Case Stroke Andreas
Case Stroke Andreas
Nama : Andreas
NIM : 11-2014-295
Dokter pembimbing : Dr. Hardhi Pranata, Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. G
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Guru
Alamat : Perum. Maharaja blok H2/12, Depok
Tanggal masuk RS : 13 Mei 2015
PASIEN DATANG KE RS
II. SUBJEKTIF
Anamnesis
1
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan lemas di bagian tubuh sebelah kiri sejak kurang lebih
1 bulan lalu.
Terdapat riwayat kencing manis. Keluarga pasien mengaku tidak ada riwayat
hipertensi. Pasien selama ini mengkonsumsi obat kencing manis tidak teratur. Kakak
pasien pernah mengalami stroke. Tidak ada riwayat kanker. Tidak ada riwayat maag
dan alergi obat. Pada tahun 2012, keluarga pernah melihat pasien mengeluh
kesemutan di sebelah kanan tubuh tetapi tidak lemas. Pasien pernah didiagnosis
dengan penurunan kesadaran karena infeksi TB ke otak. Sudah dirawat di RS namun
pengobatan tidak tuntas.
2
Kejang (-)
Stroke (+)
III. OBJEKTIF
1. Status Presens
3
2. Status Psikikus
3. Status Neurologis
i. Sikap : Simetris
ii. Pergerakan : Terbatas
iii. Kaku kuduk : (+)
i. N. I kanan kiri
Subjektif Normal
Dengan bahan Tidak dilakukan
4
Eksoftalmus Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada
Pupil
Besar 4 mm 4 mm
Bentuk bulat bulat
Posisi Ditengah Ditengah
Refleks cahaya (-) (+)
langsung
Refleks cahaya tidak (-) (+)
langsung
Melihat kembar (-) (-)
5
Menyeringai (+) (-)
Mencembungkan pipi Normal
Bersiul Tidak dilakukan
6
d. Badan dan Anggota Gerak
i. Badan
Motorik
- Respirasi : Simetris dalam keadaan statis dan
dinamis
- Duduk : Sulit
- Bentuk columna verterbralis : Normal
- Pergerakan columna vertebralis : Sulit bergerak
Refleks
- Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan
- Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan
- Refleks kulit perut tengah: Tidak dilakukan
- Refleks kremaster : Tidak dilakukan
7
Refleks kanan kiri
- Biceps (+) (-)
- Triceps (+) (-)
- Radius Tidak dilakukan
- Ulna Tidak dilakukan
- Hoffman Trommer (-) (-)
8
Koordinasi, gait, dan keseimbangan
- Cara berjalan : Tidak dapat berjalan
- Tes Romberg : Tidak dilakukan
- Disdiadokokinesia : Tidak dilakukan
- Ataksia : Tidak dilakukan
- Rebound phenomenon : Tidak dilakukan
- Dismetria : Tidak dilakukan
Gerakan-gerakan abnormal
- Tremor : Negatif
- Miokloni : Negatif
- Khorea : Negatif
Alat vegetatif
- Miksi : Sulit
- Defekasi : Sedikit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Hemoglobin 14,8 g/dl
Lekosit 13,79 ribu/mm3
Hematokrit 43 %
Trombosit 375 ribu/mm3
LED 15 mm/jam
MCV 75,6 fL
MCH 26 pg
MCHC 34,4 g/dl
Basofil 0%
Eosinofil 4%* (nilai normal 1-3 %)
Neutrophile stab 0%* (nilai normal 3-5 %)
Neutrophile segmen 80%* (nilai normal 54-62)
9
Limfosit 10%* (nilai normal 25-33)
Monosit 6
Kimia Darah
Diabetes Melitus
Gula Darah Sewaktu 285 mg/dl* (nilai normal <180)
Albumin
Albumin 3,2 g/dl* (nilai normal 3,5-5)
Globulin
Globulin 5,2 g/dl* (nilai normal 1,3-2,7)
Fungsi Jantung
Elektrolit
Na 123 MEQ/L* (nilai normal 135-146)
K 4,72 MEQ/L
Cl 91 MEQ/L* (nilai normal 98-107)
Cor: kesan membesar ke kiri dengan apeks tertanam, segmen pulmonal tak menonjol.
Aorta elongasi.
Pulmones: Hila tidak melebar.
Tampak infilrat di parakardial kanan dan kiri.
Corakan bronkovaskuler tidak meningkat.
Pleura tidak tampak kelainan
Diafragma/sinus: tidak tampak kelainan.
Tulang-tulang: tidak tampak kelainan.
Kesan
Cor: suspek kardiomegali dengan LVH, aorta elongasi.
Pulmones: sesuai gambaran bronkopneumonia DD/ bendungan paru.
10
USG Abdomen (19 Mei 2015)
Hepar: besar, permukan dan tepi dalam batas normal, struktur echo parenchym
homogen normal, tak tampak pelebaran struktur.
Tubuler intra/ekstra hepatik tidak tampak SOL.
Kandung empedu: tak tampak double wall (-), batu(-), sludge(-), SOL(-)
Lien: besar, letak, permukaan dalam batas normal, struktur echo parenchym
homogen normal, tidak tampak pelebaran hilus, tidak tampak SOL.
Pancreas: besar, letak dalam batas normal, struktur echo parenchym homogen
normal, ductus tidak melebar, SOL (-)
Ginjal: besar, letak dalam batas normal, struktur echo cortex & medula baik,
Echo sinus renalis meningkat, PCS tak melebar, batu/SOL (-).
Kelenjar para-aortal: tidak tampak melebar.
Vesica urinaria: tak tampak double wall, batu (-), SOL (-).
