Analisis Perubahan Garis Pantai Di Pantai Barat Daya Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara
Analisis Perubahan Garis Pantai Di Pantai Barat Daya Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara
net/publication/316019698
CITATION READS
1 487
3 authors:
Nyoman MN Natih
Bogor Agricultural University
23 PUBLICATIONS 24 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Nyoman MN Natih on 04 May 2017.
E-mail: natih1406@yahoo.com
ABSTRACT
Research is a Shoreline Change Analisis along the South West Coast Ternate Island, North Molucas Province. This
study aims to assess the shoreline changes from 2001 to 2011. The research was motivated by the reality on the Southwest Coast
Ternate Island, accured abrasion and sedeimentasi to residential areas. There has been no comprehensive study on the extent of
shoreline change is happening, and what are the factors that cause these changes. The purpose of this study was to analyze
shoreline changes that occur in the Southwest Coast Ternaet island. Shoreline change analysis is done using two approaches that
use DHI MIKE LITPACK models and digitized images using Landsat 7 ETM+. The results of image analysis used as a
benchmark to validate the model output DHI MIKE LITPACK. Mixed model analysis results collated with the results of
image analysis showed patterns of changes in the contour of the same coastline. Based on the analysis model, showed the highest
abrasion occurs distasiun C (Sasa Coast) as far as 83.67 m and sedimentation occurred at station B as far as 45.69 m, based
on the results of image analysis the highest abrasion occurred at station C of 27.14 m and sedimentation occurred at station E of
24.09 m . The amount of abrasion and sedimentation is affected by wave action that occurs and sand mining activities by the
community in Southwest coast of the island of Ternate.
Keywords: Shoreline changes, DHI MIKE models, Landsat imagery, abrasion, sedimentation
ABSTRAK
Penelitian ini tentang analisis perubahan garis pantai di pantai Barat Daya Pulau Ternate, Provinsi
Maluku Utara. Kajian ini dilakukan untuk menganalisis perubahan garis (abrasi dan sedimentasi) selama 11
tahun dari tahun 2001-2011. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas di Pantai Barat Daya Pulau Ternate
yang telah mengalami abrasi dan sedimentasi sampai ke pemukiman warga. Belum ada kajian yang
komperhensif mengenai seberapa besar tingkat perubahan garis pantai yang terjadi, dan faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk transformasi
gelombang dan perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Barat Daya Pulau Ternate. Analisis perubahan
garis pantai dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yakni menggunakan model LITPACK MIKE
DHI dan digitasi citra menggunakan citra landsat 7 ETM+. Hasil analisis citra dijadikan sebagai pembanding
untuk memvalidasi hasil keluaran model LITPACK MIKE DHI. Tumpang susun hasil analisis model dengan
hasil analisis citra menunjukan pola kontur perubahan garis pantai yang sama. Berdasarkan hasil analisis
model, menunjukan abrasi tertinggi terjadi di stasiun C (Pantai Sasa) sejauh 83.67 m dan sedimentasi terjadi di
stasiun B sejauh 45.69 m, berdasarkan hasil analisis citra abrasi tertinggi terjadi di stasiun C sebesar 27.14 m
dan sedimentasi terjadi di stasiun E sebesar 24.09 m. Besarnya abrasi dan sedimentasi dipengaruhi oleh aksi
gelombang yang terjadi dan aktivitas penambangan pasir oleh masyarakat di pantai Barat Daya Pulau Ternate.
