Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No.

1 Mei 2016: 21-38______________________ISSN 2087-4871

ANALISIS KERENTANAN PANTAI TIMUR PULAU BINTAN MENGGUNAKAN


DIGITAL SHORELINE ANALYSIS DAN COASTAL VULNERABILITY INDEX

COASTAL VULNERABILITY ANALYSIS OF EAST COAST


BINTAN ISLAND USING DIGITAL SHORELINE ANALYSIS
AND COASTAL VULNERABILITY INDEX

Mario Putra Suhana1, I Wayan Nurjaya2, Nyoman Metta N. Natih2


Fakultas Ilmu kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung Pinang
1

2
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Korespondensi: marioputrasuhana@gmail.com, wayan.itkipb@yahoo.com, natih1406@yahoo.com

ABSTRACT

Coastal vulnerability is a condition where there is an increased processes of damage in the coastal areas caused by a
variety of factors such as human activity and natural factors such as impact of sea level rise, sea waves and longshore
current which cause abrasion and sedimentation processes which is once indicator of pressure on coastal areas even
though not always interpreted as the degradation of coastal areas. Coastal vulnerability analysis is very important to
be done, by doing a study of the coastal areas condition in particular the study of the vulnerability of a coastal areas
will ease in highlighted any sections of a coastal areas which judged having high level of vulnerability and what are the
factors that result in the vulnerability of the coastal areas. The research of coastal vulnerability of east coast of Bintan
Island was conducted in September-October 2015 with observing physical and oceanographic variables consisting of
coastal geomorphology, beach slope, shoreline changes and annual average of sea wave height and tidal range. Coastal
vulnerability analysis using coastal vulnerability index (CVI) method by giving a score to each of the variables used
in accordance with the categories set by United States Geological Survey (USGS). The results of coastal vulnerability
analysis showed coastal geomorphology and beach slope are a variables with a high to very high degree of vulnerability
with the vulnerability score of each variables is 4.75 and 5 (score scale range from 1-5). Coastal vulnerability index of
east coast of Bintan Island ranged from 3.16-3.54 with an average 3.33 which showed the level of vulnerability of east
coast of Bintan Island is in low category.

Keyword: coastal vulnerability index, coastal vulnerability, east coast of Bintan Island, Oceanographic

ABSTRAK

Kerentanan pantai merupakan kondisi dimana terdapat peningkatan proses kerusakan di wilayah pantai yang diakibatkan
oleh berbagai faktor seperti aktivitas manusia dan faktor alami seperti pengaruh kenaikan muka laut, gelombang
laut serta arus menyusur pantai yang mengakibatkan terjadinya proses abrasi maupun sedimentasi yang merupakan
salah satu indikator adanya tekanan terhadap suatu kawasan pantai walaupun bukan berarti sebagai degradasi kondisi
kawasan pantai. Analisis kerentanan pantai sangat penting untuk dilakukan, dengan melakukan kajian kondisi suatu
kawasan pantai khususnya kajian mengenai kerentanan suatu kawasan pantai akan memudahkan dalam menyoroti
bagian-bagian mana saja dari suatu pantai yang dinilai memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dan faktor-faktor apa saja
yang mengakibatkan kerentanan kawasan pantai tersebut. Penelitian mengenai kerentanan pantai timur Pulau Bintan
dilaksanakan pada Bulan September-Oktober 2015 dengan mengamati variabel fisik dan variabel oseanografi yang
terdiri dari geomorfologi pantai, kemiringan pantai, perubahan garis pantai dan rata-rata tinggi gelombang laut serta
rata-rata kisaran pasang surut per tahun. Analisis kerentanan pantai menggunakan metode coastal vulnerability index
(CVI) dengan memberikan skor terhadap masing-masing variabel yang digunakan sesuai dengan kategori yang telah
ditetapkan oleh United States Geological Survey (USGS). Hasil analisis kerentanan pantai menunjukan geomorfologi
pantai dan kemiringan pantai merupakan variabel tingkat kerentanan tinggi hingga sangat tinggi dengan skor kerentanan
masing-masing variabel adalah 4.75 dan 5 (rentang skala skor berkisar antara 1-5). Indeks kerentanan pantai timur Pulau
Bintan berkisar antara 3.16-3.54 dengan rata-rata 3.33 yang menunjukan bahwa tingkat kerentanan pantai timur Pulau
Bintan berada dalam kategori rendah.

Kata kunci: indeks kerentanan pantai, kerentanan pantai, pantai timur Pulau Bintan, oseanografi

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB__________________________ E-mail: jurnalfpik.ipb@gmail.com


PENDAHULUAN proses perubahan garis pantai timur Pulau
Bintan. Hal lain yang diduga mempengaruhi
Latar belakang proses perubahan garis pantai timur
Pulau Bintan adalah eksploitasi ekosistem
Pantai merupakan zona interaksi mangrove oleh masyarakat untuk dijadikan
antara daratan, lautan dan udara yang sebagai bahan baku pembuatan arang.
memiliki kemampuan penyesuaian menuju Angkotasan et al. (2012) dalam penelitian
keseimbangan alami dalam merespon mengenai perubahan garis pantai di pantai
dampak dari proses dinamika oseanografi barat daya Pulau Ternate, Provinsi Maluku
maupun aktivitas manusia di sekitar Utara menjelaskan bahwa aktivitas manusia
kawasan pantai. Kemampuan penyesuaian berupa pembangunan bangunan pantai dan
tersebut merupakan respon alami pantai kerusakan ekosistem mangrove merupakan
terhadap laut sehingga mengakibatkan salah satu penyebab perubahan garis
pantai menjadi suatu kawasan yang pantai barat daya Pulau Ternate. Bengen
dinamis yang selalu mengalami perubahan, (2001) menjelaskan salah satu penghalang
perubahan profil pantai dapat terjadi terbaik untuk mencegah suatu kawasan
secara cepat atau lambat tergantung pada pantai dari proses pengikisan adalah hutan
imbang daya antara topografi pantai, mangrove dikarenakan hutan mangrove
proses hidro-oseanografi, partikel sedimen memiliki sistem perakaran yang rapat yang
yang masuk maupun meninggalkan pantai mampu menahan lepasnya partikel sedimen
serta aktivitas manusia di sekitar kawasan sehingga abrasi pantai dapat dicegah.
pantai (Triatmodjo 1999; Hidayat 2005, Analisis tingkat kerentanan pantai
Suriamihardja 2005; Guariglia et al. 2006). sangat perlu untuk dilakukan pada setiap
Pantai merupakan suatu kawasan kawasan pantai untuk mengetahui kondisi
pesisir yang memiliki kemampuan untuk suatu kawasan pantai. Tingginya tingkat
menyerap energi gelombang laut yang datang kerentanan suatu kawasan pantai tentunya
dari laut dalam menuju pantai. Pantai akan berakibat pada turunnya produktivitas
berfungsi sebagai buffer atau penghalang, suatu kawasan pantai baik dari sisi ekologi,
melindungi tebing laut dan konstruksi biologi maupun sosial ekonomi. Pantai
bangunan di sepanjang pantai seperti timur Pulau Bintan merupakan pantai
pemukiman masyarakat dari serangan yang dimanfaatkan sebagai kawasan
gelombang. Kehilangan asupan sedimen wisata pantai. Pembangunan infrastruktur
dalam waktu yang panjang akan berdampak penunjang kegiatan wisata seperti hotel dan
pantai tidak mampu berfungsi sebagai resort banyak terlihat di sepanjang pesisir
buffer dan tentunya akan menyebabkan pantai timur Pulau Bintan yang tentunya
kerentanan pada suatu kawasan pantai akan memberikan pengaruh terhadap tingkat
(Febriansyah et al. 2012). Salah satu kerentanan pantai timur Pulau Bintan.
indikator yang menunjukan adanya tekanan Berdasarkan fungsi pantai timur Pulau
terhadap suatu kawasan pantai adalah Bintan sebagai kawasan wisata tentunya
perubahan garis pantai yang ditandai kajian mengenai tingkat kerentanan pantai
dengan proses abrasi maupun sedimentasi sangat perlu untuk dilakukan sebagai
(Siswanto et al. 2010). sumber informasi mengenai kondisi pantai
Kumar et al. (2010) mendefinisikan timur Pulau Bintan saat ini yang tentunya
kerentanan sebagai suatu faktor resiko akan memberikan pengaruh terhadap
internal dari objek atau sistem yang keberlangsungan kegiatan wisata di pantai
terekspos suatu bahaya sehubungan dengan timur Pulau Bintan.
kecenderungannya yang mudah dipengaruhi
atau rentan terhadap kerusakan. Menurut METODE PENELITIAN
Kaiser (2007) kerentanan pantai merupakan
suatu kondisi yang menggambarkan keadaan Penelitian dilaksanakan di pantai
yang mudah mendapatkan pengaruh timur Pulau Bintan Provinsi Kepulauan
(susceptibility) dari faktor alami maupun Riau pada bulan September-Oktober
faktor aktivitas manusia. Faktor-faktor 2015 menggunakan metode survei yang
alami yang dapat mempengaruhi tingkat dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap
kerentanan suatu pantai yaitu geomorfologi pertama dilaksanakan pada Bulan
pantai, pasang surut, tinggi gelombang laut, September yaitu pelaksanaan survei
kemiringan pantai serta proses perubahan lapangan untuk menentukan lokasi stasiun
garis pantai yang ditunjukan oleh fenomena pengambilan data, sedangkan pengambilan
abrasi dan sedimentasi (Gornitz 1991; data dilaksanakan pada tahap kedua di
Thieler & Hammar-Klose 2000). Bulan Oktober. Stasiun pengambilan data
Pantai timur Pulau Bintan secara ditentukan secara purposive sampling
geografis berhadapan langsung dengan berdasarkan kondisi lapangan hasil survei
Laut Cina Selatan yang dimanfaatkan pra-penelitian pada tahap pertama dengan
sebagai kawasan wisata pantai serta asumsi seluruh stasiun pengambilan
wilayah konservasi padang lamun. Selama data yang telah ditentukan diasumsikan
tahun 2005-2014 telah terjadi abrasi representatif dalam mewakili kondisi
maupun sedimentasi pada beberapa lokasi lapangan secara keseluruhan. Lokasi
di sepanjang pantai timur Pulau Bintan. stasiun pengambilan data lapangan berada
Pembangunan infrastruktur penunjang di sepanjang pantai timur Pulau Bintan
kegiatan wisata seperti hotel dan resort dengan kondisi yang berbeda-beda yang
diduga memberikan pengaruh terhadap terdiri dari bagian pantai berbatu, pantai

