Anda di halaman 1dari 40

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN VIROLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN LENGKAP

KLT BIOAUTOGRAFI

OLEH :

KELOMPOK 6

ADITYA PRASETYO S.R N111 16 528

NUR AFNI ULFAH N111 16 064

MARIA TANDIARRANG N111 16 055

ISVI NUR AULIA N111 16 509

LUTHFIYAH SYAM P N111 16 518

GOLONGAN SABTU SIANG

ASISTEN : IRMAWATI

MAKASSAR

2017
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki ribuan jenis tumbuhan yang tersebar di berbagai


daerah, di mana keanekaragaman hayati yang ada tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat modern dan tradisional.
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan memakai obat tradisional
untuk mengobati berbagai macam penyakit. Semakin mahalnya harga
obat modern dipasaran merupakan salah satu alasan untuk menggali
kembali penggunaan obat tradisional. Banyak jenis tanaman obat di
Indonesia yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat, sebagian
spesies tanaman tersebut bahkan telah diuji secara klinis kandungan
fitokimia, khasiat dan keamanan penggunaannya (1).
Tanaman yang diketahui mempunyai khasiat diantaranya yaitu
tanaman jambu biji ( Psidium guajava L) dan tanaman mengkudu (
Morinda citrifolia L). Tanaman jambu biji ( Psidium guajava L) merupakan
tanaman dari familia Myrtaceae. Senyawa yang terkandung dalam daun
jambu biji( Psidium guajava L folium ) yaitu senyawa polifenol, karoten,
flavonoid, saponin dan tannin (2) . Tanaman daun mengkudu ( Morinda
citrifolia L) mengandung senyawa antrakuinon yang berfungsi sebagai
anti bakteri dan anti kanker (3).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi suatu
senyawa anti mikroba yaitu KLT Bioautografi. Bioautografi adalah suatu
metode pendeteksian untuk menemukan suatu senyawa antimikroba yang
belum teridentifikasi dengan cara melokalisir aktivitas antimikroba tersebut
pada suatu kromatogram. Metode ini memanfaatkan pengerjaan
kromatografi lapis tipis (KLT) (4) .
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang timbul adalah
bagaimana cara mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam
ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava folium ) dan daun mengkudu (
Morinda citrifolia folium) menggunakan metode KLT Bioautografi. Oleh
karena itu maka dilakukanlah praktikum ini untuk mengidentifikasi aktivitas
senyawa antimikroba yang terdapat dalam ekstrak daun jambu biji (
Psidium guajava folium) dan daun mengkudu ( Morinda citrifolia folium)
menggunakan KLT bioautografi terhadap mikroba uji Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Bacillus subtilis.

l.2 Maksud dan Tujuan Percobaan


l.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara mengidentifikasi senyawa
antimikroba dari ekstrak tanaman dengan cara melokalisir aktivitas
senyawanya menggunakan KLT Bioautografi.

l.2.2 Tujuan Percobaan


Mengidentifikasi komponen senyawa antimikroba yang terkandung
dalam ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava folium) dan daun
mengkudu ( Morinda citrifolia folium) yang memiliki aktivitas antimikroba
terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, pseudomonas
aeruginosa, Bacillus subtilis dengan menggunakan metode KLT
Bioautografi.

l.3 Prinsip Percobaan


l.3.1 Ekstraksi
Pengekstraksian sampel daun mengkudu ( Morinda citrifolia folium)
dengan metode maserasi menggunakan larutan penyari etanol 96%
didiamkan selama 3 hari sambil sesekali diaduk kemudian diuapkan
hingga diperoleh ekstrak kental.

Pengekstraksian sampel daun jambu biji ( Psidium guajava folium)


dengan metode maserasi menggunakan larutan penyari metanol
didiamkan selama 3 hari sambil sesekali diaduk kemudian diuapkan
hingga diperoleh ekstrak kental.

l.3.2 Skrining
Penentuan daya hambat ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava
folium ) dan daun mengkudu ( Morinda citrifolia folium ) terhadap bakteri
uji Staphylococcus aureus, Escherichia coli, pseudomonas aeruginosa,
Bacillus subtilis yang diinokulasikan kedalam medium Nutrien Agar
menggunakan metode difusi agar dan paper disk kemudian diinkubasi 1 x
24 jam pada suhu 37°C dan diamati zona hambat yang terbentuk.

l.3.3 KLT Bioautografi


l.3.3.1 Metode Kontak
Penentuan daya hambat ekstrak daun mengkudu ( Morinda citrifolia
folium ) terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Bacillus subtilis menggunakan metode kontak yaitu lempeng
yang telah dielusi diletakkan terbalik diatas medium yang telah
diinokulasikan bakteri uji kemudian dinginkan selama 15-30 menit pada
suhu, setelah itu keluarkan lempeng dan diinkubasi selama 1x24 jam pada
suhu 37°C dan diamati zona hambat yanag terbentuk.

Penentuan daya hambat ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava


folium ) terhadap bakteri Escherichia coli menggunakan metode kontak
yaitu lempeng yang telah dielusi diletakkan terbalik diatas medium yang
telah diinokulasikan dengan bakteri uji kemudian dinginkan selama 15-30
menit pada suhu, setelah itu keluarkan lempeng dan diinkubasi selama
1x24 jam pada suhu 37°C dan diamati zona hambat yanag terbentuk.

l.3.3.2 Metode Celup


Penentuan daya hambat ekstrak daun mengkudu ( Morinda citrifolia
folium ) terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Bacillus subtilis menggunakan metode celup yaitu lempeng
yang telah dielusi diletakkan diatas medium kemudian ditambahkan seed
layer dan diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37°C diamati zona
hambat yanag terbentuk.

Penentuan daya hambat ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava


folium ) terhadap bakteri Escherichia coli menggunakan metode celup
yaitu, lempeng yang telah dielusi diletakkan diatas medium kemudian
ditambahkan seed layer dan diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37°C
dan diamati zona hambat yanag terbentuk.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 URAIAN UMUM


II. 1.1 Klasifikasi Tanaman
1. Klasifikasi jambu biji (Psidium guajava L.)
Menurut ( Parimin, 2005) kedudukan toksonomi jambu biji (Psidium
guajava L) sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyte
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.

