Anda di halaman 1dari 23

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_0604/isi_5.htm - 121k

Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang limbah cair
yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas,
teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak
demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnya
dampak yang ditimbulkan limbah cair bagi lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan
untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian
lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang
dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi
pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang
bersangkutan.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah
dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah
dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1. pengolahan secara fisika
2. pengolahan secara kimia
3. pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.

Pengolahan Secara Fisika


Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,
diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau
bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan
cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar.
Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses
pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan
mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.

Gambar 1. Skema Diagram Pengolahan Fisik


Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung
seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga
dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau
pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air
flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses
adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak
mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau
menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa
aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan
untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan
kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya
instalasi dan operasinya sangat mahal.

Pengolahan Secara Kimia


Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan
partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor,
dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang
diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui
perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah
diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga
berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

Gambar 2. Skema Diagram pengolahan Kimiawi

Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan


membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya
agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan.
Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali
(air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau
endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan
untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan
sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan
membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Koagulasi &
Flokulasi

Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi
rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat,
aerasi, ozon hidrogen peroksida.Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan
pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan
bahan kimia.

Pengolahan secara biologi


Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai
pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling
murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode
pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang
dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam
reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya,
antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif
konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD
dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih
sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan
yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi
dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak
sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam
jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi
hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi,
cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di
dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung
dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak
dikembangkan selama ini, antara lain:
1. trickling filter
2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini
dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih
ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih
ekonomis.
Gambar 3. Skema Diagram pengolahan Biologi

Dalam prakteknya saat ini, teknologi pengolahan limbah cair mungkin tidak lagi
sesederhana seperti dalam uraian di atas. Namun pada prinsipnya, semua limbah yang
dihasilkan harus melalui beberapa langkah pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan
atau kembali dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana uraian di atas dapat
dijadikan sebagai acuan.

Pencemaran
Pencemaran, menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No
02/MENKLH/1988, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi)
air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi
kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Untuk
mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri
dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran
lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan
adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di
lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan
atau benda lainnya.
Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-mana dengan
laju yang sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah
semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk
logam berat.
Pencemaran lingkungan dapat dikategorikan menjadi:
 Pencemaran air
 Pencemaran udara
 Pencemaran tanah
Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri
dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu,
kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi
kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat
bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah.

Karakteristik limbah:

1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)

Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:

1. Volume limbah
2. Kandungan bahan pencemar
3. Frekuensi pembuangan limbah

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 bagian:

1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada
dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:

1. pengolahan menurut tingkatan perlakuan


2. pengolahan menurut karakteristik limbah

Indikasi Pencemaran Air

Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian.

1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) Air normal yang


memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5 –
7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral,
akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggukehidupan organisme
didalamnya. Hal ini akan semakin parahjika daya dukung lingkungan rendah serta
debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap
logam.

2. Perubahan warna, bau dan rasa Air normak dan air bersih tidak akan berwarna,
sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut
merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air
lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat
berasal darilimba industri atau dari hasil degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup
dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau
sehingga mengubah rasa.

3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid dan bahan terlarut
berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat. Limbah industri yang
berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendapdidsar sungai, dan yang
larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangibahan-bahan organik yang
sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun
dapat diukur menjadi uji COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya
terdiri dari :

 Bahan buangan padat


 Bahan buangan organik
 Bahan buangan anorganik

Teknologi Pengolahan Air Limbah:

Pembuangan air limbah baik yang bersumber dari kegiatan domestik (rumah
tangga) maupun industri ke badan air dapat menyebabkan pencemaran lingkungan
apabila kualitas air limbah tidak memenuhi baku mutu limbah. Sebagai contoh, mari
kita lihat Kota Jakarta. Jakarta merupakan sebuah ibukota yang amat padat sehingga
letak septic tank, cubluk (balong), dan pembuangan sampah berdekatan dengan
sumber air tanah. Terdapat sebuah penelitian yang mengemukakan bahwa 285 sampel
dari 636 titik sampel sumber air tanah telah tercemar oleh bakteri coli. Secara
kimiawi, 75% dari sumber tersebut tidak memenuhi baku mutu air minum yang
parameternya dinilai dari unsur nitrat, nitrit, besi, dan mangan.