Kesan
Sesuai gambaran UTI (Kristal ginjal) ureterolith?.
Hepar, lien, pancreas, vesia urinaria tak tampak kelainan.
IV. RESUME
Tn. G datang dengan keluhan lemas di bagian tubuh sebelah kiri sejak 1 bulan
SMRS. Keluhan terjadi secara tiba-tiba saat sedang menonton TV, dibarengi dengan
muntah dan pusing serta keringat dingin. Keluhan baru pertama kali dirasakan. Tidak
ada rasa kesemutan atau baal. Tidak ada penurunan kesadaran. Setelah lemas badan
tidak dapat digerakkan. Kelopak mata sebelah kanan tidak dapat diangkat. Pasien
mengalami kesulitan menelan air dan makanan, kesulitan bicara. Buang air besar dan
kecil sulit dan sedikit, membutuhkan bantuan karena pasien tidak dapat bergerak.
Pasien pernah dirawat di rumah sakit karena keluhannya.
Terdapat riwayat kencing manis. Keluarga pasien mengaku tidak ada riwayat
hipertensi. Konsumsi obat kencing manis tidak teratur. Kakak pasien pernah
mengalami stroke. Tidak ada riwayat kanker. Tidak ada riwayat maag dan alergi
obat.
11
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5
(15), keadaan umum tampak sakit berat, tekanan darah 140/110 mmHg, nadi 84
kali/menit, pernafasan 24 kali/menit, suhu 36,4°C.
V. FOLLOW UP
1. 16 April 2015
S: Sudah mulai bisa berkomunikasi, bicara lebih jelas, mata sebelah kanan
menutup, tubuh sebelah kiri masih lemas, belum bisa makan lewat mulut, BAB &
BAK tak ada keluhan.
N. II kanan kiri
Lapangan penglihatan Normal
N. III kanan kiri
Ptosis (+) (-)
Gerakan bola mata
Superior Tidak ada kelainan
Inferior Tidak ada kelainan
Medial Tidak ada kelainan
Pupil
Besar 4 mm 4 mm
Bentuk bulat bulat
Posisi Ditengah Ditengah
Refleks cahaya (+) (+)
langsung
12
Refleks cahaya tidak (+) (+)
langsung
Melihat kembar (-) (-)
13
- Kekuatan 5-5-5-5 1-1-1-1
- Tonus Normotonus Hipotonus
Sensibilitas kanan kiri
- Taktil (+) (+)
Refleks kanan kiri
- Biceps (+) (-)
- Triceps (+) (-)
- Hoffman Trommer (-) (-)
A: Stroke iskemik/infark?
DM tipe II
P: Rimstar 1x4
Trajenta 5 mg
Truvas 1x1
Trobesco 3x1
Arcalion 200 mg 2x1
Brainact 2x1
14
Furosemide 1x1/2
Vip Albumin 3x1
Citicolin inj 3x250 mg
Ceftriaxone 2x1
2. 17 April 2015
N. II kanan kiri
Lapangan penglihatan Normal
N. III kanan kiri
Ptosis (+) (-)
Gerakan bola mata
Superior Tidak ada kelainan
Inferior Tidak ada kelainan
Medial Tidak ada kelainan
Pupil
Besar 4 mm 4 mm
Bentuk bulat bulat
Posisi Ditengah Ditengah
Refleks cahaya (+) (+)
langsung
Refleks cahaya tidak (+) (+)
langsung
Melihat kembar (-) (-)
15
N.IV kanan kiri
Pergerakan mata
(ke bawah-keluar) Normal
16
- Taktil (+) (+)
Refleks kanan kiri
- Biceps (+) (-)
- Triceps (+) (-)
- Hoffman Trommer (-) (-)
A: Stroke infark
DM tipe II
P: Rimstar 1x4
Truvas 1x1
Trobesco 3x1
Arcalion 200 mg 2x1
Brainact 2x1
Furosemide 1x1/2
Vip albumin 3x1
Citicolin inj 3x250 mg
Ceftriaxone 2x1
17
18 April 2015
S: Tangan dan kaki kiri sudah dapat digerakkan sedikit. Masih belum bisa
menelan.
N. II kanan kiri
Lapangan penglihatan Normal
N. III kanan kiri
Ptosis (+) (-)
Gerakan bola mata
Superior Tidak ada kelainan
Inferior Tidak ada kelainan
Medial Tidak ada kelainan
Pupil
Besar 4 mm 4 mm
Bentuk bulat bulat
Posisi Ditengah Ditengah
Refleks cahaya (+) (+)
langsung
Refleks cahaya tidak (+) (+)
langsung
Melihat kembar (-) (-)
18
Membuka mulut Normal
Mengunyah Normal
Menggigit Normal
Sensibilitas baik baik
19
Anggota gerak bawah
A: Stroke infark
DM tipe II
P: Rimstar 1x4
Trajenta 5 mg 0-1-0
Omz 20 mg 1x1
Cerebrex 1x1
Trobesco 3x1
Arcalion 200 mg 2x1
Brainact 2x1
Furosemide 1x1/2
Vip albumin 3x1
Citicolin inj 3x250 mg
Ceftriaxone 2x1
Atrovastatin 20 mg 0-0-1
Metformine 500 mg 1x1
Injeksi Novorapid 3x8 unit
20
3. 19 April 2015
S: Keadaan membaik, sudah bisa diajak bicara. Tangan dan kaki kiri lebih sulit
digerakkan daripada kemarin, BAB & BAK masih sedikit, namun sudah lebih
lancar.
