Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat besifat
individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego
seoarang indibvidu (Mahon, 1994). Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam
tingkat tertentu, dan setiap individu juga memilki cara masing-masing utuk mengatasi
rasa nyeri yang dirasakan. Oleh karena itu, sering kali nyeri menganggu hubungan
personal mempengaruhi makna kehidupan klien dalam berinteraksi baik di lingkungan
kerja dan social. Apabila seseorang menrasakan nyeri maka perilakunya akan
berubah. Hal ini dipengaruhi oleh factor-faktor seperti usia, jenis kelamin, persepsi dan
kebudayaan yang berbeda-beda.
Perawat sebagai tenaga yang professional mempunyai kesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar dan holistic.
Untuk menjalankan perannya dengan baik, perawat perlu memiliki keterampilan dalam
mengklarifikasi nilai, konseling dan komunikasi.

B. Defenisi
1. Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
2. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan
bertujuan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.

C. Pengkajian Nyeri
1. Riwayat Nyeri
Dalam hal ini perawat membiarkan klien untuk menjelaskan rasa nyeri dan
situasinya dengan menggunakan bahasa klien sendiri. Data yang harus
dikumpulkan dalam riwayat nyeri komprehensif meliputi:

1
a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi 1) tingkat nyeri, nyeri dalam
atau superficial dan 2) posisi atau lokasi nyeri. Nyeri dapat pula dijelaskan
menjadi empat kategori, yang berhubungan dengan lokasi : 1) nyeri terlokasir
adalah nyeri dapat jelas terlihat pada awal rasanya. 2) nyeri terproyeksi adalah
nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik. 3) nyeri radiasi adalah
penyebaran area asal yang tidak dapat dilokalisir. 4) reffered pain (nyeri alih)
adalah nyeri dipresepsikan pada area yang jauh dari area rangsang nyeri.

b. Intensitas Nyeri
Beberapa factor yang mempengaruhi nyeri, 1) distraksi atau konsentrasi dari
klien pada suaatu kejadian, 2) status kesadaran pasien, 3) harapan pasien.
Nyeri dapat berupa: ringan, sedang, berat atau tak tertahankan. Penggunaan
skala intensitas nyeri adalah rasaa nyeri klien. Sebagian besar skala
menggunakan rentang 0-5 atau 0-10 dengan mengidentifikasikan 0 itu tidak
nyeri dan nomor tertinggi itu kemungkinan nyeri hebat bagi klien.

c. Pengukuran Intensitas Nyeri


a) Skala Intensitas Nyeri Numerik:
 Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia >9tahun da
pat menggunakan angka untuk melambangkan
intensitas nyeri yang dirasakannya.
 Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.

0-1 = Tidak nyeri


3-4 = Nyeri ringan(sedikit menggangu aktivitas sehari-hari)
6-7 = Nyeri sedang (gangguan nyata terhadapaktivitas sehari-hari)
7–10 = Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)

2
b) Pengukuran Nyeri Flacc pain scale
Indikasi : untuk bayi dan anak-anak (2 bulan-7tahun)
Face,legs,activity,cry,consolability
- Skala 0 : Tidak Nyeri
- Skala 1-3 : Nyeri Ringan
- Skala 4-7 : Nyeri Sedang
- Skala 8-10 : Nyeri Berat

c) Cries Pain Scale


Untuk neonates 0-6 bulan
Crying, requires, increased, expression, sleepless
- Skala 0 : Tidak Nyeri
- Skala 1-3 : Nyeri Ringan
- Skala 4-7 : Nyeri Sedang
- Skala 8-10 : Nyeri Berat

d) Penilaian Comfort Scale


- Indikasi untuk menilai derajat sedasi yang diberikan pada pasien anak
dan dewasa yang dirawat di ruang intensif/kamar operasi/rawat inap yang
tidak dapat dinilai menggunakan wong baker faces pain scale.
- Pemberian sedasi bertujuan untuk mengurangi agitasi, menghilangkan
kecemasan dan menyelaraskan napas dengan ventilator mekanik
- Tujuan dari penggunaan skala ini adalah untuk pengenalan dini dari
pemberian sedasi yang terlalu dalam ataupun tidak adekuat.
- Instruksi terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5
dengan skor total 9-45.