22 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 1 Mei 2016: 21-38
ISSN 2087-4871

berpasir, pantai berteluk dan di sekitar 19-6726-2002. Pengukuran kedalaman


bagian pantai yang memiliki kawasan perairan (sounding) dilakukan sejauh 5-6
estuari. Peta lokasi penelitian disajikan pada km tegak lurus garis pantai dan sejauh
Gambar 1. 1-1.5 km sejajar garis pantai dengan interval
Peralatan yang digunakan untuk perekaman data setiap 1 menit. Hasil
pengambilan data lapangan terdiri dari GPS pengukuran kedalaman perairan diperoleh
Garmin 76CSX untuk pencatatan koordinat 491 titik sounding.
di lapangan, Fish Finder Garmin 350C untuk Analisis data menggunakan bantuan
pengukuran kedalaman perairan serta Scale beberapa perangkat lunak yang terdiri dari
Board untuk pengukuran pasang surut. Tides Software Applications untuk analisis
Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari serta prediksi data pasang surut, WRPlot
citra satelit Landsat 8 tahun 2005 dan 2014 View untuk analisis data arah dan kecepatan
wilayah pesisir Kabupaten Bintan, Peta angin, Surface Water Modeling System
Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 untuk peramalan gelombang laut, Envi dan
serta Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) eCognition Developer 64 untuk analisis citra
skala 1:50.000. satelit, Digital Shoreline Analysis System
Data-data yang digunakan terdiri untuk analisis perubahan garis pantai serta
dari data primer yang diperoleh dari hasil ArcGIS untuk layouting hasil akhir. Prinsip
pengukuran di lapangan yang terdiri dari kerja peralatan analisis data dijelaskan di
data kedalaman perairan dan data pasang bagian sub-bab analisis data.
surut serta data sekunder yang terdiri dari Pengukuran pasang surut dilakukan
data arah dan kecepatan angin harian selama 15 hari menggunakan scale board
selama tahun 2005-2014 hasil publikasi dengan interval perekaman data setiap
Badan Meteorologi Klimatologi dan 1 jam. Pencatatan data ketinggian muka
Geofisika (BMKG) Kota Tanjungpinang yang laut ditentukan berdasarkan posisi muka
digunakan untuk melakukan peramalan laut setiap 1 jam dan nilai yang ditunjukan
gelombang laut dikarenakan keterbatasan oleh scale board. Pengukuran pasang surut
peralatan penelitian dan data posisi garis dilakukan di lokasi yang diasumsikan
pantai timur Pulau Bintan yang diperoleh representatif dalam mewakili kondisi pasang
dari hasil digitasi citra satelit. surut di lokasi penelitian dan aman dari
Pengukuran kedalaman perairan gangguan aktivitas perairan seperti lalu
(sounding) mengacu pada BIG (2015) lintas kapal serta pengaruh dari hantaman
menggunakan standar pengukuran gelombang laut selama melakukan
kedalaman perairan mengacu pada LPI SNI pengukuran (Gambar 1).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Analisis Kerentanan Pantai Timur.........................................................................................................(SUHANA et al.) 23


Analisis Data 𝐾 1 +𝑂1
F= 𝑀 2 +𝑆2
Analisis data menggunakan beberapa Dimana:
metode yang mengacu pada beberapa F =Bilangan formzahl
peneliti sebelumnya yang terdiri dari K1 =Konstanta harmonik pasang surut
analisis data pasang surut mengacu pada diurnal akibat gaya tarik matahari
Beer (1997); Wyrtki (1961), analisis data dan bulan
kedalaman perairan (batimetri) mengacu O1 =Konstanta harmonik pasang surut
pada USACE (2003), analisis citra satelit diurnal akibat gaya tarik bulan
mengacu pada USACE (2003), analisis data M2 =Konstanta harmonik pasang surut
arah dan kecepatan angin mengacu pada semi-diurnal akibat gaya tarik
USACE (2003a), peramalan gelombang bulan
laut mengacu pada CHL (2002), analisis S2 =Konstanta harmonik pasang surut
perubahan garis pantai mengacu pada semi-diurnal akibat gaya tarik
USACE (2003); Himmelstoss (2009); Thieler matahari
et al. (2009) dan analisis kerentanan pantai Berdasarkan nilai bilangan formzahl
mengacu pada Hammar-Klose et al. (2003); (F) tipe pasang surut dikategorikan ke
Cutter et al. (2003); Pendleton et al. (2005a); dalam empat kategori mengacu pada Wyrtki
Pendleton et al. (2005b); Doukakis (2005); (1961). Kategori tipe pasang surut disajikan
Pendleton et al. (2006); Thieler et al. (2009). pada Tabel 1.
Data pasang surut yang dibutuhkan
Analisis data pasang surut pada penelitian ini adalah data pasang surut
selama tahun 2005-2014 sehingga untuk
Data pasang surut digunakan sebagai memperoleh data pasang surut dalam kurun
salah satu input untuk melakukan koreksi waktu tersebut dibutuhkan data prediksi
citra satelit dan koreksi kedalaman perairan menggunakan model. Prediksi pola pasang
hasil sounding. Analisis data pasang surut surut tersebut dilakukan menggunakan
menggunakan metode least square untuk Tides Software Applications. Nilai konstanta
memperoleh nilai ketinggian muka laut harmonik yang telah diperoleh selanjutnya
rata-rata (MSL) dan konstanta harmonik digunakan sebagai input untuk pengolahan
pasang surut. Nilai MSL digunakan sebagai data menggunakan Tides Software
input untuk melakukan koreksi nilai Applications, setelah dilakukan input data
kedalaman perairan hasil pengukuran, secara otomatis Tides Software Applications
sedangkan konstanta harmonik pasang akan melakukan running model yang
surut digunakan untuk menghitung nilai menghasilkan grafik pola pasang surut
bilangan formzahl (F) yang dijadikan berdasarkan periode waktu yang ditentukan
acuan dalam menentukan tipe pasang dan nilai elevasi ketinggian muka laut pada
surut. Nilai bilangan formzahl (F) diperoleh setiap periode waktu yang ditentukan.
menggunakan persamaan berikut yang
mengacu pada Beer (1997):