Trickling filter. Sebuah trickling filter bed yang menggunakan plastic media.
Bagaimana dengan air limbah industri? Dalam kegiatan industri, air limbah
akan mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari sisa bahan baku, sisa
pelarut atau bahan aditif, produk terbuang atau gagal, pencucian dan pembilasan
peralatan, blowdown beberapa peralatan seperti kettle boiler dan sistem air pendingin,
serta sanitary wastes. Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan
prinsip pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi
(in-pipe pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe pollution
prevention). Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk meminimalkan
volume limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas kontaminannya.
Sedangkan pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan untuk menurunkan
kadar bahan peencemar sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu
yang sudah ditetapkan.

Namun walaupun begitu, masalah air limbah tidak sesederhana yang


dibayangkan karena pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi yang besar
dan biaya operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air limbah harus
dilakukan dengan cermat, dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan
pembangunan fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau unit pengolahan
limbah (UPL) yang benar, serta pengoperasian yang cermat.

Dalam pengolahan air limbah itu sendiri, terdapat beberapa parameter kualitas
yang digunakan. Parameter kualitas air limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu parameter organik, karakteristik fisik, dan kontaminan spesifik. Parameter
organik merupakan ukuran jumlah zat organik yang terdapat dalam limbah. Parameter
ini terdiri dari total organic carbon (TOC), chemical oxygen demand (COD),
biochemical oxygen demand (BOD), minyak dan lemak (O&G), dan total petrolum
hydrocarbons (TPH). Karakteristik fisik dalam air limbah dapat dilihat dari parameter
total suspended solids (TSS), pH, temperatur, warna, bau, dan potensial reduksi.
Sedangkan kontaminan spesifik dalam air limbah dapat berupa senyawa organik atau
inorganik.

Teknologi Pengolahan Air Limbah

Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan
pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba
patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang
terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap:

1. Pengolahan Awal (Pretreatment)


Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah.
Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and
grit removal, equalization and storage, serta oil separation.
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang
sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang
berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah
neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation,
dan filtration.
3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari
air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan
pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated
sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin,
rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah
coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange,
membrane separation, serta thickening gravity or flotation.
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya
kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion,
pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying bed,
incineration, atau landfill.

Pemilihan Teknologi

Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan karakteristik


kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan indikator parameter yang sudah
ditampilkan di tabel di atas. Setelah kontaminan dikarakterisasikan, diadakan
pertimbangan secara detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan,
kehandalan, dan kemudahan peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih
haruslah teknologi yang tepat guna sesuai dengan karakteristik limbah yang akan
diolah. Setelah pertimbangan-pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi
kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium yang bertujuan untuk:

1. Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari proses-proses yang


sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah.
2. Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan
efisiensi pengolahan yang diharapkan.
3. Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan
skala sebenarnya.

Sedimentation. Sebuah primary sedimentation tank di sebuah unit pengolahan


limbah domestik.
Sedimentation tank merupakan salah satu unit pengolahan limbah yang sangat umum
digunakan.

Bottomline, perlu kita semua sadari bahwa limbah tetaplah limbah. Solusi
terbaik dari pengolahan limbah pada dasarnya ialah menghilangkan limbah itu sendiri.
Produksi bersih (cleaner production) yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi,
dan menghilangkan terbentuknya limbah langsung pada sumbernya di seluruh bagian-
bagian proses dapat dicapai dengan penerapan kebijaksanaan pencegahan, penguasaan
teknologi bersih, serta perubahan mendasar pada sikap dan perilaku manajemen.
Treatment versus Prevention? Mana yang menurut teman-teman lebih baik?? Saya
yakin kita semua tahu jawabannya. Reduce, recyle, and reuse.

