Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/316019698

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI BARAT DAYA PULAU


TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

Article · April 2017


DOI: 10.24319/jtpk.3.11-22

CITATION READS

1 487

3 authors:

Abdul Motalib Angkotasan I Wayan Nurjaya


Khairun University Bogor Agricultural University
1 PUBLICATION   1 CITATION    80 PUBLICATIONS   99 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Nyoman MN Natih
Bogor Agricultural University
23 PUBLICATIONS   24 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Coastal Vulnerability View project

Coastal Oceanography View project

All content following this page was uploaded by Nyoman MN Natih on 04 May 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2 November 2012: 11-22 _______________ ISSN 2087-4871

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI BARAT DAYA PULAU


TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

(SHORELINE CHANGE ANALYSIS OF THE SOUTH WEST COAST AT


TERNATE ISLAND, NORTH MOLUCAS PROVINCE)
Abdul Motalib Angkotasan2, I Wayan Nurjaya3, Nyoman M N Natih1,3
1Corresponding author
2 Departemen
Ilmu Kelautan Universitas Khaerun, Ternate
3 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

E-mail: natih1406@yahoo.com

ABSTRACT

Research is a Shoreline Change Analisis along the South West Coast Ternate Island, North Molucas Province. This
study aims to assess the shoreline changes from 2001 to 2011. The research was motivated by the reality on the Southwest Coast
Ternate Island, accured abrasion and sedeimentasi to residential areas. There has been no comprehensive study on the extent of
shoreline change is happening, and what are the factors that cause these changes. The purpose of this study was to analyze
shoreline changes that occur in the Southwest Coast Ternaet island. Shoreline change analysis is done using two approaches that
use DHI MIKE LITPACK models and digitized images using Landsat 7 ETM+. The results of image analysis used as a
benchmark to validate the model output DHI MIKE LITPACK. Mixed model analysis results collated with the results of
image analysis showed patterns of changes in the contour of the same coastline. Based on the analysis model, showed the highest
abrasion occurs distasiun C (Sasa Coast) as far as 83.67 m and sedimentation occurred at station B as far as 45.69 m, based
on the results of image analysis the highest abrasion occurred at station C of 27.14 m and sedimentation occurred at station E of
24.09 m . The amount of abrasion and sedimentation is affected by wave action that occurs and sand mining activities by the
community in Southwest coast of the island of Ternate.

Keywords: Shoreline changes, DHI MIKE models, Landsat imagery, abrasion, sedimentation

ABSTRAK

Penelitian ini tentang analisis perubahan garis pantai di pantai Barat Daya Pulau Ternate, Provinsi
Maluku Utara. Kajian ini dilakukan untuk menganalisis perubahan garis (abrasi dan sedimentasi) selama 11
tahun dari tahun 2001-2011. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas di Pantai Barat Daya Pulau Ternate
yang telah mengalami abrasi dan sedimentasi sampai ke pemukiman warga. Belum ada kajian yang
komperhensif mengenai seberapa besar tingkat perubahan garis pantai yang terjadi, dan faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk transformasi
gelombang dan perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Barat Daya Pulau Ternate. Analisis perubahan
garis pantai dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yakni menggunakan model LITPACK MIKE
DHI dan digitasi citra menggunakan citra landsat 7 ETM+. Hasil analisis citra dijadikan sebagai pembanding
untuk memvalidasi hasil keluaran model LITPACK MIKE DHI. Tumpang susun hasil analisis model dengan
hasil analisis citra menunjukan pola kontur perubahan garis pantai yang sama. Berdasarkan hasil analisis
model, menunjukan abrasi tertinggi terjadi di stasiun C (Pantai Sasa) sejauh 83.67 m dan sedimentasi terjadi di
stasiun B sejauh 45.69 m, berdasarkan hasil analisis citra abrasi tertinggi terjadi di stasiun C sebesar 27.14 m
dan sedimentasi terjadi di stasiun E sebesar 24.09 m. Besarnya abrasi dan sedimentasi dipengaruhi oleh aksi
gelombang yang terjadi dan aktivitas penambangan pasir oleh masyarakat di pantai Barat Daya Pulau Ternate.

Kata kunci: Perubahan garis pantai, Model MIKE DHI, citra Landsat, abrasi, sedimentasi

I. PENDAHULUAN menyusur pantai pada wilayah yang


tidak direklamasi. Rusaknya hutan
Morfologi pantai Kota Ternate mangrove dan terumbu karang karena
telah mengalami perubahan baik abrasi dieksploitasi oleh masyarakat sehingga
maupun sedimentasi yang terjadi karena menurunkan fungsi dan peran kedua
aktivitas manusia dan dinamika alam. ekosistem tersebut sebagai buffer alami
Faktor aktivitas manusia diantaranya peredam gelombang dari laut dalam.
reklamasi pantai untuk pengembangan Penambangan bahan galian C berupa
kota pantai yang memicu terjadinya pasir dan batu di pantai yang
perubahan pola arus dan kecepatan arus mengurangi daya dukung pantai untuk

