari os
koksigis, kolostomi merupakan perlindungan semnetara. Ada dua tempat
kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi, yaitu
transversokolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang mudah dan aman
adalah stoma laras ganda.
Pada pembedahan harus diperhatikan preservasi seluruh otot dasar panggul
dan persarafannya.1
Pada laki-laki :
 Fistula Perineum
Beberapa ahli bedah memutuskan untuk tidak beroperasi pada pasien
ini. Dalam kasus, anus harus melebar untuk memungkinkan mudah melewati
kotoran, dan lubang harus berurutan dilatasi sampai ke no. 12. Tetapi,
beberapa lebih memilih untuk beroperasi pada bayi-bayi ini untuk mencapai
efek kosmetik yang lebih baik. Kami juga percaya bahwa operasi harus
dilakukan sesegera diagnosis dibuat. Kami melakukan operasi ini tanpa
kolostomi pada bayi baru lahir. Bayi ditempatkan dalam posisi tengkurap
dengan panggul ditinggikan. Hal ini wajib untuk menempatkan kateter di
uretra pasien. Komplikasi yang paling umum intra-operasi adalah cedera
uretra. Sayatan biasanya meluas sekitar 2 cm posterior lubang anus. Sayatan
posterior membagi seluruh sfingter sampai dinding rektum posterior. Dokter
bedah pertama membedah dinding rektum lateral dan akhirnya anterior.
Sementara bedah dinding rektum anterior, dokter bedah harus menempatkan
penekanan khusus dalam menghindari cedera uretra karena tidak ada
pemisahan antara rektum dan uretra. Kemudian rektum telah ditempatkan
dalam batas-batas sphincter. Batas-batas sphincter ditentukan dengan
stimulator listrik. Perineum kemudian direkonstruksi dan rektum ke tepi
posterior kompleks otot. Sebuah anoplasty dilakukan. Bayi tidak memiliki
keterbatasan pola makan apapun dan menerima antibiotik intravena untuk 24-
48 jam. Dilatasi dilakukan dua kali per hari mulai 2 minggu setelah operasi.
Para orang tua belajar untuk memajukan satu ukuran (1 mm) setiap minggu
sampai mereka mencapai ukuran memadai untuk usia pasien, dimana no. 12
untuk bayi baru lahir, no. 13 untuk anak umur 4 bulan, no. 14 untuk anak
umur 8 bulan, no. 15 untuk anak umur 1 tahun, dan no. 16 untuk pasien yang
lebih tua.
 Fistula Rektouretra
Pada pasien dengan fistula Rectourethral bulbar memiliki kesempatan
80% untuk mengontrol buang air besar pada usia 3 tahun, sedangkan pasien
fistula rectoprostatic hanya memiliki kesempatan 60%. Pasien dengan fistula
rectoprostatic memiliki insiden tinggi kejadian cacat terkait (60%)
dibandingkan dengan pasien fistula bulbar rectourethral 30%. Pada pasien
rectoprostatic memerlukan diseksi perirectal untuk memobilisasi rektum yang
terletak lebih tinggi di panggul. Operasi ini dilakukan ketika bayi berusia 4
minggu. Jika pendekatan neonatal dengan kolostomi tidak ada diupayakan,
mungkin jenis pasien untuk manajemen ini akan menjadi orang yang memiliki
kantung dubur yang terletak di bawah tulang ekor. Dengan cara itu, ahli bedah
tahu pasti bahwa, ketika ia membuka posterior sagittally, rektum yang akan
ditemukan. Para diseksi rektum distal ini harus teliti seperti yang erat melekat
pada uretra. Jika ahli bedah tidak memiliki spesifik dan dapat diandalkan
gambar yang menunjukkan rektum terletak di bawah tulang ekor, ia tidak
boleh mendekati pasien posterior sagittally tanpa kolostomi dan tanpa sebuah
colostogram distal. Para colostogram distal adalah studi yang paling berharga
dalam menentukan anatomi anorektal. Penelitian yang dilakukan pada pasien
dengan malformasi anorektal dan hanya dapat dilakukan bila pasien sudah
memiliki kolostomi. Kami telah melihat komplikasi selama kinerja OP
posterior sagital pada pasien pria, yang tidak memiliki colostogram distal.
Kami ingin melakukan sistoskopi pada semua pasien, yang membantu ahli
bedah mengkonfirmasi lokasi fistula. Sebuah kateter Foley dimasukkan dan
pasien ditempatkan dalam posisi tengkurap dengan panggul ditinggikan.
