Definisi Shock
Sindrom klinis akibat kegagalan perfusi darah ke jaringan yang mengakibatkan perubahan
aktivitas selular (hipoperfusi)
Nama lain : Syok/Renjatan
Fisiologi Perfusi
• Perfusi jaringan dipertahankan oleh tekanan darah. Dalam hal ini yang menjai
patokan ukuran adalah tekanan arteri rata-rata atau MAP (Mean Arterial Pressure)
• MAP = CO x PR
CO = cardiac output
• MAP = SV x HR x PR
SV = stroke volume
• SV (darah) – semakin banyak volume darah, HR = heart rate
tekanan darah semakin tinggi, perfusi semakin PR = peripheral resistance
besar
• HR (jantung) – semakin kuat kontraksi dan frekuensi denyut jantung, tekanan
darah semakin tinggi, perfusi semakin besar
• PR (pembuluh darah) – semakin sempit diameter pembuluh (vasokontriksi), maka
resistensi perifer semakin besar, tekanan darah semakin tinggi, akibatnya perfusi
semakin besar.
Jenis Shock
Karena proses perfusi melibatkan komponen darah, jantung, dan pembuluh darah maka
jenis shock disesuaikan dengan letak kelainannya tersebut.
• Shock Hipovolumik (darah)
• Shock Kardiogenik (jantung)
• Shock Distributif/Vaskular (pembuluh darah)
• Shock Obstruktif (obstruksi mekanik aliran darah)
Tahapan Shock
• Tahap terkompensasi
Tahap dimana mekanisme kompensatorik dapat menstabilkan sirkulasi sementara
dan mencegah kerusakan sel. Mekanisme ini akan terus berlangsung sampai
penyebab shock hilang. Jika mekanisme ini gagal, maka shock akan masuk ke
tahapan selanjutnya.
• Tahap dekompensasi/progresif
Terjadi manifestasi sistemik, perburukan kondisi, dan kemunduran fungsi organ
• Tahap refrakter/irreversible
Tahap dimana terjadi kerusakan sel hebat yang tidak dapat dihindari dan berakhir
pada kematian
1
Tanda
Daerah tubuh Tanda
2
Mengapa shock berbahaya dan sangat perlu diwaspadai?
• Pengancam nyawa dalam waktu yang sangat singkat.
• Menyebabkan kerusakan fungsi berbagai organ.
SHOCK HIPOVOLUMIK
Definisi
Kegagalan perfusi jaringan karena berkurangnya volume cairan intravaskular.
Dengan kata lain, darah yang ada di sirkulasi tidak cukup untuk dialirkan ke seluruh
jaringan. Pada kasus ini jantungnya normal, pembuluh darahnya normal, tetapi volume
darahnya yang kurang.
Penyebab
Kehilangan darah (perdarahan), hilangnya plasma (luka bakar), hilangnya cairan
ekstraseluler (muntah, diare), internal third-space loss (aliran darah/cairan ekstraseluler
ke rongga retroperitoneal)
Gejala Khas
Shock hipovolumik merupalan tipe shock yang tahapannya dapat dimati dan dibedakan
dengan baik.
• Tahap Kompensasi
Mekanisme pertahanan tubuh ditujukan untuk menyelamatkan organ-organ
utama. (Perfusi ke otak, hepar, ginjal dipertahankan. Perfusi ke kulit dan usus
dikurangi). Mekanisme ini akan terus berlangsung sampai penyebab shock hilang
(perdarahan tertangani). Jika mekanisme ini gagal, maka shock akan masuk ke
tahapan selanjutnya.
Pada tahap ini, tekanan darah dipertahankan melalui peningkatan frekuensi
denyut jantung (tachycardia) dan peningkatan resistensi pembuluh darah dengan
cara men- vasokontriksi-kan pembuluh darah di kulit dan usus. Bila perdarahan
tetap berlangsung, maka jumlah cairan dalam pembuluh akan terus berkurang.