Tabel 1. Tipe pasang surut berdasarkan nilai bilangan formzahl (F)


Kriteria Bilangan Formzahl Tipe Pasang Surut
F ≤ 0.25 Ganda
0.25 ≤ F ≤1.5 Campuran Dominan Ganda
1.5 ≤ F ≤ 3.0 Campuran Dominan Tunggal
F > 3.0 Tunggal

24 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 1 Mei 2016: 21-38
ISSN 2087-4871

Analisis data kedalaman perairan yang diperoleh dari stasiun BMKG Kota
Tanjungpinang.
Analisis kedalaman perairan hasil
pemeruman dilakukan untuk mendapatkan Koreksi radiometrik dilakukan
nilai kedalaman perairan pantai timur Pulau untuk memperbaiki kualitas visualisasi
Bintan yang sebenarnya (terkoreksi). Koreksi citra dengan memperbaiki nilai piksel
kedalaman perairan memperhitungkan yang tidak sesuai dengan nilai pantulan
nilai kedalaman posisi transduser Fish spektral objek yang sebenarnya. Koreksi
Finder saat melakukan pemeruman, geometrik dilakukan untuk memperbaiki
nilai ketinggian muka laut rata-rata saat kesalahan posisi objek hasil perekaman
melakukan pemeruman dan nilai kedalaman citra agar sesuai dengan posisi di lapangan
perairan hasil pemeruman. Koreksi nilai berdasarkan ground control point (GCP).
kedalaman perairan mengacu pada USACE Penentuan posisi GCP dilakukan pada
(2003) menggunakan persamaan berikut: lokasi yang kondisinya dianggap tidak
berubah atau berpindah dalam kurun
∆𝑑 = 𝑑𝑡 − (ℎ𝑡 − 𝑀𝑆𝐿) waktu sepuluh tahun terakhir (2005-2014)
Dimana: seperti dermaga, persimpangan jalan dan
∆d =Kedalaman perairan terkoreksi (m) menara (tower). Penelitian ini menggunakan
dt =Kedalaman perairan yang diukur citra satelit Landsat 8 tahun 2005 dan
pada waktu t (m) 2014 dengan 8 buah GCP yang disajikan
ht =Ketinggian muka laut pada waktu t pada Tabel 2. Tahapan koreksi citra satelit
(m) disajikan pada Gambar 2.
MSL =Ketinggian rata-rata muka laut saat Citra satelit yang telah dikoreksi
perekaman citra satelit yang diperoleh dari selanjutnya diklasifikasi untuk memisahkan
hasil prediksi menggunakan Tides Software objek antara daratan dan perairan
Applications (m) menggunakan perangkat lunak eCognition
Developer 64 mengacu pada (Navulur 2007;
Analisis citra satelit Anggoro 2015) melalui tahapan:

Analisis citra satelit dilakukan untuk 1. Segmentasi yaitu konsep membangun


mengoreksi kesalahan perekaman citra yang objek perekaman citra satelit dari
bertujuan agar posisi objek pada citra satelit piksel-piksel citra satelit menggunakan
sesuai dengan posisi di lapangan (real world algoritma MRS (multi resolution
coordinates) yang mengacu pada USACE segmentation) untuk membedakan
(2003). Analisis citra satelit dilakukan objek daratan dan perairan berdasarkan
menggunakan perangkat lunak Envi dengan nilai digital citra;
tahapan yaitu koreksi Atmosferik, koreksi
radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi Klasifikasi multi skala yaitu konsep
atmosferik bertujuan untuk menghilangkan membangun piksel menjadi objek yang
pengaruh atmosfer seperti partikel debu dan dilakukan pada tahap segmentasi
uap air dari hasil perekaman citra satelit menggunakan IIL (input image layer).
dengan tahapan sebagai berikut: Objek yang telah disegmentasi kemudian
1. Nilai digital citra dikalibrasi menjadi diklasifikasi berdasarkan informasi bentuk,
nilai radian dalam format BIL (band topologi, nilai-nilai statistik dan berdasarkan
interleaved by lined); level hirarki objek. Pengklasifikasian
2. Menentukan titik tengah scene citra, dilakukan agar memudahkan saat
tipe sensor, ketinggian sensor, ukuran melakukan proses deliniasi (digitasi) garis
piksel dan akuisisi yang terdapat pada pantai. Komposit atau gabungan band
meta data citra; (kanal) citra satelit untuk pengklasifikasian
3. Menentukan ketinggian rata-rata lokasi objek adalah band red green blue (RGB)
penelitian dan menentukan model 542 menggunakan algoritma Normalized
atmosferik citra yaitu tropical model dan Difference Vegetation Index (NDVI). Tahap
aerosol maritime model; klasifikasi citra satelit disajikan pada
4. Memasukan nilai kecerahan udara Gambar 3.
Tabel 2. Posisi ground control point untuk koreksi geometrik citra satelit (Survei
Lapangan, 2015)
Lokasi Bujur Timur Lintang Utara
Jembatan (Kawal) 104.635396 0.992303
Dermaga 1 (Kawal) 104.64134 0.991783
Tower (Kawal) 104.626518 0.99273
Dermaga 2 (Kawal) 104.654412 1.000965
Dermaga 3 (Teluk Bakau) 104.654526 1.021937
Simpang Tiga MTQ (Teluk Bakau) 104.652453 1.025915
Dermaga 4 (Teluk Bakau 104.651573 1.055133
Simpang Tiga (Malang Rapat) 104.613409 1.117927

Analisis Kerentanan Pantai Timur.........................................................................................................(SUHANA et al.) 25


Gambar 2. Tahapan koreksi citra satelit

Gambar 3. Tahapan klasifikasi citra satelit

26 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 1 Mei 2016: 21-38
ISSN 2087-4871