N. II kanan kiri
Lapangan penglihatan Normal
N. III kanan kiri
Ptosis (+) (-)
Gerakan bola mata
Superior Tidak ada kelainan
Inferior Tidak ada kelainan
Medial Tidak ada kelainan
Pupil
Besar 4 mm 4 mm
Bentuk bulat bulat
Posisi Ditengah Ditengah
Refleks cahaya (+) (+)
langsung
Refleks cahaya tidak (+) (+)
langsung
Melihat kembar (-) (-)
21
N.V kanan kiri
Membuka mulut Normal
Mengunyah Normal
Menggigit Normal
Sensibilitas baik baik
22
- Hoffman Trommer (-) (-)
A: Stroke infark
DM tipe II
P: Rimstar 1x4
Trajenta 5 mg 0-1-0
Omz 20 mg 1x1
Cerebrex 1x1
Trobesco 3x1
Arcalion 200 mg 2x1
Brainact 2x1
Furosemide 1x1/2
Vip albumin 3x1
Citicolin inj 3x250 mg
Ceftriaxone 2x1
Atrovastatin 20 mg 0-0-1
Metformine 500 mg 1x1
23
Injeksi Novorapid 3x8 unit
VI. DIAGNOSIS
1. Diagnosis klinis : hemiparesis sinistra, paresis N VII sentral dextra,
paresis N XII sinistra
2. Diagnosis topis : korteks serebri
3. Diagnosis etiologis : vaskuler
4. Diagnosis patologis : infark
Non medika-mentosa
- Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah.
- Kontrol tekanan darah dan gula.
- Fisioterapi latihan menggerakan bagian tubuh yang lemas dan akupuntur.
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia
24
TINJAUAN PUSTAKA
Otak merupakan bagian depan dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan dan
pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh 3 selaput otak yang disebut meningen (duramater,
arachnoid, dan piamater) dan berada di dalam rongga tengkorak.1
Otak mempunyai peranan yang berbeda antara bagian yang kanan maupun kiri. Otak kanan
berfungsi dalam hal persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk atau ruang, emosi, musik dan
warna. Daya ingat otak kanan bersifat panjang (long term memory). Bila terjadi kerusakan
otak kanan misalnya pada penyakit stroke atau tumor otak, maka fungsi otak yang terganggu
adalah kemampuan visual dan emosi misalnya. Otak kiri berfungsi dalam hal perbedaan,
angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan dan logika. Daya ingat otak kiri bersifat jangka
pendek (short term memory). Bila terjadi kerusakan pada otak kiri maka akan terjadi
gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa dan matematika.1
Hemisfer serebri
Kedua hemisfer serebri, yang membentuk bagian otak yang terbesar, dipisahkan oleh fisura
longitudinalis serebri yang dalam. Permukaan hemisfer serebri terdapat alur-alur atau parit-
parit yang dikenal sebagai fissura dan sulkus. Bagian otak yang terletak di antara alur-alur ini
25
dinamakan konvolusi atau gyrus. Fisura lateralis serebri (fissura Sylvii) memisahkan lobus
temporalis dari lobus frontalis.1
Diensefalon
Bagian ini mencakup talamus dengan korpus genikulatum, epitalamus, subtalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan struktur penentu bagi persepsi beberapa tipe sensasi.
Hipotalamus yang terletak di sebelah ventral talamus dan membentuk lantai serta dinding
inferior lateral dari ventrikel III. Kerusakan pada regio hipotalamus dapat menghasilkan
berbagai macam gejala termasuk diabetes insipidus, obesitas, distrofi seksual, somnolen,
kehilangan nafsu seks dan kehilangan pengendalian temperatur.1
Batang Otak
Mesensefalon
Merupakan bagian otak yang pendek dan terletak diantara pons dan hemisfer serebri.
di sisi terletak nukleus saraf kranialis okulomotorius (N.III) dan troklearis (N.IV) yang
berperan dalam gerakan bola mata.1
Pons
Terletak di sebelah ventral serebelum dan anterior medula. Pada pons ini terletak inti
dari saraf kranialis trigeminus (N.V), abdusens (N.VI), fasialis (N.VII), dan vestibularis-
koklearis (N.VIII). Lesi di daerah batang otak dapat menyebabkan gejala yang dapat
26
dihubungkan dengan terlibatnya lintasan motorik dan sensorik yang melewati lesi tersebut,
terutama dengan terlibatnya nuklei saraf kranialis yang berada dalam daerah lesi.1
Medula Oblongata
Merupakan bagian batang otak yang berbentuk piramid di antara medula spinalis dan
pons. Pada medula oblongata terletak nukleus saraf kranialis glossofaringeus (N.IX), vagus
(N.X), assesorius (N.XI), dan hipoglossus (N.XII).1
Serebelum
Terletak pada fossa posterior tengkorak di belakang pons dan medulla, dipisahkan
dengan serebrum yang berada dibagian superior oleh perluasan duramater yaitu tentorium
serebeli. Fungsi serebelum ini antara lain mempertahankan posisi tubuh, mengendalikan otot-
otot anti gravitasi dari tubuh, dan mengerem pada gerakan di bawah kemauan, terutama
gerakan yang memerlukan pengawasan dan penghentian serta gerakan halus dari tangan.1
27
Gambar 2 : Sistem peredaran darah otak
DEFINISI STROKE
Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :2
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
Perdarahan intra serebral
Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Stroke akibat trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
28
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan
kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan jaringan otak.
