Ca Rectal
Ca Rectal
CA RECTI
A. Definisi
C. Angka kejadian
Insidensi kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang
muda. Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di Negara barat, perbandingan insiden
pria : wanita = 3 : 1 dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan
13
penyakit orang usia lanjut. Pada tahun 2002 kanker kolorektal berada pada peringkat
kedua pada kasus kanker yang dialami oleh pasien pria setelah kanker paru pada urutan
pertama, sedangkan pada pasien wanita kanker kolorektal berada pada urutan ketiga setelah
kanker payudara dan kanker leher rahim. 12. Histopatologis dari kanker kolorektal sebesar
96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4%
epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma, sedangkan untuk lokasinya, sebagian
besar terdapat di rektum (51,6%), diikuti oleh kolon sigmoid (18,8%), kolon descendens
(8,6%), kolon transversum (8,06%), kolon ascendens (7,8%), dan multifokal (0,28%).
D. Klasifikasi
E. Berdasarkan klasifikasi Dukes
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu pada
mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis
dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar
dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak
menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar
kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer
G. Etiologi
Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rectum sama
seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Faktor predisposisi
munculnya karsinoma rektum adalah polyposis familial, defisiensi Imunologi, kolitis
ulseratifa, granulomartosis dan Kolitis. Faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin
berkaitan adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein
hewani dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.15
Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet rendah
serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan perubahan
degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari
zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang
berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses
meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus
bertambah lama.
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor risiko telah
teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada keluarga, riwayat penyakit
usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan daging serta rendah serat.
Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding
dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.
Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip
(adenoma) dapat menjadi kanker.
Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit
Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar
Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal
dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan
riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai
tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika Anda mempunyai riwayat
kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinan Anda terkena penyakit ini
lebih besar, khususnya jika saudara Anda terkena kanker pada usia muda.
Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang
tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang
lebih besar terkena kanker colorectal.
Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih
tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah
usia 50 tahun ke atas.
H. Patofisiologi
Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami regenerasi
setiap 6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi perubahan genetik yang
mengganggu proses differensiasi dan maturasi dari sel-sel tersebut yang dimulai dengan
inaktivasi gen adenomatous polyposis coli (APC) yang menyebabkan terjadinya replikasi
tak terkontrol. Peningkatan jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan
menyebabkan terjadinya mutasi yang akan mengaktivasi K- ras onkogen dan mutasi gen
p53, hal ini akan mencegah terjadinya apoptosis dan memperpanjang hidup sel.
Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan
epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta
merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat
terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).
Tumor yang berupa massa polipoid besar, tumbuh ke dalam lumen dan dengan cepat
meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular. Lesi anular lebih sering terjadi
pada bagian rektosigmoid, sedangkan polipoid atau lesi yang datar lebih sering terdapat
pada sekum dankolon asendens.Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara
yaitu :a. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam
kandung kemih. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolonc.
Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke systemportal.d.
Penyebaran secara transperitoneale. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi
drain.Adenokarsinoma secara jalur APC (adenomatous polyposis coli) melibatkan
beberapamutasi genetik, dimulai dengan inaktivasi dari gen APC, yang memungkinkan
replikasiseluler di bawah permukaan dinding. Dengan peningkatan pembelahan sel, terjadi
mutasilebih lanjut, mengkibatkan aktivitas dari onkogen K-ras pada tahap awal dan mutasi
padatahap-tahap selanjutnya. Kerugian kumulatif ini dalam fungsi gen supresor tumor
mencegahapoptosis dan memperpanjang umur sel tanpa batas. Jika mutasi APC
diwariskan, akanberakibat pada sindrom poliposis adenomatosa kekeluargaan
(Leggett, 2001). Secarahistologis, adenoma diklasifikasikan dalam tiga kelompok :
tubular, tubulovillous, danvillous adenoma. Mutasi K-ras dan ketidak stabilan mikrosatelit
telah diidentifikasi dalamhiperplastik polip. Oleh karena itu, hiperplastik polip mungkin
juga memiliki potensi ganasdalam berbagai derajat
I. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segar maupun yang berwarna hitam.
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat
BAB
Feses yang lebih kecil dari biasanya
Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh
pada perut atau nyeri
Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Mual dan muntah,
Rasa letih dan lesu
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada
daerah gluteus.
J. Pemeriksaan penunjang
Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker rektum, antara lain:
1. Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika
ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan. Secara
patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90
sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa,
carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.2
2. Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA 242, CA 19-
9 , uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan di jaringan.18,22,23
3. Digital rectal examination atau biasa disebut rectal touche (colok dubur). Sekitar 75%
karsinoma rekti dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal. Pemeriksaan dengan rektal
touche akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, massa akan teraba
keras dan menggaung.17
Gambar 9. Colok dubur pada karsinoma rekti
sigmoidoskopi
b. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa
kolon dan rectum Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip
dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar
94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.2
Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol
perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat
aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya
muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat
berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut
divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,
striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi
daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi diagnostik. 18
Kolonoskopi
K. Penatalaksanaan medis
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah terapi
standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar untuk
kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
1) Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama
untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium
III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam
metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-
surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi
sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada
kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II
dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun
sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien
masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk
membunuh sel kanker yang tertinggal.
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :
Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika
kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan
polypectomy.
Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.
Gambar Reseksi dan Anastomosis
2) Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III
lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan
pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan
untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui
pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama
ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan
setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal
di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan
metastasis jauh, radiesi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis
tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi
paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable
3) Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),
dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau
tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III). terapi
standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin
dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti
metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole,
(meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol
ini menurunkan angka kekambuhan kira – kira 15% dan menurunkan angka
kematian kira – kira sebesar 10%.
B. Prognosis
Stadium I - 72%
Stadium II - 54%
Stadium III - 39%
Stadium IV - 7%
De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media Aesculapius. Jakarta