(Sumber : Cahyono,Bambang. 2010)


2. Klasifikasi mengkudu (Morinda citrifolia L.)
Menurut (Djauhariya 2003) kedudukan toksonomi mengkudu (Morinda
citrifolia L ) sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Tpermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia L.

( Sumber: Bangun,A.P dan Saworno,B.2002)

II. 1. 2 Morfologi dan Deskripsi Tanaman


a) Morfologi jambu biji ( Psidium guajava L)
Tanaman jambu biji ( Psidium guajava L) merupakan
tanaman buah yang populer dan dikenal banyak masyarakat.
Tanaman jambu biji (Psidium guajava L ) bukan merupakan
tanaman asli Indonesia. Tanaman ini pertama kali ditemukan di
Amerika Tengah oleh Nikolai Ivanovich Vavilov saat melakukan
ekspedisi ke beberapa negara di Asia, Afrika, Eropa, Amerika
Selatan, dan Uni Soviet antara tahun 1887-1942. Seiring dengan
berjalannya waktu, jambu biji menyebar di beberapa negara
seperti Thailand, Taiwan, Indonesia, Jepang, Malaysia, dan
Australia (11).
Jambu biji (Psidium guajava L ) merupakan tumbuhan perdu
dengan tinggi 5-10 m, batang berkayu, kulit batang licin,
mengelupas, bercabang, dan berwarna cokelat. Merupakan daun
tunggal, berbentuk bulat telur, ujung tumpul, pangkal membulat,
tepi rata berhadapan, petulangan daun menyirip berwarna hijau
kekuningan. Bunganya termasuk bunga tunggal, terletak di ketiak
daun, bertangkai, kelopak bunga berbentuk corong. Mahkota
bunga berbentuk bulat telur dengan panjang 1,5 cm, benang sari
pipih berwarna putih atau putih kekuningan. Berbuah buni,
berbentuk bulat telur, dan bijinya kecilkecil dan keras (11).
Daun jambu biji (Psidium guajava L ) berbentuk bulat
panjang, bulat langsing, atau bulat oval dengan ujung tumpul atau
lancip. Warna daunnya beragam seperti hijau tua, hijau muda,
merah tua, dan hijau berbelang kuning. Permukaan daun ada
yang halus mengilap dan halus biasa. Tata letak daun saling
berhadapan dan tumbuh tunggal. Panjang helai daun sekitar 5-15
cm dan lebar 3-6 cm. Sementara panjang tangkai daun berkisar 3-
7 mm (11).
b) Morfologi tanaman mengkudu ( Morinda citrifolia L)
Tanaman mengkudu ( Morinda citrifolia L) adalah salah satu
tanaman yang sudah dimanfaatkan sejak lama hampir di seluruh
belahan dunia.Di negeri Cina, laporan-laporan mengenai khasiat
tanaman mengkudu telah ditemukan pada tulisan-tulisan kuno
yang dibuat pada masa dinasti Han sekitar 2000 tahun lalu. Di
Hawaii, mengkudu malah telah dianggap sebagai tanaman suci
karena ternyata tanaman ini sudah digunakan sebagai obat
tradisional sejak lebih dari 1500 tahun lalu. Mengkudu telah
diketahui dapat mengobati berbagai macam penyakit, seperti
tekanan darah tinggi kejang, obat menstruasi, artistis, kurang
nafsu makan, artheroskleorosis, gangguan saluran darah, dan
untuk meredakan rasa sakit (12).
Tanaman mengkudu ( Morinda citrifolia L) merupakan
tanaman tahunan yang berbentuk perdu, dengan ketinggian
antara 3-8 m, batang tanaman keras dan berkayu yang tumbuh ke
atas serta mempunyai banyak percabangan. Daunnya besar dan
tunggal. Daun kebanyakan bersilang berhadapan, bertangkai,
bulat telur lebar hingga bentuk elips, kebanyakan dengan ujung
runcing, sisi atas hijau tua mengkilat, sama sekali gundul, 5-17
cm. Daun penumpu bentuknya bervariasi, kadang bulat telur,
bertepi rata, hijau kekuningan, gundul, dengan panjang 1,5 cm,
dibawah karangan bunga selalu cukup tinggi dan tumbuh menjadi
satu. Peruratan daun menyirip.Daun \ mengkudu dapat dimakan
sebagai sayuran.Nilai gizinya tinggi karena banyak mengandung
vitamin A (12).
II. 1. 3 Kandungan Kimia Tanaman
1. Kandungan kimia jambu biji ( Psidium guajava L)
Daun jambu biji ( Psidium guajava L folium) banyak mengandung
senyawa aktif seperti alkaloid, saponin, tannin, minyak atsiri, flavonoid,
dan polifenol. Diketahui bahwa senyawa seperti phenolic, terpenoid,
flavonoid, dan alkaloid memilki aktivitas juvenil hormone sehingga
memiliki pengaruh pada perkembangan serangga.
Saponin termasuk ke dalam senyawa terpenoid. Aktivitas saponin
ini di dalam tubuh serangga adalah mengikat sterol bebas dalam saluran
pencernaan makanan dimana sterol itu sendiri adalah zat yang berfungsi
sebagai prekursor hormon ekdison, sehingga dengan menurunnya
jumlah sterol bebas dalam tubuh serangga akan mengakibatkan
terganggunya proses pergantian kulit (moulting) pada serangga. Saponin
memiliki efek lain menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa
tractus digestivus larva sehinga dinding tractus digetivus larva menjadi
korosif.
Flavonoid merupakan senyawa kimia yang memiliki sifat
insektisida. Flavonoid menyerang bagian saraf pada beberapa organ
vital serangga sehingga timbul suatu perlemahan saraf, seperti
pernapasan dan menimbulkan kematian. Tannin akan menghambat
masuknya zat-zat makanan yang diperlukan oleh serangga, sehingga
kebutuhan nutrisi serangga tidak terpenuhi (13).