Epidemiologi
Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA di 28 Rumah
Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat
di Rumah Sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor resiko, lama perawatan dan
mortalitas serta morbiditas.2
Dengan analisa penelitian ini kita memperoleh gambaran dan profil stroke di Indonesia,
distribusi demografik dan gambaran faktor resiko stroke, gambaran klinis, morbiditas, dan
mortilitasnya di Indonesia. Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil di usia
dibawa 45 tahun cukup banyak, yaitu 11.8%, usia 45-64 th berjumlah 54,2% dan diatas usia
65 tahun 33,5%.2
Pada penderita stroke iskemik didapatkan bahwa seperempat dari penderitsa yang dirawat
ternyata masuk rumah sakit kurang dari 6 jam setelah serangan, ini berarti dengan sistem
triage yang baik, pengobatan hiperakut stroke mungkin dapat dilakukan jika admission time
kurang dari 3 jam dengan trombolisis. Sisanya lebih dari 6 jam, terapi yang masih dapat
diharapkan adalah dengan neuroprotekta.2
Seperlima pasien stroke dirawat selama kurang dari 7 hari, sedangkan sisanya lebih lama
tergantung kepada luas lesi dan kwalitas perawatan di rumah sakit terutama dalam
pencegahan komplikasi atau penyulit perawatan. Gambaran demografik pada stroke
hemoragik tak berbeda banyak dengan stroke infark, termasuk distribusi usia penderita
hampir serupa yaitu usia dibawah 45 tahun sebesar 13,2%. Setengah dari stroke hemoragik
admission time kurang dari 6 jam. Pada kasus yang memerlukan tindakan bedah saraf, hal ini
sangatlah penting selain beratnya gambaran klinis.2
Data-data lain yang perlu dari penelitian stroke pada ASNA Stroke Collaboration Study
adalah angka kematian sebesar 24,5% dan lebih dari 50% berhasil memperoleh kembali
secara penuh aktivitas sehari-hari. Sebagian kecil pasien menderita defisit neurologik
minimal.2
Klasifikasi Stroke3
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
Perdarahan intra serebral
29
Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
30
Stroke haemorhagik :
31
Patofisiologi
Infarks serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.4
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat dan cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Ateroskleosis sering kali merupakann faktor penting untuk orak,
trombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh
darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.4
Trombus mengakibatkan
1. iskemia jaringan otak pada area yang disuplay oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.4
Karena trombus biasanya tidak fatal, jika terjadi perdarahan masif, oklusi pada pembuluh darah
serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombus. Jika terjadi infeksi
sepsis akan meluasna pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis,
atau jika infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.4
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh karena arterisklerostik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit serebrovaskular, karena perdarahan yang luas terjadi dekstruksi massa
otak, peningkatan tekanan.4
Faktor Risiko
Seseorang menderita stroke karena memiliki faktor risiko stroke. Faktor resiko stroke dibagi
menjadi dua, yaitu faktor risiko yang dapat di ubah dan faktor resiko yang tidak dapat di ubah.4
32
Tabel 2. Faktor resiko yang dapat di ubah dan tidak dapat diubah
Faktor yang tidak dapat di ubah Faktor yang dapat di ubah
Usia tua hipertensi
Jenis kelamin laki-laki Diabetes melitus
Ras dislipidemia
Riwayat keluarga merokok
Riwayat stroke sebelumnya obesitas
PEMERIKSAAN FISIK4
Keadaan umum
A. Ringan
Kesadaran penuh
Tanda-tanda vital (TTV) stabil
Pemenuhan kebutuhan mandiri
B. Sedang
Memiliki minimal 3 (tiga) poin di bawah
Kesadaran penuh s/d apatis
33
Tanda-tanda vital (TTV) stabil
Memerlukan tindakan medis & perlukaan (diluar obs) minimal 3
(tiga) tindakan perhari
Memerlukan observasi
Pemenuhan kebutuhan di bantu sebagian s/d seluruhnya
C. Berat
Memiliki minimal 2 (dua) poin di bawah
Kesadaran penuh s/d samnolent
Tanda-tanda vital (TTV) tidak stabil
Memakai alat bantu organ vital
Memerlukan tindakan pengobatan & perawatan yang intensif
Memerlukan observasi yang ketat
Pemenuhan kebutuhan di bantu seluruhnya
Kesadaran
Kualitatif:
Compos mentis: Baik/sempurna
Apatis: Perhatian berkurang
Somnolens: Mudah tertidur walaupun sedang diajak berbicara
Sopor/Delirium: Dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan
Coma: Tidak memberi respon sama sekali
Kuantitatif: GCS
Score yang ≤ 7= coma
Score yang ≥ 9= tidak coma
TTV:
Tekanan darah --- Hitung M.A.P: penilaian perfusi ginjal
Minimal M.A.P: >70mm
M.A.P= Sistol+2.diastol
3
Nadi
Suhu
Pernafasan
34
Motorik
Ukuran : atropi / hipertropi.
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan.
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.
Derajat kekuatan motorik :
5:Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4:Ada gerakan tapi tidak penuh
3:Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2:Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1:Hanya ada kontraksi
0:Tidak ada kontraksi sama sekali.
Refleks fisiologis
a. Refleks superficial
Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra
umbilikal dari lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut
Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
b. Refleks tendon
Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps
brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku
dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
35
Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah
fleksi dan sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi
m.brachiradialis
Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi
dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadrates
Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon Achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
Refleks patologis4
Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior
ke anterior
Respon : seperti babinsky
Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
36
Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky.
Saraf cranial4
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
1. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan
bau yang dirasakaan (kopi,tembakau, alkohol,dll).
2. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):Dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang
pandang.
3. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata)
:Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi
kelopak mata.
4. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):sama seperti N.III.
5. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan
refleks kedip): menggerakan rahang ke semua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh
dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi
suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan
kapas.
6. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti N.III.
7. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah)
senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mata dengan
tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam.
8. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ): test Webber dan Rinne,
test Romberg dll
9. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterior lidah ):membedakan rasaa manis dan
asam (gula dan garam)
10. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :menyentuh pharing posterior, pasien
menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”
11. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus): palpasi dan
catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan
sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot
37
sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh
pasien melawan tahan.
12. N.XII: Hipoglosus (gerakan lidah) : pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan
dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan
perintahkan pasien melawan tekanan tadi.
Rangsang meningeal4
Kaku kuduk: Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala
ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan
diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan
dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
Kernig sign: Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135°
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135°, maka dikatakan Kernig sign positif.
Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala
pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan
fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai
secara reflektorik.
Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan
secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini
menandakan test ini postif.
Lasegue sign : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi)
persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi
(lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila
38
sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif.
Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60o
Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face, Arms drive,
Speech, dan Three of signs) yang merupakan gejala awal stroke yang harus diwaspadai.
F = Face (wajah)
Wajah tampak mencong sebelah atau tidak simetris. Sebelah sudut mulut tertarik ke bawah
dan lekukan antara hidung ke sudut mulut atas tampak mendatar.
A = Arms Drive (gerakan lengan)
Angkat tangan lurus sejajar kedepan (90 derajat) dengan telapak tangan terbuka ke atas
selama 30 detik. Apabila terdapat kelumpuhan lengan yang ringan dan tidak disadari
penderita, maka lengan yang lumpuh tersebut akan turun (menjadi tidak sejajar lagi). Pada
kelumpuhan yang berat, lengan yang lumpuh tersebut sudah tidak bisa diangkat lagi
bahkan sampai tidak bisa digerakkan sama sekali.
S = Speech (bicara)
Bicara menjadi pelo (artikulasi terganggu) atau tidak dapat berkata-kata (gagu) atau dapat
bicara akan tetapi tidak mengerti pertanyaan orang lain sehingga komunikasi verbal tidak
nyambung.
T = Three of signs (ketiga tanda diatas)
Ada ketiga-tiga gejala yaitu perubahan wajah, kelumpuhan, dan bicara.
MANIFESTASI KLINIS5,6
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Gejala utama stroke iskemik
akibat trombosis cerebri adalah timbulnya defisit neurologik yang mendadak, didahului
dengan gejala prodromal, terjadi saat istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran yang
menurun.
Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis
Gejala penyumbatan arteri karotis interna:
Buta mendadak
Disfasia jika gangguan pada sisi yang dominan
Hemiparesis kontralateral
Gejala penyumbatan arteri cerebri anterior:
39
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol
Gangguan mental
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
Inkontinensia
Kejang-kejang
Gejala penyumbatan arteri cerebri media:
Hemihipestesia
Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang afasia sensorik/
motorik.
Gangguan pada kedua sisi:
Hemiplegia dupleks
Sukar menelan
Gangguan emosional, mudah menangis
Gejala-gejala ganguan sistem Vertebro-basiler
Gangguan pada arteri cerebri posterior:
Hemianopsia homonim kontralateral dari sisi lesi
Hemiparesis kontralateral
Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik propioseptif kontralateral (hemianestesia)
Gangguan pada arteri vertebralis:
Vertigo, muntah, disertai cegukan
Analgesis dan termoanestesi wajah homolatearl dan pada badan dan anggota pada sisi
kontralateral
Gangguan pada arteri cerebri posterior inferior
Disfagia
Nistagmus
Hemihipestesia
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap
b. Elektrolit serum
c. Kimia darah : GDS, ureum, kreatinin, asam urat, SGOT, SGPT, albumin, globulin,
protein total, profil lipid (trigliserid, LDH cholesterol, HDLcholesterol , lipid total)
40
d. Analisis Gas Darah
e. Pemeriksaan hemostasis: INR, Prothrombin time (PT), aktifasi waktu tromboplastin
parsial (aPTT), kadar fibrinogen, D-dimer, viskositas darah
f. C-reactive protein (CRP), laju endap darah (LED)
g. Pemeriksaan tambahan atas indikasi: protein S, protein C, ACA, AT III,
homosistein, enzim jantung (CK, CK-MB, tingkat troponin), vaskulitis screening
(ANA, Lupus AC)
Pemeriksaan radiologi
a. CT scan nonkontras
CT scan memiliki sensitivitas lebih dari 95% bila digunakan dalam identifikasi
perdarahan intrakranial dalam 24 jam pertama onset serangan, jadi dapat
digunakan untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis perdarahan
intracranial sebelum dimulainya tindakan selanjutnya pada pasien stroke.
Kelemahan CT scan termasuk sensitivitas rendah untuk iskemia awal (6-8 jam
setelah serangan). Kematian sel dan edema akan memperlihatkan daerah hipodens
akibat infark jaringan yang diganti oleh cairan serebrospinal.
b. Transcranial Doppler (TCD)
TCD digunakan dalam evaluasi penyakit serebrovaskular, tetapi sering tidak
akurat. Tidak adanya sinyal dalam pemeriksaan awal tidak selalu berarti oklusi.