Analisis data arah dan kecepatan angin ketinggian 10 meter


3. Koreksi stabilitas, dalam melakukan
Data arah dan kecepatan angin peramalan gelombang laut
digunakan sebagai input untuk melakukan menggunakan data arah dan kecepatan
peramalan gelombang laut. Data arah angin dibutuhkan data jarak awal
dan kecepatan angin yang digunakan pembangkitan gelombang laut di laut
merupakan data hasil pengukuran di darat, dalam (fetch), koreksi stabilitas dilakukan
oleh karena itu harus dikonversi terlebih apabila jarak pembangkitan gelombang
dahulu menjadi angin yang bertiup di laut. di laut dalam dilakukan pada jarak
Tahapan konversi data arah dan kecepatan >200 km dari garis pantai. Penelitian
angin dilakukan melalui empat tahapan ini menggunakan jarak pembangkitan
koreksi yaitu: gelombang laut di laut dalam <200
1. Koreksi ketinggian, koreksi ketinggian km dari garis pantai sehingga koreksi
dilakukan apabila posisi anemometer stabilitas tidak dilakukan;
(alat pengukur arah dan kecepatan 4. Koreksi wind stress factor, wind stress
angin) dipasang pada ketinggian lebih factor merupakan data kecepatan angin
dari 10 m. Koreksi ketinggian mengacu yang telah dimodifikasi (dikonversi).
pada USACE (2003a) menggunakan Koreksi wind stress factor mengacu
persamaan berikut: pada USACE (2003a) menggunakan
10
1 persamaan berikut:
𝑈10 = 𝑈𝑧( ) 7
𝑧 1.23
UA= 0.71 ∗ 𝑈
Dimana: Dimana:
U10 = Kecepatan angin yang diukur pada UA = Wind stress factor (m/s)
ketinggian 10 meter U = Kecepatan angin hasil koreksi stabilitas
Uz = Kecepatan angin yang diukur pada (m/s)
ketinggian z (meter) Analisis data arah dan kecepatan
z = Ketinggian pada saat pengukuran angin mengacu pada USACE (2003a). Data
arah dan kecepatan angin (meter) arah dan kecepatan angin hasil koreksi
Berdasarkan informasi yang diperoleh dianalisis menggunakan perangkat lunak
dari BMKG Kota Tanjungpinang pengukuran WRPlot View menggunakan input data yang
arah dan kecepatan angin dilakukan pada terdiri dari data arah dan kecepatan angin,
ketinggian 10 m sehingga tahap koreksi tahun, bulan, tanggal dan jam pengukuran
ketinggian tidak dilakukan; data angin yang disimpan dalam bentuk
2. Koreksi durasi, dalam melakukan *.xls/*.xlsx. Prinsip kerja WRPlot View
peramalan gelombang laut dibutuhkan adalah input data dimasukan ke dalam
data rata-rata arah dan kecepatan angin WRPlot View selanjutnya dilakukan
selama 1 jam, sehingga perlu dilakukan konversi secara otomatis dan menghasilkan
koreksi durasi angin bertiup dalam file dalam bentuk *.sam selanjutnya akan
kurun waktu 1 jam pada setiap harinya menghasilkan output berupa data arah
menggunakan persamaan berikut yang dan kecepatan angin dalam bentuk mawar
mengacu pada USACE (2003a): angin (wind rose) serta memperoleh nilai
1609
t= persentase distribusi arah dan kecepatan
𝑈10
angin selama tahun 2005-2014. Tahap
Dimana: koreksi data arah dan kecepatan angin
T = Waktu (detik) disajikan pada Gambar 4.
U10= Kecepatan angin yang diukur pada

Gambar 4. Tahapan analisis data arah dan kecepatan angin

Analisis Kerentanan Pantai Timur.........................................................................................................(SUHANA et al.) 27


Peramalan gelombang laut Analisis perubahan garis pantai
Peramalan gelombang laut mengacu Citra satelit yang telah dikoreksi
pada CHL (2002) menggunakan metode dan diklasifikasi digunakan sebagai input
SMB (Sverdrup Munk Bretschneider). untuk menentukan garis pantai dengan
Tahap peramalan gelombang laut terdiri melakukan deliniasi (digitasi) garis pantai
dari filterisasi data angin, penentuan pada setiap citra. Hasil deliniasi garis
panjang fetch (jarak wilayah pembangkitan pantai pada setiap citra dikoreksi terhadap
gelombang laut) efektif, perhitungan tinggi, pasang surut melalui beberapa tahap yaitu
periode dan durasi pertumbuhan gelombang menghitung kemiringan (slope) pantai,
laut serta analisis parameter gelombang menghitung selisih ketinggian muka laut
pecah. saat perekaman citra terhadap MSL dan
Penentuan panjang fetch efektif menghitung jarak pergeseran garis pantai
menggunakan bantuan peta RBI dengan hasil koreksi. Kemiringan (slope) pantai
tahapan yaitu menentukan titik awal dihitung menggunakan persamaan berikut
pembangkitan gelombang di laut dalam, mengacu pada USACE (2003):
menarik garis lurus dari titik awal 𝑑
penentuan fetch ke delapan arah mata tan 𝛽 =
𝑚
angin utama dengan membentuk sudut
sebesar 5° setiap garis hingga membentur Selanjutnya jarak pergeseran garis
daratan dan mengukur panjang fetch yang pantai hasil koreksi terhadap MSL dihitung
telah ditentukan, jika panjang fetch efektif menggunakan persamaan berikut:
>200 km maka panjang fetch efektif yang Dimana:
digunakan adalah 200 km dikarenakan d =Kedalaman perairan (m)
kecepatan angin konsisten hanya sejauh m =Jarak dari garis pantai hingga
≤200 km. Panjang fetch efektif dihitung kedalaman d (m)
menggunakan persamaan yang mengacu β =Kemiringan (slope) pantai (°)
pada USACE (2003) yaitu: η =Posisi muka air pada saat
∑ 𝑋𝑖 𝑐𝑜𝑠 𝛼
Feff= ∑ perekaman citra (m)
cos𝛼 x =Jarak pergeseran garis pantai hasil
Selanjutnya dilakukan analisis koreksi terhadap pasang surut (m)
karakteristik gelombang laut yang terdiri Pergeseran posisi garis pantai
dari tinggi, periode dan durasi pertumbuhan ditentukan dengan cara apabila perekaman
gelombang laut menggunakan metode SMB citra dilakukan pada saat pasang atau
mengacu pada CERC (1984) yaitu: tinggi muka laut lebih besar dari MSL maka
∑ 𝑋𝑖 𝑐𝑜𝑠 𝛼
Feff= ∑ posisi garis pantai digeser sejauh x ke arah
cos𝛼 laut. Sebaliknya apabila perekaman citra
Untuk perhitungan tinggi gelombang dilakukan pada saat surut atau tinggi muka
laut signifikan (Hs): laut lebih kecil dari MSL maka posisi garis
− . 2 pantai digeser sejauh x ke arah darat.
Hs= 1.6𝑥 10 3 𝐹0 5 𝑈𝑔𝐴 Hasil deliniasi garis pantai dianalisis
Untuk perhitungan periode gelombang menggunakan perangkat lunak Digital
laut signifikan (Ts): Shoreline Analysis System (DSAS) versi
4.3 yang terintegrasi dengan perangkat
Ts= 0.2857 𝐹
1⁄ 3 𝑈𝐴 lunak ArcGIS menggunakan kombinasi
𝑔
modul single transect method (STM) dengan
Untuk perhitungan durasi shoreline change envelope (SCE) mengacu
pertumbuhan gelombang laut (t): pada Himmelstoss (2009) dan Thieler et
al. (2009). Citra satelit Landsat tahun
t= 68.8 𝐹
2⁄ 3 𝑈𝐴 2005 dijadikan sebagai garis pantai awal
𝑔 (baseline) untuk melihat perubahan garis
Dimana: pantai selama tahun 2005-2014.
Feff =Fetch efektif (m) Prinsip kerja analisis perubahan garis
Xi =Panjang segmen fetch (m) pantai menggunakan perangkat lunak DSAS
α =Deviasi sisi kanan dan kiri dengan modul SCE adalah menghitung
pada setiap delapan arah mata panjang transek yang bersinggungan antara
angin utama dengan pertambahan dua garis pantai atau lebih dimana jarak
sudut 5° hingga 45° (°) dari panjang transek tersebut adalah jarak
Hs =Tinggi gelombang signifikan (m) pergeseran/perubahan garis pantai dalam
Ts =Periode gelombang signifikan (m/s) kurun waktu tertentu. Apabila posisi garis
t =Durasi pertumbuhan gelombang (s) pantai pembanding berada di belakang
UA =Kecepatan wind stress factor (m/s) garis pantai awal maka disimpulkan pantai
F* =Fetch minimum (m) tersebut mengalami pengikisan (abrasi)
g =Percepatan gravitasi (m/s2) dan apabila posisi garis pantai pembanding
tan β =Kemiringan pantai (°) berada di depan garis pantai awal maka
disimpulkan pantai tersebut mengalami
sedimentasi.