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB _______________________________ E-mail: jtpkipb@gmail.com


meredam energi gelombang yang pantai memindahkan sedimen sehingga
menerjang pantai. Faktor alamiah yang menyebabkan perubahan garis pantai
menyebabkan kerusakan kawasan (Doornkamp & King, 1971). Untuk
pantai di Pulau Ternate adalah aksi menyelesaikan persoalan perubahan
gelombang dengan intensitas yang tinggi garis pantai maka perlu adanya
dan energi yang terpusat, tinggi penelitian dan pengembangan model
gelombang di Pulau Ternate pada musim guna memprediksi pola perubahan garis
Timut Laut bisa mencapai 1 m di dekat pantai. Salah satu cara untuk
pantai. Gelombang pecah terjadi dekat memprediksi perubahan garis pantai
dengan garis pantai, menyebabkan yaitu melalui model numerik (Dean &
energi gelombang yang terhamburkan Zheng, 1997; Elfrink & Baldock, 2002).
setelah gelombang pecah, terpusat pada Beberapa penelitian tentang
garis pantai yang memicu terjadinya transformasi gelombang yang pernah
perubahan garis pantai pada daerah- dilakukan diuraikan pada Tabel 1.
daerah tertentu. Untuk itu diperlukan Kajian tentang dinamika
adanya kajian mengenai dinamika oseanografi di Perairan Pulau Ternate
oseanografi yang memicu terjadinya difokuskan pada dua variabel penting
perubahan garis pantai, salah satu dalam dinamika oseanografi yakni
kajian yang penting adalah kajian gelombang dan pasang surut. Variabel
mengenai gelombang. Analisis angin dan topografi perairan juga
gelombang dapat berupa tinggi dan dijadikan sebagai objek kajian, karena
periode gelombang serta analisis kedua variabel ini sangat berhubungan
transformasi gelombang. erat dengan proses transformasi
Perubahan garis pantai yang gelombang. Angin berperan sebagai
terjadi disebabkan oleh adanya abrasi pembangkit gelombang dan topografi
dan akresi, penyebab utama abrasi dan perairan berhubungan dengan pengaruh
akresi adalah aksi gelombang, angin dan friksi dasar perairan dalam proses
pasang surut. Terdapat tiga proses transformasi gelombang. Gelombang
dinamis penting yang mempengaruhi yang merambat menuju ke perairan
bentuk pantai yakni aksi gelombang, dangkal akan mengalami disipasi akibat
angin dan pasang surut. Proses yang berbenturan dengan friksi dasar,
paling penting adalah aksi gelombang. menyebabkan terjadinya gelombang
Saat bergerak menuju pantai, pecah. Gelombang pecah terjadi karena
gelombang mengalami transformasi yang panjang gelombang lebih besar dari
kemudian membangkitkan arus di dekat kedalaman dasar perairan.
pantai. Arus yang bergerak di sepanjang

Tabel 1. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya

Peneliti Tentang Transformasi Gelombang


Elfrink et al., Perubahan garis pantai Menggunakan Program NSW untuk
2002 akibat aksi gelombang menganalisis transformasi gelombang
menggunakan model Mike di Teluk Walvis, Namibia.
21 NSW DHI.
Kennedy et al., Model transformasi Analisis numerik transformasi
2000 gelombang dan gelombang.
gelombang pecah.
Sakka et al., Transformasi gelombang Mengganalisis transformasi
2012 di sepanjang Delta Sungai gelombang menggunakan program
Janebarang, Makassar, vicual basic untuk melihat
Sulawesi Selatan. transformasi gelombang yang
berdampak pada proses abrasi dan
akresi.

