Sosialisasi / penyebar luasan informasi ini sebaiknya dapat dilakukan secara lebih
gencar, misalnya melalui tayangan televisi dan radio. Dengan cara sosialisasi yang
gencar dan tidak terkesan menakut-nakuti ini, masyarakat akan lebih memahami apa
sebenarnya yang sedang terjadi, mengapa hal tersebut terjadi dan langkah-langkah apa
yang dapat mereka lakukan sendiri untuk menolong diri mereka sendiri. Dengan kata
lain, masyarakat akan lebih berdaya dalam menghadapi longsoran. Apabila seluruh
masyarakat sudah terkondisikan dengan situasi siap menghadapi longsoran, diharapkan
jumlah korban longsoran susulan dapat lebih jauh berkurang dan hal ini akan jauh lebih
meringankan aparat dalam menangani bencana longsoran.
Jadi secara umum dapat disarankan tindakan yang perlu dilakukan sbb :
Mitigasi yaitu suatu upaya memperkecil jatuhnya korban manusia dan atau kerugian
harta benda sebagai akibat bencana.
Persiapan bencana merupakan upaya atau tindakan yang dilakukan sebelum
terjadinya bencana dalam persiapan menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.
Daerah yang berpotensi terjadinya gerakan tanah adalah daerah yang berkemiringan
lereng kurang dari 18 derajat, daerah sepanjang dan di mulut lembah sungai, tanah
penutup tebal, terdapat bidang ketidaksinambungan seperti perlapisan batuan miring ke
arah lereng, kontak antara tanah penutup dan batuan dasar, daerah, longsoran lama,
daerah lereng terjal akibat aktivitas manusia seperti pemotongan bukit, penimbunan
tanah daerah tebing, daerah dekat dan bawah tebing terjal, daerah sepanjang dan mulut
lembah sungai yang memiliki kemiringan, di daerah tikungan sungai. Daerah dengan
kemungkinan terseret dan tertimbun material longsoran, kejatuhan material longsoran,
retaknya tanah karena terjadi getaran, dan pergeseran tanah.
Salah satu manajemen penanggulangan bencana geologi adalah upaya mitigasi dengan
tepat dan benar. Mitigasi bencana geologi mencakup kegiatan di antaranya berupa
usaha pemahaman sumber dan potensi bencana, pemantauan dan sosialisasi
kebencanaan dan dilakukan sebelum, selama, dan sesudah terjadinya bencana geologi.
Sebelum terjadi bencana geologi meliputi pencegahan bencana. Upaya-upaya
pencegahan ini mencakup dua kegiatan pokok, yaitu:
(a) Identifikasi.
Identifikasi meliputi studi pengenalan jenis dan karakteristik bahaya geologi, lokasi
sumber potensi bahaya geologi, perkiraan tingkat bahaya geologi dan kerentanannya.
Identifikasi ini dapat dilakukan dengan penentuan kawasan rawan bahaya geologi,
analisis risiko bahaya, dan monitoring.
Sistem organisasi yang mengatur tugas dan kewenangan dalam persiapan bencana
perlu dibuat dengan mengakomodasikan berbagai lembaga pemerintah dan
nonpemerintah yang terkait dengan permasalahan penanggulangan bencana mulai dari
tingkat pusat hingga daerah.
Selama terjadi bencana yang harus dilakukan adalah "tanggap darurat". Tanggap darurat
merupakan tindakan langsung yang dilakukan pada masa krisis dan setelah terjadi
bencana. Kegiatan tanggap darurat ini lebih bersifat sosial yang dilakukan secara
bersama dan terkoordinasi, dengan melibatkan pemerintah pusat dan daerah,
masyarakat dan lembaga terkait lainnya sebagai upaya menyelamatkan masyarakat dari
bencana. Tanggap darurat ini perlu mempertimbangkan terjadinya bahaya geologi
susulan sehingga perkembangan bahaya geologi perlu diketahui oleh masyarakat.
Sistem pelaporan. Mekanisme dan alur pelaporan mengenai tingkat kegiatan atau
ancaman suatu bahaya geologi maupun kondisi suatu sumber bahaya geologi menjadi
kewenangan instansi yang memiliki tugas dan fungsi dalam penyelidikan atau penelitian
kebencanaan geologi. Pelaporan harus dilakukan secara cepat, tepat, menerus dan
berskala serta sistematis dengan memuat informasi data maupun hasil analisisnya.
Pelaporan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media, sedangkan dalam
keadaan darurat dapat dilakukan secara lisan.
3.2.4. Rekonstruksi