28 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 1 Mei 2016: 21-38
ISSN 2087-4871

Analisis perubahan garis pantai pembanding tidak masuk dalam


menggunakan DSAS diawali dengan: perhitungan pada saat running process
1. Membangun geodatabase sebagai basis sehingga tidak terdapat error saat
data garis pantai yang digunakan; melakukan analisis. Prinsip pemotongan
2. Mengatur parameter awal yang akan transek adalah dengan menggunakan
digunakan untuk menganalisis garis pantai pembanding sebagai batas
perubahan garis pantai yang terdiri dari pemotongan bagian transek yang tidak
posisi garis pantai hasil digitasi citra bersinggungan dengan kedua garis
satelit yang telah dikoreksi seperti yang pantai, setelah ditentukan bagian
telah dijelaskan di atas; transek yang akan dipotong maka
3. Pembuatan transek dengan memasukan program DSAS akan secara otomatis
input data berupa panjang transek yang memotong bagian transek yang tidak
akan digunakan, dikarenakan posisi bersinggungan dengan kedua garis
garis pantai lokasi penelitian tegak lurus pantai tersebut.
dengan garis lintang maka posisi transek Modifikasi modul dan perhitungan
dibuat sejajar garis Bujur ke arah kanan perubahan garis pantai. Modifikasi modul
dan kiri garis pantai awal; merupakan tahapan dimana membangun
4. Menentukan jarak setiap transek pohon proses (process tree) di dalam modul
yang digunakan, pada penelitian ini SCE yaitu dengan memasukan perintah
menggunakan transek dengan panjang bahwa setiap nilai dari panjang transek
transek adalah 100 m dikarenakan yang dihasilkan dari setiap transek yang
setelah dilakukan validasi awal sebelum berada di sebelah kiri bernilai negatif
melakukan analisis perubahan garis (abrasi) sedangkan nilai panjang transek
pantai diperoleh transek dengan panjang yang dihasilkan dari setiap transek di
100 m telah bersinggungan dengan sebelah kanan bernilai positif (sedimentasi),
kedua garis pantai yang digunakan hal ini dikarenakan posisi daratan berada
sehingga ketika dilakukan running di sebelah kiri dari garis pantai sehingga
process tidak terjadi error sedangkan apabila posisi garis pantai tahun 2014 yang
jarak setiap transek yang digunakan digunakan sebagai garis pantai pembanding
adalah 50 m. Hasil setting transek berada di sebelah kiri dari garis pantai
diperoleh 582 transek sepanjang garis tahun 2005 yang digunakan sebagai garis
pantai timur Pulau Bintan; pantai awal diartikan bahwa garis pantai
5. Tahap selanjutnya adalah modifikasi tersebut mengalami abrasi begitu pula
transek yaitu melakukan pemotongan sebaliknya. Tahap analisis perubahan garis
transek, pemotongan transek dilakukan pantai menggunakan DSAS dapat dilihat
agar bagian ujung transek yang tidak pada Gambar 6.
bersinggungan dengan garis pantai

Gambar 5. Tahapan peramalan gelombang laut

Analisis Kerentanan Pantai Timur.........................................................................................................(SUHANA et al.) 29


Gambar 6. Tahapan Analisis Perubahan Garis Pantai Menggunakan DSAS

Analisis tingkat kerentanan pantai 𝑎∗ 𝑏∗ 𝑐∗𝑑 ∗𝑒


menggunakan metode coastal vulnerability 𝐶𝑉𝐼 =
index (CVI) berdasarkan bobot dan skor 𝑛
variabel yang ditetapkan oleh United States Dimana:
Geological Survey (USGS) dan disesuaikan a =Variabel geomorfologi pantai
dengan area b =Variabel abrasi/sedimentasi
kajian untuk menentukan nilai CVI c =Variabel kemiringan pantai
mengacu pada Hammar-Klose et al. (2003). d =Variabel rata-rata tinggi gelombang
Kriteria, bobot dan skor variabel untuk e =Variabel tidal range
penentuan nilai CVI disajikan pada Tabel 3. n =Jumlah variabel
Penentuan nilai indeks kerentanan pantai CVI = Coastal vulnerability index.
(IKP) menggunakan persamaan yang Berdasarkan hasil analisis nilai CVI kategori
mengacu pada Cutter et al. (2003); Pendleton kerentanan pantai dikelompokkan ke dalam
et al. (2005a); Pendleton et al. (2005b); empat kategori mengacu pada Hammar-
Doukakis (2005); Pendleton et al. (2006); Klose et al. (2003) yang disajikan pada Tabel
Thieler et al. (2009) yaitu: 4.

30 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 1 Mei 2016: 21-38
ISSN 2087-4871

Tabel 3. Kategori dan pembobotan skor variabel CVI


Kategori dan Skor
Variabel Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
rendah Tinggi
Bertebing Bertebing Bertebing Berbatu Berpasir,
berbatu menengah, rendah kerikil, rawa payau,
berbatu berbatu, estuari, mangrove,
Geomorfologi dataran laguna terumbu
Pantai aluvial karang,
delta, ber-
lumpur,
lamun
Abrasi (-) /
Sedimentasi (+)
>2.00 1.00-2.00 -1.00-1.00 -2.00-(-1.00) <-2.00
(m/thn)

Kemiringan >1.200 1.20-0.90 0.90-0.60 0.60-0.30 <0.30


pantai (%)
Rata-rata tinggi
gelombang (m/ 0.00-2.90 3.00-4.90 5.00-5.90 6.00-6.90 >7.00
thn)
Tidal range
<1.00 1.00-1.90 2.00-4.00 4.10-6.00 >6.00
(m/thn)

Tabel 4. Kategori indeks kerentanan pantai (IKP) berdasarkan nilai CVI


Kriteria Bilangan Formzahl Tingkat kerentanan
<4.75 Rendah
4.75-10.64 Sedang
10.64-19.66 Tinggi
>19.66 Sangat tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN meiliki tingkat kerentanan tinggi dengan


skor kerentanan adalah 4 dengan skor
Geomorfologi pantai rata-rata kerentanan adalah 4.75. Hal ini
dikarenakan pantai dengan substrat dasar
Pengamatan geomorfologi dilakukan pasir memiliki potensi resistansi yang lebih
di 34 titik stasiun pengamatan yang tinggi terhadap proses abrasi maupun
diasumsikan representatif dalam sedimentasi dibandingkan dengan pantai
mewakili kondisi geomorfologi pantai berbatu (Thieler and Hammar-Klose 2000;
timur Pulau Bintan secara keseluruhan. Pendleton et al. 2005a; 2005b).
Hasil pengamatan geomorfologi pantai Hasil analisis pengamatan
menunjukan Pantai Trikora 1, Pantai Trikora geomorfologi pantai timur Pulau Bintan yang
2 dan Pantai Trikora 4 merupakan pantai diperoleh menunjukan kesamaan dengan
dengan substrat dasar pasir sedangkan hasil penelitian mengenai kerentanan pantai
Pantai Trikora 3 merupakan pantai berpasir yang dilakukan oleh Handartoputra et al.
dan berbatu. Hasil pengamatan geomorfologi (2015) di Pantai Sendang Biru Kabupaten
juga menunjukkan terdapat ekosistem Malang dimana dalam hasil penelitiannya
mangrove yang tumbuh di beberapa lokasi dijelaskan bahwa bagian Pantai Sendang
di sepanjang pantai timur Pulau Bintan Biru dengan geomorfologi bertebing dan
sedangkan ekosistem lamun sangat dominan berbatu memiliki skor kerentanan rata-rata
tumbuh di sekitar Pantai Trikora 3. Hasil adalah 2 dengan kategori rendah, hal ini
analisis kerentanan pantai berdasarkan dikarenakan pantai dengan geomorfologi
variabel geomorfologi pantai menunjukan berbatu atau bertebing akan lebih mampu
Pantai Trikora 1, Pantai Trikora 2 dan menahan energi gelombang yang datang dari
Pantai Trikora 4 dikategorikan memiliki laut dalam sehingga mampu menghambat
tingkat kerentanan sangat tinggi dengan laju proses pengikisan pantai dibandingkan
skor kerentanan setiap pantai adalah 5 dengan pantai pantai yang landai dengan
sedangkan Pantai Trikora 3 dikategorikan geomorfologi berpasir.