2. Kandungan Kimia Mengkudu ( Morinda citrifolia L )


Sebanyak 160 senyawa kimia pada buah mengkudu telah
diidentifikasi. Diantaranya sejumlah seronin, skopoletin, proseronin,
proseronase, damnacantal, asam amino, enzim alkaloid. Buah
mengkudu mengandung beberapa zat antibakteri seperti aspelurosid,
akubin, alizarin, dan beberapa zat antrakuinon. Sebagian besar senyawa
ini telah diisolasi dan diidentifikasi melalui spektroskopi NMR dan
spektrometri massa sementara spektrometri massa kromatografi gas
yang digunakan terutama dalam identifikasi asam lemak. Mengkudu juga
terdiri atas berbagai zat nutrisi seperti protein, vitamin serta mineral
seperti magnesium, besi, dan fosfat yang memiliki efek anti oksidan.
Kandungan lainnya yaitu asam karbonat sebagai sumber vitamin C dan
anti oksidan dan juga berperan dalam mekanisme pertahanan terhadap
mikroorganisme. Skolopetin juga terdapat pada mengkudu dan berfungsi
sebagai anti peradangan dan anti alergi. Selain beberapa senyawa
tersebut, senyawa yang merupakan anti oksidan primer adalah tanin dan
flavonoid yang tergolong senyawa fenolik (13).
II. 1. 4 Manfaat Tanaman
1. Manfaat tanaman jambu biji ( Psidium guajava L )
Daun jambu biji ( Psidium guajava folium ) ternyata memiliki khasiat
tersendiri bagi tubuh kita, baik untuk kesehatan ataupun untuk obat
penyakit tertentu. Dalam penelitian yang telah dilakukan ternyata daun
jambu biji memiliki kandungan yang banyak bermanfaat bagi tubuh kita.
Diantaranya, anti inflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik.
Pada umumnya daun jambu biji (P. Guajava L.) digunakan untuk
pengobatan seperti diare akut dan kronis, perut kembung pada bayi dan
anak, kadar kolesterol darah meninggi, sering buang air kecil, luka,
sariawan, larutan kumur atau sakit gigi dan demam berdarah.9
Berdasarkan hasil penelitian, telah berhasil diisolasikan suatu zat
flavonoid dari daun jambu biji yang dapat memperlambat penggandaan
(replika) Human Immunodeficiency Virus (HIV) penyebab penyakit AIDS.
Zat ini bekerja dengan cara menghambat pengeluaran enzim reserved
transriptase yang dapat mengubah RNA virus menjadi DNA di dalam
tubuh manusia (13).
2. Manfaat Tanaman Mengkudu ( Morinda citrifolia L)
Mengkudu ( Morinda citrifolia L ) memiliki banyak zat aktif yang
sangat berkhasiat dalam mencegah dan mengatasi berbagai penyakit.
Berikut adalah kandungan senyawa berkhasiat yang terdapat dalam
mengkudu :
a) Zat Nutrisi
Secara keseluruhan mengkudu ( Morinda citrifolia L )
merupakan buah makanan bergizi lengkap. Zat nutrisi yang
dibutuhkan tubuh, seperti protein, vitamin, dan mineral penting
tersedia dalam jumlah cukup pada buah dan daun mengkudu
merupakan antioksidan yang kuat. Dari hasil analisa komposisi
nutrisi jus mengkudu yang tidak difermentasi, diketahui bahwa
kandungan materi kering mencapai 10%.
b) Senyawa Terpenoid
Senyawa terpenoid adalah senyawa hidrokarbon isometrik
yang juga terdapat pada lemak atau minyak esensial (essential
oils), yaitu sejenis lemak yang sangat penting bagi tubuh. Zat-zat
terpenoid membantu tubuh dalam proses sintesa organik dan
pemulihan sel-sel tubuh.
c) Zat Anti-bakteri
Zat Antibakteri yang terdapat dalam mengkudu ( Morinda
citrifolia L ) antara lain Acubin, Asperuloside, Alizarin dan
beberapa zat Antraquinon telah terbukti sebagai zat anti bakteri.
Zat-zat yang terdapat di dalam buah mengkudu telah terbukti
menunjukkan kekuatan melawan golongan bakteri infeksi:
Pseudonmonas aeruginosa, Proteus morganii, Staphylococcus
aureus, Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Zat anti-bakteri
dalam buah mengkudu ( Morinda citrifolia L ) dapat mengontrol
dua golongan bakteri yang mematikan (patogen), yaitu Salmonella
dan Shigella.Penemuan zat-zat anti bakteri dalam sari buah
mengkudu ( Morinda citrifolia L ) mendukung kegunaannya untuk
merawat penyakit infeksi kulit, pilek, demam dan berbagai
masalah kesehatan yang disebabkan oleh bakteri.
Zat antrakuinon merupakan senyawa fenolik yang bekerja
seperti zat fenol sebagai antibakteri yang menghambat
perkembangan bakteri dengan denaturasi protein. Ini berarti zat
antrakuinon akan menghalangi proses penyebarannya menuju sel
rentan, seolah olah dikarantinakan hingga bakteri itu mati
bersama dengan sel yang terinfeksi. Dan ada pula zat yang
disebut dengan alkaloid yang mekanisme kerjanya serupa
dengan antrakuinon sebagai antibakteri, ia mengganggu
komponen susunan peptidoglikan pada sel bakteri sehingga
lapisan dinding sel bakteri tidak berbentuk dalam penyebabkan
kematian sel. Peptidoglikan merupakan komponen utama pada
dinding sel bakteri yang bersifat kaku dan memiliki peran penting
dalam menjaga keutuhan sel dan tidak membentuknya jika ini
terjadi sel bakteri tidak akan berkembang sempurna dan mudah
utuk diserang oleh antibakteri(14).
II.2 URAIAN KLT
II. 2.1 Kromatografi Lapit Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasE diam berupa plat dengan lapisan bahan
adsorben inert, KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT
sering digunakan untuk identifikasi awal. KLT termasuk kategori
kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik
penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan
senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida dan hidrokarbon
yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. Prinsip KLT adalah
adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada permukaan
sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang
ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan (5).
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupaka penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 𝜇𝑚. Semakin kecil
ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran
fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal ini esensi dan
resolusinya. Karena adanya perbedaan daya serap absorben terhadap
senyawa, maka senyawa akan bergerak dengan kecepatan berbeda. Hal
ini yang menyebabkan terjadinya pemisahan. Memilih pelarut untuk
kromatografi lapis tipis dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering kita
mencoba-coba saja karena waktu yang diperlukan sebentar. Sistem yang
paling sederhana adalah campuran pelarut organik yang dipakai untuk
memisahkan molekul yang mempunyai satu atau dua gugus fungsi.
Berikut beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:
a) Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena
KLT merupakan teknik yang sensitif.
b) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga
Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
c) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti
silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi
solut yang berarti juga menetukan nilai Rf. Penambahan pelarut
yang bersifar sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non
polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara
signifikan.
d) Solur-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan
campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan
metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam
etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut
yang bersifat basa dan asam.
Pada umumnya sebagai fase diam digunakan silika gel. Untuk
penggunaan dalam suatu tipe pemisahan perbedaan tidak hanya pada
struktur, tetapi juga pori-porinya dan struktur lubangnya menjadi penting,
di samping pemilihan fase gerak. Dalam perdagangan silika gel
mempunyai ukuran 10-40µ. Ukuran ini terutama dipengaruhi oleh ukuran
porinya yang bervariasi dari 20-50Å. Silika gel berpori 80-150 dinamakan
berpori besar. Luas permukaan silika gel bervariasi dari 300-1000m2/g.
Silika gel sangan higroskopis. Pada kelembapan relatif 45-75% dapat
mengikat air 7-20%. Masalah aktivitasi silika gel tidak begitu
mempengaruhi kebanyakan jenis pemisahan, tetapi deaktivitas silika gel
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Beberapa prosedur
kromatografi terutama pemisahan yang menggunakan larutan
pengembang anhidrat, mensyaratkan adanya kontrol kandungan air dalam
silika. Kandungan air yang ideal adalah antara 11-12% b/b. Derajat
deaktivitasi ditentukan oleh kelembapan relatif kamar dimana pemisahan
dilakukan dan lempeng silika gel disimpan. Silika gel yang siap digunakan
berwarna biru. Ketika silika yang telah menyerap banyak kelembapan, ia
akan berubah warna menjadi merah muda yang tidak bisa lagi menyerap
kelembapan, maka dari itu silika perlu diaktifkan kembali dengan cara
mengeringkannya di dalam oven (12).
Ada beberapa macam silika gel yang beredar diantaranya:
a) Silika gel dengan pengikat. Umumnya sebagai pengikat adalah
CaSO4 (15%). Jenis ini dinamakan Silica Gel G. Disamping itu
ada juga pati sebagai pengikat dan dikenal sebagai Silica
Gel.Tetapi penggunaan pasti mempunyai kelemahan, terutama
jika penentuan lokasi bercak dengan asam sulfat.
b) Silika gel dengan pengikat dan indikator fluoresensi. Jenis silika
gel ini biasanya berfluoresensi kehijauan jika dilihat pada sinar
ultraviolet panjang gelombang pendek. Sebagai indikator
biasanya digunakan timah kadmium atau mangan-timah silika
aktif. Jenis ini dikenal misalnya Silica Gel GF atau GF254.
c) Silika gel tanpa pengikat. Lapisan ini dibanding dengan yang
mengandung CaSO4 menunjukkan lebih stabil. Beberapa
produk dinamakan Silica Gel H atau Silica Gel N.
d) Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indikator Fluoresensi.
e) Silika gel untuk keperluan pemisahan preparatif. Untuk
keperluan pemisahan preparatif dapat digunakan Silica Gel
PF254 + 366 (12).
Pemisahan pada kromatografi Lapis tipis yang optimal akan diperoleh
hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil mungkin.
Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang
digunakan terlalu banyak maka akan menurukan resolusi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih
daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan
ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan
menyebabkan bercak menyebar dan puncak ganda (11).
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang
sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah
lempeng lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase
gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di
bawah lempeng yang telah berisi totolan sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin
volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi mampu mengelusi
lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan). Untuk
melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan
kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung atas kertas saring,
maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Selama proses elusi,
bejana kromatografi harus ditutup rapat, misalkan dengan lembar
aluminium dan sebagainya (12).
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak
berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia dan fisika.
Cara kimia yang biasa digunakan adalah mereaksikan bercak dengan
suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas.
Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah
dengan pencacahan radioaktif dan flouresensi sinar utraviolet. Flouresensi
sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berflouresensi,
membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat
berflouresensi maka bahan penjerapnya akan diberi indikator yang
berflouresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedangkan
latar belakangnya akan kelihatan berflouresensi.
Adapun mekanisme dan prinsip penampakan noda pada pegujian
Kromatografi yaitu pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi
sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada
lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV
dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi
cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi
dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan
semula sambil melepaskan energi.
II.2. 2 Bioautografi Kromatografi Lapit Tipis (KLT)