Karena itulah, pada pemeriksaan nadi pasien dengan kecurigaan shock
hipovolumik akan teraba nadi yang cepat dan dangkal. Rasa haus juga timbul
akibat berkurangnya volume cairan tubuh. Selain itu, adanya vasokontriksi di
daerah kulit mengakibatkan kulit terutama daerah ekstremitas tampak pucat dan
teraba dingin serta WPK meningkat. Sedangkan vasokontriksi pada organ-organ
abdomen menyebabkan hilangnya suara peristaltis dan timbulnya perasaan mual
dan muntah. Pada tahap ini, kecepatan respirasi bertambah (tachypneu) untuk
3
memenuhi kebutuhan oksigen. Mulai tampak perubahan status kesadaran pasien
(Ingat, otak adalah organ yang paling sensitive terhadap penurunan oksigen dan
glukosa).
• Tahap dekompensasi
Tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi kehilangan cairan dan perfusi
jaringan. Tekanan darah turun secara progresif, penurunan kesadaran yang
drastis, mulai agitasi, confusi, bahkan sampai stupor. Denyut nadi semakin cepat
tetapi semakin lemah, dan WPK semakin memanjang.
• Tahap ireversibel/refrakter
Segala mekanisme kompensatorik gagal. Mulai terjadi kematian sel. Fungsi
organ-organ terganggu (multiple organ failure). Walaupun tanda vital korban
berhasil diperbaiki tetapi tetap akan berakhir pada kematian akibat kerusakan
organ yang ireversibel.
Terapi Definitif (Kompetensi ALS)
Tujuan terapi adalah mengembalikan volume intravaskular.
Infus cairan koloid (dekstran/albumin), kristaloid (RL, NaCl, glukosa), dan darah dengan
perbandingan 3:1 (3 volume cairan infus untuk 1 volume darah/cairan tubuh yang hilang).
SHOCK KARDIOGENIK
Definisi
Kegagalan perfusi jaringan karena kegagalan fungsi pompa jantung
Dengan kata lain, otot jantung tidak cukup kuat untuk memompa darah ke seluruh
jaringan. Pada kasus ini volume darahnya normal, pembuluh darahnya normal, tetapi
jantungnya yang tidak kuat memompa.
Penyebab
Infark miokard (kematian sel otot jantung), aritmia (jantung berdenyut tidak teratur
sehingga pemompaan darah tidak efisien), congestive heart failure (otot jantung ventrikel
kiri membesar karena elastisitasnya hilang sehingga tidak kuat untuk memompa darah
(ingat hukum Frank Starling).
Gejala Khas
Karena terjadi kegagalan fungsi pompa/kontraksi jantung, maka tachycardia tidak
dijumpai. Nadi lemah dan lambat. Kegagalan fungsi pompa jantung menyebabkan
gangguan peredaran darah paru-jantung, akibatnya darah tidak bisa masuk jantung dan
tertahan di paru menyebabkan oedem paru yang manifestasinya berupa dyspnea (nyeri
saat bernafas). Tampak pula peningkatan tekanan vena sentral dan vena jugular.
Terapi Definitif (Kompetensi ALS)
Tujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung.
Infuse obat-obatan inotropik (dobutamin 20mcg/menit).
SHOCK DISTRIBUTIF/VASKULAR
Definisi
Kegagalan perfusi jaringan karena vasodilatasi pembuluh darah.
Dengan kata lain, volume darahnya normal, jantungnya normal tetapi karena adanya
vasodilatasi/pelebaran pembuluh darah maka perfusinya terganggu (Ingat bahwa
perfusi/MAP dipengaruhi oleh besar kecilnya pembuluh darah). Dinamakan shock distributif
karena gangguannya terjadi pada proses distribusi darah. Dalam beberapa referensi, kata
’distribusi’ merujuk pada terjadinya proses distribusi/perpindahan cairan dari
kompartemen intravaskular (pembuluh darah) ke jaringan intersitisial akibat peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang disebabkan peristiwa vasodiltasi tadi.
Penyebab
Infeksi/sepsis, reaksi alergi/anafilaksis, neurogenik
4
a. Shock sepsis adalah shock distributif yang disebabkan masuknya kuman dalam aliran
darah. Kuman (biasanya gram -) yang masuk pembuluh darah (septicemia) akan
menghasilkan toksin. Sistem imun tubuh merespon, melepaskan mediator inflamasi (TNF-
α, IL-1). Toksin yang dihasilkan kuman dan mediator inflamasi yang dilepaskan tubuh
secara berlebihan tadi memiliki sifat sebagai vasodilator kuat yang akan menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah.