Analisis Kerentanan Pantai Timur.........................................................................................................(SUHANA et al.) 31


Hal yang sama dijelaskan oleh Gornitz dan dengan kemiringan <0.30% merupakan tipe
Kanciruk (1989) bahwa kawasan pantai pantai yang landai.
yang memiliki geomorfologi pantai dengan Hasil analisis kerentanan pantai
relief rendah seperti pantai berpasir, estuari, berdasarkan variabel kemiringan pantai
laguna, delta dan barrier coast memiliki menunjukan bahwa variabel kemiringan
tingkat kerentanan pantai yang tinggi pantai timur Pulau Bintan dikategorikan
sedangkan pantai dengan relief tinggi serta memiliki pengaruh kerentanan sangat tinggi
substrat dasar yang keras seperti pantai dengan skor kerentanan masing-masing
berbatu maupun bertebing tinggi memiliki pantai untuk variabel kemiringan pantai
tingkat kerentanan yang lebih rendah adalah 5 (Tabel 6). Menurut Hammar-Klose
terhadap proses pengikisan pantai. Hasil et al. (2003) pantai yang landai memiliki
analisis kerentanan pantai berdasarkan tingkat kerentanan tinggi dikarenakan
variabel geomorfologi pantai disajikan pada pantai yang landai lebih rentan mengalami
Tabel 5. perpindahan partikel sedimen sebagai
komponen utama pembentuk profil pantai
Kemiringan pantai dibandingkan dengan pantai yang lebih
curam. Hal yang sama dijelaskan dalam hasil
Pengamatan kemiringan pantai penelitian kerentanan pantai yang dilakukan
dilakukan pada jarak 0-1 km dari garis oleh Handartoputra et al. (2015) dalam
pantai di 45 titik stasiun pengamatan. Hasil penelitian mengenai tingkat kerentanan
analisis kemiringan pantai menunjukkan pantai di Sendang Biru Kabupaten Malang
tingkat kemiringan pantai berkisar antara yaitu kemiringan pantai dengan persentase
0.09-0.16° dengan rata-rata kemiringan tinggi (curam) mengakibatkan kemungkinan
pantai 0.12°. Persentase kemiringan pantai terjadinya pengendapan maupun pengikisan
timur Pulau Bintan berkisar antara 0.16- partikel sedimen pantai cenderung kecil
0.28% dengan rata-rata 0.21% (Tabel dikarenakan pantai yang landai umumnya
6) sehingga pantai timur Pulau Bintan adalah pantai dengan substrat dasar pasir
dikategorikan sebagai pantai yang landai. yang rentan mengalami pengendapan
Hal ini sesuai dengan pernyataan Hammar- maupun pengikisan.
Klose et al. (2003) yang menjelaskan pantai

Tabel 5. Hasil analisis kerentanan pantai berdasarkan variabel geomorfologi pantai


Lokasi Kondisi Geomorfologi Skor CVI Kategori kerentanan
Pantai Trikora 1 Berpasir, mangrove 5 Sangat tinggi
Pantai Trikora 2 Berpasir 5 Sangat tinggi
Pantai Trikora 3 Berpasir, berbatu, mangrove 4 Tinggi
Pantai Trikora 4 Berpasir, mangrove 5 Sangat tinggi
Rata-rata 4.75 Tinggi

Tabel 6. Hasil analisis kerentanan pantai berdasarkan variabel kemiringan pantai


Lokasi (o) (%) d (m) Skor CVI Kategori kerentanan
Pantai Trikora 1 0.09 0.16 2.66 5 Sangat tinggi
Pantai Trikora 2 0.16 0.28 3.06 5 Sangat tinggi
Pantai Trikora 3 0.12 0.22 3.28 5 Sangat tinggi
Pantai Trikora 4 0.09 0.17 3.10 5 Sangat tinggi
Rata-rata 0.12 0.21 3.03 5 Sangat tinggi
O
= kemiringan dalam satuan derajat; % = kemiringan dalam satuan persen; d= kedalaman perairan

32 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 1 Mei 2016: 21-38
ISSN 2087-4871

Tidal Range laut maksimum saat pasang perbani


(neap tide) adalah 10.16 cm di atas MSL
Analisis Tidal Range perairan pantai dengan nilai tidal range adalah 71.23 cm.
timur Pulau Bintan menggunakan datum Nilai tidal range perairan pantai timur
referensi terhadap nilai MSL yang diperoleh Pulau Bintan yang diperoleh jika dikaitkan
dari hasil analisis pasang surut perairan pengaruhnya terhadap kerentanan pantai
pantai timur Pulau Bintan sehingga nilai memiliki skor kerentanan rata-rata adalah
kedalaman MSL diasumsikan 0 (nol). Tinggi 1 (Tabel 7). Hal ini dikarenakan semakin
muka laut maksimum saat pasang tertinggi tinggi posisi tunggang pasut (tidal range)
hasil pengukuran lapangan adalah 190 suatu perairan maka partikel yang masuk
cm dan ketinggian minimum saat surut maupun meninggalkan pantai pada saat
terendah adalah 40 cm dengan ketinggian pasang maupun surut akan semakin
muka laut rata-rata (MSL) adalah 125 cm. banyak. Hal ini juga bergantung terhadap
Hasil pengukuran lapangan selanjutnya proses oseanografi lainnya yang terjadi di
dilakukan validasi dengan menggunakan kawasan pantai itu sendiri seperti pengaruh
hasil analisis prediksi menggunakan model. gelombang laut maupun arus menyusur
Hasil validasi menunjukkan kesamaan pola pantai.
elevasi muka laut walaupun memiliki nilai Carter (1988) menjelaskan naik
elevasi yang berbeda. Hasil prediksi model turunnya muka air laut secara teratur
menunjukan ketinggian muka laut saat merupakan salah satu faktor penting yang
pasang tertinggi adalah 189 cm dengan mempengaruhi arus di sekitar pantai dan
ketinggian minimum saat surut terendah proses-proses oseanografi di sekitar pantai
adalah 36 cm (Gambar 7). secara luas. Naik turunnya muka laut
Hasil analisis tidal range perairan berpengaruh besar terhadap geomorfologi
pantai timur Pulau Bintan menunjukan saat pantai dikarenakan pasang surut mampu
pasang purnama (spring tide) ketinggian menyebabkan perubahan-perubahan yang
muka laut maksimum adalah 61.07 cm terjadi secara teratur pada permukaan laut
di atas MSL sedangkan ketinggian muka di sepanjang pantai.

Gambar 7. Tumpang susun (overlay) pola pasang surut hasil pengukuran lapangan
dengan hasil prediksi model

Tabel 7. Hasil analisis kerentanan pantai berdasarkan variabel tidal range


MHHWS MHHWN HAT TR
Skor CVI Kategori kerentanan
(cm) (cm) (cm) (cm)
61.07 10.16 127.42 71.23 1 Sangat rendah

MHHWS = mean highest of high water spring; MHHWN = mean highest of high water neap;
HAT = highest astronomical tide; TR = tidal range

Analisis Kerentanan Pantai Timur.........................................................................................................(SUHANA et al.) 33