12 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22
ISSN 2087-4871

Kajian dinamika oseanografi kan GPS Garmin 65. Sounding


dilakukan untuk menganalisis bathimetry dilakukan di area penelitian
transformasi gelombang di laut lepas selama 1 hari menggunakan speed boat,
yang dibangkitkan oleh angin. Kajian ini dengan metode zigzag (Gambar 1).
sangat penting, mengingat karena Perubahan garis pantai dianalisis
gelombang yang bergerak menuju pantai menggunakan Model MIKE 21 DHI dan
akan mengalami transformasi, digitasi Citra.
menghasilkan refraksi dan disipasi yang
memicu terjadinya arus menyusur 2.3. Teknik Analisis data
pantai. Arus menyusur pantai Data yang telah terkumpul
menyebabkan terjadinya angkutan dianalisis dengan menggunakan
sedimen sepanjang pantai dan perangkat lunak analisis data (software)
perubahan garis pantai. dan metode analisis numerik untuk
menghasilkan data dan informasi yang
dibutuhkan (Tabel 2).
II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Waktu dan lokasi penelitian III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini dilaksanakan di
Pulau Ternate mulai dari Pantai Rua 3.1. Profil pantai
sampai Pantai Ngade, lokasi penelitian Pesisir pantai Pulau Ternate
terletak di bagian Barat Daya Pulau (lokasi penelitian), terdapat dua
Ternate (Gambar 1). Penelitian ini karakteristik pantai yaitu pantai
dilaksanakan pada bulan November berpasir dan berbatu, akan tetapi secara
tahun 2011 sampai bulan Juni tahun keseluruhan didominasi oleh pantai
2012 berupa pengambilan data dan berpasir. Geomorfologi dasar perairan
analisis data. Simulasi hasil analisis Pulau Ternate dipengaruhi oleh energi
transformasi gelombang menggunakan gelombang yang berasal dari Laut
model Mike 21 yang dikembangkan oleh Maluku, karena Pulau Ternate
DHI water environtmant healt. Analisis merupakan pulau kecil, berada di
perubahan garis pantai menggunakan daerah terbuka yang langsung
simulasi model MIKE 21 DHI yang berhadapan dengan Laut Maluku.
dibandingkan dengan hasil digitasi garis Geomorfologi dasar perairan
pantai menggunakan citra Landsat. Pulau Ternate dipengaruhi oleh energi
Hasil pengolahan data tersebut gelombang dengan intensitas tinggi yang
selanjutnya dideskripsikan. berasal dari Laut Maluku. Pulau Ternate
juga sangat merasakan dampak dari
2.2. Teknik Pengumpulan data adanya arus lintas Indonesia yang
Pengambilan data lapangan berasal dari Samudra Pasifik menuju
meliputi data kecepatan dan arah angin Samudra Hindia pada musim Timur dan
harian dari tahun 2001-2011 diperoleh ketika musim Barat arus lintas
dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Indonesia bergerak menuju Samudra
Geofisika Ternate. Data pasang surut Pasifik. Pola arus ini mempengaruhi
diukur menggunakan rambu ukur (palm transport sedimen penyusun topografi
staff) yang dipasang di pantai selama 72 dasar perairan. Menurut Gordon & Fine
jam tiap 30 menit. Pengamatan pasang (1996) Arus Lintas Indonesia yang
surut dilakukan pada tanggal 7–9 berasal dari Samudra Pasifik bergerak
November 2011. Data pengamatan menuju Selatan melalui Laut Maluku,
tersebut digunakan sebagai validasi data nilai transpor masa airnya berkisan
pasang surut pada Model MIKE 21, data antara 2,6-18.5 Sv (1 sv = 1x106 m3/s).
pasang surut juga diperoleh dari BPPT Pantai Rua di stasiun A memiliki
RI. kelerengan yang curam, stasiun B di
Data kedalaman diperoleh dari pantai Kastela memiliki kelerengan yang
hasil pengukuran (sounding bathymetry) agak landai, kontur kelerengan dapat
menggunakan echosounder dan data dilihat pada Gambar 2.
posisi geografis ditentukan mengguna-

Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya ..................... (ANGKOTASAN, NURJAYA, NATIH) 13
127 °1 5' 127 °2 0' 127 °2 5'
PETA LOKASI PENELITIAN

N
P Hiri
W E

S
0°50'

4 0 4 km

0°50'
KETERANGAN :

P Ternate Laju r S ou nd ing


Ba tas Area P e ne liti an
Da rat
$ Titik P en ga m atan P as ang S uru t

$ PE TA INDE KS :
0°45'

0°45'
P . Mo r o ta i

P Maitara
P . HA L M A H E R A

Te rn a te

P Tidore
0°40'

0°40'
P . B a ca n

LAUT MALUKU

M AY O R ILM U K ELA UTA N


S EK O LAH PA SCA SA RJ ANA
INSTITU T PE RTANI AN B O G OR
127 °1 5' 127 °2 0' 127 °2 5'

Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan area sounding batimetry

Tabel 2. Metode analisis data

Jenis data Metode


Angin Analisis menggunakan software WRPLOT
Pengukuran lapangan, Prediksi menggunakan software
Pasang surut Mike 21 DHI
Batimetri Software Surfer 9 dan Arcview 3.3
Persamaan Transformasi USEC, dianalisis
Gelombang menggunakan Microsoft Excel 2007
Software Mike 21 DHI modul Nearshore Spectral Wave
(NSW)
Transformasi gelombang Digitasi garis pantai menggunakan program Arcview dan
Citra Landsat tahun 2001 Ermapper
dan tahun 2011