Kategori Skor
1. Tidur pulas/ nyenyak
2. Tidur
Kewaspadaan 3. Gelisah
4. Sadar sepenuhnya dan waspada
5. Sangat waspada
Ketenangan 1. Tenang

3
2. Agak cemas
3. Cemas
4. Sangat cemas
5. Panik
1. Tidak ada respirasi dan tidak ada batuk
2. Respirasi spontan dengan sedikit/ tidak ada respons
terhadap ventilasi
Distres 3. Kadang batuk atau terdapat tahanan ventilasi
pernapasan 4. Sering batuk, terhadap tahanan/perlawanan
terhadap ventilator
5. Melawan secara aktif terhadap ventilator, batuk
terus menerus/tersedak
1. Bernapas tenang, tidak menangis
2. Terisak-isak
Menangis 3. Meraung
4. Menangis
5. Berteriak
1. Tidak ada gerakan
2. Kadang bergerak perlahan
Gerakan 3. Sering bergerak perlahan
4. Gerakan aktif gelisah
5. Gerakan aktif termasuk badan dan kepala
1. Otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus otot
2. Penurunan tonus
3. Tonus otot normal
Tonus otot 4. Peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan dan
kaki
5. Kekuatan otot ekstrem dan fleksi jari tangan dan
kaki
1. Otot wajah sepenuhnya, tidak ada tonus otot
2. Tonus otot wajah normal, tidak terlihat tegangan
Tegangan wajah otot wajah yang nyata
3. Tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata
4. Tegangan hamper diseluruh otot wajah

4
5. Seluruh otot wajah tegang, meringis.

1. Di bawah normal
2. Di atas normal konsisten
3. Peningkatan sesekali > 15% di atas batas normal
Tekanan darah
(1-3x observasi selama 2 menit)
basal
4. Sering meningkat > 15% di atas batas normal (1-3x
observasi selama 2 menit)
5. Peningkatan terus menerus > 15%
1. Di bawah normal
2. Di atas normal konsisten
Denyut jantung 3. Peningkatan sesekali > 15% di atas batas normal
basal (1-3x observasi selama 2 menit)
4. Sering menigkat > 15% di atas batas normal (1-3x
observasi selama 2 menit)

Interpretasi :
Nilai 8 - 16 : Nyeri Ringan
Nilai 17 – 26 : Nyeri Sedang
Nilai 27 – 45 : Nyeri Berat

e) Pengukuran Nyeri Wong Baker :

 Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen.
 Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang paling
sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri.
- 0-1 : Sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali
- 2-3 : Sedikit nyeri
- 4-5 : Cukup nyeri
- 6-7 : Lumayan nyeri
- 8-9 : Sangat nyeri
- 10 : Amat sangat nyeri (tak tertahankan)

5
2. Observasi langsung terhadap pasien respons perilaku dan psikologis klien.Tujuan
dari pengkajian adalah mendapatkan pemahaman objektif dari pengalaman yang
subyektif.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum

a. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh


b. Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
c. Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik.
d. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi ototm
fasikulasi, diskolorasi dan edema.

2. Status Mental
a. Nilai orientasi pasien
b. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera.
c. Nilai kemampuan kognitif
d. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi,
tidak ada harapan, atau cemas.

3. Pemeriksaan Sendi
a. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
b. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan
gerak, diskinesis raut wajah meringis atau simetris
c. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat normal/ dikeluhkan oleh
pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut
wajah meringis atau asimetris
d. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri

6
e. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera
ligamen.
4. Pemeriksaan Motorik

Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria di bawah ini.

Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak menghasilkan
pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot

5. Pemeriksaan Sensorik

Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum pin prick ) , getaran
dan suhu.