Bioautografi berasal dari kata bio = makhluk hidup, autografi =

melakuakan aktivitas sendiri. Bioautografi adalah suatu metode

pendeteksian untuk menemukan suatu senyawa antimikroba yang belum

teridentifikasi dengan cara melokalisir aktivitas antimikroba tersebut pada

suatu kromatogram. Metode ini memanfaatkan pengerjaan Kromatografi

Lapis Tipis (KLT). Pada bioautografi ini didasarkan atas efek biologi

berupa antibakteri, anti protozoa, anti tumor dan lain0lain dari substansi

tekni delusi agar, dimana senyawa antimikrobanya dipindahkan dari

lapisan KLT ke medium agar yang telah diinokulasikan dengan merata

bakteri uji, Dari hasil inkubasi pada suhu dan waktu tertentu akan terlihat

zona hambatan pada spot KLT yang telah ditempelkan pada medium

agar. Zona hambat ditampakkan oleh aktivitas senyawa aktif yang terapat

didalam bahan yang diperiksa terhadap pertumbuhan bakteri (1).

Bioautografi dapat dipertimbangkan karena paling efisien untuk

mendeteksi komponen antimikroba, sebab dapat melokalisir aktivitas

antimikroba meskipun dalam senyawa tersebut terdapat dalam bentuk

senyawa kompleks dapat dapat pula diisolasi langsung dari komponen

yang aktif (11).