Kelerengan Pantai Kelerengan Pantai

0 200 400 600 800 1000 0 200 400 600 800 1000
0 0

-50 -50

-100 -100

-150 -150

-200 -200
A B C D E

Gambar 2. Grafik kelerengan pantai pada stasiun A, B, C, D dan E

14 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22
ISSN 2087-4871

Hasil analisis kelerengan pantai nilai mean sea level (MSL) pasang surut
yang tertera pada Gambar 2, untuk mendapatkan nilai kedalaman
menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang sebenarnya. Nilai pasang surut
yang signifikan antara kelerengan pantai diperoleh dari beberapa sumber yakni
di stasiun A, B, C, dan D dengan stasiun hasil pengukuran selama 3 x 24 jam
E. Di stasiun E kelerengannya sangat mulai dari tanggal 7 sampai 9 November
curam jika dibandingkan dengan tahun 2011, data hasil prediksi
stasiun yang lain. Pada stasiun ini menggunakan software model Mike 21
kedalaman laut 10 m berada pada jarak DHI Hasil pengukuran selama 3 hari
52 m dari garis pantai dan kedalaman dibutuhkan untuk memvalidasi data
80 m pada jarak 1000 m tegak lurus pasang surut yang ada di model Mike 21
dari garis pantai, merupakan pantai DHI. Elevasi muka laut hasil prediksi
yang curam. Mike 21 DHI dan pengukuran pasang
Kelerengan pantai stasiun A surut selama 3 hari menunjukan tipe
(Pantai Rua) dan stasiun B (Pantai pasang surut campuran ganda, Gambar
Kastela) berkisar antara 9-12.5 %, 3.
stasiun C (Pantai Jambula) dan stasiun Pasang surut di perairan Asia
D (Pantai Sasa) memiliki kelerengan Tenggara memiliki perbedaan antara
pantai berkisar antara 19-21 %. Lereng satu tempat dengan tempat yang lain,
pantai di perairan Kalumata di stasiun E dipengaruhi oleh variasi periodik
(Pantai Ngade sampai Pantai Fitu) terhadap waktu dari suatu hasil
berkisar anatara 8-21%. pengukuran (osilasi) yang terjadi antara
Samudra Pasifik dengan samudra
3.2. Pasang surut Hindia. Pasang surut di Laut Jawa dan
Data dan informasi tentang Laut Cina Selatan didominasi oleh
pasang surut dalam penelitian ini pasang surut tipe diurnal, sedangkan di
sangat dibutuhkan untuk memvalidasi wilayah kepulauan bagian Timur
nilai kedalaman yang sebenarnya. didominasi oleh pasang surut tipe
Dimana nilai kedalaman hasil campuran (Wyrtki, 1961).
pengukuran di lapangan dengan
echosonder, harus dikoreksi dengan

80.00

60.00

40.00
Elevasi Muka Laut (cm)

20.00

0.00

-20.00

-40.00

-60.00

-80.00
11/7/11 0:57 11/7/11 12:57 11/8/11 0:57 11/8/11 12:57 11/9/11 0:57 11/9/11 12:57

Waktu Perekamana Data

Mike DHI Lapangan Garis Referensi Pembanding

Gambar 3. Pasang surut hasil prediksi BPPT RI

Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya ..................... (ANGKOTASAN, NURJAYA, NATIH) 15
3.3. Arah dan kecepatan angin 3.4. Tinggi dan periode gelombang
Angin memberikan konstribusi Tinggi gelombang di lokasi
yang sangat besar terhadap proses penelitian berkisar antara 0.02 m
perubahan garis pantai yang terjadi, sampai 2.07 m, dipengaruhi oleh
karena angin merupakan salah satu kecepatan dan arah angin serta panjang
variabel yang membangkitkan fetch. Tinggi gelombang sebesar 2 m
gelombang, semakin besar kecepatan terjadi pada bulan Agustus di tahun
hembusan angin maka semakin tinggi 2001 dan tahun 2009, bertepatan
pula gelombang yang akan dihasilkan. dengan musim Timur Laut di Ternate
Variabel angin digunakan sebagai (Musim Barat di Jawa). Ketinggian
pembangkit gelombang di laut dalam. gelombang ini dipengaruhi oleh
Arah dan kecepatan angin selanjutnya besarnya kecepatan angin yang bertiup
digunakan untuk menghitung tinggi dan dari arah Barat Laut menuju Pulau
periode gelombang. Ternate. Berdasarkan hasil pengukuran
Berdasarkan data perhitungan nilai panjang fetch di bagian barat
persentase kecepatan angin, melebihi 200 km sehingga yang
menunjukan bahwa selama 11 tahun digunakan adalah 200 km yakni jarak
(dari tahun 2001-2011) arah angin antara Pulau Ternate dengan Sulawesi
dominan dari arah Barat Laut sebesar Utara.
23.64 %, arah Selatan 20.42 % dan arah Faktor utama yang mempe-
Barat sebesar 15.77 %. Kecepatan angin ngaruhi tinggi gelombang yang
harian berkisar antara 3.6 - 5.7 m/s dibangkitkan oleh angin adalah
(36.0 %) dan berkisar antara 2.1 – 3.6 kecepatan angin rata-rata, lamanya
(30.1 %) (Gambar 4). waktu angin bertiup (durasi), jarak
Hasil analisis data, arah dan dimana angin bertiup (fetch) dan
kecepatan angin selama 11 tahun dari kekasaran muka laut (sea state).
tahun 2001 sampai tahun 2011 Kombinasi ketiga faktor ini akan
menghasilkan persentase kecepatan dan menghasilkan gelombang dengan tinggi
arah angin harian. Persentase ini yang berbeda. Semakin besar nilai-nilai
menunjukan bahwa angin yang bertiup dari faktor kecepatan angin, durasi dan
di Pulau Ternate pada musim Timur panjang fetch maka akan menghasilkan
Laut kecepatannya lebih tinggi bila gelombang yang lebih tinggi. Gelombang
dibandingkan dengan musim Tenggara. dibangkitkan oleh angin di laut lepas,
Pada musim Timur Laut (Musim pergolakan angin menyebabkan
Barat di Jawa) angin bertiup dari perubahan arah dan kecepatan
daratan Sulawesi menuju Laut Maluku gelombang serta karakteristik dari
yang menyusuri Pulau Ternate. Pada gelombang yang akan dibangkitkan.
musim Tenggara (musim Timur di Pulau Ketika gelombang merambat menuju
Jawa) disaat angin bertiup dari Tenggara pantai, maka terjadi gelombang pecah
menuju ke Barat Laut, angin terhalang dimana arah dan ketinggian gelombang
oleh daratan Halmahera sehingga akan mengalami perubahan akibat
kecepatan angin rendah. Pada musim pengaruh gesekan dasar perairan
Tenggara angin lebih dominan bergerak (Pierson et al., 1995).
dari arah Selatan menuju ke Utara Grafik tinggi dan periode
dengan persentase kecepatan 20.42%. gelombang dari tahun 2001-2011
Letak geografis Pulau Ternate yang menggambarkan hubungan antara
berhadapan langsung dengan laut tinggi gelombang dengan periode
terbuka yakni Laut Maluku, gelombang. Tinggi gelombang di lokasi
mendapatkan dampak yang besar dari penelitian berkisar antara 0.02-2.07 m,
pola angin pada musim Timur Laut. tinggi gelombang maksimal terjadi pada
Posisi lokasi penelitian berada di Pantai bulan Agustus tahun 2001 sebesar
Barat Daya Pulau Ternate, sehingga 1.71m dan bulan Agustus tahun 2009
daerah ini mendapatkan dampak yang sebesar 2.07m yang bertepatan dengan
besar dari adanya pergerakan angin bertiupnya angin Barat Laut menuju
yang menimbulkan gelombang menuju Pulau Ternate.
ke pantai.