6. Pemeriksaan Neurologis Lainnya


a. Evaluasi nervus kranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau
sevikaldan sakit kepala
b. Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus.Untuk mencetuskan
klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot.

Refleks Segmen spinal


Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tendon patella L4
Hamstring medial L5
Achilles S1

c. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif menunjukkan


lesi upper motor neuron)

7
7. Pemeriksaan Sensorik (Radiologi)
a. Indikasi

a) Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang


b) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma,infeksi tulang belakang
penyakit, nflamatorik, dan penyakit vascular.
c) Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau
ereksi
d) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
e) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu

b. Pemilihan Pemeriksaan Radiologi : bergantung pada lokasi dan karakteristik nyeri

a) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur, ketidak
segarisan, vertebra, spondilolistesis, sp[ondiliosis, neoplasma).
b) MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang(herniasi disk
us, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruangdiskus, keganasan, kompre
si tulang belakang, infeksi)
c) CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus,stenosis
spinal
d) Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi perubahan
metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitia dini, fraktur kompresi yang
kecil/minimal, keganasan primer, metastasis tulang).

E. Manajemen Nyeri Akut


1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.
2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang.
3. Tentukan mekanisme nyeri:
a. Nyeri Somatik

a) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan


pelepasan zat kima dari sel yang cedera dan memediasi
inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor kulit.

8
b) Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam
menusuk, atau seperti ditikam
c) Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.
b. Nyeri Viscelar
a) Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic,
sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang
bisa dilokalisasi, bersifat difus, tumpul, seperti ditekan benda berat.

b) Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament,spasme otot


polos, distensi organ berongga/lumen
c) Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah,hipotensi,
bradikardi, berkering

c. Nyeri Neuropatik

a) Berasal dari cedera jaringan saraf

b) Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri saat
disentuh) hiperalgesia.
c) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera
(sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)
d) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis
herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.

F. Manajemen Nyeri Kronik

1. Lakukan asesmen nyeri

a. anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat


manajemen nyeri sebelumnya)
b. pemeriksaan penunjang: radiologi
c. asesmen fungsional:
a) nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan / disabilitas
b) buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien
c) nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan.

9
2. Tentukan mekanisme nyeri

a. manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya.

b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.

c. Terbagi menjadi 4 jenis:

a) Nyeri neuropatik

Disebabkan oleh kerusakan /disfungsi sistem somatosensorik.


Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia.
karakteristik : nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat
penjalaran nyeri sesuai dengan persarafannya,baal, kesemutan, alodinia.

b) Nyeri Otot
Tersering adalah nyeri miofasial, mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung
bawah, panggul,dan ekstremitas bawah. Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1
lebih jenis otot, berakibat kelemahan, keterbatasan gerak. Biasanya muncul
akibat pekerjaan repetitif. Tatalaksana mengembalikan fungsi otot dengan
fisioterapi, identifikasi dengan manajemen faktor yang memperberat.

c) Nyeri Inflamsi
Contoh : Artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca operasi.
Karakteristik : pembengkekan, kemerahan, panas pada tempat nyeri.
Tatalaksana : Manajemen proses inflamasi dengan anti biotik/anti rematik,
OAINS, Kortikosteroid.

d) Nyeri Mekanis / Kompresi


Diperberat dengan aktifitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat.
Contoh :Nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain
ligament/otot).
Tatalaksana : memerlukan dekompresi atau stabilisasi.

10
BAB II

RUANG LINGKUP

A. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

B. Rawat Jalan

C. Rawat Inap

D. ICU/NICU/HDU

11
BAB III

TATA LAKSANA

A. Tujuan Penatalaksanaan Nyeri

1. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri


2. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala kronis yang
persisten
3. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri
4. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri
5. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien
untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.

