Anda di halaman 1dari 6

BAB III

Managemen Penanggulangan Tanah Longsor

3.1. Sosialisasi informasi tanah longsor

Sosialisasi / penyebar luasan informasi ini sebaiknya dapat dilakukan secara lebih
gencar, misalnya melalui tayangan televisi dan radio. Dengan cara sosialisasi yang
gencar dan tidak terkesan menakut-nakuti ini, masyarakat akan lebih memahami apa
sebenarnya yang sedang terjadi, mengapa hal tersebut terjadi dan langkah-langkah apa
yang dapat mereka lakukan sendiri untuk menolong diri mereka sendiri. Dengan kata
lain, masyarakat akan lebih berdaya dalam menghadapi longsoran. Apabila seluruh
masyarakat sudah terkondisikan dengan situasi siap menghadapi longsoran, diharapkan
jumlah korban longsoran susulan dapat lebih jauh berkurang dan hal ini akan jauh lebih
meringankan aparat dalam menangani bencana longsoran.

Jadi secara umum dapat disarankan tindakan yang perlu dilakukan sbb :

1. sosialisasi petunjuk praktis mengantisipasi longsoran secara dini dan petunjuk


praktis menghindari bahaya longsoran. Sosialisasi harus mencapai level
masyarakat desa.
2. Pemantauan retakan- retakan tanah ataupun retakan jalan dan bangunan
pada daerah rawan longsoran selama musim hujan. Retakan ini akan
berbentuk khas memanjang ataupun melengkung seperti tapal kuda
Pemantauan retakan juga harus dilakukan setiap hari selama musim hujan
pada tanah-tanah yang berdekatan dengan bangunan air ataupun bangunan
fasilitas umum seperti pada tanah-tanah di sekitar bendungan, bendung,
saluran air, tanggul air, jalan kereta api, dan jalan raya.

3.2. ANTISIPASI BENCANA TANAH LONGSOR

Ruang lingkup, manajemen penanggulangan bencana geologi meliputi, perencanaan


kegiatan penanggulangan sebelum, selama, dan sesudah terjadi bencana meliputi
pemetaan, pemantauan, survei bencana, dan sosialisasi. Organisasi penanggulangan
bencana geologi meliputi pembagian pekerjaan penanggulangan, pendelegasian
kewenangan penanggulangan.

Dalam koordinasi upaya pengembangan penanggulangan bencana istilah istilah yang


sering dipakai diantaranya adalah:

 Mitigasi yaitu suatu upaya memperkecil jatuhnya korban manusia dan atau kerugian
harta benda sebagai akibat bencana.
 Persiapan bencana merupakan upaya atau tindakan yang dilakukan sebelum
terjadinya bencana dalam persiapan menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.

 Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kembali korban bencana.

 Rekonstruksi adalah penataan kembali daerah yang terlanda bencana.

Daerah yang berpotensi terjadinya gerakan tanah adalah daerah yang berkemiringan
lereng kurang dari 18 derajat, daerah sepanjang dan di mulut lembah sungai, tanah
penutup tebal, terdapat bidang ketidaksinambungan seperti perlapisan batuan miring ke
arah lereng, kontak antara tanah penutup dan batuan dasar, daerah, longsoran lama,
daerah lereng terjal akibat aktivitas manusia seperti pemotongan bukit, penimbunan
tanah daerah tebing, daerah dekat dan bawah tebing terjal, daerah sepanjang dan mulut
lembah sungai yang memiliki kemiringan, di daerah tikungan sungai. Daerah dengan
kemungkinan terseret dan tertimbun material longsoran, kejatuhan material longsoran,
retaknya tanah karena terjadi getaran, dan pergeseran tanah.

3.2.1. Mitigasi bencana geologi

Salah satu manajemen penanggulangan bencana geologi adalah upaya mitigasi dengan
tepat dan benar. Mitigasi bencana geologi mencakup kegiatan di antaranya berupa
usaha pemahaman sumber dan potensi bencana, pemantauan dan sosialisasi
kebencanaan dan dilakukan sebelum, selama, dan sesudah terjadinya bencana geologi.
Sebelum terjadi bencana geologi meliputi pencegahan bencana. Upaya-upaya
pencegahan ini mencakup dua kegiatan pokok, yaitu:

(a) Identifikasi.

Identifikasi meliputi studi pengenalan jenis dan karakteristik bahaya geologi, lokasi
sumber potensi bahaya geologi, perkiraan tingkat bahaya geologi dan kerentanannya.
Identifikasi ini dapat dilakukan dengan penentuan kawasan rawan bahaya geologi,
analisis risiko bahaya, dan monitoring.

(b) Strategi mitigasi.

Strategi mitigasi yang dapat dilakukan dalam pencegahan bencana, di antaranya


menyangkut sosialisasi, pengaturan tata ruang wilayah, dan standar konstruksi
bangunan.

Sosialisasi merupakan bentuk pendidikan untuk menciptakan pemahaman dan


kesadaran masyarakat terhadap masalah potensi ancaman bahaya geologi, risiko
bahaya geologi, dan upaya penyelamatan diri dalam menghadapi kemungkinan
terjadinya bencana geologi, serta peraturan mengenai kebencanaan geologi.

Dengan kegiatan sosialisasi ini masyarakat diharapkan dapat mengetahui dan


memahami bahwa aspek pencegahan dan persiapan menghadapi bencana perlu
dilakukan sebagai upaya sebagai upaya sedini mungkin untuk mengurangi jatuhnya
korban jiwa dan kerugian harta benda sebagai dampak buruk terlanda bahaya geologi.

Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap ancaman bahaya geologi serta


pengetahuan megenai kebencanaan dapat dilakukan pula melalui sarana pembelajaran
di sekolah-sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi. Pembelajaran ini
sangat penting agar sedini mungkin masyarakat dapat mengetahui dan memahami
tentang bahaya geologi, bagaimana menghindari ancaman bahaya serta bagaimana
hidup di lingkungan yang kemungkinan terancam bahaya sehingga mampu untuk
meningkatkan kewaspadaannya. Peran aktif dan partisipasi dalam menghadapi ancaman
bahaya dapat terwujud jika masyarakat tersebut telah dibekali dengan informasi dan
pendidikan sebelumnya.

Sosialisasi dan penyampaian informasi kebencanaan harus dilakukan secara terus-


menerus dan efektif. Informasi dari instansi yang berwenang mengenai status ataupun
tingkat ancaman suatu bahaya harus dikomunikasikan kepada pemerintah sebagai
koordinator penanggulangan bencana serta instansi lain yang terkait. Segala tindakan
yang akan diambil oleh pemerintah yang menyangkut suatu kebijakan harus
dikomunikasikan kepada masyarakat. Komunikasi dapat dilakukan melalui berbagai
sarana dan media informasi.

3.2.2. Persiapan menghadapi bencana

Tindakan persiapan yang perlu dilakukan dalam menghadapi bencana, di antaranya


pengaturan sistem organisasi, persiapan tanggap darurat, pengaturan sistem pelaporan,
dan sistem evakuasi. Sehubungan tindakan pesiapan bencana melibatkan berbagai
instansi, maka perlu didukung suatu peraturan perundangan yang mengatur tugas dan
kewenangan dan hubungan koordinasi antar instansi.

Sistem organisasi yang mengatur tugas dan kewenangan dalam persiapan bencana
perlu dibuat dengan mengakomodasikan berbagai lembaga pemerintah dan
nonpemerintah yang terkait dengan permasalahan penanggulangan bencana mulai dari
tingkat pusat hingga daerah.

Selama terjadi bencana yang harus dilakukan adalah "tanggap darurat". Tanggap darurat
merupakan tindakan langsung yang dilakukan pada masa krisis dan setelah terjadi
bencana. Kegiatan tanggap darurat ini lebih bersifat sosial yang dilakukan secara
bersama dan terkoordinasi, dengan melibatkan pemerintah pusat dan daerah,
masyarakat dan lembaga terkait lainnya sebagai upaya menyelamatkan masyarakat dari
bencana. Tanggap darurat ini perlu mempertimbangkan terjadinya bahaya geologi
susulan sehingga perkembangan bahaya geologi perlu diketahui oleh masyarakat.
Sistem pelaporan. Mekanisme dan alur pelaporan mengenai tingkat kegiatan atau
ancaman suatu bahaya geologi maupun kondisi suatu sumber bahaya geologi menjadi
kewenangan instansi yang memiliki tugas dan fungsi dalam penyelidikan atau penelitian
kebencanaan geologi. Pelaporan harus dilakukan secara cepat, tepat, menerus dan
berskala serta sistematis dengan memuat informasi data maupun hasil analisisnya.
Pelaporan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media, sedangkan dalam
keadaan darurat dapat dilakukan secara lisan.

Evakuasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan tanggap darurat.


Sehubungan sistem evakuasi memerlukan perencanaan rinci dan spesifik dengan
mempertimbangkan aspek teknis kebencanaan, maka sistem evakuasi harus ditangani
oleh lembaga yang memiliki kapasitas dalam bidang teknis kebencanaan geologi. Dalam
hal ini identifikasi dan penentuan jalur dan tempat evakuasi yang terhindar dari ancaman
bahaya merupakan suatu hal yang mutlak.

3.2.3. Rehabilitasi korban.

Kegiatan rehabilitasi korban mencakup pemulihan permukiman dan bangunan


infrastruktur, termasuk relokasi yang aman dari bencana geologi. Dalam hal ini juga perlu
dilakukan penelitian yang cukup cermat terhadap lokasi yang dituju oleh para korban
bencana. Selain itu juga dilakukan studi kelayakan lain terhadap lingkungan baru yang
akan dihuni apakah sudah memenuhi syarat untuk lingkungan hidup dan lingkungan
sosial kemasyarakatan. Jangan sampai dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat
pada lokasi atau pemulihan pemukiman yang baru mengakibatkan meningkatnya
aktivitas manusia dan kebutuhan akan ruang sehingga perkembangan permukiman dan
aktivitasnya bergerak ke daerah yang memiliki potensi terjadinya bencana geologi yang
baru.

3.2.4. Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah penataan kembali daerah yang terlanda bencana sehingga


masyarakat sadar akan kondisi lingkungan yang ditempatinya mempunyai sifat antisipatif
terhadap segala hal yang kemungkinan bisa terjadi pada lingkungannya. Banyaknya
permukiman dan sarananya sudah telanjur dan berkembang di daerah rawan bencana
tanah longsor dan masyarakatnya tidak tahu bahwa mereka berada di daerah rawan
longsor. Di samping itu, kurangnya kepedulian masyarakat dalam pengembangan
wilayah terhadap faktor kebencanaan geologi khususnya tanah longsor, sedangkan
masyarakat bersifat reaktif terhadap kejadian bencana

Anda mungkin juga menyukai