Bioautograf dapat dibagi atas tiga kelompok yaitu :


1) Bioautugrafi langsung, yaitu mikroorganismenya secara langsung
diatas lempeng KLT. Prinsip kerja dari metode ini adalah suspensi
mikroorganisme uji dalam medum cair disemprotkan pada
permukaan KLT yang telah dihilangkan sisa-sisa eluen yang
menempel pada lempeng kromatogram. Setelah itu, dilakukan
inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
2) Bioautografi kontak, yaitu senyawa antimikroba dipindahkan dari
lempeng KLT ke medium agar yang telah diinokulasikan bakteri uji
secara merata dan melakukan kontak langsung. Metode ini
didasarkan atas difusi senyawa yang telah terpisah dengan KLT
atau kromatografi kertas. Lempeng tersebut ditempatkan diatas
permukaan medium NA ( Nutrient Agar) yang telah diinokulasikan
dengan mikroorganisme . Dinginkan selama 15-30 menit pada
suhu 5-15℃ kemudian lempeng tersebut diangkat dari permukaan
medium. Senyawa antimikroba yang telah berdifusi dari lempeng ke
dalam medium NA ( Nutrient Agar) akan menghambat pertumbuhan
bakteri setealh diinkubasi pada suhu dan waktu yang tepat sampai
noda yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme tampak
pada permukaan membentk zona hambat atau zona bening.
3) Bioautografi Pencelupan, medium agar telah diinokulasikan dengan
suspensi bakteri dituang diatas lempeng KLT. Pada prakteknya,
metode ini dilakukan sebagai berikut yaitu bawah lempeng
kromatografi yang telah dielusi diletakkan dalam cawan petri yang
berisi medum NA (Nutrien Agar) sebaga base layer, selanjutnya
dituang medium yang telah disuspensikan dengan kultur mikroba
uji yang berfungsi sebagai seed layer, kemudian dinkubasi pada
suhu dan waktu yang sesuai (1).

Berdasarkan prosedur yang dikemukakan diatas masing-masing


memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Horman dan Fuchs,
bioautografi kontak merupakan tipe yang sering digunakan. Masalah
perbedaan difusi dari senyawa-senyawa dari kromatogram ke plat agar
dipermudah dengan deteksi bioautografi secara lansung, tetapi metode ini
membutuhkan peralatan mikrobiologi yang cukup rumit (13). Sedangkan
menurut Land and Lyon, menyatakan bioautografi secara langsung, untuk
aktivitas antibakteri sangat sensitif dan melokalisir senyawa-senyawa
yang aktif, tetapi mempunyai kekurangan karena keterbatasan
mikroorganisme yang dapat tumbuh secara langsung diatas lapisan
kromatografi. Untuk metode pencelupan merupakan metode yang paling
tetap karena tidak dipengaruhi oleh kemungkinan adanya kontaminasi
(14).

II.3 Antimikroba
Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh
atau menghambat aktivitas mikroorganisme. Senyawa antimikroba terdiri
atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau
tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia
seperti desinfektan, antiseptik, dan antibiotik (10).
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan
bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan
kuman-kuman, sedangkan toksisitasnya bagi amnusia realtif kecil. Para
peneliti diseluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan khasiat
antibiotik namun berhubung dengan adanya sifat toksik bagi manusia,
hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat
diantaranya adalah stertomycinvial injeksi dan lain-lain (10).
Ada tiga cara mengklasifikasikan antibiotik, yaitu berdasarkan sifat
antibiotik (bakteriostatik atau bakterisid), berdasarkan target antibiotik
pada bakteri, dan berdasarkan struktur kimia antibiotik. Bakterisid adalah
sifat antibiotik yang dapat membunuh bakteri, bersifat menetap
(irreversible), sedangkan bakteriostatik adalah sifat antibiotik yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, bersifat sementara (reversible).
Konsentrasi hambat lebih rendah daripada konsentrasi bakterisid (14).
Antibiotik seperti golongan aminoglikosida dan makrolid dapat
meningkat aktivitasnya dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar
antibiotiknya ditingkatkan melebihi KHM. Secara umum, obat-obat yang
aktif pada dinding sel adalah bakterisid, dan obat-obat yang menghambat
sintesis protein adalah bakteriostatik(12).
Antibiotik yang bersifat bakteriostatik adalah kloramfenikol dan
eritromisin, sedangkan antibiotik yang bersifat bakterisid adalah penisilin,
sefalosporin, dan aminoglikosida (dosis besar). Antibiotik yang bersifat
bakteriostatik lebih berhasil dalam pengobatan karena menghambat
peningkatan jumlah bakteri dalam populasi, dan selanjutnya mekanisme
pertahanan host yang akan menangani infeksi bakteri. Tetapi, pada
pasien dengan gangguan sistem imun, sebaiknya antibiotik yang
digunakan adalah bersifat bakterisid (14).
Antifungi/antimikroba adalah suatu bahan yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. Pemakaian bahan
antimikroba merupakan suatu usaha untuk mengendalikan bakteri
maupun jamur, yaitu segala kegiatan yang dapat menghambat,
membasmi, atau menyingkirkan mikroorganisme. Tujuan utama
pengendalian mikroorganisme untuk mencegah penyebaran penyakit dan
infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan
mencegah pembusukan dan perusakan oleh mikroorganisme. Ada
beberapa hal yang harus dipenuhi oleh suatu bahan antimikroba, seperti
mampu mematikan mikroorganisme, mudah larut dan bersifat stabil, tidak
bersifat racun bagi manusia dan hewan, tidak bergabung dengan bahan
organik, efektif pada suhu kamar dan suhu tubuh, tidak menimbulkan
karat dan warna, berkemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap,
murah dan mudah didapat (15).
Antimikroba menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara
bakteriostatik atau bakterisida. Hambatan ini terjadi sebagai akibat
gangguan reaksi yang esensial untuk pertumbuhan. Reaksi tersebut
merupakan satu-satunya jalan untuk mensintesis makromolekul seperti
protein atau asam nukleat, sintesis struktur sel seperti dinding sel atau
membran sel dan sebagainya. Antibiotik tertentu dapat menghambat
beberapa reaksi, reaksi tersebut ada yang esensial untuk pertumbuhan
dan ada yang kurang esensial (15).
Bahan antimikroba yang lain adalah desinfektan dan antiseptik.
Desinfektan yaitu bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya
infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk
membunuh mikroorganisme. Desinfektan digunakan untuk membunuh
mikroorganisme pada benda mati. Sedangkan antiseptik yaitu substansi
kimia yang dipakai pada kulit atau selaput lendir untuk mencegah
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Antiseptik digunakan
untuk membunuh mikroorganisme pada jaringan hidup (12).