B. Strategi Terapi

1. Nyeri Ringan
a. Terapi Nonfarmokologi

Intervensi nonfarmakologis cocok untuk pasien dengan criteria (1) pasien


merasa intervensi tersebut menarik, (2) pasien yang mengekspresikan
kecemasan/ketakutn, (3) pasien yang memperoleh manfaat dari upaya
mengurangi/menghindari terapi obat, atau (4) pasien yang mengalami nyeri ringan
sampai sedang setelah menggunakan terapi farmakologis.

a) Distraksi

Mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain sehingga menurunkan


kewaspadaan dan toleransi terhadap nyeri. Beberapa teknik distraksi antara
lain: (1) nafas lambat, berirama (2) massage and slow, rhythmic breathing (3)
rhythmic singing dan tapping (4) active listening (5) guide imagery.
Jenis-jenis distraksi yakni (1) distraksi visual seperti menonton tv (2) distraksi
auditori seperti music atau humor (3) distraksi taktil seperti menarik nafas dan
mengelus binatang dan (4) distraksi intelektual seperti bermain teka teki silang
atau melakukan hobi.(5) Imajinasi Terbimbing seperti membayangkan hal yang
indah

12
b) Relaksasi

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.
Teknik relaksasi akan memberikan ibdividu control diri ketika terjadi nyeri, rasa
tidak nyaman, dan emosi pada nyeri. Teknik ini meliputi meditasi, yoga dan
tidur, teknik imajinasi, zen dan latihan relaksasi progresif. Teknik relaksasi
terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan atara
lain: relaksasi untuk menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau
stress, menurunkan nyeri otot, menolong individu untuk melupakan nyeri,
meningkatkan periode istirahat, meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain, dan
menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri.
Stewart (1976;1959) menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut:
1. Pasien menarik nafas dalam
2. Menahannya di dalam paru
3. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor
dan rasakan betapa nyaman hal tersebut.
4. Pasien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
5. Pasien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-
lahan pada saat ini biarkan telapak kaki rileks. Perawat meminta kepada
pasien mengkonsentrasikan fikiran kepada kakinya yang terasa ringan dan
hangat.
6. Ulangi langkah ke 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut,
punggung, dan kelompok otot-otot lain.
7. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernafas secara perlahan.
Bila nyeri terjadi hebat pasien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.

c) Kompres Air Hangat dan Dingin

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas


resptor nyeri dan subkutan lain ada tempat cedera dengan menghambat proses

13
inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah
cedera terjadi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran
darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan.
b. Terapi Farmakologi

a) Parasetamol
Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik.
Dapat dikombinasika dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang
lebih besar.
Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari, untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.

b) Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)


Efek analgesic pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan –sedang,
anti piretik.
Kontra indikasi : pasien dengan triad franklin (polip hidung, angioedema, dan
urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
Efek Samping : Gastrointestinal (erosi/ ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
Ketorolak merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral
efektif untuk nyeri sedang – berat bermanfaat jika terdapat kontra indikasi
opioid atau dikombinasikan dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik dan
efek samping opioid. (depresi pernapasan, sedasi, stasis gastrointestinal).
Sangat baik untuk terapi multi – analgetik.

2. Nyeri Sedang
a. Terapi Farmakologi
a) Obat Narkotika dan Obat Anti Inflamasi NSAID

Penggunaan analgesik merupakan metode yang paling umum dalam


mengatasi pada pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat. Ada 3 jenis
analgesic, yakni non narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
analgesic narkotik (opiat). Dan obat tambahan atau koanalgesik. Jenis non
analgesic dan NSAID umumnya menghilangkan nyeri ringan dan sedang,

14
seperti disminore atau nyeri pasca operasi ringan. Kedua jenis analgesic ini
mengurangi nyeri dengan bekerja di ujung saraf perifer an daerah luka dan
menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah yang luka.
Contoh obat analgesic non narkotik yakni astaminofen, sedangkan NSAID
yakni ibuprofen, narproksen dan indomeasin.