Sayatan di antara kedua gluteus, berjalan dari bagian tengah sakrum ke lubang
anal. Sayatan berjalan melalui kulit, subkutan, jaringan, serat parasagittal,
kompleks otot dan otot levator. Ketika dokter bedah berurusan dengan Fistula
bulbar rectourethral, ia mengharapkan untuk melihat sebuah rektum menonjol
begitu dia membuka levator yang otot. Dalam kasus fistula rectoprostatic,
rektum jauh lebih kecil, mungkin tidak ada tonjolan melalui sayatan, dan
dokter bedah mengharapkan untuk menemukan rektum langsung di bawah
tulang ekor. Dokter bedah tidak harus mencari rektum di bagian bawah
sayatan pada pasien dengan fistula rectoprosatic. Dokter bedah akan
menemukan uretra, vas deferens, prostat, dan vesikula seminalis dan akan
merusak saraf penting untuk kontrol kemih dan potensi seksual. Ahli bedah
harus diingat bahwa ada fasia yang menutupi rektum posterior dan lateral
yang harus dihilangkan. Diseksi rektum harus dilakukan sedekat mungkin ke
dinding rektum tanpa melukai dinding dubur itu sendiri. Dinding rektum
posterior dibuka di garis tengah. Sayatan dilanjutkan distal, tinggal di garis
tengah sambil menerapkan jahitan di tepi rektum. Traksi pada jahitan tersebut
akan memungkinkan ahli bedah untuk melihat lumen rectum. Sayatan terus,
memperluas distal di garis tengah, itu berakhir langsung ke fistula
rectourethral yang diidentifikasi biasanya sebagai lubang 1-2 mm. Diseksi
terus antara rektum dan saluran kemih sekitar 5-10 mm sampai rektum benar-
benar terpisah dari saluran kemih. Pemisahan uretra dari rektum adalah bagian
yang paling halus dari operasi. Kebanyakan merupakan komplikasi serius
yang terjadi selama ini. Dokter bedah kemudian harus mengevaluasi ukuran
rektum dan bandingkan dengan ruang yang tersedia sehingga rektum dapat
akomodasi dalam batas-batas sphincters. Perineum direkonstruksi. Tepi
posterior dari otot levator ditentukan, dan rektum ditempatkan di depan
levator tersebut. Tepi posterior dari otot levator dijahit bersama-sama. Tepi
posterior dari struktur otot dijahit bersama-sama di garis tengah. Insisi ditutup
cermat semua lapisan luka. Sebuah anoplasty dilakukan, pemotongan bagian
dari rektum yang telah rusak atau tidak memiliki suplai darah yang cukup.
 Fistula rektovesika
Tidak hanya membutuhkan pendekatan posterior sagital, tetapi juga
baik dengan laparotomi atau laparoskopi. Munculnya prosedur minimal
invasif telah diperluas untuk malformasi anorektal dan kami percaya bahwa
itu memiliki indikasi yang spesifik pada pasien yang sebelumnya diperlukan
suatu laparotomi. Dalam kasus ini, rektum dapat dipisahkan dari saluran
kemih dan tanpa laparotomi. Pasien-pasien ini, sayangnya, tidak memiliki
prognosis fungsional yang baik. Dalam pengalaman kami, hanya 15% dari
mereka memiliki gerakan usus sukarela pada usia 3 tahun. Pasien- pasien ini
memerlukan sagital posterior. Pendekatan untuk menciptakan ruang melalui
mana rektum akan ditarik ke bawah. Selama laparotomi yang atau
laparoskopi, dokter bedah harus memisahkan rektum dari saluran kemih.
Dinding antara rektum dan saluran kemih sangat pendek. Rektum
menghubungkan ke leher kandung kemih dalam "T" fashion. Operasi ini
dimulai melalui posterior sagital approach. Mekanisme sfingter dibagi di garis
tengah. Tidak ada upaya harus dilakukan untuk menemukan rektum melalui
pendekatan ini. Sebuah karet tabung ditempatkan di ruang belakang presacral
uretra. Perineum, tepi posterior otot levator serta kompleks otot yang
direkonstruksi sekitar karet tabung yang mewakili rektum. Pasien ini
kemudian berbelok ke posisi terlentang dan laparotomi dilakukan. Kandung
kemih ditarik anterior dan rectosigmoid ditemukan. Dalam cacat sangat tinggi,
rectobladderneck fistula biasanya terletak dalam 1 sampai 2 cm di bawah
refleksi peritoneal dan, oleh karena itu, pembedahan panggul yang diperlukan
untuk memobilisasi itu minimal. Ureter dan vas deferens berjalan sangat dekat
dengan rektum mendekati trigonum kandung kemih. Ini harus diingat untuk
menghindari kerusakan. Diseksi dari rectosigmoid harus dilakukan sementara.
Rektum membuka ke bladderneck dalam mode T. Ini berarti bahwa tidak ada
dinding yang sama atas fistula seperti yang dijelaskan dalam malformasi
rendah. Kaki yang terangkat dan tabung karet ditarik ke bawah, menarik
bersama rektum yang akan ditempatkan di lokasi yang diinginkan. Anoplasty
ini dilakukan seperti telah dijelaskan sebelumnya dan perut ditutup.