TCD sangat membantu untuk tujuan tindak lanjut setelah evaluasi awal
menunjukkan lesi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan magnetic resonance angiography
(MRA)
MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan dalam identifikasi iskemia (karena
tulang tidak menurunkan gambar). MRI dan magnetic resonance angiography
(MRA) sangat membantu dalam menemukan lesi okusif. MRAmemiliki
sensitivitas hingga 97% dan spesifisitas hingga 98% bila digunakan untuk
mengidentifikasi oklusi vertebrobasilar.
d. Arteriografi
Prosedur ini memberikan pandangan arteri di dalam otak tidak biasanya terlihat
dalam sinar-X. Dokter memasukkan tabung tipis, fleksibel (kateter) melalui
sayatan kecil, biasanya di pangkal paha. Kateter dimanipulasi melalui arteri utama
41
dan ke dalam arteri karotis atau vertebralis. Kemudian dokter menyuntikkan
pewarna melalui kateter untuk menyediakan X-ray dari arteri.
e. Rontgen thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke dan
adakah kelainan lain pada jantung. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru
yang potensial mempengaruhi proses manajeman dan memperburuk prognosis.
Pemeriksaan neurokardiologi
a. Elektrokardiografi
Electrocardiography harus dilakukan pada semua pasien pada evaluasi awal.
Perubahan iskemik dalam EKG harus diselidiki lebih lanjut dengan serum
creatine kinase, isoenzim jantung, dan tingkat troponin karena sampai dengan
20% pasien dengan stroke akut memiliki aritmia, juga serangan jantung terjadi
pada 2-3% pasien.
b. Echocardiografi (transthoracic/transesofagial)
Teknologi USG ini menciptakan gambar jantung, memungkinkan dokter untuk
melihat apakah bekuan (embolus) dari jantung meuju ke otak dan menyebabkan
stroke. Prosedur tambahan dengan menggunakan transesophageal
echocardiography (TEE) untuk melihat jantung dengan jelas dan memungkinkan
pandangan yang lebih baik dari bekuan darah yang mungkin tidak terlihat jelas
dalam ujian ekokardiografi tradisional.
42
Kesadaran Dapat hilang Dapat hilang
Kaku kuduk Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering sejak awal Sering dari awal
Gangguan bicara Sering Sering
Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik
(iskemik)
Gejala defisit lokal Berat Berat/ringan
Permulaan (onset) Menit/jam Pelan (jam/hari)
Penegakkan diagnosis stroke didasarkan pada anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik-
neurologik dan pemeriksaan penunjang. Sedang untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan
stroke hemoragik dilakukan pemeriksaan radiologi Computed Tomography Scanning (CT –
Scan) otak.
PENATALAKSANAAN7
Penatalaksanaan stroke iskemik
Konsep tentang area penumbra merupakan dasar dalam penatalaksanaan stroke iskemik. Jika
suatu arteri mengalami oklusi, maka bagian otak yang mengalami infark akan dikelilingi oleh
area penumbra. Aliran darah ke area ini berkurang sehingga fungsinya pun akan terganggu, akan
tetapi kerusakan yang terjadi tidak seberat area infark dan masih bersifat reversible jika aliran
darah ke area ini cukup adekuat selama masa kritis, maka area ini dapat diselamatkan.
Terapi Umum
i. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
44
a. Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu, dan saturasi oksigen
b. Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ ETT, bila >2minggu
dianjurkan trakeostomi
c. Pada pasien hipoksia saturasi O2 <95%, diberi suplai oksigen
d. Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2
ii. Stabilisasi hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
b. Optimalisasi tekanan darah
c. Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140mmHg.
d. Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
e. Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
45
a. Stroke iskemik akut dengan onset tidak lebih dari 3 jam
b. Usia >18tahun
c. Defisit neurologik yang jelas
d. Pemeriksaan CT Scan, tidak ditemukan perdarahan intracranial
e. Pasien dan keluarganya menyetujui tindakan tersebut dan mengerti resiko dan
keuntungannya
ii. Kriteria eksklusi:
a. Defisit neurologis yang cepat membaik
b. Defisit neurologik ringan dan tunggal seperti ataksia atau gangguan sensorik saja,
disartria saja atau kelemahan minimal
c. CT Scan menunjukkan perdarahan intracranial
d. Gambaran hipodensitas >1/3 hemisfer serebri pada CT Scan
e. Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya atau perkiraan perdarahan
subarachnoid
f. Kejang pada saat onset stroke
g. Riwayat stroke sebelumnya atau trauma kapitis dalam waktu 3 bulan sebelumnya
h. Operasi besar dalam waktu14 hari
i. Pungsi lumbal dalam 1 minggu
j. Perdarahan saluran cerna atau urin dalam 21hari
k. Infark miokard akut dalam 3 bulan
l. TD sistolik sebelum terapi >185 mmHg atau TD diastolik >110 mmHg
m. Gula darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/Dl
n. Penggunaan obat antikoagulan oral atau waktu protrombin >15 detik, INR >1,7
o. Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin parsial
memanjang
p. Trombosit <100.000/mm3
Protocol penggunaan trombolitik rt-PA intravena:
1. Infus 0,9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis diberikan bolus pada menit
pertama, 90% sisanya infus kontinyu selama 60 menit.
2. Pemantauan dilakukan di ICU atau unit stroke
3. Lakukan analisa neurologik setiap 15 menit selama infus rt-PA dan setiap 30 menit dalam
6 jam, selanjutnya setiap jam sampai 24 jam pertama
46
4. Jika timbul sakit kepala hebat, hipertensi akut, nausea atau vomiting, hentikan infus dan
segera lakuan pemeriksaan CT Scan
5. Ukur TD setiap 15 menit dalam 2 jam pertama, tiap 30 menit dalam 6 jam berikutnya,
tiap 60 menit sampai 24 jam pertama
6. Lakukan pengukuran TD lebih sering jika TD sistolik >180 mmHg atau diastolik >105
mmHg.