Teknologi Pengolahan Limbah B3


Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa
(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

 Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada
pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang
stabil dan mudah menguap
 Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan
flokulasi
 Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan
dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa
lumpur dari hasil proses tersebut
 Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan
digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan
cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.

Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu total solids


residue (TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile solids (VR), kadar
air (sludge moisture content), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas,
sifat korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta sifat kimia dan
kandungan senyawa kimia).

Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn
serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan
dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri
klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pembakaran
bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam
berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar
lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut untuk daftar lengkap
yang juga mencakup peraturan resmi dari Pemerintah Indonesia.

Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya dapat
dilaksanakan di dalam unit kegiatan industri (on-site treatment) maupun oleh pihak
ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan limbah industri. Apabila pengolahan
dilaksanakan secara on-site treatment, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
 jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar
teknologi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi
terhadap jenis limbah di masa mendatang juga perlu dipertimbangkan
 jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat
menjustifikasi biaya yang akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan pula
berapa jumlah limbah dalam waktu mendatang (1 hingga 2 tahun ke depan)
 pengolahan on-site memerlukan tenaga tetap (in-house staff) yang menangani
proses pengolahan sehingga perlu dipertimbangkan manajemen sumber daya
manusianya
 peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan
Pemerintah di masa mendatang agar teknologi yang dipilih tetap dapat
memenuhi standar

Teknologi Pengolahan

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling
populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan
incineration.

1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning.
TUjuan utama dari chemical conditioning ialah:
o menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam
lumpur
o mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
o mendestruksi organisme patogen
o memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih
memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada
proses digestion
o mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam
keadaan aman dan dapat diterima lingkungan

Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

6. Concentrationthickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah
dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan
pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini
pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya
pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity
thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan
proses flotation pada tahapan awal ini.
Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan
menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses
pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia
berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan
partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan
bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian
secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan
reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning,
anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation,
chemical conditioning, dan elutriation.
1. De-watering and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur.
Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan
filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press,
centrifuge, vacuum filter, dan belt press.
2. Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses
yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air
oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3
umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.
Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization
juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum
stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah
dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju
migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas
limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses
pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua
proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai
arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan
mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
3. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam
limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar
4. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation
tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal
pada tingkat mikroskopik
5. Precipitation
6. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara
elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
7. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan
menyerapkannya ke bahan padat
8. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan
hilang sama sekali

Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur


(CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah
metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai
solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-
03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

7. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa
limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini
sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena
pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata
ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi
dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana
sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah
berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif
kecil.

Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating
value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan
berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan
banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator
yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary
kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple
chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis
insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut
dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.

Penanganan Limbah B3

Hazardous Material Container

Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan


resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal
tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya.
Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang
bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus
memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari
bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah
yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam
harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan
dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida
organik juga memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan
kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan
tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah
yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah
yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.

Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik
harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan
limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas
2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak
antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat
dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung
dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik,
terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem
penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan
penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan
keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.

Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki


peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk
peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut
terkait dengan hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan
sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila
terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran
limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki
kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan.
Limbah gas yang mudah terbagak harus dilengkapi dengan head shields pada
kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah
kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus
selain juga adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang
ada di setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.

Secured Landfill. Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktor-


faktor lainnya harus diperhatikan agar secured landfill tidak merusak lingkungan.
Pemantauan pasca-operasi harus terus dilakukan untuk menjamin bahwa badan air
tidak terkontaminasi oleh limbah B3.

Pembuangan Limbah B3 (Disposal)

Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan
teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat
pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug)
dan disposal well (sumur pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci
mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (BAPEDAL) melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: (1)
secured landfill double liner, (2) secured landfill single liner, dan (3) landfill clay
liner dan masing-masing memiliki ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3 yang
ditimbun.

Dimulai dari bawah, bagian dasar secured landfill terdiri atas tanah setempat, lapisan
dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang, sistem pengumpulan dan
pemindahan lindi (leachate), dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas
dan/atau di bawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi
geomembran. Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah penutup, tanah tudung
penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung drainase, dan pelapis tanah untuk
tumbuhan dan vegetasi penutup. Secured landfill harus dilapisi sistem pemantauan
kualitas air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui apakah
secured landfill bocor atau tidak. Selain itu, lokasi secured landfill tidak boleh
dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya.

Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih


mejadi kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek
yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di
Amerika Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada
sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980.

Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat
sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid hazardous wastes).
Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3
ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki
kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan
menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan
dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi
wilayah setempat.

Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah
lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisan
impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah
tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan
tanah.

Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa
jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi
penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang
dapat mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi,
bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas
dan viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi.

Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3
ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan
oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:

1. Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi secara
vertikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu dengan
sumber air tanah.
2. Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di
atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak lagi bersifat berbahaya
dan beracun.
Teknologi Membran

Teknologi membran telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir ini.
Hal itu mungkin dipicu fakta bahwa pemisahan dengan membran memiliki banyak
keunggulan yang tidak dimiliki metode-metode pemisahan lainnya. Keunggulan
tersebut yaitu pemisahan dengan membran tidak membutuhkan zat kimia tambahan
dan juga kebutuhan energinya sangat minimum. Membran dapat bertindak sebagai
filter yang sangat spesifik. Hanya molekul-molekul dengan ukuran tertentu saja yang
bisa melewati membran sedangkan sisanya akan tertahan di permukaan membran.
Selain keunggulan-keunggulan yang telah disebutkan, teknologi membran ini
sederhana, praktis, dan mudah dilakukan.

Definisi

Membrane separation yaitu suatu teknik pemisahan campuran 2 atau lebih komponen
tanpa menggunakan panas. Komponen-komponen akan terpisah berdasarkan ukuran
dan bentuknya, dengan bantuan tekanan dan selaput semi-permeable. Hasil pemisahan
berupa retentate (bagian dari campuran yang tidak melewati membran) dan permeate
(bagian dari campuran yang melewati membran).

Struktur Membran

Berdasarkan jenis pemisahan dan strukturnya, membran dapat dibagi menjadi 3


kategori:
Membran. Sweep (berupa cairan atau gas) digunakan untuk membawa permeate hasil
pemisahan.
 Porous membrane. Pemisahan berdasarkan atas ukuran partikel dari zat-zat
yang akan dipisahkan. Hanya partikel dengan ukuran tertentu yang dapat
melewati membran sedangkan sisanya akan tertahan. Berdasarkan klasifikasi
dari IUPAC, pori dapat dikelompokkan menjadi macropores (>50nm),
mesopores (2-50nm), dan micropores (<2nm). Porous membrane digunakan
pada microfiltration dan ultrafiltration.
 Non-porous membrane. Dapat digunakan untuk memisahkan molekul dengan
ukuran yang sama, baik gas maupun cairan. Pada non-porous membrane, tidak
terdapat pori seperti halnya porous membrane. Perpindahan molekul terjadi
melalui mekanisme difusi. Jadi, molekul terlarut di dalam membran, baru
kemudian berdifusi melewati membran tersebut.
 Carrier membrane. Pada carriers membrane, perpindahan terjadi dengan
bantuan carrier molecule yang mentransportasikan komponen yang diinginkan
untuk melewati membran. Carrier molecule memiliki afinitas yang spesifik
terhadap salah satu komponen sehingga pemisahan dengan selektifitas yang
tinggi dapat dicapai.