 Anus imperforata Tanpa Fistula
Teknik untuk memperbaiki kelainan ini belum tentu lebih sederhana
daripada fistula rectourethral karena rektum melekat pada uretra posterior.
Dokter bedah harus membuka dinding rektum posterior dan masih harus
membuat bidang diseksi antara dinding anterior rektal dan uretra, manuver
diseksi yang membutuhkan kecermatan.3
Pada perempuan :
 Fistula rektoperineal
Pasien ditempatkan dalam posisi tengkurap dengan panggul
ditinggikan. Beberapa jahitan ditempatkan di lokasi sekitar fistula. Sayatan
sekitar 1,5-2 cm, pembedahan posterior rektum seperti sebelumnya dijelaskan
dalam kasus fistula perineum pada pria. Perineum direkonstruksi dan rektum
ke tepi posterior kompleks otot. Anoplasty dilakukan. Pemberian antibiotik
untuk 48 jam.
 Fistula rektovestibuler
Fitur anatomi yang paling penting yang harus diakui oleh dokter bedah
adalah bahwa rektum dan vagina berbagi dinding yang sama panjang yang
harus dipisahkan, dalam rangka untuk memobilisasi rektum dan
meletakkannya di tempat yang tepat. Kami percaya bahwa sebagian besar
komplikasi dari pengobatan malformasi ini berasal dari kurangnya pemisahan
kedua struktur, atau pemisahan yang rusak dari kedua struktur.
Pasien-pasien ini juga ditempatkan di posisi tengkurap dengan panggul
ditinggikan. Sayatan berjalan biasanya dari tulang ekor ke situs fistula. Sekali
lagi, beberapa jahitan ditempatkan secara melingkar di pembukaan fistula.
Identifikasi dinding rektum posterior, dan kemudian menghilangkan fasia
yang meliputi rektum. Diseksi kemudian terus lateral. Tujuan dari diseksi ini
adalah untuk membuat dua dinding dari satu. Setelah rektum telah sepenuhnya
dipisahkan dari vagina, dokter bedah menentukan batas-batas sphincter dan
merekonstruksi perineum, menyatukan anterior batas sphincter. Rektum
kemudian ditempatkan dalam batas-batas sfingter serta kompleks otot hanya
bagian bawah levator karena sayatan agak terbatas dalam operasi ini. Rektum
ke tepi posterior kompleks otot dan anoplasty ini dilakukan seperti kita bahas
di kasus sebelumnya.
 Kloaka persisten
Pasien ditempatkan dalam posisi tengkurap dengan panggul ditinggikan
dan sayatan berjalan dari bagian tengah sakrum sampai ke lubang perineal
tunggal. Selama bertahun-tahun, cara kita diperbaiki terdiri dari memisahkan
rektum dari vagina dan kemudian memisahkan vagina dari saluran kemih,
merekonstruksi apa yang digunakan untuk menjadi saluran sebagai neourethra
dan kemudian menempatkan vagina di belakang neourethra dan rektum dalam
batas-batas mekanisme sfingter. Teknik variasi ini disebut mobilisasi
urogenital total. Rektum dipisahkan dari vagina dengan cara yang sama seperti
dalam kasus fistula rectovestibular. Setelah kita mengekspos malformasi,
beberapa jahitan ditempatkan di tepi saluran dan tepi dinding vagina.
Kemudian uretra dan vagina bersama-sama dimobilisasi apa yang kita sebut
urogenital mobilisasi total. Jahitan ditempatkan dalam mode melintang
mengambil mukosa dari 5 mm proksimal saluran ke klitoris dan kemudian
seluruh saluran dibagi ketebalan, diseksi antara pubis dan saluran. Mencapai
bagian atas simfisis dan di sana dapat mengidentifikasi struktur berserat
avascular yang memperbaiki struktur genitourinari ke panggul. Tujuan dari
mobilisasi ini adalah untuk memindahkan apa yang digunakan menjadi meatus
uretra semua jalan ke bawah, untuk ditempatkan tepat di belakang klitoris.
Vagina turun bersama-sama dengan uretra dan tepi vagina dijahit ke kulit
perineum membentuk labia baru. Rekonstruksi ini dilakukan dan dijahit.
Perbaikan pasien yang menderita cloaca dengan saluran (> 3 cm) merupakan
tantangan teknis dan membutuhkan banyak pengalaman dalam pengelolaan
kasus ini. Jika saluran umum adalah lebih dari 5 cm, kami sarankan membuka
perut langsung di garis tengah karena dalam kasus tertentu, rektum dan vagina
lebih mudah diakses melalui perut. Jika saluran antara 3 dan 5 cm, ahli bedah
dapat membuka posterior sagittally, masih akan menemukan vagina dan dapat
mencoba untuk memperbaiki dengan melakukan mobilisasi urogenital total.