Kata kunci: Perubahan garis pantai, Model MIKE DHI, citra Landsat, abrasi, sedimentasi
12 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22
ISSN 2087-4871
Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya ..................... (ANGKOTASAN, NURJAYA, NATIH) 13
127 °1 5' 127 °2 0' 127 °2 5'
PETA LOKASI PENELITIAN
N
P Hiri
W E
S
0°50'
4 0 4 km
0°50'
KETERANGAN :
$ PE TA INDE KS :
0°45'
0°45'
P . Mo r o ta i
P Maitara
P . HA L M A H E R A
Te rn a te
P Tidore
0°40'
0°40'
P . B a ca n
LAUT MALUKU
0 200 400 600 800 1000 0 200 400 600 800 1000
0 0
-50 -50
-100 -100
-150 -150
-200 -200
A B C D E
14 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22
ISSN 2087-4871
Hasil analisis kelerengan pantai nilai mean sea level (MSL) pasang surut
yang tertera pada Gambar 2, untuk mendapatkan nilai kedalaman
menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang sebenarnya. Nilai pasang surut
yang signifikan antara kelerengan pantai diperoleh dari beberapa sumber yakni
di stasiun A, B, C, dan D dengan stasiun hasil pengukuran selama 3 x 24 jam
E. Di stasiun E kelerengannya sangat mulai dari tanggal 7 sampai 9 November
curam jika dibandingkan dengan tahun 2011, data hasil prediksi
stasiun yang lain. Pada stasiun ini menggunakan software model Mike 21
kedalaman laut 10 m berada pada jarak DHI Hasil pengukuran selama 3 hari
52 m dari garis pantai dan kedalaman dibutuhkan untuk memvalidasi data
80 m pada jarak 1000 m tegak lurus pasang surut yang ada di model Mike 21
dari garis pantai, merupakan pantai DHI. Elevasi muka laut hasil prediksi
yang curam. Mike 21 DHI dan pengukuran pasang
Kelerengan pantai stasiun A surut selama 3 hari menunjukan tipe
(Pantai Rua) dan stasiun B (Pantai pasang surut campuran ganda, Gambar
Kastela) berkisar antara 9-12.5 %, 3.
stasiun C (Pantai Jambula) dan stasiun Pasang surut di perairan Asia
D (Pantai Sasa) memiliki kelerengan Tenggara memiliki perbedaan antara
pantai berkisar antara 19-21 %. Lereng satu tempat dengan tempat yang lain,
pantai di perairan Kalumata di stasiun E dipengaruhi oleh variasi periodik
(Pantai Ngade sampai Pantai Fitu) terhadap waktu dari suatu hasil
berkisar anatara 8-21%. pengukuran (osilasi) yang terjadi antara
Samudra Pasifik dengan samudra
3.2. Pasang surut Hindia. Pasang surut di Laut Jawa dan
Data dan informasi tentang Laut Cina Selatan didominasi oleh
pasang surut dalam penelitian ini pasang surut tipe diurnal, sedangkan di
sangat dibutuhkan untuk memvalidasi wilayah kepulauan bagian Timur
nilai kedalaman yang sebenarnya. didominasi oleh pasang surut tipe
Dimana nilai kedalaman hasil campuran (Wyrtki, 1961).
pengukuran di lapangan dengan
echosonder, harus dikoreksi dengan
80.00
60.00
40.00
Elevasi Muka Laut (cm)
20.00
0.00
-20.00
-40.00
-60.00
-80.00
11/7/11 0:57 11/7/11 12:57 11/8/11 0:57 11/8/11 12:57 11/9/11 0:57 11/9/11 12:57
Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya ..................... (ANGKOTASAN, NURJAYA, NATIH) 15
3.3. Arah dan kecepatan angin 3.4. Tinggi dan periode gelombang
Angin memberikan konstribusi Tinggi gelombang di lokasi
yang sangat besar terhadap proses penelitian berkisar antara 0.02 m
perubahan garis pantai yang terjadi, sampai 2.07 m, dipengaruhi oleh
karena angin merupakan salah satu kecepatan dan arah angin serta panjang
variabel yang membangkitkan fetch. Tinggi gelombang sebesar 2 m
gelombang, semakin besar kecepatan terjadi pada bulan Agustus di tahun
hembusan angin maka semakin tinggi 2001 dan tahun 2009, bertepatan
pula gelombang yang akan dihasilkan. dengan musim Timur Laut di Ternate
Variabel angin digunakan sebagai (Musim Barat di Jawa). Ketinggian
pembangkit gelombang di laut dalam. gelombang ini dipengaruhi oleh
Arah dan kecepatan angin selanjutnya besarnya kecepatan angin yang bertiup
digunakan untuk menghitung tinggi dan dari arah Barat Laut menuju Pulau
periode gelombang. Ternate. Berdasarkan hasil pengukuran
Berdasarkan data perhitungan nilai panjang fetch di bagian barat
persentase kecepatan angin, melebihi 200 km sehingga yang
menunjukan bahwa selama 11 tahun digunakan adalah 200 km yakni jarak
(dari tahun 2001-2011) arah angin antara Pulau Ternate dengan Sulawesi
dominan dari arah Barat Laut sebesar Utara.
23.64 %, arah Selatan 20.42 % dan arah Faktor utama yang mempe-
Barat sebesar 15.77 %. Kecepatan angin ngaruhi tinggi gelombang yang
harian berkisar antara 3.6 - 5.7 m/s dibangkitkan oleh angin adalah
(36.0 %) dan berkisar antara 2.1 – 3.6 kecepatan angin rata-rata, lamanya
(30.1 %) (Gambar 4). waktu angin bertiup (durasi), jarak
Hasil analisis data, arah dan dimana angin bertiup (fetch) dan
kecepatan angin selama 11 tahun dari kekasaran muka laut (sea state).
tahun 2001 sampai tahun 2011 Kombinasi ketiga faktor ini akan
menghasilkan persentase kecepatan dan menghasilkan gelombang dengan tinggi
arah angin harian. Persentase ini yang berbeda. Semakin besar nilai-nilai
menunjukan bahwa angin yang bertiup dari faktor kecepatan angin, durasi dan
di Pulau Ternate pada musim Timur panjang fetch maka akan menghasilkan
Laut kecepatannya lebih tinggi bila gelombang yang lebih tinggi. Gelombang
dibandingkan dengan musim Tenggara. dibangkitkan oleh angin di laut lepas,
Pada musim Timur Laut (Musim pergolakan angin menyebabkan
Barat di Jawa) angin bertiup dari perubahan arah dan kecepatan
daratan Sulawesi menuju Laut Maluku gelombang serta karakteristik dari
yang menyusuri Pulau Ternate. Pada gelombang yang akan dibangkitkan.
musim Tenggara (musim Timur di Pulau Ketika gelombang merambat menuju
Jawa) disaat angin bertiup dari Tenggara pantai, maka terjadi gelombang pecah
menuju ke Barat Laut, angin terhalang dimana arah dan ketinggian gelombang
oleh daratan Halmahera sehingga akan mengalami perubahan akibat
kecepatan angin rendah. Pada musim pengaruh gesekan dasar perairan
Tenggara angin lebih dominan bergerak (Pierson et al., 1995).
dari arah Selatan menuju ke Utara Grafik tinggi dan periode
dengan persentase kecepatan 20.42%. gelombang dari tahun 2001-2011
Letak geografis Pulau Ternate yang menggambarkan hubungan antara
berhadapan langsung dengan laut tinggi gelombang dengan periode
terbuka yakni Laut Maluku, gelombang. Tinggi gelombang di lokasi
mendapatkan dampak yang besar dari penelitian berkisar antara 0.02-2.07 m,
pola angin pada musim Timur Laut. tinggi gelombang maksimal terjadi pada
Posisi lokasi penelitian berada di Pantai bulan Agustus tahun 2001 sebesar
Barat Daya Pulau Ternate, sehingga 1.71m dan bulan Agustus tahun 2009
daerah ini mendapatkan dampak yang sebesar 2.07m yang bertepatan dengan
besar dari adanya pergerakan angin bertiupnya angin Barat Laut menuju
yang menimbulkan gelombang menuju Pulau Ternate.
ke pantai.
16 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22
ISSN 2087-4871
Gambar 4. Persentase kecepatan dan arah angin harian (a) grafik, (b) windrose
Gambar 5. Tinggi gelombang maksimal (Hmo) dan Periode Gelombang (T), Tahun
2001-2011 di Pulau Ternate
Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya ..................... (ANGKOTASAN, NURJAYA, NATIH) 17
Klasifikasi ini berdasarkan hasil analisis dari laut menuju pantai, dan ketika
tinggi dan periode gelombang serta data akan pecah tinggi gelombangnya
arah dan kecepatan angin yang mencapai 1.2. Transformasi gelombang
menunjukan adanya signifikansi dari pada saat gelombang datang dari arah
arah Barat Laut, Barat dan Selatan Barat Laut pada beberapa lokasi terjadi
terhadap lokasi penelitian. Fenomena dekat dengan garis pantai. Fenomena ini
transformasi gelombang pada lokasi disebabkan oleh topografi perairan yang
penelitian sangat dekat dengan garis curam, tinggi gelombang sebelum pecah
pantai. di stasiun A setinggi 0.8 m, di stasiun B
Gelombang dibangkitkan oleh 0.7 m, stasiun C 0.6 m. Gelombang
angin di laut lepas dan bergerak menuju pecah terjadi dengan tinggi gelombang
pantai, dalam pergerakannya menuju 0.9 m di perairan dangkal. Energi
pantai, gelombang mengalami disipasi gelombang tersebut kemudian
atau perubahan dalam hal panjang berkurang karena adanya gesekan
gelombang, energi gelombang, tinggi dan dengan dasar perairan. Transformasi
periode gelombang setelah terjadi gelombang bervariasi antara satu
gelombang pecah di perairan dangkal. stasiun dengan stasiun lain, dan
Mekanisme disipasi gelombang dominan memiliki tinggi dan arah datangnya
di perairan dangkal di luar zona gelombang juga bervariasi pada setiap
gelombang pecah karena adanya friksi musim. Gelombang yang datang dari
dasar perairan. Di laut dalam, arah Barat tegak lurus dengan pantai
gelombang menjalar tanpa ada Rua dan Kastela, memiliki tinggi
gangguan dari tekanan akibat gesekan gelombang maksimum 0.9 m sampai 1
dasar karena partikel gelombang yang m. Pada musim Timur Laut energi
bergerak tidak mencapai dasar perairan. gelombang terpusat di Pantai Rua dan
Di laut dangkal, gelombang mengalami Kastela sehingga garis pantai di kedua
transformasi karena disipasi yang stasiun ini rentan mengalami
disebabkan oleh panjang gelombang perubahan.
lebih besar dari kedalaman dasar Perubahan arah gelombang
perairan (Komen et al., 1994; menyebabkan terjadinya pengumpulan
Holthuijsen, 2007). garis arah gelombang (konvergensi) pada
Menurut USACE (2003) peruba- garis pantai yang menjorok ke laut dan
han arah gelombang terjadi pada saat terjadi penyebaran (divergensi) pada
gelombang sudah dekat dengan pantai. garis pantai yang menjorok ke dalam.
Perubahan arah gelombang disebabkan Arah pembelokan gelombang konvergen
oleh pengaruh refraksi karena adanya dan terpusat terjadi pada stasiun A, B
perbedaan kecepatan rambatan dan C pada saat gelombang datang
gelombang. Perbedaan kecepatan berasal dari arah barat, barat laut dan
rambatan gelombang terjadi di selatan. Penyebaran garis arah
sepanjang garis muka gelombang yang gelombang (divergensi) terjadi pada
bergerak membentuk sudut terhadap stasiun D dan E pada saat gelombang
garis pantai. Gelombang yang berada datang dari arah selatan. Menurut
pada laut yang lebih dalam bergerak Thurman dan Trujillo (2004) gelombang
lebih cepat daripada gelombang yang yang merambat ke pantai akan
berada pada laut yang lebih dangkal. mengalami perubahan energi (disipasi
Transformasi gelombang terjadi energi) akibat gesekan dengan dasar
di dekat pantai, rata-rata jarak laut dan bentuk batimetri yang
gelombang pecah berkisar antara 10 m menyebabkan penyebaran energi
sampai 30 m dari garis pantai, hal ini (divergensi) dan pemusatan energi
disebabkan oleh tofografi dasar perairan (konvergensi). Pemusatan gelombang
di lokasi penelitian yang curam. Tinggi akibat adanya kontur batimetri
dan arah gelombang yang datang menyebabkan membesarnya tinggi
menuju pantai di lokasi penelitian dari gelombang sedangkan penyebaran
arah Barat dan Barat Laut, menunjukan gelombang menyebabkan mengecilnya
fenomena yang berbeda. Saat gelombang tinggi gelombang.
datang dari arah Barat Laut, Gelombang yang membentur
transformasi gelombang terjadi di pulau, dinding atau struktur bangun
perairan Sasa dan Gambesi. Tinggi pemecah gelombang akan mengalami
gelombang maksimal (Hmo) 0.9 – 1.05 m refleksi gelombang dan dipantulkan
18 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22
ISSN 2087-4871
Tabel 3. Nilai maksimal abrasi dan sedimentasi hasil model, hasil citra
Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya ..................... (ANGKOTASAN, NURJAYA, NATIH) 19
310 000 311 000 312 000 313 000 314 000 315 000 316 000
88000 PET A PE R UB A HA N
88000
GA R IS P A N TAI
Rua
W E
A
87000
87000
S
0.7 0 0.7 km
86000
Garis Pantai Citra 2011
Garis Pantai Hasil Model 2011
Darat
A, B , C , D, d an E asalah S tasiun P enelitia n
Kastela
PETA IND EK S :
85000
85000
B P. M oro ta i
84000
Ngade Te rn ate
Sas a Ga m besi
Fi tu
C E
D
P. B ac a n
83000
83000
Su m be r Pe ta :
1. Pe ta C itra L an dsa t 7 E T M + T ah un 2 00 1
2. Pe ta C itra L an dsa t 7 E T M + T ah un 2 01 1
LAUT MALUKU 3. Pe ta R BI B AK OS U R T A N A L skala 1 : 2 50 00 0
T ah un 2 00 4
310 000 311 000 312 000 313 000 314 000 315 000 316 000
Gambar 6. Tumpang susun hasil analisis perubahan garis pantai dari model MIKE
LITPACK DHI dengan hasil Analisis Citra Landsat 7 ETM+
20 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22
ISSN 2087-4871
B
tertinggi terjadi di stasiun C (Jambula- ditambahkan menjadi 20 tahun, dan
Sasa) sebesar 83.67 m dan sedimentasi perlu ditambahkan analisis fenomena
tertinggi terjadi di stasiun D (Gambessi). perubahana garis pantai menggunakan
citra dengan resolusi tinggi.
Jambula
Grid 178
Sasa Gambesi Grid 217
C D
Gambar 7. Tumpang susun perubahan garis pantai hasil model dengan hasil citra di
stasiun C dan D
Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya ..................... (ANGKOTASAN, NURJAYA, NATIH) 21
Indian Oceans in the Indonesian Sakka, Purba M, Nurjaya WI, Pawitan
seas. J Nature. 18 : 14-27. H, Siregara PV. 2012. Transformasi
gelombang di sepanjang Pantai
Kennedy BA, Chen Q, Kirbi TJ,
Delta Sungai Jenebarang,
Dalrymple AR. Boussinesq
Makassar, Sulawesi Selatan. J
modelling of wave transformation
Torani 22 : 36-48.
and runup. J Wat P Cost and Ocean
Eng. 126 : 39-47 Thurman H V, Trujillo A P. 2004.
Introductory Oceanography.
Komen, GJ, Cavaleri L, Donelan M,
Departemen Of Oceanography
Hasselmann K, Hasselmann S,
Texas A and M university. Spring
Janssen PAEM. (1994). Dynamics
Edition.
and Modeling of Ocean Waves.
Cambridge University Press, New United State Army Corps of Engineers
York. (USACE). 2003. Coastal
Hydrodinamic Part II, Coastala
Pierson, W.J., Neumann, G., and James,
Sedimen Procesess Part III.
RW. (1955). Practical Methods For
Washitong DC. Departemen of The
Observing and Forecasting Ocean
Army, U.S. Army Corps of
Waves by Means of Wave Spectra
Engineers.
andStatistics, Washington, U.S.
Navy Hydrographic Office, Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography
Publication No.603 (reprinted of Southeast Asean Waters. Naga
1960). Report,I. 2. The University of
California, La Jolla, California.
22 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22