16 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22
ISSN 2087-4871

Hasil analisis data gelombang gelombang antara satu daerah dengan


menunjukan periode gelombang di daerah lain berbeda.
lokasi penelitian berkisar antara 0.56-
5.87 s, tertinggi pada bulan Agustus 3.5. Transformasi gelombang
2009 sebesar 5.87 s (Gambar 5). Karena Analisis transformasi gelombang
kisaran periode gelombang tersebut menggunakan model nearshore spectral
terjadi pada tinggi gelombang maksimal. wave MIKE 21 DHI. Berdasarkan
Tinggi gelombang maksimal memiliki bentuk pantai dan arah angin yang
nilai periode gelombang yang besar, dapat membangkitkan gelombang maka
karena gelombang yang tinggi akan transformasi gelombang dideskripsikan
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam tiga fenomena arah datangnya
dalam proses berolak. Tinggi dan gelombang, yakni transformasi gelom-
periode gelombang sangat ditentukan bang dari arah selatan (1800), dari arah
oleh arah dan kecepatan angin di lokasi barat (2700) dan arah barat laut (3250).
penelitian, sehingga tinggi dan periode

Gambar 4. Persentase kecepatan dan arah angin harian (a) grafik, (b) windrose

Gambar 5. Tinggi gelombang maksimal (Hmo) dan Periode Gelombang (T), Tahun
2001-2011 di Pulau Ternate

Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya ..................... (ANGKOTASAN, NURJAYA, NATIH) 17
Klasifikasi ini berdasarkan hasil analisis dari laut menuju pantai, dan ketika
tinggi dan periode gelombang serta data akan pecah tinggi gelombangnya
arah dan kecepatan angin yang mencapai 1.2. Transformasi gelombang
menunjukan adanya signifikansi dari pada saat gelombang datang dari arah
arah Barat Laut, Barat dan Selatan Barat Laut pada beberapa lokasi terjadi
terhadap lokasi penelitian. Fenomena dekat dengan garis pantai. Fenomena ini
transformasi gelombang pada lokasi disebabkan oleh topografi perairan yang
penelitian sangat dekat dengan garis curam, tinggi gelombang sebelum pecah
pantai. di stasiun A setinggi 0.8 m, di stasiun B
Gelombang dibangkitkan oleh 0.7 m, stasiun C 0.6 m. Gelombang
angin di laut lepas dan bergerak menuju pecah terjadi dengan tinggi gelombang
pantai, dalam pergerakannya menuju 0.9 m di perairan dangkal. Energi
pantai, gelombang mengalami disipasi gelombang tersebut kemudian
atau perubahan dalam hal panjang berkurang karena adanya gesekan
gelombang, energi gelombang, tinggi dan dengan dasar perairan. Transformasi
periode gelombang setelah terjadi gelombang bervariasi antara satu
gelombang pecah di perairan dangkal. stasiun dengan stasiun lain, dan
Mekanisme disipasi gelombang dominan memiliki tinggi dan arah datangnya
di perairan dangkal di luar zona gelombang juga bervariasi pada setiap
gelombang pecah karena adanya friksi musim. Gelombang yang datang dari
dasar perairan. Di laut dalam, arah Barat tegak lurus dengan pantai
gelombang menjalar tanpa ada Rua dan Kastela, memiliki tinggi
gangguan dari tekanan akibat gesekan gelombang maksimum 0.9 m sampai 1
dasar karena partikel gelombang yang m. Pada musim Timur Laut energi
bergerak tidak mencapai dasar perairan. gelombang terpusat di Pantai Rua dan
Di laut dangkal, gelombang mengalami Kastela sehingga garis pantai di kedua
transformasi karena disipasi yang stasiun ini rentan mengalami
disebabkan oleh panjang gelombang perubahan.
lebih besar dari kedalaman dasar Perubahan arah gelombang
perairan (Komen et al., 1994; menyebabkan terjadinya pengumpulan
Holthuijsen, 2007). garis arah gelombang (konvergensi) pada
Menurut USACE (2003) peruba- garis pantai yang menjorok ke laut dan
han arah gelombang terjadi pada saat terjadi penyebaran (divergensi) pada
gelombang sudah dekat dengan pantai. garis pantai yang menjorok ke dalam.
Perubahan arah gelombang disebabkan Arah pembelokan gelombang konvergen
oleh pengaruh refraksi karena adanya dan terpusat terjadi pada stasiun A, B
perbedaan kecepatan rambatan dan C pada saat gelombang datang
gelombang. Perbedaan kecepatan berasal dari arah barat, barat laut dan
rambatan gelombang terjadi di selatan. Penyebaran garis arah
sepanjang garis muka gelombang yang gelombang (divergensi) terjadi pada
bergerak membentuk sudut terhadap stasiun D dan E pada saat gelombang
garis pantai. Gelombang yang berada datang dari arah selatan. Menurut
pada laut yang lebih dalam bergerak Thurman dan Trujillo (2004) gelombang
lebih cepat daripada gelombang yang yang merambat ke pantai akan
berada pada laut yang lebih dangkal. mengalami perubahan energi (disipasi
Transformasi gelombang terjadi energi) akibat gesekan dengan dasar
di dekat pantai, rata-rata jarak laut dan bentuk batimetri yang
gelombang pecah berkisar antara 10 m menyebabkan penyebaran energi
sampai 30 m dari garis pantai, hal ini (divergensi) dan pemusatan energi
disebabkan oleh tofografi dasar perairan (konvergensi). Pemusatan gelombang
di lokasi penelitian yang curam. Tinggi akibat adanya kontur batimetri
dan arah gelombang yang datang menyebabkan membesarnya tinggi
menuju pantai di lokasi penelitian dari gelombang sedangkan penyebaran
arah Barat dan Barat Laut, menunjukan gelombang menyebabkan mengecilnya
fenomena yang berbeda. Saat gelombang tinggi gelombang.
datang dari arah Barat Laut, Gelombang yang membentur
transformasi gelombang terjadi di pulau, dinding atau struktur bangun
perairan Sasa dan Gambesi. Tinggi pemecah gelombang akan mengalami
gelombang maksimal (Hmo) 0.9 – 1.05 m refleksi gelombang dan dipantulkan

18 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22
ISSN 2087-4871

kembali sehingga menimbulkan abrasi dan sedimentasi berdasarkan


intereferensi antara gelombang yang hasil model MIKE LITPACK DHI, pada
datang dengan gelombang yang hasil analisis citra juga menunjukan
memantul. Gelombang yang dipantulkan fenomena yang sama. Hasil model
ada yang dipantulkan sebagian dan ada menggambarkan adanya fenomena
yang seluruhnya (Goda, 1975). abrasi yang tinggi di stasiun C mencapai
Refraksi dan shoaling akan dapat 83.67m sedangkan sedimentasi tertinggi
menentukan tinggi gelombang di suatu terjadi di stasiun C sebesar 20.71 m
tempat berdasarkan karakteristik dengan jarak yang tidak jauh dari titik
gelombang datang. Refraksi mempunyai terjadinya abrasi (Tabel 9). Berdasarkan
pengaruh yang cukup besar terhadap hasil analisis citra, di stasiun yang sama
tinggi, arah gelombang dan distribusi terdapat fenomena abrasi dan
energi gelombang di sepanjang pantai. sediemntasi yang besar, namun jarak
Perubahan arah gelombang karena atau besar perubahanya berbeda antara
refraksi tersebut menghasilkan hasil model dengan citra, hal ini
konvergensi (pemusatan) atau divergensi disebabkan oleh kemampuan
(penyebaran) energi gelombang yang pembacaan Citra Landsat 7 ETM+ yakni
terjadi di suatu tempat di daerah pantai. 30 m x 30 m. Terdapat perbedaan jarak
Elfrink et al., (2003) antara perubahan garis pantai hasil
mengemukakan bahwa transformasi model dengan perubahan garis pantai
gelombang dalam model MIKE 21 NSW hasil analisis menggunakan Citra
menghasilkan keluaran berupa hasil Landsat 7 ETM+.
transformasi gelombang yang stasioner, Nilai maksimal dari fenomena
dipisahkan berdasarkan arah yang ter- abrasi dan sedimentasi hasil analisis
input didalam model gelombang. Hasil model dan hasil analisis citra dapat
dari model ini mendeskripsikan proses dilihat pada Tabel 3. Perbedaan antara
perambatan gelombang, penyebaran hasil model dengan hasil citra pada
arah dan energi gelombang, peluruhan beberapa titik grid disebabkan oleh
gelombang, interaksi gelombang dengan perbedaan radius atau resolusi spasial.
arus, dinamika angin dan disipasi Berdasarkan data di Tabel 9,
gelombang pecah. Hasil ini juga sedimentasi tertinggi terjadi pada
menggambarkan simulasi dari kondisi stasiun D untuk hasil citra dan pada
spektrum rata-rata gelombang yang stasiun B untuk hasil model.
konstan terhadap waktu. Tumpang Abrasi tertinggi pada stasiun C
Susun Hasil Model dengan Hasil Citra hasil model dan stasiun C hasil citra.
Landsat 7 ETM+. Perbedaan dapat terlihat dengan jelas
Perubahan garis pantai hasil pada peta perubahan garis pantai dari
model setelah ditumpang susun dengan hasil tumpang susun antara hasil
hasil analisis Citra Landsat Tahun analisis model dengan hasil analisis
2001-2011, ditemukan adanya pola citra pada Gambar 6.
perubahan garis pantai yang sama. Titik
grid yang menunjukan adanya fenomena