II.4 Uraian Bahan


a. Komposis Medium NA (7)
Pepton : 5g
Beef extact :3g
Agar : 15 g
Aquadest : ad 1 L

b. Pepton (17)

Nama Lain : Pepton


Pemerian : Serbuk, kuning kemerahan sampai coklat,
bau khas tidak busuk
Kelarutan : Larut dalam air, memberikan larutan
berwarna coklat kekuningan yang bereaksi
agak asam
c. Agar (17)

Nama Lain : Agar

Pemerian : Berkas potongan memanjang, tipis seperti

selaput dan berlekatan atau berbentuk keping,

atau butiram
d. Aquadest (17)

Nama Resmi : Aqua Destilata

Nama Lain : Air suling

Pemerian : Cairan Jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

tidak mempunyai rasa.

e. Ethanol (17)
Nama resmi : aethanolum
Nama lain : etanol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak; bau khas; rasa
panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala
biru.
Kelarutan :Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P.

d. DMSO ( Dimetil Sulfoksida) (17)


Nama Resmi : Dimetil Sulfoxide
Nama Lain : DMSO
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih
Kelarutan : Pelarut polar penting yang larut baik dalam
senyawa polar dan nonpolar serta larut pula
dalam berbagai pelarut organik seperti air.

d. Metanol (17)
Nama resmi : Metanolum
Nama lain : Metanol
Pemerian :Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas; rasa panas.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih tidak berwarna.
e. Etil Asetat ( 17)
Nama lain : Etil asetat
Pemerian : cairan tidak berwarna, jernih, bau menusukdan
mudah bergerak; bau khas; rasa tajam .
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%)
dan dengan gliserol.

f. N-Heksan ( 17)
Nama resmi : Hexan
Nama lain : Heksana
Pemerian : Cairan tidak berwarna, stabil, sangat mudah
terbakar

II. 5 Uraian Mikroorganisme


a) Escherichia coli (16)
Domain : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Esherichia
Spesies : Esherichia coli

Escherichia coli diisolasi pertama kali oleh Theodore

Escherich pada tahun 1885 dari tinja seorang bayi. Escherichia coli

merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang

memiliki panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm, lebar 0,4-0,7 µm

dan bersifat anaerob fakultatif. Escherichia coli membentuk koloni

yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata. Pada

umumnya bakteri memerlukan kelembaban yang cukup tinggi


sekitar 85%. Escherichia coli merupakan golongan bakteri mesofilik

yaitu bakteri yang suhu pertumbuhan optimumnya 15-45°C dan

dapat hidup pada pH 5,5-8. Escherichia coli akan tumbuh secara

optimal pada suhu 27° C. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Hawa (2011), Escherichia coli memiliki suhu maksimum

pertumbuhan 40-45°C, di atas suhu tersebut bakteri akan

mengalami inaktivasi. Penentuan serotipe bakteri Escherichia coli

berdasarkan antigen dinding sel (O), kapsular (K), dan flagela (H).

Diperkirakan terdapat 173 antigen O, 80 antigen kapsular (K), 56

antigen H yang telah diisolasi. Escherichia coli biasanya

berkolonisasi di saluran pencernaan dalam beberapa jam setelah

masuk ke dalam tubuh dan membangun hubungan mutualistik.

Namun, strain non-patogenik dari Escherichia coli bisa menjadi

patogen, ketika adanya gangguan di dalam pencernaan serta

imunosupresi pada host (16) .

b) Pseudomonas aeruginosa (17)


Domain : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa mempunyai ciri khas bergerak

dan berbentuk batang, berukuran sekitar 0.6 x 2 μm. Umumnya


mempunyai flagel polar, tetapi kadang kadang 2-3 flagel. Bakteri

Gram-negatif dan terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan,

dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek.18,19 Struktur

dinding sel sama dengan famili Enterobactericeae. Strain yang

diisolasi dari bahan klinik sering mempunyai pili untuk perlekatan

pada permukaan sel dan memegang peranan penting dalam

resistensi terhadap fagositosis. P. aeruginosa mempunyai pili. Pili

(fimbriae) menjulur dari permukaan sel dan membantu perlekatan

pada sel epitel inang. Lipopolisakarida yang terdapat dalam banyak

imunotip merupakan salah satu faktor virulensi dan juga melindungi

sel dari pertahanan tubuh inang P. aeruginosa dapat digolongkan

berdasarkan imunotipe polisakarida dan kepekaannya terhadap

piosin (bakteriosin) (17)

c) Staphylococcus aureus (8)


Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif

berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-

kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob,


tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh

pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik

pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat

berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar,

halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik

menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau

selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri. Berbagai

derajat hemolisis disebabkan oleh S. aureus dan kadang-kadang

oleh spesies stafilokokus lainnya (8)

d) Bacillus subtilis (9)


Domain : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Basillus subtilis
Bacillus subtillis merupakan mikroba flora normal pada
saluran pencernaan ayam. Ciri-ciri bakteri ini adalah organisme
saprofitik, berbentuk batang, gram positif, pembentuk spora non-
patogen yang biasanya ditemukan dalam air, udara, debu, tanah
dan sedimen. Terdapat beberapa jenis bakteri yang bersifat saprofit
pada tanah, air, udara, dan tumbuhan (9).
BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, bunsen, cawan petri,


erlenmeyer ( pyrex®), gelas ukur, lampu UV, lempeng silica gel, pinset,
paper disk, pipa kapiler, pipet tetes, sendok tanduk, spoit, toples dan vial.

III.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah aluminium foil, aquadest,


biakan bakteri Staphylococcus aurerus, Pseudomonas aeruginosa,
Bacillus subtilis, dan Escherichia coli, heksan, etil asetat, methanol,
medium NA, DMSO, dan sampel ekstrak daun jambu biji dan daun
mengkudu.