Reverse Osmosis

Salah satu teknologi membran yang banyak digunakan saat ini yaitu reverse osmosis
(RO). Proses ini merupakan kebalikan dari osmosis. Pada osmosis, pelarut berpindah
dari daerah berkonsentrasi rendah (hipotonik) ke daerah berkonsentrasi tinggi
(hipertonik) sehingga konsentrasi di kedua daerah menjadi berimbang. Proses ini
terjadi secara alami sehingga tidak membutuhkan energi. Contoh osmosis yang terjadi
di alam yaitu penyerapan air oleh akar tanaman. Berbeda dengan osmosis, RO terjadi
dengan arah yang berlawanan yaitu dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Untuk melawan gradien konsentrasi, dibutuhkan energi eksternal berupa tekanan.

Keunggulan dan Aplikasi Reverse Osmosis

Menurut Ir. Teuku Zulkarnain, MT, kandidat doktor teknik lingkungan Institut
Teknologi Bandung, Keunggulan RO yang paling superior dibandingkan metode-
metode pemisahan lainnya yaitu kemampuan dalam memisahkan zat-zat dengan berat
molekul rendah seperti garam anorganik atau molekul organik kecil seperti glukosa
dan sukrosa. Keunggulan lain dari RO ini yaitu tidak membutuhkan zat kimia, dapat
dioperasikan pada suhu kamar, dan adanya penghalang absolut terhadap aliran
kontaminan, yaitu membran itu sendiri. Selain itu, ukuran penyaringannya yang
mendekati pikometer, juga mampu memisahkan virus dan bakteri.

Teknologi RO cocok digunakan dalam pemurnian air minum dan air buangan. Di
bidang industri, teknologi RO dapat digunakan untuk memurnikan air umpan boiler.
Selain itu, Karena kemampuannya dalam memisahkan garam-garaman, teknologi
reverse osmosis cocok digunakan dalam pengolahan air laut menjadi air tawar
(desalinasi). Pengolahan ini terdiri dari beberapa tahap:

 Pre-treatment untuk memisahkan padatan-padatan yang terbawa oleh umpan.


Padatan-padatan tersebut jika terakumulasi pada permukaan membran dapat
menimbulkan fouling. Pada tahap ini pH dijaga antara 5,5-5,8.
 High pressure pump digunakan untuk memberi tekanan kepada umpan.
Tekanan ini berfungsi sebagai driving force untuk melawan gradien
konsentrasi. Umpan dipompa untuk melewati membran. Keluaran dari
membran masih sangat korosif sehingga perlu diremineralisasi dengan cara
ditambahkan kapur atau CO2. Penambahan kapur ini juga bertujuan menjaga
pH pada kisaran 6,8-8,1 untuk memenuhi spesifikasi air minum.
 Disinfection dilakukan dengan menggunakan radiasi sinar UV ataupun
dengan cara klorinasi. Sebenarnya, penggunaan RO untuk desalinasi sudah
cukup jitu untuk memisahkan virus dan bakteri yang terdapat dalam air.
Namun, untuk memastikan air benar-benar aman (bebas virus dan bakteri),
disinfection tetap dilakukan.

Sea Water Desalinantion: Concept Drawing of Membrane Distillation Sea Water


Desalination.

Selain untuk desalinasi, RO juga digunakan dalam dialisis untuk proses cuci
darah penderita penyakit ginjal. Ginjal berfungsi sebagai penyaring darah terhadap
pengotor-pengotor hasil metabolisme tubuh seperti urea, yang kemudian dikeluarkan
melalui urin. Mesin dialisis berfungsi sebagai “ginjal” tersebut. Darah dikeluarkan dari
tubuh menuju mesin dialisis yang di dalamnya terdapat membran. Darah yang telah
melewati membran dikembalikan lagi ke dalam tubuh.