• Gejala khas : demam karena adanya reaksi infeksi, kulit terasa hangat dan memerah
karena vasodilatasi pembuluh darah.
• Terapi definitif :
Tujuan untuk mengendalikan agen infeksi dan men-vasokontriksikan pembuluh.
Antibiotik dan infus epinefrin (10mcg/menit) serta bolus cairan kristaloid.
b. Shock anafilkasis adalah shock distributif yang terjadi karena adanya reaksi alergi
yang menyebabkan pengeluaran histamin berlebihan dan mengakibatkan vasodilatasi
pembuluh darah. Ingat histamin juga memiliki fungsi sebagai vasodilator. Shock
anafilaksis biasanya terjadi karena alergi penicilin, makanan, atau gigitan serangga.
• Gejala khas : kulit kemerahan dan gatal, sulit bernafas karena bronkospasme, keram
perut akibat hiperperistaltis. Kulit edema akibat keluarnya cairan dari pembuluh ke
intersitial. Semua gejala itu dimediasi oleh histamin.
• Terapi definitif :
Tujuan mengurangi gejala dengan menekan reaksi alergi dan mem-vasokontriksi-kan
pembuluh darah
Kortikosteroid IV (240 mg) dan infus epinefrin.
c. Shock neurogenik adalah shock distributif yang terjadi karena penekanan pusat syaraf
simpatis yang menyebabkan hilangnya tonus pembuluh darah secara tiba-tiba (Ingat
fungsi syaraf simpatis adalah mempertahankan keadaan vasokontriksi pembuluh).
Biasanya terjadi karena anestesi umum/anestesi spinal dan cedera spinal.
• Gejala khas : kulit hangat akibat vasodilatasi pembuluh perifer dan kering karena
tidak adanya produksi keringat (Ingat bahwa syaraf simpatis berperan dalam memacu
produksi keringat). Denyut jantung teraba lemah dan lambat.
• Terapi definitif :
Tujuan untuk memvasokontriksikan pembuluh darah.
Infus epinefrin dan atropin sulfat.
SHOCK OBSTRUKTIF
Definisi
Kegagalan perfusi jaringan karena adanya obstruksi mekanik yang menghambat darah
kembali ke jantung atau menghambat keluarnya darah dari jantung.
Dengan kata lain, volume darahnya normal, jantungnya normal, pembuluh darahnya
normal tetapi ada faktor mekanik di luar ketiga komponen tadi, yang menyebabkan perfusi
jaringan tidak berjalan dengan baik
Penyebab
Cardiac tamponade/tamponade jantung (perdarahan perikardium), tension
pneumothoraks, kompresi/diseksi/aneurisma aorta, emboli pulmoner
Patofisiologinya
• Pada kasus tamponade jantung, terjadi perdarahan di rongga perikardium. Ingat
bahwa kapasitas tampung rongga perikard hanya 30-50 mL. Semakin banyak
perdarahannya maka cairan yang terkumpul semakin banyak dan akan mendesak
jantung, mengakibatkan gangguan pengisian ventrikel jantung dan fungsi
pemompaan otot-otot jantung.
5
• Pada kasus tension pneumothoraks, tekanan intrapleura meningkat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrathorakal dan pergeseran mediastinuim.
Tekanan intrathorakal yang meningkat akan menyebabkan penurunan venous
return, sedangkan pergeseran mediastinum akan menghambat aliran darah balik
ke jantung.
• Adanya diseksi, kompresi, maupun aneurisma pada aorta akan menghambat aliran
darah keluar dari jantung.
• Pada kasus emboli pulmoner, aliran darah akan tertahan oleh sumbatan embolus
di paru. Sumbatan ini selanjutnya akan mengakibatkan gangguan siklus paru-
jantung dan pada akhirnya menghambat aliran darah menuju jantung.
Gejala Khas
Mencakup gejala umum shock dan gejala penyakit yang mendasarinya.
Terapi Definitif (Kompetensi ALS) :
Tujuan untuk mengatasi obstruksinya
Cardiac tamponade : dengan pericardiocentesis
Tension pneumothoraks : dengan punctio pleura dan WSD (Water Shield Drainage)
Emboli pulmoner : agen anti trombolitik.