III.2 Cara kerja

a. Pencarian eluen
Ekstrak dilarutkan dengan DMSO, kemudian larutan ekstrak ditotol
menggunakan pipa kapiler pada batas bawah lempeng KLT yang telah
diaktifkan. Eluen dituang dengan perbandingan tertentu ke dalam
chamber kemudian eluen dijenuhkan didalam chambeR, lempeng yang
telah ditotol dimasukkan ke dalam chambeR. Tunggu hingga senyawa
terelusi sempurna kemudian keluarkan lempeng dari chamber. Amati noda
dibawah sinar lampu UV
b. Skrining
Tuang medium NA ke dalam cawan petri, lalu goreskan masing masing
biakan bakteri Staphylococcus aurerus, Pseudomonas aeruginosa,
Bacillus subtilis, dan Escherichia coli ke dalam cawan petri. Ekstrak
dilarutkan ke dalam pelarut DMSO kemudian celupkan paper disk ke
dalam sampel ekstrak, setelah itu paper disk diletakkan pada permukaan
medium. Diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37 oC dan amati zona
bening pada tiap jenis bakteri

c. KLT Bioautografi metode kontak


Masukkan 0.1 mL suspensi bakteri yang dihambat pada proses
skrining ke dalam cawan petri, dituang medium NA ke dalam cawan petri.
Homogenkan medium dan suspensi bakteri kemudian ditunggu hingga
memadat. Larutkan ekstrak sampel dalam DMSO. Totol larutan ekstak
menggunakan pipa kapiler pada batas bawah lempeng KLT yang sudah
aktif kemudian tuang eluen dengan perbandingan tertentu yang telah
diperoleh pada pencarian eluen terbaik ke dalam chamber. Jenuhkan
eluen menggunakan kertas saring hingga kerta saring terbasahi hingga
permukaan chamber lalu masukkan lempeng yang telah ditotol ke dalam
chamber. Tunggu hingga sampel terelusi secara sempurna kemudian
keluarkan lempeng dari chamber. Tempelkan lempeng KLT yang telah
terelusi pada permukaan medium menghadap ke bawah. Dinginkan
selama 15 menit pada suhu5-15 ℃setelah itu angkat lempeng dari
medium. Inkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37oC dan amati zona
bening yang terbentuk

d. KLT bioautografi metode celup


Medium NA dituang ke dalam cawan petri sebagai base layer.
Lempeng kromatogram yang telah dielusi dimasukkan kedalam medium
setelah memadat. Kemudian Medium NA yang telah disuspensikan biakan
bakteri uji dituang merata diatas lempeng sebanyak 15 mL sebagai seed
layer. Diinkubasi selama 1x 24 jam pada suhu 37 oC dan amati zona
bening yang terbentuk.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Kelompok Sampel Metode kontak Metode Celup


1 Daun jambu biji - -
2 Daun mengkudu - +
3 Daun mengkudu - -
4 Daun mengkudu - +
5 Daun jambu biji - -
6 Daun jambu biji - +
7 Daun mengkudu - -

KET :
(+) : Terdapat zona
bening
(-) : Tidak terdapat
zona bening

IV.2 Gambar dan Pembahasan

1. Kelompok 1

Gambar 1. Metode kontak Gambar 2. Metode Celup


KLT Bioautografi merupakan suatu metode pendeteksian untuk
menentukan suatu senyawa antimikroba dengan melokalisirnya pada
suatu kromatogram. Metode kualitatif ini didasarkan atas teknik difusi
agar, di mana senyawa antimikrobanya dipindahkan dari lapisan KLT ke
medium agar yang telah di inokulasikan secara merata dengan bakteri uji.

Pada Praktikum ini telah dilakukan percobaan KLT Bioautografi


dengan beberapa sampel yaitu ekstrak daun jambu biji ( kelompok 1, 5,6)
dan ekstrak daun mengkudu (kelompok 2,3,4,7) dengan eluen
berdasarkan jurnal dan hasil pencarian eluen terbaik. Pengujian
bioutografi dilakukan berdasarkan hasil pengujian daya hambat yang
menunjukkan bahwa sampel yang digunakan memiliki aktivitas antibiotik.
Yang melalui beberapa tahap sebelum dilakukan praktikum. Tahap
pertama adalah mengekstraksi sampel, tahap kedua skrining, tahap ketiga
pencarian eluen, tahap kwempat KLT bioautografi dengan metode kontak
dan metode celup.

Kelompok 1 menggunakan ekstrak daun jambu biji dengan eluen


heksan : etil ( 7:3) yang ditotol pada lempeng. Dari hasil pengamatan
diperoleh hasil pada metode kontak dan metode celup bahwa ekstrak
daun jambu biji tidak didapatkan zona bening atau zona hambat yang
menandakan bahwa ekstrak daun jambu biji tidak dapat menghambat
pertumbuhan E. coli. Sedangkan berdasarkan jurnal yang didapatkan,
bakteri yang dapat dihambat yaitu S. Aures, Pseudomona auroginosa,
E.coli, dan Bacillus subtilis.
2. Kelompok 2

Gambar 1. Metode Kontak Gambar 2. Metode Celup

Kelompok 2 menggunakan ekstrak daun mengkudu dengan eluen


Heksan : etil ( 7:3) yang ditotol pada lempeng. Berdasarkan hasil
pengamatan diperoleh hasil pada metode kontak tidak terdapat zona
bening dan pada metode celup terdapat zona bening yang menandakan
bahwa ekstrak daun mengkudu dapat menghambat pertumbuhan
Pseudomonas auroginosa.

3. Kelompok 3

Gambar 1. Metode Kontak Gambar 2. Metode Celup


Kelompok 3 menggunakan ekstrak daun mengkudu dengan eluen
heksan : etil ( 7:3) yang ditotol pada lempeng. Dari hasil pengamatan
diperoleh hasil pada metode kontak dan metode celup bahwa ekstrak
daun jambu biji tidak didapatkan zona bening atau zona hambat yang
menandakan bahwa ekstrak daun mengkudu tidak dapat menghambat
pertumbuhan E. coli. Sedangkan berdasarkan jurnal yang didapatkan,
bakteri yang dapat dihambat yaitu Pseudomona auroginosa dan E.coli.