7. Jika TD sistolik 180-230 mmHg atau diastolic 105-120 mmHg pada 2 atau lebih
pembacaan selang 5-10 menit, berikan Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis
dapat diulangi atau digandakan tiap 10-20 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan
bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8mg/menit. Pantau TD tiap 15 menit dan
perhatikan timbulnya hipotensi.
8. Jika TD sistolik > 230 mmHg atau diastolic 121-140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan
selang 5-10 menit, berikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis dapat diulangi
atau digandakan tiap 10 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan bolus pertama
diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Jika TD tidak terkontrol dapat dipertimbangkan
infus sodium nitroprusid.
9. Bila TD diastolik >140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, infus
sodium nitroprusid 0,5 ug/kgBB/menit.
10. Tunda pemasangan NGT dan kateter
11. Jangan lakukan pungsi arteri, prosedur invasif atau suntikan IM selama 24 jam pertama
Terapi perdarahan pasca trombolisis rt-PA intravena
1. Hentikan infus trombolitik.
2. Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, fibrinogen, masa protrombin/INR, masa
tromboplastin parsial dan trombosit.
3. Pasien dipuasakan.
4. Siapkan tranfusi darah (PRC), FFP, kriopresipitat atau trombosit atau darah segar. Bila
perdarahan banyak (lebih dari 30 % volume sirkulasi), transfusi darah perlu dilakukan.
5. Pasang NGT dan lakukan irigasi dengan air es tiap 6 jam sampai perdarahan berhenti.
6. Pemberian PPI secara iv dengan dosis 80 mg bolus, kemudian diikuti pemberian infuse 8
mg /jam selama 72 jam berikutnya.
47
Pemberian antiplatelet
1. Aspirin dosis awal 325mg dalam 24-48jam setelah awitan stroke iskemik akut dianjurkan
bila tidak diterapi dengan trombolitik rt-PA intravena, namun tidak boleh sebagai
pengganti rt-PA.
2. Klopidogrel tunggal atau kombinasi dengan aspirin tidak dianjurkan kecuali pada pasien
dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau
recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian.
Pemberian neuroprotektan
Belum menunjukkan hasil yang efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan.
Namun, citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg iv 3 hari dan dilanjutkan dengan oral
2x1000mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholine Trial
in Acute Stroke, ongoing).
Preventif
Pencegahan Primer, untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu:
Mengatur tekanan darah baik sistoli maupun diastolic
Mengurangi makan asam lemak jenuh
Berhenti merokok
Minum aspirin dua hari sekali (16), 300 mg/hari, pada :
o Individu dengan anamnesis keluarga dengan penyakit vaskuler
o Umur lebih dari 50 tahun
o Tidak ada ulkus lambung
o Tidak ada penyakit mudah berdarah
o Tidak ada alergi aspirin
Penggunaan aspirin setelah mengalami TIA, dapat mengurangi kematian dan dapat
meningkatkan kemungkinan untuk sembuh.
Pencegahan sekunder
Kontrol terhadap penyakit vaskular, seperti :
1. Hipertensi
Hipertensi harus diatasi untuk mencegah terjadinya serangan ulang stroke. Menurut Canadian
Hypertension Education Program (CHEP), target tekanan darah untuk pencegahan stroke adalah
<140/90mmHg (135/85mmHg untuk pengukuran di rumah).
48
2. Diabetes Melitus
Pada penderita diabetes, tekanan darah tetap kita kontrol dan nilainya <130/80mmHg. Selain itu,
kontrol yang paling penting adalah kontrol terhadap kadar glukosa dan dianjurkan mencapai nilai
hampir normal untuk mengurangi komplikasi vaskular. Menurut Canadian Diabetes Association,
target untuk kadar gula darah adalah 4.0-7.0mmol/L saat puasa dan 5.0-10.0mmol/L 2 jam
setelah makan.
3. Kolesterol
Pasien dengan kadar Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL-C) >2.0 mmol/L harus
dilakukan modifikasi gaya hidup, diet, dan pengobatan dengan statin. Hal ini dilakukan sampai
didapati kadar LDL-C <2.0 mmol/L.
Prognosis8
Sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna jika ditangani
dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami
kecacatan. Jika terdapat gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun
gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya
serangan. Tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting
untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita
kembali normal seperti sebelum serangan stroke. Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan
penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi
pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari
kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan. Tingkat keberhasilan dari
pemulihan kondisi pasien dapat dinilai dari adanya barthel index.
49
Tabel 3. Barthel Index
50
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didapatkan adanya gejala tubuh sebelah kiri lemas, bicara pelo, dan mulut
mencong yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik neurologi didapatkan kekuatan motorik
ektremitas atas dan bawah bagian kiri yang menurun serta terdapat kelumpuhan dari NVII dan
NXII. Defisit neurologis fokal ini digolongkan dalam kelainan UMN karena tidak ditemukan
atrofi otot, walaupun pada pasien ini tidak ditemukan hiperefleks, hipertonus dan juga klonus.
Pada fase ini tonus otot menurun disertai dengan kesulitan dalam menggerakkan otot-otot pada
sisi yang mengalami paresis.
Pengaturan motorik anggota gerak dipersarafi oleh jaras kortikospinalis lateralis (traktus
piramidalis). Jaras ini menyilang ke kontralateral pada decussatio piramidalis di medulla
oblongata sehingga lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi kontralateralnya.
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks
motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan dari
kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada UMN dari N VII (lesi
pada traktus kortikobulbar) akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian
bawah, sedangkan bagian atas wajah tidak lumpuh. Hal ini dapat dijumpai pada stroke yang
mengenai korteks motorik, kapsula interna, thalamus, mesensefalon, dan pons di atas inti N VII.