Gelombang laut tingkat kerentanan tinggi dikarenakan
pantai yang landai lebih rentan mengalami
Analisis karakteristik gelombang perpindahan partikel sedimen sebagai
laut dilakukan menggunakan data arah komponen utama pembentuk profil pantai
dan kecepatan angin harian selama dibandingkan dengan pantai yang lebih
tahun 2005-2014 menggunakan metode curam. Pernyataan tersebut menunjukan
SMB (Sverdrup Munk Bretschneider). kesesuaian dengan hasil analisis yang
Hasil analisis karakteristik gelombang diperoleh yang menunjukan bahwa Pantai
laut perairan pantai timur Pulau Bintan Trikora 4 yang dikategorikan landai lebih
menunjukan rata-rata tinggi gelombang dominan terjadi proses pengikisan (abrasi),
laut selama tahun 2005-2014 berkisar sedangkan sedimentasi yang terjadi di
antara 0.40-0.72 m atau sekitar 0.57 m/ Pantai Trikora 1 diduga dipengaruhi oleh
tahun (Tabel 8). Perairan pantai timur aktivitas manusia berupa penimbunan
Pulau Bintan yang dikategorikan perairan kawasan laut untuk dijadikan kawasan
dangkal mengakibatkan tinggi gelombang pemukiman masyarakat. Ekosistem
yang terbentuk di perairan dalam tidak mangrove yang tumbuh di sepanjang Pantai
terlalu tinggi sehingga jika dikaitkan dengan Trikora 1 diduga juga menjadi penghambat
tingkat kerentanan pantai pengaruh tinggi laju pengikisan Pantai Trikora 1 sehingga
gelombang laut dikategorikan sangat rendah mengakibatkan pergeseran garis pantai
dengan skor rata-rata adalah 1 (Tabel 9) ke arah laut lebih dominan dibandingkan
dikarenakan tinggi rata-rata gelombang laut pergeseran garis pantai ke arah darat.
per tahun yang terjadi di perairan pantai Hasil analisis kerentanan pantai
timur Pulau Bintan <2.90 m/tahun. timur Pulau Bintan berdasarkan variabel
Handartoputra et al. (2015) perubahan garis pantai menunjukan tingkat
menjelaskan ketinggian gelombang kerentanan Pantai Trikora 1 dan Pantai
berkaitan dengan bahaya penggenangan Trikora 2 dikategorikan rendah dengan skor
air laut dan transpor sedimen di sepanjang 2 sedangkan Pantai Trikora 3 dan Pantai
pantai. Dampak dari tingginya gelombang Trikora 4 berada dalam kategori sedang
yang menghantam pantai akan berpengaruh dengan skor 3 dengan skor kerentanan rata-
terhadap pola perubahan garis pantai yang rata adalah 2. Berdasarkan skor kerentanan
terjadi di sepanjang pantai. Trenggono rata-rata tingkat kerentanan pantai timur
(2009) menjelaskan semakin besar energi Pulau Bintan dikategorikan rendah. Hal
gelombang laut yang menghantam pantai ini dikarenakan jarak perubahan garis
maka partikel sedimen yang masuk maupun pantai timur Pulau Bintan ke arah laut
yang keluar pantai akan semakin besar (sedimentasi) per tahun lebih dominan
begitupun sebaliknya. dibandingkan proses abrasi selama sepuluh
tahun terakhir (2005-2014).
Perubahan garis pantai Hasil analisis tingkat kerentanan
pantai timur Pulau Bintan berdasarkan
Hasil analisis perubahan garis pantai seluruh variabel disajikan pada Tabel 11
menunjukan selama tahun 2005-2014 telah sedangkan peta kerentanan Pantai Timur
terjadi abrasi pada garis pantai sepanjang Pulau Bintan disajikan pada Gambar 10.
9.65 km sedangkan sedimentasi terjadi pada Hasil analisis tingkat kerentanan pantai timur
garis pantai sepanjang 19.45 km. Abrasi yang Pulau Bintan berdasarkan seluruh variabel
terjadi di pantai timur Pulau Bintan berkisar menunjukan geomorfologi dan kemiringan
antara 17.07-47.51 m atau sekitar 0.70-1.19 pantai merupakan variabel dengan tingkat
m/tahun sedangkan jarak pergeseran garis kerentanan yang dikategorikan tinggi
pantai ke arah laut (sedimentasi) berkisar hingga sangat tinggi dengan skor CVI rata-
antara 48.89-91.57 m atau sekitar 1.49-3.25 rata untuk variabel geomorfologi pantai
m/tahun (Tabel 10). Hasil analisis rata-rata dan kemiringan pantai adalah adalah 4.75
perubahan garis pantai timur Pulau Bintan dan 5. Berdasarkan hasil analisis tingkat
menunjukan selama tahun 2005-2014 telah kerentanan setiap variabel disimpulkan
terjadi pergeseran garis pantai sejauh 9.30 m bahwa tingkat kerentanan pantai timur
ke arah darat atau 0.93 m/tahun pada garis Pulau Bintan sangat dipengaruhi oleh
pantai yang mengalami abrasi sedangkan kondisi fisik pantai timur Pulau Bintan yaitu
garis pantai yang mengalami sedimentasi geomorfologi pantai dan kemiringan pantai.
terjadi pergeseran garis pantai sejauh 22.27 Handartoputra et al. (2015) menjelaskan
m atau 2.23 m/tahun (Tabel 10). geomorfologi dan tipe pantai sangat
Abrasi maksimum terjadi di Pantai ditentukan oleh intensitas, frekuensi dan
Trikora 4 (Gambar 8) sedangkan sedimentasi kekuatan energi yang menghantam pantai.
maksimum terjadi di Pantai Trikora 1 Hasil analisis tingkat kerentanan
(Gambar 9). Abrasi yang terjadi di Pantai pantai timur Pulau Bintan juga menunjukan
Trikora 4 diduga merupakan akibat pengaruh indeks kerentanan pantai (IKP) setiap pantai
gelombang laut yang terjadi di Pantai Trikora berkisar antara 3.16-3.54 dengan indeks
4, selain itu juga Pantai Trikora 4 merupakan kerentanan pantai rata-rata 3.33. Hasil
pantai yang lebih landai dibandingkan analisis IKP menunjukan tingkat kerentanan
dengan tiga pantai lainnya sehingga pantai timur Pulau Bintan dikategorikan
pengikisan pantai lebih rentan terjadi di rendah. Hal ini dikarenakan indeks
Pantai Trikora 4. Menurut Hammar-Klose kerentanan pantai timur Pulau Bintan
et al. (2003) pantai yang landai memiliki <4.75. Adanya keseimbangan kondisi setiap
variabel, serta dominannya variabel dengan

34 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 1 Mei 2016: 21-38
ISSN 2087-4871

skor kerentanan rendah mengakibatkan variabel lain seperti tinggi gelombang,


indeks kerentanan pantai timur Pulau pasang surut dan perubahan garis pantai
Bintan berada dalam kategori rendah, memiliki nilai kerentanan rendah hingga
sehingga walaupun variabel geomorfologi sangat rendah sehingga disimpulkan
dan kemiringan pantai merupakan variabel dengan kategori rendah hingga
variabel dengan tingkat kerentanan sangat sangat rendah menjadi penyeimbang dalam
tinggi yang dapat mempengaruhi tingkat mempengaruhi tingkat kerentanan pantai
kerentanan pantai timur Pulau Bintan, timur Pulau Bintan selama tahun 2005-
2014.
Tabel 8. Hasil analisis karakteristik gelombang laut rataan tahunan
Tahun HmO Tp LO CO Tahun HmO Tp LO CO
2005 0.72 3.97 30.99 6.19 2010 0.44 3.02 19.10 4.71
2006 0.70 3.89 30.10 6.07 2011 0.61 3.70 26.21 5.77
2007 0.58 3.46 25.03 5.40 2012 0.40 2.92 17.23 4.55
2008 0.61 3.59 26.31 5.61 2013 0.44 2.99 18.99 4.66
2009 0.63 3.61 27.27 5.64 2014 0.58 3.41 25.15 5.32
Hm0 = tinggi gelombang laut (m); Tp = periode gelombang laut (m/s); L0 = panjang
gelombang laut (m); C0 = kecepatan gelombang laut (m/s)

Tabel 9. Hasil analisis kerentanan pantai berdasarkan variabel tinggi gelombang laut
Karakteristik Hasil analisis
Rata-rata tinggi gelombang laut (m/tahun) 0.57
Skor CVI 1
Kategori kerentanan Sangat rendah