Tabel 3. Nilai maksimal abrasi dan sedimentasi hasil model, hasil citra

Titik Abrasi Titik Sediemnetasi


Stasiun
Grid Model Citra Grid Model Citra
A 11 16.31 25.57 18 17.39 10.71
B 97 41.98 26.82 105 45.69 17.60
C 178 83.67 27.14 186 20.71 27.61
D 217 59.00 9.71 249 18.70 32.80
E 273 21.02 14.03 321 9.39 24.10

Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya ..................... (ANGKOTASAN, NURJAYA, NATIH) 19
310 000 311 000 312 000 313 000 314 000 315 000 316 000
88000 PET A PE R UB A HA N

88000
GA R IS P A N TAI

Rua
W E

A
87000

87000
S

0.7 0 0.7 km

P. Ternate KETE RANG AN :


Garis Pantai Awal
86000

86000
Garis Pantai Citra 2011
Garis Pantai Hasil Model 2011
Darat
A, B , C , D, d an E asalah S tasiun P enelitia n
Kastela

PETA IND EK S :
85000

85000
B P. M oro ta i

Jam bula P. H ALM A H ER A


84000

84000
Ngade Te rn ate

Sas a Ga m besi
Fi tu

C E
D
P. B ac a n
83000

83000
Su m be r Pe ta :
1. Pe ta C itra L an dsa t 7 E T M + T ah un 2 00 1
2. Pe ta C itra L an dsa t 7 E T M + T ah un 2 01 1
LAUT MALUKU 3. Pe ta R BI B AK OS U R T A N A L skala 1 : 2 50 00 0
T ah un 2 00 4
310 000 311 000 312 000 313 000 314 000 315 000 316 000

Gambar 6. Tumpang susun hasil analisis perubahan garis pantai dari model MIKE
LITPACK DHI dengan hasil Analisis Citra Landsat 7 ETM+

Perubahan garis pantai hasil sehingga terjadi pembelokan arah


simulasi menggunakan model Litpack gelombang menuju stasiun D di Pantai
MIKE DHI menunjukan pola perubahan Gambessi dan Sisi yang berdekatan
yang sama terhadap garis pantai awal dengan stasiun C juga mengalami
tahun 2001. Fenomena abrasi yang sedimentasi. Ketika gelombang datang
terjadi di stasiun C pada titik grid 178, dari arah Barat dan Barat Laut, terjadi
berdasarkan hasil analisis model dan pemusatan (konvergen) di stasiun C
citra menunjukan hasil yang sama yakni sedangkan di stasiun D dan E terjadi
terjadi proses abrasi, namun terjadi divergen, sehingga stasiun C mengalami
perbedaan jarak atau besarnya abrasi abrasi dan stasiun D tersedimentasi
yang terjadi antara model dengan citra. akibat dari adanya aksi gelombang
Berdasarkan hasil model ditemukan tersebut.
hasil abrasi sejauh 83.67 m sedangkan
berdasarkan hasil citra terjadi abrasi
sebesar 25 m perbedaan disebabkan IV. KESIMPULAN DAN SARAN
oleh resolusi dari citra yang digunakan
Gambar 7. 4.1. Kesimpulan
Berdasarkan Gambar 7, Terdapat dua jenis kelerengan
fenomena abrasi terjadi pada stasiun C pantai di lokasi penelitian yakni
Sasa, dan sedimentasi maksimal terjadi kelerengan pantai yang landai dan
pada stasiun D Gambesi, artinya bahwa pantai yang curam. Topogtafi perairan
ketika terjadi abrasi distasiun C, yang landai ditemukan pada staisun A,
sedimen hasil abrasi tersebut terbawa B, C dan D dengan substrat dasar pada
oleh arus menyusur pantai ke stasiun D. stasiun A adalah substrat berbatu
Ini terjadi ketika angin bertiup dari arah sedangkan pada stasiun B, C, dan D
Barat, Barat Laut dan Selatan. Pada adalah substrat berpasir. Topografi
musim Tenggara, angin bertiup dari arah perairan di stasiun E curam dengan
Selatan ke Utara, gelombang yang subtrat dasar adalah substrat berbatu.
bergerak menuju pantai Sasa mengalami Tinggi gelombang maksimal di
transformasi akibat friksi dasar, lokasi penelitian sebesar 1.72 m dengan