Analgesic opiat umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri sedang


sampai berat, sperti pascaoperasi dan maligna. Bekerja pada system saraf
pusat untuk menghasilkan kombinasi efek yang mendepresik dan
menstimulasi. Efek samping opiate: kantuk, mual,muntah, konstipasi, depresi
pernafasan. Sedangkan jenis adjuvant menghilangkan gejala lain yang terkait
dengan nyeri. Contohnya amitriptilin untuk cemas. Hidroksin untuk depresi,
Diazepan untuk muntah, Klorpromazin untuk mual.

b) Tramadol

- Merupakan analgetik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi
OAINS.
- Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang nyeri kanker,
osteoaethritis, yeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia
pasca herpetic, nyeri pasca operasi
- Efek Samping : Pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
- Jalur pemberian : intravena, epidural, rectal, dan oral
- Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg/hari
Dosis maksimal : 400 mg dalam 24 jam
- Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi, terutama
digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk
terhadap pengobatan atau memiliki resiko jatuh.

b. Terapi Fisik
a) SSET (Stimulasi Saraf Elektrik Transkutaneus)
Tujuan SSET mengurangi nyeri kronisdan akut (pasca operasi) menurunkan
kebutuhan opiate dan memungkinkan depresi fungsi pernafasan karena

15
penggunaan narkotik serta memfasilitasi keterlibatan pasien dalam
penatalaksanaan nyeri

b) Stimulasi Kutaneus
Adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri meliput
masase, kompres hangat dan dingin, akupuntur dan akupresur, stimulus
kontralateral (stimulasi kulit pada area yang berlawanan dengan area nyeri ),
serta plester penghangat

c) Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang nyeri sehingga dapat membantu
mengatasi episode nyeri akut.

3. Nyeri Berat

Opioid

a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat


ditiadakan oleh nalokson

b. Contoh Opioid yang sering digunakan : Morfin, sufentanil, meperin

c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi

d. Adikasi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan
nyeri akut

e. Pemberian Oral :

a) sama efektifnya dengan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai.


b) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasioral.

f. Injeksi Intramuscular

a) Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.

16
b) Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya
tidak dapat diandalkan.
c) Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.

g. Injeksi Subkutan

h. Injeksi Intravena

a) Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.


b) Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus(melalui infus).
c) Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis

i. Injeksi Supraspinal

a) Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic periaqueductal gray (PAG)


b) Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak.
c) Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri
pada pasien kanker.

j. Injeksi Spinal (epidural, intratekal)

a) Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron kornu


dorsalis spinal.
b) Sangat efektif sebagai analgesik.
c) Harus dipantau dengan ketat

k. Injeksi Perifer

a) Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anestesi


lokal (pada konsentrasi tinggi)
b) Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi

l. Efek Samping

a) Depresi pernafasan, dapat terjadi pada : overdosis, pemberian sedasi bersamaan


(benzodiazepin, antihistamin, antiemetik tertentu), adanya gangguan elektrolit,
hipolemia, uremia, gangguan respirasi dan peningkatan intrakranial. Obstructive
jalan nafas intermitten.

17
b) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan menggunakan
skor sedasi, Yaitu
-0 = Sadar Penuh
-1 = Sedasi Ringan, kadang mengantuk,mudah dibangunkan
-2 = Sedasi Sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah
dibangunkan
-3 = Sedasi Berat, Samnolen, sukar dibangunkan
-4 = Tidur Normal

c) Sistem Saraf Pusat: euphoria, halusinasi, miosis, kekuatan otot. Pemakaian


MAOI : pemeberian petidin dapat menimbulkan koma.
d) Toksisitas metabolik : petididn menimbulkan tremor, kejang. Petidin tidak boleh
digunakan lebih dari 72 jam untuk nyeri pasca bedah. Pemberian morfin kronik :
menimbulkan gangguan fungsi ginjal, pada usia pasien lebih 70 tahun.
e) Efek kardiovaskular : morfin menimbulkan vasolidatasi, petidin menimbulkan
tachycardi
f) Gatrointestinal : menimbulkan mual muntah