Teknologi membran berkembang dengan sangat pesat. Dewasa ini, banyak


membran dapat dioperasikan pada tekanan rendah sehingga memungkinkan
dioprerasikan di rumah tinggal, tempat pengungsian, bahkan dapat digerakkan dengan
genset berskala kecil. Selain itu, kemajuan dalam bidang material membran juga
memungkinkan proses pemisahan menggunakan membran dapat dilakukan dengan
lebih ekonomis.

Secara umum, pengelolaan limbah nuklir yang lazim digunakan oleh negara-
negara maju meliputi tiga pendekatan pokok yang bergantung pada besar kecilnya
volume limbah, tinggi rendahnya aktivitas zat radioaktif yang terkandung dalam limbah
serta sifat-sifat fisika dan kimia limbah tersebut. Tiga pendekatan pokok itu meliputi:
 Limbah nuklir dipekatkan dan dipadatkan yang pelaksanaannya dilakukan
dalam wadah khusus untuk selanjutnya disimpan dalam jangka waktu yang
cukup lama. Cara ini efektif untuk menangani limbah nuklir cair yang
mengandung zat radioaktif beraktivitas sedang dan atau tinggi
 Limbah nuklir disimpan dan dibiarkan meluruh dalam tempat penyimpanan
khusus sampai aktivitasnya sama dengan aktivitas zat radioaktif lingkungan.
Cara ini efektif bila dipakai untuk pengelolaan limbah nuklir cair atau padat
yang beraktivitas rendah dan berwaktu paruh pendek.
 Limbah nuklir diencerkan dan didispersikan ke lingkungan. Cara ini efektif
dalam pengelolaan limbah nuklir cair dan gas beraktivitas rendah (Sofyan,
1998)
Pada PLTN sebagian besar limbah yang dihasilkan adalah limbah aktivitas
rendah (70 – 80%). Sedangkan limbah aktivitas tinggi dihasilkan pada proses daur
ulang elemen bakar nuklir bekas, sehingga apabila elemen bakar bekasnya tidak didaur
ulang, limbah aktivitas tinggi ini jumlahnya sangat sedikit. Penangan limbah
radioaktif aktivitas rendah, sedang maupun aktivitas tinggi pada umumnya mengikuti
tiga prinsip, yaitu :
 Memperkecil volumenya dengan cara evaporasi, insenerasi,
kompaksi/ditekan.
 Mengolah menjadi bentuk stabil (baik fisik maupun kimia) untuk
memudahkan dalam transportasi dan penyimpanan.
 Menyimpan limbah yang telah diolah, di tempat yang terisolasi

Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil


volume, kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif
(vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton
bertulang atau dari baja tahan karat. Alat untuk proses evaporasi di sebut evaporator.
Alat ini mampu mereduksi volume limbah cair dengan faktor reduksi 50. Hal ini berarti
jika ada 50 m3 limbah cair yang diolah, maka akan dihasilkan 1 m3 konsentrat
radioaktif, sedang sisanya yang 49 m3 hanyalah berupa air destilat yang sudahtidak
radioaktif lagi (Sofyan, 1998).
Pengolahan limbah padat adalah dengan cara diperkecil volumenya melalui proses
insenerasi/pembakaran, selanjutnya abunya disementasi. Sedangkan limbah yang tidak
dapat dibakar diperkecil volumenya dengan kompaksi/penekanan dan dipadatkan
dalam drum/beton dengan semen. Sedangkan limbah yang tidak dapat
dibakar/dikompaksi, harus dipotong-potong dan dimasukkan dalam beton kemudian
dipadatkan dengan semen atau gelas masif . Proses pemadatan bisa dilakukan dengan
semen (sementasi), aspal (bitumentasi), polimer (polimerisasi) maupun bahan gelas
(vitrifikasi) (Sofyan,1998)
Selanjutnya limbah radioaktif yang telah diolah disimpan secara sementara
(10-50 tahun) di gudang penyimpanan limbah yang kedap air sebelum disimpan secara
lestari. Tempat penyimpanan limbah lestari dipilih ditempat/lokasi khusus dengan
kondisi geologi yang stabil dan secara ekonomi tidak bermanfaat. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penyimpanan atau pengukungan limbah antara lain:
a. Keselamatan terpasang
Keselamatan terpasang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air dan
uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yang tidak
tertangkap maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah,
sehingga reaksi pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga
berkurang. Sifat ini akan menjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak
walaupun sistem kendali gagal beroperasi
b. Penghalang ganda
Zat radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian
besar (>99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang
berfungsi sebagai penghalang pertama. Selama operasi maupun jika terjadi
kecelakaan, kelongsongan bahan bakar akan berperan sebagai penghalang
kedua untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsongan.
Apabila masih dapat keluar dari dalam kelongsongan, masih ada penghalang
ketiga yaitu sistem pendingin. Lepas dari sistem pendingin, masih ada
penghalang keempat berupa bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal  20 cm.
penghalang kelima adalah perisai beton dengan ketebalan 1,5 - 2 meter. Bila zat
radioaktif tersebut masih ada yang lolos dari perisai beton, masih ada
penghalang ke enam yaitu sistem pengukung yang terdiri pelat baja setebal  7
cm dan beton setebal 1,5 - 2 meter yang kedap udara.
c. Pertahanan berlapis
Pertahanan berlapis ini meliputi : lapisan keselamatan pertama, PLTN
dirancang, dibangun dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat
ketat, mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua, PLTN
dilengkapi dengan sistem pengaman/keselamatan yang digunakan untuk
mencegah dan mengatasi akibat-akibat dari kecelakaan yang mungkin terjadi
selama umur PLTN; dan lapis keselamatan ketiga, PLTN dilengkapi dengan
sistem pengamanan tambahan (B,xxxx).

Selain itu terdapat juga dua pendekatan utama dalam pengelolaan limbah
radioaktif yaitu pendekatan “Dilute and Disperse” dan pendekatan “Concentrate and
Contain”. Pada pendekatan Dilute and Disperse, limbah yang mengandung
radionuklida dengan konsentrasi rendah di buang secara langsung ke lingkungan.
Pembuangan atau pelepasan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui atmosfer
(material gas dan partikulat kasar) dan air pada lingkungan perairan maupun lingkungan
air tawar (cairan, substansi terlarut dan suspended solid). Biasanya dalam fase cair dan
gas yang disebut juga sebagai effluen. Keuntungan pendekatan Dilute and Disperse
adalah dimungkinkan untuk melakukan verifikasi dan kontrol. Pada pendekatan
Concentrate and Contain, limbah dalam fase padat di isolasi dari lingkungan manusia
untuk meminimalkan paparan yang mungkin terjadi. Untuk kasus radionuklida umur
pendek (hanya beberapa tahun), dimungkinkan untuk mengisolasi limbah di tempat
penyimpanan yang aman sampai waktu peluruhan radioaktif berkurang ke level kurang
berbahaya. Hal tersebut berlaku juga untuk limbah radionuklida dalam bentuk cair dan
gas. Limbah yang mengandung radionuklida dengan waktu paruh yang lama dalam
jumlah besar, harus di isolasi ke tempat penyimpanan (repository). Berbagai alternatif
harus di identifikasi dan diperhitungkan termasuk ketersediaan modal, operasional,
biaya perawatan, penerapan pengelolaan limbah, dan efek yang diberikan baik secara
individual maupun kolektif terhadap masyarakat dan pekerja (Cooper,2003)

Limbah yang mengandung radionuklida dengan level rendah dapat dibuang ke


landfill dengan material limbah biasa. Limbah yang mengandung radionuklida level
tinggi memerlukan standar isolasi yang lebih besar terhadap lingkungan hidup (biosfer).
Limbah bahan nuklir bekas dan hasil belahan berkonsentrasi tinggi, yang mengalami
peningkatan selama reprocessing bahan bakar bekas, harus memenuhi standar tertinggi
pada saat melakukan isolasi limbah. Pembuangan atau penyimpanan limbah
radionuklida dilakukan pada kedalaman ratusan meter di bawah tanah dengan
mempertimbangkan pendekatan pengukungan berlapis. Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan terhadap pembuangan limbah antara lain bentuk limbah, kontainer,
fasilitas lining disposal, formasi geologi dimana fasilitas ditempatkan, perlindungan
biosfer terhadap perpindahan radionuklida (Cooper,2003).