Tabel 10. Hasil analisis kerentanan pantai berdasarkan variabel perubahan garis pantai
Abrasi Sedimentasi
Abrasi Sedimentasi Skor Kategori
Lokasi maksimum maksimum
(m/tahun) (m/tahun) CVI kerentanan
(m) (m)
Pantai
Trikora 1 17.07 91.57 0.85 3.25 2 Rendah
Pantai
Trikora 2 28.87 75.22 0.70 2.08 2 Rendah
Pantai
Trikora 3 32.76 48.89 0.98 1.49 3 Sedang
Pantai
Trikora 4 47.51 83.34 1.19 2.09 3 Sedang
Rata-rata 31.55 74.76 0.93 2.23 2.38 Rendah

Gambar 8. Peta lokasi abrasi dominan di Pantai Timur Pulau Bintan

Analisis Kerentanan Pantai Timur.........................................................................................................(SUHANA et al.) 35


Gambar 9. Peta lokasi sedimentasi dominan di Pantai Timur Pulau Bintan

Tabel 11. Hasil analisis kerentanan pantai timur Pulau Bintan


Skor Variabel Kategori
Lokasi IKP
GP PGP KP TG PS kerentanan
Pantai
Trikora 1 5 2 5 1 1 3.16 Rendah
Pantai
Trikora 2 5 2 5 1 1 3.16 Rendah
Pantai
Trikora 3 4 3 5 1 1 3.46 Sedang
Pantai
Trikora 4 5 3 5 1 1 3.54 Sedang
Rata-rata 4.75 2.38 5.00 1.00 1.00 3.33 Rendah
GP = geomorfologi pantai; PGP = perubahan garis pantai; KP = kemiringan pantai; TG= tinggi
gelombang; PS = pasang surut; IKP = persentase indeks kerentanan pantai

36 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 1 Mei 2016: 21-38
ISSN 2087-4871

KESIMPULAN DAN SARAN vulnerability assessment of Cape Cod


National Seashore (CACO) to Sea-Level
Indeks kerentanan pantai timur Pulau Rise. USGS Report: 02-233.
Bintan tahun 2005-2014 berada dalam Handartoputra A, Purwanti F, Hendrarto
kategori rendah, walaupun begitu dari hasil B. 2015. Penilaian kerentanan
analisis menunjukan terdapat beberapa pantai di Sendang Biru Kabupaten
variabel yang memiliki skor kerentanan Malang terhadap variabel oseanografi
tinggi hingga sangat tinggi yaitu variabel berdasarkan metode CVI (Coastal
geomorfologi pantai dan kemiringan pantai. Vulnerability Index). Maquares. 4 (1):
91-97.
Hidayat N. 2005. Kajian hidro-oseanografi
DAFTAR PUSTAKA untuk deteksi proses-proses fisik di
pantai. Smartek. 3 (2): 73-85.
Anggoro A. 2015. Pemetaan zona geomorfologi Himmelstoss EA. 2009. DSAS 4.0 Installation
dan habitat bentik menggunakan citra Instructions and User Guide. US
Worldview-2 dengan metode OBIA Geological Survey.
di Gugus Pulau Pari. [Tesis]. Bogor: Kaiser G. 2007. Coastal vulnerability to
Departemen Ilmu dan Teknologi climate change and natural hazards.
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Forum DKKV/CEDIM: Disaster
Angkotasan AM, Nurjaya IW, Natih NMN. Reduction in Climate Change.
2012. Analisis perubahan garis pantai Karlsruhe University.
di pantai barat daya Pulau Ternate, Kumar TS, Nahendra RS, Nayak S,
Provinsi Maluku Utara. JTPK. 3 (1): Radhakrishnan K, Suhu KC. 2010.
11-22. Coastal vulnerability assessment for
Beer T. 1997. Environmental Oceanography. Orissa State, east coast of India. Coast
2nd Edition. New York: Marine Science Res. 26 (3): 523-534.
Series, CRC Press. Navulur K. 2007. Multispectral image
Bengen DG. 2001. Pedoman Teknis analysis using the object-oriented
Pengenalan dan Pengelolaan paradigm. Taylor & Francis Group,
Ekosistem Mangrove. Bogor. PKSPL. LLC.
Institut Pertanian Bogor. Pendleton EA, Thieler ER, Williams SJ. 2005a.
[BIG] Badan Informasi Geospasial. 2015. Coastal vulnerability assessment of
Spesifikasi teknis survei hidrografi dan National Park of American Samoa to
pembuatan peta lingkungan pantai Sea-Level Rise. USGS Report: 2005-
Indonesia (LPI) Skala 1:50.000. Pusat 1055.
Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pendleton EA, Thieler ER, Williams
Pantai. SJ. 2005b. Coastal vulnerability
Carter R. 1988. Coastal Environmental. assessment of gateway National
Academic Press Limited. San Diego. Recreation Area (GATE) to Sea-Level
[CHL] Coastal Hydraulic Laboratory. 2002. Rise. USGS Report: 2004-1257.
Coastal engineering manual, Part I-VI. Pendleton EA, Thieler ER, Williams SJ. 2006.
Washington DC: Department of the Coastal vulnerability assesment of
Army. US Army Corps of Engineers. Kaloko Honokohau National Historical
Cutter SL, Boruff BJ, Shirley WL. 2003. Park to Sea Level Rise. U.S. Geological
Social vulnerability to environmental Survey Open-File Report 2005-1248.
hazard. Soc Sci Quar. 84 (2): 242-261. Reston, Virginia.
Doukakis E. 2005. Coastal vulnerability and Siswanto AD, Widi AP, Suntoyo. 2010. Analisa
risk parameters. Eur Wat. 11/12: 3-7. stabilitas garis pantai di Kabupaten
Febriansyah I, Agus ADS, Helmi M. 2012. Bangkalan. Ilmu Kelautan.15 (4): 221-
Kajian kerentanan pantai di pesisir 230.
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Suriamihardja DA. 2005. Compromise
J-Oce Undip. 1 (2): 139-148. management in the Jeneberang
Gornitz VM, Kanciruk P. 1989. Assessment Delta and Losari Bay. Department
of global hazards from sea level rise. of Geography Publication Series-
Presented in proceedings of 6th University of Waterloo 61 (2005): 483.
symposium on coastal and ocean Thieler ER, Hammar-Klose ES. 2000. National
management ASCE. Charleston, SC. Assessment of coastal vulnerability to
11-14 Juli 1989. Sea-Level Rise: Preliminary Result for
Gornitz VM. 1991. Global coastal the U.S. Pacific Coast. U.S. Geological
hazards from future sea level rise. Survey. Virginia USA.
Palaeogeography, Palaeoclimatology, Thieler ER, Himmelstoss EA, Zichichi
Palaeoecology (Global and Planetary JL, Ergul A. 2009. Digital shoreline
Change Section). 89: 379-398. analysis system (DSAS) version 4.0-
Guariglia A, Arcangela B, Angela L, Rocco S, an ArcGIS extentions for calculating
Maria LT, Angelo Z, Antonio C. 2006. shoreline change. US Geological
A multisource approach for coastline Survey. Open File Report: 2008-1278.
mapping and identification of shoreline Trenggono M. 2009. Transformasi
changes. Annalys of Geophys. 49 (1): gelombang dan pengaruhnya terhadap
295-304. dinamika pantai muara Ajkwa Tahun
Hammar-Klose ES, Pendleton EA, Thieler 1993-2007. [Tesis]. Bogor: Fakultas
ER, Williams SJ. 2003. Coastal Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut

Analisis Kerentanan Pantai Timur.........................................................................................................(SUHANA et al.) 37


Pertanian Bogor. [USACE] United States Army Corps of
Triatmodjo B. 1999. Teknik pantai. Beta Engineers. 2003a. Meteorology and
Offset. Yogyakarta. wave climate Part II. Washington DC.
[USACE] United States Army Corps Department of the Army, US Army
of Engineers. 2003. Coastal Corps of Engineers.
hydrodinamics part II, coastal sediment Wyrtki K. 1961. Physical oceanography of
processes part III. Washington DC. Southeast Asean Waters. Naga Report.
Department of the Army, US Army I. 2. The University of California, La
Corps of Engineers. Jolla.

38 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 1 Mei 2016: 21-38

Anda mungkin juga menyukai