6
Sehingga pada beberapa referensi, pemeriksaan sirkulasi harus mencakup
pemeriksaan nadi radialis, memeriksa warna, suhu, kondisi kulit, dan
mengontrol perdarahan.
b. Kontrol perdarahan
• Tekan langsung : tidak boleh pada fraktur terbuka atau luka tusuk yang
masih menancap.
• Tinggikan : prinsipnya luka diposisikan lebih tinggi dari jantung.
• Tekan tidak langsung : prinsipnya harus pada tulang yang tunggal (femur
atau humerus), harus terletak di antara luka dan jantung.
• Tourniquet : pilihan terakhir. Torniquet dipasang sedekat mungkin dengan
luka, tidak boleh melebihi 2 inci, tidak boleh dikendurkan kecuali atas
alasan medis.
6. Penanganan Shock
a. Melonggarkan pakaian yang ketat.
Pakaian yang ketat dapat mempersulit usaha bernafas dan mengganggu
sirkulasi darah dan suplai oksigen ke jaringan.
b. Baringkan korban. Tinggikan kaki korban 8-12 inchi untuk meningkatkan
venous return dan mengembalikan oksigenasi ke organ yang lebih penting.
Jangan lakukan hal ini bila didapati adanya cedera serius pada kepala, servikal,
thoraks, abdomen, pelvis, dan trauma ekteremitas bawah.
c. Pertahankan panas tubuh dengan menggunakan selimut, tapi jangan sampai
korban kepanasan. Bila memungkinkan, lepaskan pakaian yang basah.
d. Posisikan korban pada posisi supinasi. Jangan pernah meninggikan kepala
korban, karena akan mengganggu aliran darah ke otak. Korban jangan
diposisikan duduk (FOWLER) atau setengah duduk (SEMI FOWLER). Bila
korban tidak sadar, bisa dibaringkan dalam posisi COMA untuk mempermudah
drainage muntah dan mencegah aspirasi. Tetapi jangan lakukan posisi COMA
jika korban dicurigai mengalami cedera servikal. Biarkan saja pada posisi
supine.
e. Walaupun pasien merasa haus, jangan diberi minum atau apapun melalui
mulut karena dapat merangsang muntah apalagi jika korban tidak
sadar/belum pulih. Basahi saja sedkit bibir korban agar tidak kering.
PINGSAN
Definisi Pingsan
Adalah hilangnya kesadaran yang berlangsung tiba-tiba tetapi bersifat sementara
(reversibel) yang disertai hilangnya tonus postural (tidak mampu mempertahankan posisi
tubuh) akibat turunnya perfusi darah ke otak.
Nama lain : sinkop/faint/passed out/lightheadedness/kolaps/shock psikogenik
Patofisiologi
Berbeda dengan shock, korban pada kasus pingsan hanya mengalami penurunan perfusi
ke otak yang berlansung sebentar, sedangkan perfusi ke organ lain tetap berlangsung
normal. Adapun shock, kegagalan perfusinya terjadi hampir di seluruh jaringan. Selain itu,
pasien shock (hipovolumik) nadinya cepat, sedangkan korban pingsan nadinya lambat.
Pingsan terjadi karena darah tidak mampu menjangkau daerah kepala, yang secara
gravitasi membutuhkan tekanan yang lebih besar untuk menjamin adanya perfusi.
Penyebab Umum
7
1. Refleks vasovagal (stimulasi berlebihan nervus vagus yang sifatnya parasimpatis
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh terutama di daerah sistem syaraf pusat).
Refleks ini timbul akibat beberapa faktor pencetus misalnya emosi yang
berlebihan, terkejut, kaget, merasakan nyeri hebat, ketakutan melihat darah, dll.
Sebagian besar kasus pingsan yang bukan karena kelainan jantung (sinkop non-
kardik) menurut para ahli, lebih disebabkan karena terkena hipersensitivitas vagus.
Vagus adalah saraf otak kesepuluh yang mensarafi organ bagian dalam tubuh dan
sangat berpengaruh terhadap frekuensi detak jantung.
Salah satu pencerminan hipersensitivitas vagus dikenal sebagai sinkop vasovagal
(berkaitan dengan pembuluh darah dan nervus vagus) dan vasodepresif. Ini terjadi
karena timbulnya ketidakseimbangan refleks saraf otonom dalam bereaksi terhadap
posisi berdiri yang berkepanjangan. Berawal dari kecenderungan terkumpulnya
sebagian darah dalam pembuluh vena bawah akibat gravitasi bumi, hal ini
menyebabkan jumlah darah yang kembali ke jantung berkurang sehingga curah ke
jantung serta tekanan darah sistoliknya menurun. Guna mengatasi penurunan
tersebut, otomatis timbul refleks kompensasi normal, berupa bertambahnya frekuensi
dan kekuatan kontraksi jantung, dengan tujuan mengembalikan curah ke jantung ke
tingkat semula.
Pada seseorang yang hipersensitif, bertambahnya kekuatan kontraksi ini justru
mengaktifkan reseptor mekanik yang ada pada dinding bilik jantung kiri sehingga
timbul refleks yang dinamakan refleks Bezold-Jarisch (sesuai nama penemunya).
Efeknya, frekuensi detak jantung berbalik menjadi lambat, pembuluh darah tepi
melebar, dan kemudian terjadi tekanan darah rendah (hipotensi) sehingga aliran darah
ke susunan saraf terganggu. Di sinilah sinkop terjadi.
2. Hipotensi orthostatik/postural.
Ketika seseorang beranjak dari posisi tidur/ duduk ke posisi berdiri, atau berdiri dalam
waktu lama maka secara normal, tubuh akan meningkatkan tekanan darah untuk
melawan gravitasi guna menjamin adanya perfusi yang baik ke daerah kepala. Namun
pada orang-orang dengan hipotensi orthostatik, mekanisme ini terganggu sehingga
menyebabkan suplai darah ke otak tidak cukup dan timbullah gangguan kesadaran.
Pada kasus pingsan, korban biasanya sadar dalam beberapa menit kemudian.
3. Heat exhaustion.
Pada orang-orang yang pekerjaannya terpapar panas dalam jangka waktu lama,
mudah sekali mengalami dehidrasi. Apalagi bila pekerjaannya ebagian besar dilakukan
dalam keadaan berdiri.
4. Pakaian yang terlalu ketat.
Sama seperti shock, pakaian yang ketat juga dapat mengganggu aliran darah. Selain
itu, pakaian yang terlalu ketat juga dapat mencetuskan hipersensitivitas vagus melalui
stimulasi sinus karotis. Ini bisa terjadi bila penderita mengenakan baju berkerah tinggi
terlalu ketat, sehingga gerakan kepala menyebabkan penekanan pada sinus karotis
yang terletak pada leher samping agak ke depan. Hal ini bisa mengakibatkan detak
jantung melambat dan menimbulkan sinkop.
Gejala Prodromal
Adalah gejala yang timbul sesaat sebelum korban mengalami pingsan, antara lain :
• Pusing dan mata berkunang-kunang
• Keringat dingin
• Mual, ingin muntah
• Telinga berdengung
• Dada berdebar-debar
Pencegahan
8
Ketika seseorang sudah mengalami gejala prodromal pingsan, segera lakukan hal berikut
untuk mencegah terjadinya pingsan :
1. Alihkan perhatian korban dari penyebab pingsan (panas, darah, rasa nyeri, dll)
2. Longgarkan ikatan atau pakaian yang ketat.
3. Baringkan korban pada posisi supine supaya posisi kepala lebih rendah. Hati-hati,
jangan meninggikan posisi kepala.
4. Jika tidak memungkikan untuk berbaring, dudukkan korban di kursi dan minta dia
untuk meletakkan kepalanya meringkuk di antara lutut. Minta untuk menarik nafas
panjang. (Jangan lakukan ini pada pasien dengan cedera kepala, servikal, dan
kesulitan bernafas)
Segera hubungi petugas medis bila korban pingsan mengalami hal berikut.
• Hamil atau berusia lebih dari 40 tahun
• Belum juga sadar dalam waktu lama (>5 menit)
• Mengalami riwayat serangan pingsan berulang
• Mempunyai riwayat kelainan jantung