Limbah radioaktif dihasilkan dalam fase gas, cair dan padatan melalui proses
industri termasuk listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga nuklir. International
Atomic Energy Agency (IAEA) mengeluarkan 9 prinsip pengelolaan limbah radioaktif,
yaitu:
1. Limbah radioaktif harus dikelola dengan tingkat keamanan yang dapat melindungi
kesehatan manusia dan lingkungan
2. Limbah radioaktif harus dikelola dalam hal memberikan level yang dapat diterima guna
perlindungan lingkungan
3. Limbah radioaktif harus dikelola untuk menjamin bahwa efek yang mungkin terjadi
pada kesehatan manusia diluar batas standar nasional, turut diperhitungkan
4. Limbah radioaktif harus dikelola dalam memberikan prediksi bahwa dampak terhadap
kesehatan generasi masa depan tidak lebih besar dari yang sekarang di terima
5. Limbah radioaktif hars dikelola dengan cara tertentu yang tidak memberikan pengaruh
atau akibat fatal pada generasi berikutnya
6. Limbah radioaktif harus dikelola dengan tujuan yang sesuai frame work nasinal
termasuk pembagian tanggung jawab dan provisi untuk fungsi kelembagaan
independen.
7. Limbah radioaktif yang dihasilkan harus minimum practicable.
8. Keterkaitan antara seluruh tahapan dalam menghasilkan limbah radioaktif serta
pengelolaannya harus dapat diukur atau diperhitungkan.
9. Keamanan fasilitas yang digunakan dalam pengelolaan limbah radioaktif harus
dipastikan selama masa lifetime (Cooper, 2003)
Akan tetapi pelaksanaan 9 prinsip pengelolaan limbah radioaktif tersebut tidak lepas
dari aturan perundangan yang berlaku di Indonesia sehingga butuh adaptasi sebelum
adanya aplikasi.

Pengolahan Limbah Radioaktif dengan PENUKAR ION (Ion Exchanger)


Dalam pembangkit tenaga nuklir, teknologi penukar ion telah diaplikasikan pada
pemurnian air pendingin, pengolahan limbah utama, pemurnian asam boric untuk
pemakaian ulang serta pengolahan air buangan dan limbah cair. Beberapa faktor
penting yang diperhatikan dalam pemilihan teknologi penukar ion antara lain :
1. Karekteristik limbah. Teknologi penukar ion dapat dilakukan pada limbah dengan
kriteria antara lain kandungan padatan terlarut tidak melebihi 4 mg/L, kandungan
garam kurang dari 2 g/L, radionuklida hadir dalam bentuk ion, mengandung sedikit
kontaminan organik, dan mengandung sedikit senyawa pengoksidasi kuat.
2. Pemilihan penukar ion dan proses pengolahan. Penukar ion harus memiliki
kecocokan dengan karakteristik limbah (pH dan ion) selain temperatur dan tekanan.

Ion exchange merupakan proses reaksi kimia bersifat reversibel dimana suatu ion
(atom atau molekul) yang telah hilang atau memperoleh suatu elektron dan dengan
demikian memperoleh suatu muatan elektrik dalam larutan yang digantikan dengan ion
yang bermuatan sama dari partikel butir padat immobile. Partikel padat ion exchange
ini bisa dalam bentuk anorganik zeolit (alami) dan juga sintetik dalam bentuk resin
organik. Resin organik buatan merupakan jenis yang banyak digunakan saat ini, sebab
memiliki karakteristik yang dapat dikhususkan pada aplikasi spesifik.

Anda mungkin juga menyukai