Inti NXII juga menerima serabut motorik dari korteks traktus piramidalis sisi kontralateral,
sehingga terjadi kelumpuhan otot lidah pada sisi kontralateral dari lesi dari traktus kortikobulbar
diatas dari inti NXII di medulla oblongata. Berdasarkan gejala klinisnya, pasien diduga
mengalami stroke pada korteks hemisfer dextra.
Defisit neurologis pada pasien ini disebabkan infark serebri karena berdasarkan klinis pasien
didapatkan kesadaran tidak menurun, tidak ada nyeri kepala namun terdapat muntah serta pada
pemeriksaan fisik ada gangguan N. III, N. IV, VI normal, tanda rangsang meningeal (+),
bradikardi (-). Ini belum dapat menyingkirkan adanya perdarahan intraserebral maupun
subarachnoid dan infeksi. Selain itu hasil Siriraj Stroke Score (-2) mendukung ke arah stroke
non-hemoragik.
Pada pasien ini didapatkan faktor risiko DM yang tidak terkontrol. Hal ini merupakan salah satu
faktor risiko yang mendukung diagnosis infark serebral.
Pada pasien ini juga ditemukan gejala yang khas dari stroke berulang, yaitu gangguan
pseudobulbar, dimana pasien mengalami kesulitan untuk minum (tersedak). Untuk makan
51
makanan yang keras, pada pasien juga ditemukan kesulitan, sehingga pasien harus menggunakan
NGT. Gejala sisa yaitu kelumpuhan pada kedua sisi wajah dan reflek patologis pada ekstremitas
kanan merupakan akibat dari penatalaksanaan yang inadekuat pada pasien ini, yang terutama
dipengaruhi oleh ketaatan pasien dalam melakukan terapi, baik secara medika mentosa maupun
non medika mentosa.
Pada pasien ini ditegakkan prognosis ad vitam bonam karena kesadaran tidak terganggu, tekanan
darah dapat diturunkan dan dipertahankan sesuai target penurunan TD pada stroke iskemik akut.
Ad fungsionam dubia karena pada pasien ini peran keluarga sebenarnya sangat penting untuk
menunjang keadaan pasien terutama dalam pengobatan dan fisioterapi yang harus dilakukan
secara berkala. Dan ad sanationam dubia, karena stroke pada pasien ini merupakan yang kedua
kali serta terdapat faktor risiko hipertensi yang meningkatkan resiko berulangnya serangan
ditambah lagi terapi yang tidak inadekuat.
Kesimpulan
Stroke adalah penyakit kegawatdaruratan neurologi karena tingginya angka mortalitas dan angka
kecatatan. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologi yang utama
di Indonesia.
Penanganan stroke perlu dilakukan sedini dan setepat mungkin, karena prognosis stroke
tergantung pada golden hour dimana dilakukan penanganan yang adekuat. Konsep unit stroke
sebagai suatu unit pelayanan stroke terpadu telah terbukti efektif menekan angka kematian dan
menurunkan derajat kecacatan, selain mengurangi waktu perawatan pasien di rumah sakit,
sehingga dana yang diperlukan untuk perawatan, pengobatan, dan rehabilitasi pasien stroke dapat
ditekan seminim mungkin.
Prinsip dasar diagnosis stroke diambil sesuai definisi stroke menurut WHO, penelusuran faktor
resiko pada pasien rawat dengan stroke harus diperhatikan agar saat pulang pasien perlu
diberikan edukasi tentang faktor resiko yang dimiliki dan dapat menjaga dan melakukan
pencegahan tersier untuk dirinya dan primer maupun sekunder kepada kerabat, sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan awal terhadap faktor resiko kerabat dekat pasien.
Sistem manajemen stroke yang didasarkan oleh ketatnya waktu tidak selalu dapat diterapkan
secara umum, salah satu penyebabnya adalah keterbatasan dan kesadaran pasien untuk tiba ke
rumah sakit lebih awal. Maka dari itu, pentingnya manajemen prahospital dan penanganan
manajemen stroke akut di ruang gawat darurat dan di ruang rawat inap, agar dapat mendiagnosa
52
cepat dan melakukan terapi efektif sehingga mencegah komplikasi stroke yang lebih jauh dan
mencegah berulangnya serangan stroke sesuai dengan manajemen stroke akut, ditambah dengan
peran fisioterapi dan rehabilitasi medis agar dapat memaksimalkan kembalinya fungsi-fungsi
neurologik dan terapi psikologi pasien guna mencegah terjadinya depresi.
DAFTAR PUSTAKA
1) Baehr M, Frotscher M. Suplai darah dan gangguan vaskular sistem darah pusat. Dalam:
Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda, Gejala). Edisi 4. EGC,
Jakarta. 2005;371–438.
2) Rasyid Al, Soertidewi L. Unit Stroke Manajemen Stroke secara Komprehensif. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2011.
3) Greenberg David A, Aminoff Michael J. Simon Roger P. Stroke. Clinical Neurology
Lange. Ed 2nd. Appleton & Lange: Connecticut, 2004; 250-280.
4) Arif M. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem saraf. Penerbit salemba
medika 2008. Hlm 239-43.
5) Aliah A, Kuswara F.F, Limoa RA, Wuysang. Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam:
kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003, hal. 79-102.
6) Price SA, Wilson LM, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi
6. Jakarta: EGC; 2005. Hal.966-71.
7) Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline
Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta. 2011.
8) Fauci AS, et al. harrison’s principles of internal medicine. Edisi 18. USA: McGraw-Hill
Companies; 2011. Hal. 3270-99.
53