4. Kelompok 4

Gambar 1. Metode kontak Gambar 2. Metode Celup

Kelompok 4 menggunakan ekstrak daun mengkudu dengan eluen


Heksan : etil ( 7:3) yang ditotol pada lempeng. Berdasarkan hasil
pengamatan diperoleh hasil pada metode kontak tidak terdapat zona
bening dan pada metode celup terdapat zona bening yang menandakan
bahwa ekstrak daun mengkudu dapat menghambat pertumbuhan S.
aureus.
5. Kelompok 5

Gambar 1. Metode kontak Gambar 2. Metode Celup

Kelompok 5 menggunakan ekstrak daun jambu biji dengan eluen


heksan : etil ( 7:3) yang ditotol pada lempeng. Dari hasil pengamatan
diperoleh hasil pada metode kontak dan metode celup ekstrak daun jambu
biji tidak didapatkan zona bening atau zona hambat menandakan bahwa
ekstrak daun jambu biji tidak dapat menghambat pertumbuhan B. Subtilis.
. Sedangkan berdasarkan jurnal yang didapatkan, bakteri yang dapat
dihambat yaitu S. Aures, Pseudomona auroginosa, E.coli, dan Bacillus
subtilis.
6. Kelompok 6

Gambar 1. Metode kontak Gambar 2. Metode Celup


Kelompok 6 menggunakan ekstrak daun jambu biji dengan eluen
heksan : etil ( 7:3) yang ditotol pada lempeng. Dari hasil pengamatan
diperoleh hasil pada metode kontak ekstrak daun jambu biji tidak
didapatkan zona bening atau zona hambat dan pada metode celup
terdapat zona bening atau zona hambat yang menandakan bahwa ekstrak
daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan E. coli. Hasil yang
diperoleh telah sesuai dengan jurnal yang didapatkan, bakteri yang dapat
dihambat yaitu S. Aures, Pseudomona auroginosa, E.coli, dan Bacillus
subtilis.

7. Kelompok 7

Gambar1. Metode Kontak Gambar 2. Metode Celup

Kelompok 7 menggunakan ekstrak daun mengkudu dengan eluen


Heksan : etil ( 7:3) yang ditotol pada lempeng. Berdasarkan hasil
pengamatan diperoleh hasil pada metode kontak dan metode celup tidak
terdapat zona bening atau zona hambat yang menandakan bahwa ekstrak
daun mengkudu tidak dapat menghambat pertumbuhan P. Auroginosa.

Adapun faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaitu :

a) Proses pemilihan eluen yang kurang baik


b) Penggunaan alat-alat yang kurang steril seperti pinset
c) Cara pengerjaan yang kurang aseptif
BAB V

PENUTUP

V.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa pada ekstrak daun mengkudu ( Morinda citrifolia
folium) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis dan pada ekstrak daun jambu
biji ( Psidium guajava folium) dapat menghambat pertumbuhan bakteri
E.coli.

V.2 SARAN
Adapun saran dari pelakasanaan praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya alat – alat dalam praktikum harus steril sehingga tidak
terjadi kontaminasi di dalam Laboratorium.
2. Dalam melaksanakan praktikum, dilakukan secara jelas oleh
asisten agar para praktikan dapat lebih memahami.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djide , Natsir dan Sartini, Mikrobiologi farmasi Dasar, Universitas


Hasanuddin; Makassar, 2006.
2. Waluyo. L. 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang
3. Brooks. G, Butel. J, dan Morse. S. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.
Salemba Medika. Jakarta
4. Chapin. K. C, dan Lauderdale. T. 2003. Reagents, stains, and
media: bacteriology. ASM Press. Washington, D.C
5. Fardiaz,Srikandi.1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia
Pustaka Utama,Jakarta Green, N.P.O., G.W. Stout, D.J. Taylor,
1986 Biologycal Science 1, Organisms, energy & Enviroment,
Cambridge University Press. London
6. Gupte,Satish, 1990. Mikrobiologi Dasar. Terjemahan
E.Suryawidjaja : The Short Textbook of Medical Microbiology. Bina
rupa Aksara. Jakrata Jok
7. Irianto. K. 2006. Mikrobiologi. Yrama Widya. Bandung
8. Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2004. Mikrobiologi Kedokteran.
Salemba Medika. Jakarta
9. Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan, 1986, Penterjemah , Ratna Siri
Hadioetomo dkk. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1, Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
10. Fessenden R.J dan J.S Fessenden., 2003, Dasar-dasar kimia
organik. Jakarta, Erlangga
11. Utaminingsih, rahayu wahyu. Mengenaldan mencegah penyakit
diabetes,hipertensi, jantung dan stroke.Yogyakarta : Media ilmu.
2009
12. Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman., 2007,Kimia
Farmasi Analisis, pustaka pelajar, yogyakarta
13. Gritter, R, J., 1991, Pengantar Kromatografi Edisi II, Institut
Teknologi Bandung, Bandung
14. Djauhariya, Endjo. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Tanaman Obat
Potensial. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Pengembangan Teknologi TRO. 2003; 15(1) : 1-16.
15. Bangun AP, Sarwono B. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Jakarta.
AgroMedia Pustaka. 2004
16. Schlegel Hans G,. 1994. Mikrobiologi Umum. Penterjemah Tedjo
Baskoro. Edisi keenam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
17. Dirjen, BPOM. 1979. Farmakope Indonesia Ed. 3. Jakarta:
Departemen kehatan
Lampiran

SKEMA KERJA

1. Eksraksi
Sampel yang telah dirajang

Ditambahkan metanol

Disimpan selama 3 hari

Saring

Residu supernatan

Uapkan

Ekstrak kental
2. Pencarian Eluen
Ekstrak + metanol

Dijenuhkan eluen dalam chamber

Ditotolkan ekstrak pada lempeng

Dimasukkan lempeng dalam chamber

Dielusi

Diamati diabawah sinar UV


3. Skrinig
Ekstrak + meatol

Paper disk dicelup

Ditempelkan pada permukaan medium NA +


suspensi mikroorganisme

Inkubasi 1×24 jam pada suhu 37oC

Diamati zona bening


4. KLT Bioautografi Metode Kontak
Eluen

Mikroba uji + medium NA

Lempeng yang sudah dielusi ditempel pada permukaan


medium menghadap kebawah

Dimasukkan dalam kulkas selama 15-30 menit

Lempeng diangkat

Diinkubasi 1×24 jam pada suhu 37°C

Diamati zona bening


5. KLT Bioautografi Metode Celup
Medium NA (base layer)

Lempeng yang sudah dielusi ditempel pada permukaan medium


menghadap keatas

Dimasukkan medium NA + biakan bakteri 0,1 ml (seed layer)

Diinkubasi 1×24 jam pada suhu 37°C

Diamati zona bening

Anda mungkin juga menyukai