C. Alur Tatalaksana Nyeri

Penangangan pasien yang mengalami nyeri dapat dilakukan dengan tiga strategi yang
penatalaksanaannya terdiri :
Pada pasien yang mengalami nyeri penanganannya dapat di lakukan oleh perawat
ruangan masing-masing. Pada pasien dengan nyeri sedang perawat dapat menghubungi
dengan dokter jaga. Pada pasien yang mengalami nyeri berat perawat menghubungi
DPJP untuk menjelaskan situasi pasien pada saat itu dan menyampaikan rencana untuk
menghubungi Tim Nyeri

D. Komunikasi dan edukasi Pasien

1. Teknik Komunikasi Terapeutik

Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan


Sundeen, dalam Ernawati (2009) yaitu:

18
a. Mendengarkan (lestening)

Mendengar ( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik


( Keliat 1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam
Suryani, (2005).
Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
a) Pandang klien ketika sedang bicara
b) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan
c) Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan
d) Hindarkan gerakan yang tidak perlu

e) Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik

f) Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).

b. Bertanya

Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk


mengungkapkan perasaan dan pikirannya.

Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:

a). Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)

Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya


perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non
facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan
pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat
mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam
Suryani,(2005).

19
b) Pertanyaan terbuka atau tertutup

Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan


jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu
mendorong klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong dalam Suryani, (2005).

Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan


jawaban yang singkat.

c. Penerimaan

Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan
ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Penerimaan
berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukan keraguan atau
tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh
yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan
kepala seakan tidak percaya.

d Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan
mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).

e. Klarifikasi (clarification)

Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d
dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau
klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh
menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan
informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada

20
perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam
memahami klien.

f. Refleksi ( reflection )

Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan


isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian
perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan
penghargaan terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005).
Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang
harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab;
bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa
pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu
melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia
yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi
dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

g. Memfokuskan (focusing)
Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien
untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan
dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah
lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian
tujuan.

h. Diam ( silence )
Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada
perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan
Sundeen, dalam Suryani, (2005).

i. Memberikan Informasi ( informing )

Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk


klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan
21
pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan
penyembuhan klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus dapat
memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang
dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternative pemecahan masalah,
(Suryani 2005).

j. Menyimpulkan (summerizing)

Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksporasi


point penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu perawat dank lien
untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan.

k. Mengubah Cara Pandang (reframing)

Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak
melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam Suryani,
(2005 ) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik
dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

l. Eksplorasi

Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami
klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi.
Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail
tentang masalah yang dialami klien.

m. Membagi Persepsi (Sharing perception)

Stuart G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing


perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau
pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada
perbedaan antara respons verbal atau respons nonverbal dari klien.

n. Identifikasi tema

Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu
menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan
pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen, dalam Suryani,

22
2005).teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan
pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.

o. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan


yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan dan
tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk
menaksirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.

p. Humor

Sullivan dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor merangsang
produksi catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat,
meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi
relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutup rasa takut dan tidak
enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

q. Memberikan Pujian

Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang


didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk
meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D dalam Suryani,
(2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui inyarat
nonverbal.

2. Edukasi Pasien dan Keluarga

Pasien mendapatkan penjelasan mengenai:


a. Kemungkinan penyebab rasa nyerinya
b. Obat yang telah diberikan untuk mengurangi nyeri
c. Metode alternative untuk mengurangi nyeri
d. Skala penilaian nyeri dan kewajibannya untuk melapor bila intensitas nyeri
bertambah sebelum menjadi terlalu parah sehingga lebih mudah ditangani
e. Kemungkinan keterbatasan terapi dan efek samping

23
Keluarga mendapatkan penjelasan mengenai nyeri dari perawat dapat berupa leaflet
dan audio visual yang telah di sediakan oleh rumah sakit.

24
E. Bagan Alur Tatalaksana Nyeri

PASIEN

NYERI

RINGAN SEDANG BERAT

PERAWAT DR. JAGA TIM


NYERI
RUANAG
N

25

Anda mungkin juga menyukai