Jika Total urogenital mobilisasi terbukti tidak cukup untuk memperbaiki
kelainan maka operasi harus diselesaikan melalui suatu laparotomi. Pemisahan
dari rektum dari vagina tidak sulit karena mirip dengan apa yang kita
dijelaskan dalam pemisahan dari rektum dengan leher kandung kemih pada
pasien laki-laki. Di sisi lain, pemisahan vagina dari saluran kemih dalam kasus
kloaka dengan saluran yang panjang adalah manuver sangat halus yang
membutuhkan keahlian dan kemahiran. Setelah vagina telah benar-benar
terpisah, yang merupakan manuver yang mungkin memakan waktu beberapa
jam, ahli bedah kemudian harus membuat keputusan penting
mempertimbangkan cara untuk memperbaiki vagina. Pada pemisahan vagina
dari saluran kemih harus dilakukan dengan kandung kemih terbuka di garis
tengah dan dengan kateter saluran kemih. Ureter berjalan melalui dinding yang
memisahkan vagina dari kandung kemih dan karenanya, ahli bedah harus siap
untuk menghadapi kenyataan bahwa mungkin ureter tepat di bidang
pemisahan. Setelah vagina dipisahkan, ahli bedah harus mengevaluasi ukuran
dari vagina dimobilisasi dan panjang yang dibutuhkan untuk membawa vagina
bawah. Ini mungkin bahwa pasien memiliki vagina yang sangat besar yang
mencapai perineum.3
2.13 PROGNOSIS
Prognosis tergantung fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rektum, dan kekuatan kontraksi
otot sfingter pada colok dubur.1
Fungsi kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau
sensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan
mental penderita.1,
BAB III
KESIMPULAN

Malformasi anorektal merupakan defek kelainan kongenital akibat


gangguan perkembangan fetus selama kehamilan, dimana dapat mengenai anak
laki-laki maupun perempuan, dan meliputi bagian anus dan rektum yang tidak
berkembang dengan baik yang bahkan dapat melibatkan traktus urinarius maupun
genitalia. Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum
anorektal pada kehidupan embrional.
Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata
dengan fistula rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula
rektovesika atau bladder neck. Pada wanita, yang tersering adalah defek
rektovestibuler, kemudian fistula kutaneusperineal. Yang ketiga yang tersering
adalah persisten kloaka. Lesi ini adalah malformasi yang berspektrum luas dimana
rektum, vagina, dan traktus urinarius bertemu dan bersatu membentuk satu
saluran.
Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut perut
kembung, muntah timbul kemudian, cairan muntah mula-mula hijau kemudian
bercampur tinja, kejang usus, bising usus meningkat, distensi abdomen, keluar
mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak fistel), dan
mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.
Pemeriksaan penunjang dengan foto invertogram (Wangensteen-Rice) dari
pelvis untuk menentukan jenis Atresia Ani letak rendah, menengah, atau tinggi.
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan
atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini
banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.
Kini diperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan
pemotongan fistel.
Prognosis tergantung fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rektum, dan kekuatan kontraksi
otot sfingter pada colok dubur
DAFTAR PUSTAKA

1. de Jong, Wim. ; Sjamsuhidajat, R. : Usus halus, apendiks, kolon, dan


anorektum. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : EGC.
2005 : 664-670.
2. Almond, P. Stephen. : Anorectal Malformations. in : Arensman, Robert
M.; Bambini, Daniel A.; Almond, P. Stephen.; Pediatric Surgery.
Georgetown : Landes Bioscience. 2000 : 366-371.
3. Peña, Alberto.; Levitt, Marc A. : Anorectal Anomalies. in : Puri, P.;
Hollwarth, M.; Pediatric Surgery. New York : Sringer. 2006 : 289-312.
4. Paidas, Charles N.; Levitt, Marc A.; Alberto. : Rectum and Anus. in :
Oldham, Keith T.; Colombani, Paul M.; Foglia, Robert P.; Skinner,
Michael A.; Principles and Practice of Pediatric Surgery, 4th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2005 : 1396-1435.
5. Dunn, Kelli M. Bullard.; Rothenberger, David A. : Colon, Rectum, and
Anus. in : Brunicardi, F. Charles.; Andersen, Dana K.; Billiar, Timothy R.;
Dunn, David L.; Hunter, John G.; Matthews, Jeffrey B.; Pollock, Raphael
E.; Schwartz's Principles of Surgery, 9th edition. The McGraw-Hill
Companies. 2010 : 1015-1070.

Anda mungkin juga menyukai