20 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22
ISSN 2087-4871

periode tertinggi 5.87 m. Tinggi dan P. Ternate


Perubahan garis pantai di lokasi
periode gelombang ini ditentukan oleh penelitian disebabkan oleh aksi
kecepatan angin dan panjang fetch. gelombang yang terpusat dan rusaknya
Transformasi gelombang terjadi saat hutan bakau sebagai peredam
gelombang datang dari arah Barat, Barat gelombang. Stasiun A dan B terjadi
Laut dan Selatan sesuai dengan angin keseimbangan antara abrasi dan
yang bertiup dominan membangkitkan sedimentasi. Aktivitas abrasi di lokasi
gelombang di lokasi penelitian. penelitian terjadi pada satu sisi dan sisi
Fenomena konvergen dari hasil refraksi yang lainya terjadi sedimentasi.
gelombang terjadi di stasiun A, B dan C
sedangkan fenomena divergen terjadi 4.2. Saran
pada stasiun D dan E. Perlu adanya penelitian tentang
Perubahan garis pantai hasil perubahan garis pantai yang
Kastela model dan hasil citra menunjukan diklasifikasikan berdasarkan pola
kemiripan pola perubahan garis pantai musim, untuk melihat tren perubahan
yang dihasilkan. antara satu musim dengan musm yang
Berdasarkan hasil model abrasi lain. Time series analisisnya

B
tertinggi terjadi di stasiun C (Jambula- ditambahkan menjadi 20 tahun, dan
Sasa) sebesar 83.67 m dan sedimentasi perlu ditambahkan analisis fenomena
tertinggi terjadi di stasiun D (Gambessi). perubahana garis pantai menggunakan
citra dengan resolusi tinggi.

Jambula

Grid 178
Sasa Gambesi Grid 217

C D
Gambar 7. Tumpang susun perubahan garis pantai hasil model dengan hasil citra di
stasiun C dan D

DAFTAR PUSTAKA review and prespective. J Coas Eng


45:149-167
311000 Dean 312000
RG, Zheng J. 1997. Numerical313000 Elfrink B, Prestedge
314000 315000
G, Rocha M B C,
model and intercomparisons of
Juhl J. 2003. Shoreline evolution
beach profil evolution. J Coast Eng
due to highly oblique incident
30 : 169-201.
waves at Walvis Bay, Namibia. DHI
Doornkamp J D, King MAC. 1971. Water And Environtment. J Coast
Spacial Analysis in Eng 46 : 12-13.
Geomorphologycal. Harvard and
Goda Y. 1975. Irreguler Wave
Low Publisher. inc. New York.
deformation in the surf zone. J
Elfrink B, Baldock T. 2002. Coastal Eng 18:12-26.
Hydrodinamics and sediment
Gordon A L, R A Fine. 1996. Pathways of
transport in the swash zone :a
water between the Pasific and

Analisis Perubahan Garis Pantai di Pantai Barat Daya ..................... (ANGKOTASAN, NURJAYA, NATIH) 21
Indian Oceans in the Indonesian Sakka, Purba M, Nurjaya WI, Pawitan
seas. J Nature. 18 : 14-27. H, Siregara PV. 2012. Transformasi
gelombang di sepanjang Pantai
Kennedy BA, Chen Q, Kirbi TJ,
Delta Sungai Jenebarang,
Dalrymple AR. Boussinesq
Makassar, Sulawesi Selatan. J
modelling of wave transformation
Torani 22 : 36-48.
and runup. J Wat P Cost and Ocean
Eng. 126 : 39-47 Thurman H V, Trujillo A P. 2004.
Introductory Oceanography.
Komen, GJ, Cavaleri L, Donelan M,
Departemen Of Oceanography
Hasselmann K, Hasselmann S,
Texas A and M university. Spring
Janssen PAEM. (1994). Dynamics
Edition.
and Modeling of Ocean Waves.
Cambridge University Press, New United State Army Corps of Engineers
York. (USACE). 2003. Coastal
Hydrodinamic Part II, Coastala
Pierson, W.J., Neumann, G., and James,
Sedimen Procesess Part III.
RW. (1955). Practical Methods For
Washitong DC. Departemen of The
Observing and Forecasting Ocean
Army, U.S. Army Corps of
Waves by Means of Wave Spectra
Engineers.
andStatistics, Washington, U.S.
Navy Hydrographic Office, Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography
Publication No.603 (reprinted of Southeast Asean Waters. Naga
1960). Report,I. 2. The University of
California, La Jolla, California.

22 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 2. November 2012: 11-22

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai