Anda di halaman 1dari 75

FORMULASI EMULSI MINYAK

IKAN SARDIN (Sardinella sp.) HASIL PEMURNIAN

KRISTINA HARYATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Formulasi Emulsi


Minyak Ikan Sardin (Sardinella sp.) Hasil Pemurnian” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2017

Kristina Haryati
NIM C351140191
RINGKASAN

KRISTINA HARYATI. Formulasi Emulsi Minyak Ikan Sardin (Sardinella sp.)


Hasil Pemurnian. Dibimbing oleh SUGENG HERI SUSENO dan NURJANAH.

Ikan sardin merupakan ikan pelagis yang dapat ditemukan di Selat Bali
dan Samudera Hindia. Ikan sardin dimanfaatkan dalam industri pengalengan dan
penepungan. Hasil samping penepungan menghasilkan minyak yang memiliki
kandungan asam lemak omega-3 terutama asam lemak eikosapentaenoat (EPA)
dan asam dokosaheksaenoat (DHA) yang sangat potensial bagi kesehatan. Minyak
ikan sardin hasil samping penepungan dapat dibuat dalam bentuk sediaan kapsul
dan emulsi. Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil artinya mudah
mengalami pemisahan. Oleh karena itu untuk mempertahankan kestabilannya
ditambahkan emulsifier, yaitu kombinasi carboxymethyl cellulose (CMC) dan
lesitin. Penambahan emulsifier dimaksudkan untuk mempertahankan kestabilan
emulsi minyak ikan sardin selama penyimpanan.
Tujuan penelitian adalah untuk: (1) menentukan sifat minyak ikan sardin,
yang meliputi minyak kasar, kasar sentrifugasi, semi refined, refined dengan asam
sitrat dan refined tanpa asam sitrat; (2) menentukan formula dan kestabilan emulsi
minyak sardin terbaik.
Sifat minyak ikan sardin meliputi kandungan logam berat, profil asam
lemak, densitas, viskositas, dan parameter oksidasi. Logam berat minyak kasar
yang melebihi International Fish Oil Standard (IFOS) yaitu merkuri namun
setelah dimurnikan terjadi penurunan; asam lemak tak jenuh rangkap jamak
(PUFA) yang dominan yaitu omega-3; nilai densitas minyak berkisar 0.88-0.90
g/mL; nilai viskositas minyak berkisar 32-39 cP. Nilai parameter oksidasi minyak
refined tanpa asam sitrat sesuai standar IFOS, yang meliputi nilai asam lemak
bebas (FFA) 0.19%, bilangan peroksida (PV) 3.99 meq/kg, bilangan asam (AV)
0.38 mg KOH/g, nilai anisidin (AnV) 8.54 meq/kg dan total oksidasi (Totox)
16.52 meq/kg. Formula emulsifier carboxymethyl cellulose (CMC) dan lesitin
terbaik selama penyimpanan 30 hari yaitu rasio 3:1 yang memiliki nilai parameter
oksidasi terdiri dari FFA (2.82%), PV (9.5 meq/kg), AV (6.18 mg KOH/g), AnV
(19.69 meq/kg) dan totox (39.69 meq/kg). Parameter emulsi terdiri dari viskositas
(1300.67 cP), pH (4.71) dan persen stabilitas (96.30%).

Kata kunci: Emulsi, karboksimetil selulosa (CMC), lesitin, minyak ikan


sardin, pemurnian.
SUMMARY

KRISTINA HARYATI. Formulation of Sardine Fish Oil (Sardinella sp.)


Emulsion by Purification. Supervised by SUGENG HERI SUSENO and
NURJANAH.

Sardine is a pelagic fish that can be found in Bali strait and Indian ocean.
It is utilized in the canning and fish meal industry. The fish meal industry produce
oil as by products that contain omega-3, especially eicosapentaenoic acid (EPA)
and docosahexaenoic acid (DHA) which have enormous potential for health.
Sardines oil of by product can be developed into a form of capsule and emulsion.
Emulsion is a thermodinamically unstable system which easily separated.
Therefore, an emulsifier is necessary to be added to maintain the emulsion’s
stability during storage. In this study, carboxymethyl cellulose (CMC) and lecithin
were used as the emulsifier.
The aim of this study were: (1) to characterize sardine oils, include crude
oil, crude oil centrifugation, semi refined, refined by citric acid and refined
without citric acid; and (2) to determine the best formulation and stability of
sardine oil emulsion.
The properties of sardine oil included of heavy metals content, fatty acid
profile, density, viscosity, and oxidation parameters. Mercury in crude oil was
exceed the International Fish Oil Standard (IFOS), but it decreased after
purification; the dominant polyunsaturated fatty acid (PUFA) was omega-3; oil
density values range between 0.88 to 0.90 g/mL; oil viscosity range between 32 to
39 cP. The value of refined without citric acid oil oxidation was according to
IFOS, which includes the value of free fatty acids (FFA) 0.19%, peroxide value
(PV) 3.99 meq/kg, the acid value (AV) 0.38 mg KOH/g, the anisidine value
(AnV) 8.54 meq/kg, and total oxidation (Totox) 16.52 meq/kg. CMC and lecithin
in ratio of 3:1 was the best emulsion formulation after 30 days of storage, which
has oxidation parameters value consisted of FFA (2.82%), PV (9.5 meq/kg), AV
(6.18 mg KOH/g), AnV (19.69 meq/kg), and Totox (39.69 meq/ kg). The
parameter of emulsions were viscosity (1300.67 cP), pH (4.71), and percent of
stability (96.30%).

Key words: carboxymethyl cellulose (CMC), emulsion, lecithin, purification,


sardine oil.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
FORMULASI EMULSI
MINYAK IKAN SARDIN (Sardinella sp.) HASIL PEMURNIAN

KRISTINA HARYATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Agoes M. Jacoeb, Dipl Biol
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Tema yang
dipilih adalah “Formulasi Emulsi Minyak Ikan Sardin (Sardinella sp.) Hasil
Pemurnian”.
Penulisan tesis ini mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah bersedia membantu,
diantaranya adalah:
1. Prof Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi dan Prof Dr Ir Nurjanah, MS selaku
dosen pembimbing yang telah memotivasi, memberikan dukungan dan
bimbingan kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini.
2. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku ketua Program Studi S2 Teknologi Hasil
Perairan beserta seluruh staf Sekretariat Teknologi Hasil Perairan atas bantuan
dan kerjasamanya dalam pengurusan administrasi kepada penulis.
3. Dr Ir Agoes M. Jacoeb, Dipl Biol selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan masukan untuk penyempurnaan tesis.
4. Dr Tati Nurhayati, SPi MSi selaku wakil GKM yang telah memberikan
masukan dalam penulisan untuk menyempurnakan tesis ini.
5. Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Kemenristek DIKTI yang telah
membiayai penelitian ini melalui program Riset Andalan Perguruan Tinggi dan
Industri (RAPID).
6. Keluarga tercinta terutama ayah Jamanat Sinaga SSos dan ibu Damaris
Heddiana Sihombing, abang Dedi Rudino Sinaga SP, adik Daniel Eko Priansu
Sinaga dan Debora Krisnawati Sinaga yang telah memberikan doa, kasih
sayang dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
7. Keluarga besar yang ada di Bekasi, Kelapa Gading dan Curug yang telah
memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis.
8. Teman-teman Mayor Teknologi Hasil Perairan Angkatan 2014, PraSaintek
2013, teman-teman seperjuangan dalam penelitian minyak ikan, keluarga besar
IMAPA dan KTSP yang telah memberikan dukungan, motivasi dan semangat
kepada penulis selama melaksanakan penelitian serta terima kasih atas
kebersamaan dan kekompakan baik suka maupun duka selama perkuliahan
sampai penelitian.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu dan pengetahuan
khususnya dalam bidang perikanan dan kelautan.

Bogor, Mei 2017

Kristina Haryati
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Ruang Lingkup 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
METODOLOGI
Waktu dan Tempat 4
Bahan dan Alat 4
Prosedur 4
Analisis Parameter Minyak dan Emulsi 8
Analisis Data 12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat-Sifat Minyak Ikan Sardin (Sardinella sp.) 13
Kandungan logam berat 13
Profil asam lemak minyak ikan sardin kasar 14
Parameter oksidasi minyak ikan sardin 15
Karakteristik fisik minyak 19
Penentuan Formula dan Kestabilan Terbaik Emulsi 20
Profil asam lemak 20
Karakteristik emulsi 22
Parameter oksidasi minyak 29
Hedonik emulsi 31
Stabilitas dipercepat 32
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 35
Saran 35
36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 46
RIWAYAT HIDUP 62
DAFTAR TABEL

1 Konsentrasi NaOH dengan berbagai derajat Baume 5


2 Residu logam berat minyak ikan sardin 13
3 Profil asam lemak minyak ikan sardin kasar 14
4 Parameter oksidasi minyak ikan sardin 15
5 Profil asam lemak minyak ikan sardin 21
6 Nilai viskositas formula carboxymethyl cellulose (CMC)
dan lesitin (1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2) selama 30 hari 23
7 Nilai pH formula carboxymethyl cellulose (CMC) dan
lesitin (1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2) selama 30 hari 25
8 Nilai persen stabilitas formula carboxymethyl cellulose
(CMC) dan lesitin (1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2) selama 30 hari 26
9 Rata-rata diameter globula formula carboxymethyl
cellulose (CMC) dan lesitin (1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2) selama
30 hari 27
10 Parameter oksidasi minyak yang diekstrak dari emulsi 29
11 Hedonik formula carboxymethyl cellulose (CMC) dan
lesitin (1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2) 31
12 Stabilitas dipercepat formula carboxymethyl cellulose 33
(CMC) dan lesitin (1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penentuan sifat minyak ikan sardin 6


2 Diagram alir penentuan formula terbaik emulsi 7
3 Densitas minyak ikan: ( ) nilai densitas (g/mL). Jenis
minyak: kasar, kasar sentrifugasi, semi refined, refined
dengan asam sitrat, dan refined tanpa asam sitrat 19
4 Viskositas minyak ikan: ( ) nilai viskositas (cP). Jenis
minyak: kasar, kasar sentrifugasi, semi refined, refined
dengan asam sitrat, dan refined tanpa asam sitrat 20
5 Globula emulsi formula 3:1 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Foto minyak ikan sardin 47


2 Logam berat minyak kasar 48
3 Profil asam lemak 51
4 Foto emulsi minyak ikan sardin 56
5 Foto globula emulsi minyak ikan sardin 57
6 Foto stabilitas dipercepat dari emulsi 59
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang wilayahnya didominasi oleh


perairan sehingga hasil perikanan melimpah. Industri pengolahan ikan di
Indonesia berkembang sangat pesat untuk menghasilkan berbagai produk. Data
KKP (2014) menyatakan bahwa produk olahan industri perikanan mencapai 5.37
juta ton pada tahun 2014 sedangkan hasil industri penepungan mencapai 33050
ton. Ikan sardin (Sardinella sp.) merupakan salah satu jenis ikan pelagis yang
ditemukan di Selat Bali dan Samudera Hindia. Ikan sardin sebagian besar
dimanfaatkan dalam industri pengalengan dan sebagian lagi diolah menjadi ikan
pindang, ikan asin, dan tepung ikan. Industri pengolahan ikan sardin
menghasilkan berbagai bagian ikan yang tidak dimanfaatkan, misalnya limbah
ikan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan tepung ikan dan hasil samping
penepungan menghasilkan minyak. Nilai impor minyak ikan Indonesia yaitu 4.7
juta kg sedangkan nilai ekspornya 1 juta kg (BPS 2015).
Minyak ikan mengandung asam lemak tak jenuh majemuk dengan ikatan
rangkap atau polyunsaturated fatty acid (PUFA) terutama eicosapentaenoic acid
(EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) yang bermanfaat bagi tubuh. Kandungan
EPA dan DHA menurut Suseno et al. (2013) masing-masing sebesar 15.83% dan
11.36%; hasil penelitian Suseno et al. (2014a) menunjukkan kandungan EPA dan
DHA minyak ikan sardin hasil samping penepungan masing-masing sebesar
15.54% dan 6.41%. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan Alkio et al.
(2000), bahwa kandungan omega-3, khususnya EPA dan DHA pada minyak ikan
bervariasi yaitu 5-26% (EPA) dan 6-26% (DHA).
Minyak ikan sardin kasar hasil samping penepungan mempunyai kualitas
rendah terutama terlihat pada nilai asam lemak bebas dan peroksida yang tinggi.
Kadar asam lemak bebas dan peroksida minyak ikan dapat dikurangi melalui
proses pemurnian. Proses pemurnian menurut Suseno et al. (2011) dibagi menjadi
2 yaitu passive process dan depth filter (active process). Passive process
bertujuan memisahkan soap stock, partikel padat dan pengotor lainnya
menggunakan sentrifuse dan kertas saring. Proses pasif pada penelitian
menggunakan sentrifugal untuk minyak kasar hasil sentrifugasi, minyak semi
refined, minyak refined dengan asam sitrat, minyak refined tanpa asam sitrat.
Active process (depth filter) dilakukan dengan tujuan menghilangkan komponen
pengotor yang masih terdapat pada minyak menggunakan adsorben. Active
process pada penelitian dilakukan pada minyak refined dengan asam sitrat, dan
refined tanpa asam sitrat. Minyak semi refined, minyak refined dengan asam
sitrat, dan minyak refined tanpa asam sitrat diperoleh melalui pemurnian.
Tahapan pemurnian minyak meliputi degumming, netralisasi, bleaching dan
deodorisasi. Degumming adalah proses pemisahan pengotor berupa lendir yang
terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat, air, dan resin (Ketaren 2012). Proses
degumming terbagi menjadi 3 yaitu degumming air, asam, dan garam-garam
mineral (Zufarov et al. 2008; Ketaren 2012). Asam yang umumnya digunakan
pada proses degumming yaitu asam fosfat dan asam sitrat (Marwati et al. 2005;
2

Septiana et al. 2013; Nurjanah et al. 2016). Minyak yang dihasilkan dari proses
degumming memiliki berat molekul yang rendah (Subramanian et al. 1997).
Degumming pada penelitian menggunakan air dan asam sitrat. Menurut
Ristianingsih et al. (2011), degumming dengan air bertujuan menghilangkan
fosfatida hydratable, sedangkan fosfatida non hydratable dihilangkan melalui
proses degumming asam sitrat.
Tahap netralisasi adalah suatu tahapan untuk menghilangkan atau
mengurangi kadar asam lemak bebas, bau, dan warna pada minyak ikan
menggunakan alkali misalnya kaustik soda (NaOH) (Feryana et al. 2014; Ketaren
2012). Srimiati et al. (2015) menyatakan bahwa tahapan pemucatan (bleaching)
minyak dilakukan untuk memperbaiki warna minyak. Tahap pemucatan
menggunakan adsorben alami maupun sintetis telah dilakukan oleh berbagai
peneliti di antaranya Ahmadi dan Moushollaeni (2007); Aisyah et al. (2010);
Bahri (2014); Faccini et al. (2011); Feryana et al. (2014); Suseno et al. (2012);
Suseno et al. (2013); Suseno et al. (2014a); Suseno et al. (2014b); Widayat (2007);
Yuliana et al. (2005). Adsorben adalah zat padat yang berperan menyerap
komponen tertentu dari fase fluida karena adanya pori (Rahmayani dan Siswarni
2013; Tambunan 2013).
Minyak ikan sardin hasil samping penepungan dapat dibuat dalam bentuk
sediaan kapsul dan emulsi. Kelemahan sediaan kapsul yaitu terjadinya reaksi
antara kapsul dengan zat aktif (minyak) atau kelembaban lingkungan sehingga
muncul jamur. Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil karena fase-
fasenya memiliki kecenderungan untuk memisah, sehingga perlu ditambahkan
emulsifier untuk menstabilkan emulsi (Velikonja dan Kosaric 1993). Faktor
penentu stabilitas emulsi yaitu jenis dan jumlah emulsifier, ukuran globula dalam
fase terdispersi, tekanan permukaan dari globula, dan viskositas. Emulsi dibuat
untuk anak-anak dengan maksud memberikan kemudahan saat menelan karena
bentuknya yang cair.
Penelitian emulsi dilakukan oleh Day et al. (2007) menggunakan natrium
kaseinat (0.25% b/b) dengan minyak ikan (25% b/b) yang memiliki kestabilan
baik selama 24 jam. Kestabilan emulsi terbaik menurut hasil penelitian Garcia-
Moreno et al. (2014) yaitu kombinasi kasein dan lesitin karena memiliki nilai
stabilitas fisik terbaik selama 14 hari. Horn et al. (2011) menggunakan emulsifier
berbasis fosfolipid (lesitin kedelai dan fosfolipid susu) dan protein (isolat whey
protein dan natrium kaseinat) dengan minyak 70% (b/b) selama penyimpanan 42
hari. Sarungallo et al. (2014) menggunakan emulsifier carboxymethyl cellulose
(CMC) (0.20%), Tween 80 (0.5%) dan Tween 20 (0.5%) serta minyak buah merah
dengan kestabilan 100% selama penyimpanan 30 hari pada suhu kamar. Tensiska
et al. (2007) menggunakan emulsifier gum arab dan minyak virgin coconut oil
(VCO) pada penyimpanan suhu ruang (3 hari) dan suhu refrigerator (7 hari).
Penyimpanan emulsi akan berpengaruh terhadap sifat fisik, dan organoleptik
emulsi (Sabariman 2007; Tensiska et al. 2007; Sarungallo et al. 2014). Prinsip
dasar kestabilan emulsi menurut Sarungallo et al. (2014) adalah terjadinya
keseimbangan antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak menolak antar partikel
dalam sistem emulsi.
3

Perumusan Masalah

Minyak ikan sardin mengandung omega-3 yang tinggi tetapi mudah


mengalami oksidasi sehinga perlu dijaga kestabilannya dengan membuat emulsi.
Permasalahannya yaitu belum ditemukan formula kombinasi emulsifier
carboxymethyl cellulose (CMC) dan lesitin yang tepat untuk menghasilkan emulsi
dengan stabilitas yang baik selama penyimpanan pada suhu ruang.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah:


1. Menentukan sifat minyak kasar, minyak kasar hasil sentrifugasi, minyak
semi refined, minyak refined dengan penambahan asam sitrat, minyak ikan
refined tanpa asam sitrat sebagai bahan emulsi.
2. Membuat emulsi dengan berbagai formula yaitu 1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2
menggunakan kombinasi emulsifier CMC dan lesitin yang disimpan
selama 30 hari pada suhu ruang.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu menentukan sifat terbaik dari minyak kasar,


minyak kasar hasil sentrifugasi, minyak semi refined, minyak refined dengan
penambahan asam sitrat dan minyak ikan refined tanpa asam sitrat serta
menentukan formula dan kestabilan terbaik emulsi minyak ikan sardin.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah tersedianya informasi tentang:


1. Logam berat, parameter oksidasi primer dan sekunder, sifat fisik minyak
dan profil asam lemak dari minyak ikan kasar dan minyak hasil
pemurnian.
2. Formula emulsifier CMC dan lesitin dengan stabilitas terbaik dalam
pembuatan emulsi minyak ikan sardin selama penyimpanan 30 hari pada
suhu ruang.
4

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2015 hingga September 2016.


Penelitian bertempat di Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Laboratorium Kimia Fisik Departemen Kimia, Laboratorium Biologi
Mikro Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Laboratorium Teknologi
Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Laboratorium Kimia Terpadu Institut Pertanian
Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu minyak ikan sardin


(Sardinella sp.) hasil samping penepungan dari Bali, alkohol 95%,
phenolphthalein (PP) (Merck), kalium hidroksida (KOH) (Merck), asam asetat
glasial (Merck), kloroform (Merck), metanol (Merck), kalium iodida (KI)
(Merck), akuades, sodium tiosulfat (Na2S2O3) (Merck), pati (Merck),
trimetilpentana (isooktan) (Merck), p-anisidin (Sigma Aldrich), natrium
hidroksida (NaOH) (Merck), magnesol XL, carboxymethyl cellulose (CMC),
lesitin dan bahan tambahan makanan. Alat yang digunakan yaitu sentrifugasi
(PLC Series), spektrofotometer UV-VIS (Agilent 8453), Agilent Technologies
7890A GC system, mikroskop Primo Star (ZEISS), timbangan digital (Quattro),
stirrer (Coming PC-420 D), Brookfield Viscometer, vortex, evaporator rotor
vacuum Eyela-Japan (CCA-1111, DTC-21), perangkat Kromatografi Gas
Shimadzu GC 2010 Plus dengan standar SupelcoTM 37 Component FAME Mix,
kompor listrik, penangas air dan alat gelas lainnya untuk analisis.

Prosedur

Penelitian yang dilakukan meliputi 2 tahap yaitu: 1) penentuan sifat


minyak ikan sardin, 2) penentuan formula dan kestabilan emulsi terbaik.

Penentuan sifat minyak ikan sardin

Tahapan pemurnian meliputi degumming, netralisasi dan bleaching.


Degumming bertujuan menghilangkan pengotor berupa lendir yang terdiri dari
fosfatida, protein, karbohidrat, air, dan resin pada minyak menggunakan asam
sitrat 30%. Kaustik soda (NaOH) yang ditambahkan pada tahapan netralisasi
berdasarkan asam lemak bebas sehingga jumlah dan konsentrasi NaOH yang
digunakan harus tepat untuk mencegah terjadinya hidrolisis trigliserida dan
pembentukan sabun yang berlebihan. Konsentrasi NaOH dengan berbagai derajat
Baume dapat dilihat pada Tabel 1.
5

Tabel 1 Konsentrasi NaOH dengan berbagai derajat Baume (Hodgum 1995)


Derajat Baume (°Be) Konsentrasi NaOH (%)
16 11.06
18 12.68
20 14.36
22 16.09
24 17.87
26 19.70

Tahapan bleaching pada penelitian menggunakan magnesol XL dengan


konsentrasi 5%. Tujuan penggunaan adsorben magnesol XL karena adanya
senyawa silikat pada magnesol yang dapat menghilangkan berbagai komponen
polar antara lain sabun, fosfolipid, sulfur, logam berat, dan produk oksidasi
minyak. Luas permukaan adsorben sangat menentukan kemampuannya dalam
mengadsorbsi komponen polar tersebut.
Minyak kasar tidak dilakukan proses pemurnian; minyak kasar sentrifugasi
dilakukan passive process menggunakan sentrifugasi; minyak semi refined dengan
tahapan proses degumming (air, dan asam sitrat) dan netralisasi; minyak refined
dengan asam sitrat tahapannya yaitu proses degumming (air dan asam sitrat),
netralisasi, dan bleaching; minyak refined tanpa asam sitrat dengan tahapan
proses degumming (air), netralisasi, dan bleaching.
Tahapan pemurnian yaitu minyak ikan sardin 100 mL dipanaskan pada
suhu 50 °C, kemudian dilakukan proses degumming menggunakan 2 mL air lalu
dihomogenkan selama 10 menit. Tahap selanjutnya yaitu tahapan degumming
dengan menggunakan asam sitrat (30%) sebanyak 0.4 mL, kemudian
dihomogenkan selama 10 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Tahapan berikutnya
yaitu tahapan netralisasi dengan menambahkan kaustik soda (NaOH) 20 °Be lalu
dihomogenkan selama 20 menit dengan kecepatan 1000 rpm, kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Tahap terakhir yaitu
tahapan bleaching dengan menambahkan magnesol XL 5% (b/v) pada minyak
hasil sentrifugasi yang sudah dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 50 °C lalu
dihomogenkan selama 20 menit dengan kecepatan 1000 rpm, kemudian
disentrifugasi lagi dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Minyak yang
dimurnikan kemudian ditambah antioksidan yaitu α-tokoferol 0.2 g/100 mL
minyak sehingga diperoleh minyak yang ditambah tokoferol. Minyak kasar,
minyak kasar sentrifugasi, minyak semi refined, minyak refined dengan asam
sitrat, dan minyak refined tanpa asam sitrat selanjutnya ditentukan sifat-sifatnya.
Penentuan sifat minyak ikan sardin dapat dilihat pada Gambar 1.
6

Minyak A

Degumming air* Sentrifugasi

Degumming
Netralisasi
asam sitrat*

Minyak B
Netralisasi Netralisasi Bleaching**

Bleaching**
Minyak C
Minyak E
Minyak D

Penambahan tokoferol

Minyak C, D, E Parameter oksidasi


yang ditambah minyak, uji fisik
tokoferol minyak, logam berat,
profil asam lemak.

Minyak
* Kulkarni et al. (2014)
terbaik
**Suseno et al. (2012)

Keterangan: A : Minyak kasar


B : Minyak kasar sentrifugasi
C : Minyak semi refined
D : Minyak refined dengan asam sitrat
E : Minyak refined tanpa asam sitrat

Gambar 1 Diagram alir penentuan sifat minyak ikan sardin

Penentuan formula dan kestabilan emulsi terbaik

Bahan emulsi yang digunakan yaitu carboxymethyl cellulose (CMC) dan


lesitin dengan formula 1:1; 1:2; 3:1, dan 3:2 (b/b). Fase air (CMC, akuades, dan
7

bahan tambahan makanan) dihomogenkan selama 10 jam dengan kecepatan 1000


rpm, kemudian ditambah fase minyak (lesitin dan minyak terbaik) lalu
dihomogenkan lagi selama 2 jam dengan kecepatan 1000 rpm, selanjutnya
dihomogenkan menggunakan homogenizer. Emulsi yang dihasilkan disimpan
selama 30 hari pada suhu ruang. Diagram alir penentuan formula emulsi dapat
dilihat pada Gambar 2.

CMC 1%, 3% Lesitin 1%, 2%


(b/b) (b/b)

Akuades,
Essence 1 g, Na Minyak 10%
benzoat 0.2 g

Penghomogenan (1000 rpm, Penghomogenan (1000 rpm,


20 °C), 10 jam 20 °C), 2 jam

Fase air Fase minyak

Pencampuran

Penghomogenan

Uji hedonik
Emulsi

Viskositas, pH, diameter


Penyimpanan 30 hari globula, nilai persen
stabilitas, dan parameter
oksidasi minyak
Emulsi terbaik

Gambar 2 Diagram alir penentuan formula terbaik emulsi


8

Analisis Parameter Oksidasi dan Emulsi

a. Analisis logam berat (BSN 2009)


Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 mL
kemudian ditambah 15 mL HNO3 pekat dan 5 mL HClO4, didiamkan 24 jam.
Sampel didestruksi hingga jernih, didinginkan, dan ditambah 10-20 mL air bebas
ion. Sampel selanjutnya dipanaskan pada suhu 120 °C selama 10 menit, diangkat,
dan didinginkan. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL (labu
dekstruksi dibilas dengan air bebas ion dan dimasukkan ke dalam labu takar).
Larutan ditambah air sampai batas tanda tera. Larutan dikocok dan disaring
dengan kertas saring Whatman No.4. Sampel dipreparasi dan dianalisis sesuai
dengan pengujian logam berat (Cd, Pb, Hg, Ni, As) pada analisis air (APHA 3110
untuk logam Cd, Pb, dan Cu; metode 3114 untuk As; dan metode 3112 untuk Hg).

AxB
Kadar logam (ppm) =
bobot sampel

Keterangan: A : konsentrasi logam dari kurva rendah (µg/mL)


B : volume pelarutan (mL)

b. Idenfikasi asam lemak (AOAC 2005)


Identifikasi asam lemak terdiri dari tiga tahapan yaitu preparasi contoh
(hidrolisis dan esterifikasi), analisis komponen asam lemak sebagai FAME, dan
perhitungan jumlah komponen dalam contoh. Prosedur preparasi contoh yaitu
sampel 20-30 g ditimbang dalam tabung bertutup teflon, ditambah 1 mL NaOH
0.5 N dalam metanol, kemudian didorong dengan nitrogen lalu dipanaskan dalam
penangas air selama 20 menit. Katalis BF 20% sebanyak 2 mL ditambahkan,
kemudian dipanaskan selama 20 menit, didinginkan lalu ditambah 2 mL NaCl
jenuh dan 1 mL isooktan atau heksan. Lapisan heksana dipipet ke dalam tabung
yang berisi 0.1 g Na2SO4 anhidrat dan didiamkan selama 15 menit. Fase cair
dipisahkan dan selanjutnya fase organik diinjeksikan ke kromatografi gas.
Prosedur analisis komponen asam lemak sebagai FAME yaitu kondisi alat diatur
kemudian diinjeksikan 1 µL campuran standar FAME. Bila semua puncak sudah
keluar, diinjeksikan 1 µL contoh yang telah dipreparasi kemudian diukur waktu
retensi dan puncak masing-masing komponen. Waktu retensinya dibandingkan
dengan standar SupelcoTM 37 Component FAME Mix untuk mendapatkan
informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh. Jumlah
komponen dalam contoh dapat dihitung sebagai berikut:

Ax/As x C x V/(100 ) x 100%


FAME (% b/b) =
g

BM FA
Asam lemak (% b/b) = x % FAME
BM FAME
9

Keterangan: Ax : area sampel


As : area standar
C : konsentrasi standar
V : volume contoh
BM FA berat molekul asam lemak yang diinginkan
pengujiannya
BM FAME : berat molekul asam lemak metil ester

c. Penentuan kadar asam lemak bebas (FFA) (AOCS 1998)


Minyak ikan sardin ditimbang 2 g kemudian ditambah 25 mL alkohol 95%
lalu dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit, kemudian campuran tersebut
ditetesi indikator phenolphthalein (PP) sebanyak 2 mL. Campuran tersebut
dikocok dan dititrasi dengan kalium hidroksida (KOH) 0.1 N sampai muncul
warna merah muda yang tidak hilang dalam 10 detik. Persentase FFA dihitung
berdasarkan persamaan berikut:

AxNxM
% FFA =
10 G

Keterangan: A : volume titrasi (mL)


N : normalitas KOH (0.1 N)
M : berat molekul asam lemak palmitat (256.43 g/mol)
G : berat sampel minyak ikan (g)

d. Penentuan bilangan peroksida (PV) (AOCS 1998)


Sampel minyak ikan sardin ditimbang sebanyak 2 g kemudian ditambah 30
mL larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2), selanjutnya ditambah 0.5 mL
larutan kalium iodida (KI), larutan dikocok dengan hati-hati agar tercampur,
ditambah 30 mL akuades. Larutan indikator kanji 1% sebanyak 0.5 mL
ditambahkan yang ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru. Tahap
selanjutnya dilakukan titrasi larutan 0.01 N sodium tiosulfat (Na2S2O3) hingga
larutan berubah warna menjadi kuning. Perhitungan nilai peroksida dilakukan
dengan persamaan berikut:

S x N x 1000
PV =
G

Keterangan: S : volume titrasi sodium tiosulfat (mL)


N : normalitas sodium tiosulfat (0.01)
G : berat sampel minyak ikan (g)

e. Analisis nilai keasaman (AV) (AOCS 1998)


Penentuan derajat keasaman dilakukan dengan cara mengalikan konstanta
dengan asam lemak bebas (FFA). Persamaan nilai keasaman (mg KOH/mL
minyak) adalah:
Derajat Keasaman = k x %FFA
10

Keterangan: K : konstanta palmitat (2.19)


FFA : asam lemak bebas (%)

f. Analisis nilai p-anisidin (AnV) (AOCS 1998)


Pengujian nilai p-anisidin memerlukan dua nilai absorbansi dari dua
larutan uji yang berbeda. Larutan uji 1 dibuat dengan cara melarutkan 1 g sampel
minyak ikan ke dalam 25 mL trimetilpentana (isooktan) dengan blanko yaitu
isooktan. Larutan uji 2 dibuat dengan cara dipipet 5 mL larutan uji 1, kemudian
ditambah 1 mL larutan anisidin lalu dikocok. Larutan anisidin ditambahkan pada
saat pengukuran dengan spektrofotometer. Larutan anisidin dibuat dengan cara
melarutkan 0.1 g anisidin dalam 40 mL asam asetat glasial. Blanko larutan uji 2
yaitu larutan anisidin. Larutan uji 1 dan 2 diukur pada panjang gelombang 350
nm. Nilai anisidin ditetapkan dengan persamaan berikut:

25 x (1.2 A2 − A1)
Nilai anisidin =
G
Keterangan: A1 : nilai absorbansi larutan uji 1
A2 : nilai absorbansi larutan uji 2
G : berat sampel pada larutan uji 1 (g)

g. Analisis nilai total oksidasi (Totox) (AOCS 1998)


Nilai total oksidasi merupakan penentu dari semua parameter oksidasi
minyak. Totox ditentukan dari jumlah dua kali oksidasi primer dan sekunder pada
minyak. Persamaan nilai total oksidasi adalah:

Nilai total oksidasi = (2PV + AnV)

Keterangan: PV : nilai peroksida (meq/kg)


AnV : nilai p-anisidin (meq/kg)

h. Analisis densitas metode Piknometer (Andarwulan et al. 2011)


Piknometer yang digunakan dibersihkan dan dikeringkan kemudian
ditimbang. Piknometer diisi akuades, kemudian ditutup lalu direndam dalam bak
air yang bersuhu 25 oC selama 30 menit. Botol diangkat dari bak dan dikeringkan
dengan kertas penghisap kemudian botol beserta isinya ditimbang. Sampel
disaring terlebih dahulu menggunakan kertas saring untuk membuang benda-
benda asing dan kandungan air. Densitas minyak dihitung dengan rumus:
W−W
DT = x 100%
W"

Keterangan: DT : densitas minyak (g/mL)


W : berat piknometer kosong (g)
W’ : berat piknometer yang berisi sampel (g)
W” : berat air pada suhu 25 °C (g)
11

i. Pengukuran viskositas (O’Brien et al. 2000)


Viskositas diukur dengan menggunakan alat Brookfield Viscometer.
Sampel sebanyak 60 mL dimasukkan ke dalam wadah kemudian dipilih spindel
yang digunakan lalu viskometernya dihidupkan dan dilakukan pengukuran
viskositas sampel. Rotor berputar dan angka yang menunjukkan nilai viskositas
bergerak sampai diperoleh nilai viskositas sampel. Skala yang terbaca
menunjukkan kekentalan sampel yang diperiksa dengan satuan cP (centiPoise).

j. Uji emulsi
Pengujian emulsi terdiri dari pengukuran viskositas, pH, nilai persen
stabilitas, diameter globula, dan pengujian bilangan peroksida. Pengukuran
viskositas berdasarkan O’Brien et al. (2000) menggunakan Brookfield Viscometer.
Pengukuran pH emulsi dilakukan dengan menggunakan pH meter model 410 A.
Cara kalibrasi pH meter yaitu elektroda dicelupkan ke dalam buffer pH 4
kemudian dicelup lagi ke buffer pH 7. Elektroda selanjutnya dicelupkan ke dalam
sampel dan didiamkan sampai memperoleh angka stabil.
Pengukuran diameter globula berdasarkan Martin et al. (1993) yang
dilakukan dengan cara 1 g emulsi dilarutkan dalam 10 mL akuades (1:10)
kemudian divortex, campuran tersebut dipipet 1 tetes pada objek gelas, kemudian
diamati dengan mikroskop digital, perlakuan dilakukan 2 kali ulangan.. Persen
stabilitas emulsi dihitung jika terjadi pemisahan emulsi berdasarkan Lamar et al.
(1976) dengan rumus:
A−B
% stabilitas = x 100%
B
Keterangan: A : tinggi volume total emulsi (cm)
B : tinggi volume creaming

Penentuan bilangan peroksida emulsi menggunakan metode Bligh and Dyer


dengan perbandingan pelarut kloroform dan metanol yaitu 1:1. Metanol dan
kloroform dicampur kemudiaan ditambahkan ke dalam emulsi dengan
perbandingan pelarut dan emulsi yaitu 1:1.

k. Uji hedonik
Uji hedonik yang dilakukan menggunakan skor mulai dari skor terendah
hingga skor tertinggi. Uji hedonik yang dilakukan meliputi aroma, warna, dan
viskositas. Pengujian hedonik atau kesukaan berdasarkan BSN (2009), yaitu:
Kriteria: 1. Amat sangat tidak suka 2. Sangat tidak suka 3. Tidak suka
4. Agak tidak suka 5. Netral 6. Agak suka
7. Suka 8. Sangat suka 9. Amat sangat
suka

l. Uji cycling test (Stabilitas Dipercepat) (Allen 1998)


Formula emulsi (1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2) dibuat kemudian dilakukan
penyimpanan pada 2 suhu yaitu 4 °C dan 40 °C masing-masing selama 12 jam,
yang disebut 1 siklus. Penyimpanan dilakukan sampai pada siklus ke-6.
Pengamatan yang dilakukan warna, aroma, konsistensi, dan viskositas.
12

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan SPSS Statistics Version 21. Rancangan


percobaan tahap penentuan sifat minyak ikan sardin terutama parameter oksidasi
minyak, viskositas, dan densitas; penentuan emulsi terbaik menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan.
Yij = μ + 𝜏i + єij

Keterangan: Yij : pengamatan dari ke-i pada ulangan ke-j


μ : nilai tengah umum
τi : pengaruh perlakuan ke-i
єij : galat percobaan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j

Apabila F hitung > F tabel, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Uji
Duncan didasarkan pada sekumpulan nilai beda nyata yang ukurannya semakin
besar, tergantung pada jarak di antara pangkat-pangkat dari dua nilai tengah yang
dibandingkan.
KTG
R𝑝 = r 𝛼, 𝑝, 𝑣 √
r

Keterangan: KTG : kuadrat tengah galat


R : ulangan
r α,p,v : nilai wilayah nyata Duncan
Α : taraf nyata
P : jarak relatif antara perlakuan tertentu dengan peringkat
berikutnya (2,3,...t)
V : derajat bebas galat
13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat-sifat Minyak Ikan Sardin (Sardinella sp.)

Bahan baku ikan sardin yang digunakan berasal dari PT. Hosana Buana
Tunggal, Bali. Minyak yang diperoleh dimurnikan sehingga diperoleh minyak
murni. Kualitas minyak ditentukan berdasarkan kandungan logam berat, profil
asam lemak, parameter oksidasi, dan sifat fisik minyak. Foto minyak ikan sardin
yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kandungan logam berat

Logam berat merupakan zat pencemar yang mempengaruhi kualitas air


dan kehidupan organisme karena mudah terurai dan terakumulasi (Ika et al. 2012;
Nugraha 2009). Logam berat yang terakumulasi pada ikan air laut bukan hanya
berasal dari air tapi juga dari sedimen atau plankton. Logam berat pada air dan
sedimen akan diserap oleh bakteri, fitoplankton, dan zooplankton. Kandungan
logam berat minyak ikan sardin kasar dan minyak hasil pemurnian dapat dilihat
pada Tabel 2. Hasil kandungan logam berat minyak kasar dapat dilihat pada
Lampiran 2.

Tabel 2 Kandungan logam berat minyak ikan sardin


Minyak kasar Minyak E IFOS
Jenis logam berat
(ppm) (ppm) (2014)
Timbal (Pb) Ttd Ttd <0.1 ppm
Kadmium (Cd) 0.02 0.01 <0.1 ppm
Merkuri (Hg) 0.63 0.03 <0.1 ppm
Arsen (As) Ttd Ttd <0.1 ppm
Nikel (Ni) 0.09 0.03 <0.1 ppm
Keterangan: E = minyak refined tanpa asam sitrat; International Fish Oil Standard (IFOS).

Kadar Pb dan As dari hasil penelitian untuk minyak kasar tidak terdeteksi,
sesuai dengan pernyataan Priatna et al. (2016) bahwa tidak terdeteksi logam berat
disebabkan oleh terakumulasinya logam berat lebih banyak pada insang dibanding
daging. Kandungan logam berat pada ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni
habitat, musim, dan sifat biologis ikan (Yabanli 2013; Ahmed et al. 2014;
Praveena dan Lin 2015). Kadar Pb dan As juga tidak terdeteksi pada minyak
refined tanpa asam sitrat karena konsentrasinya yang rendah dan masih berada
dibawah batas deteksi alat (Harsojo dan Darsono 2014; Lubis dan Aman 2008).
Endrinaldi (2010) menyatakan bahwa keracunan Pb mengakibatkan mual, sakit
perut, kerusakan ginjal bahkan kematian. Dampak yang ditimbulkan dari logam
berat As yaitu pigmentasi kulit, dan keratosis (Istarani dan Pandebesie 2014).
Kadar logam berat Cd dan Ni pada minyak kasar tergolong rendah dan
memenuhi standar IFOS. Kandungan logam berat Hg tergolong tinggi dan tidak
memenuhi standar IFOS pada minyak kasar, logam berat Hg mengalami
14

penurunan setelah minyak dimurnikan terutama pada tahapan bleaching


menggunakan magnesol XL. Magnesol memiliki senyawa silika yang merupakan
senyawa berpori dengan diameter 2 dan 50 nm sehingga dapat menyerap
komponen sulfur, logam berat, dan produk oksidasi (Tzvetkova dan Nickolov
2011; Faccini et al. 2011; Ghazani 2012). Dampak yang ditimbulkan logam Cd
yaitu kerusakan sistem urinaris, respirasi, sirkulasi dan jantung, reproduksi,
syaraf, dan kerapuhan pada tulang (Tehubijuluw et al. 2013). Dampak Ni yaitu
merusak deoxyribonucleic acid (DNA), meningkatkan resiko kanker, iritasi, dan
imuno-toksisitas (Azni et al. 2014).

Profil asam lemak minyak ikan sardin kasar

Profil asam lemak (Tabel 3) menunjukkan bahwa total asam lemak yang
teridentifikasi sebanyak 22 jenis asam lemak, terdiri dari 10 jenis asam lemak
jenuh (SFA), 4 jenis asam lemak tidak jenuh rangkap tunggal (MUFA), 8 jenis
asam lemak tidak jenuh rangkap banyak (PUFA). Hasil profil asam lemak minyak
ikan sardin kasar dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 3 Profil asam lemak minyak ikan sardin kasar


Asam lemak % (b/b)
Asam laurat (C12:0) 0.11
Asam tridekanoat (C13:0) 0.06
Asam miristat (C14:0) 7.18
Asam pentadekanoat (C15:0) 0.60
Asam palmitat (C16:0) 16.70
Asam heptadekanoat (C17:0) 0.80
Asam stearat (C18:0) 3.92
Asam arakhidat (C20:0) 0.37
Asam heneikosanoat (C21:0) 0.08
Asam benehat (C22:0) 0.24
Total SFA 30.06
Asam miristoleat (C14:1) 0.02
Asam palmitoleat (C16:1) 4.89
Asam oleat (C18:1n9c) 6.09
Asam cis-10- heptadekanoat (C17:1) 0.42
Asam nervonat (C24:1) 0.42
Total MUFA 11.84
Asam linolelaidat (C18:2n9t) 0.06
Asam linoleat (C18:2n6c) 1.19
Asam γ-linolenat (C18:3n6) 0.17
Asam cis-11,14-eikosedienoat (C20:2) 0.16
Asam cis-8,11,14-eikosetrienoat (C20:3n6) 0.21
Asam arakhidonat (C20:4n6) 1.78
Asam cis-5,8,11,14,17-eikosapentaenoat (C20:5n3) 8.37
Asam cis-4,7,10,13,16,19-dokosaheksaenoat (C22:6n3) 12.52
Total PUFA 24.46
Total asam lemak teridentifikasi 66.36
Total asam lemak tidak teridentifikasi 33.64
15

Minyak ikan sardin kasar memiliki kandungan omega-3 yang tinggi


terutama EPA dan DHA yang berpotensi bagi kesehatan manusia. Kandungan
omega-3 pada minyak ikan sardin kasar lebih tinggi (20.89%) dibanding omega-6
(3.35%) atau dengan perbandingan 6:1. Hasil yang diperoleh sesuai dengan
standar WHO bahwa kebutuhan omega-3 dan omega-6 minimum 1:5.
Perbandingan omega-3 dan omega-6 yaitu 2-3:1 dapat mengobati penyakit asma
dan inflamasi (Simopoulos 2016). Menurut Kang (2005), perbandingan 1:1 dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker. Kandungan omega-3 yang tinggi pada
minyak ikan sardin kasar sangat baik bagi kesehatan. Omega-3 yang terdapat pada
ikan tidak diproduksi sendiri melainkan berasal dari mikroalga penghasil omega-
3. Aidos (2002b) melaporkan bahwa produsen utama asam lemak omega-3 berasal
dari mikroorganisme laut yaitu fitoplankton antara lain chlorella, diatome, dan
dinoflagellata. Kandungan dan komposisi asam lemak pada ikan dipengaruhi oleh
banyak faktor yaitu jenis makanan, letak geografis, umur, musim, dan cara
pengolahan ikan (Celik et al. 2005; Panagan et al. 2011). Profil asam lemak
minyak ikan sardin kasar menunjukkan bahwa terdapat asam lemak tidak
teridentifikasi yang disebabkan oleh adanya komponen pengotor pada minyak.

Parameter oksidasi minyak ikan sardin

Kualitas minyak kasar, minyak kasar sentrifugasi, minyak semi refined,


minyak refined dengan asam sitrat, dan minyak refined tanpa asam sitrat
ditentukan dari parameter oksidasi primer dan sekunder. Parameter oksidasi
primer dan sekunder dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Parameter oksidasi minyak ikan sardin


Parameter oksidasi
Jenis
minyak FFA PV AV AnV Totox
(%) (meq/kg) (mg KOH/g) (meq/kg) (meq/kg)
A 13.85±0.36b 46.25±0.35d 27.56±0.72c 27.55±0.13d 120.05±0.83e
B 15.52±0.55c 46.75±0.35d 30.87±1.08d 15.99±4.60bc 109.49±3.89d
C 0.58±0.09a 12.75±0.35c 1.14±0.18a 20.38±2.83c 45.88±3.54c
D 0.71±0.09a 9.50±0.71b 1.40±0.18a 12.13±0.89ab 31.13±2.30b
E 0.19±0.09a 3.99±0.01a 0.38±0.18a 8.54±1.11 a 16.52±1.14a
IFOS
1.50 5.00 3.00 20.00 26.00
(2014)
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya
perbedaan nyata (p<0.05). A = minyak kasar, B = minyak kasar sentrifugasi, C =
minyak semi refined, D = minyak refined dengan asam sitrat, E = minyak refined
tanpa asam sitrat. Asam lemak bebas (FFA), bilangan peroksida (PV) bilangan
asam (AV), nilai anisidin (AnV), total oksidasi (Totox). Ulangan dilakukan
sebanyak 2 kali.
16

Kadar asam lemak bebas (FFA)


Kadar asam lemak bebas merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui tingkat hidrolisis trigliserida di dalam minyak ikan dan memiliki
stabilitas yang rendah. Kadar asam lemak bebas yang tinggi menyebabkan
peningkatan kerentanan terhadap oksidasi dan produk oksidasi yang terbentuk
dapat berpotensi menimbulkan ketengikan (Estiasih et al. 2009).
Kadar FFA (Tabel 4) menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0.05) pada
jenis minyak kasar, minyak kasar sentrifugasi, dan minyak refined tanpa asam
sitrat. Nilai FFA terbesar dari hasil penelitian terdapat pada jenis minyak kasar
sentrifugasi sebesar 15.52% dan terendah pada jenis minyak refined tanpa asam
sitrat yaitu 0.19%. Jenis minyak kasar sentrifugasi memiliki FFA yang tinggi
karena minyak tersebut masih berbentuk kasar atau tidak dimurnikan; terjadi
hidrolisis karena banyak komponen pengotornya (Suryani et al. 2016). Minyak
dengan persentase asam lemak bebas yang tinggi akan memiliki aroma dan rasa
yang kurang baik (Sathivel et al. 2003) serta mudah teroksidasi menjadi produk
turunan yaitu aldehid dan keton. Produk turunan tersebut menyebabkan
ketengikan pada minyak.
Minyak refined tanpa asam sitrat memiliki nilai FFA yang rendah karena
sudah mengalami proses pemurnian (degumming, netralisasi, dan bleaching).
Minyak refined tanpa asam sitrat dilakukan proses degumming dengan air tanpa
degumming asam sitrat. Proses degumming dengan air bertujuan menghilangkan
fosfatida hydratable melalui sentrifugasi (Ristianingsih et al. 2011). Fosfatida
hydratable adalah fosfatida yang terlepas dari minyak dan larut dalam air,
dipisahkan dengan sentrifugasi (Kulkarni et al. 2014). Menurut Aisyah et al.
(2010), tahapan netralisasi merupakan suatu tahapan pemisahan asam lemak bebas
pada minyak ikan dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
(NaOH) sehingga membentuk sabun. Konsentrasi NaOH yang digunakan sangat
mempengaruhi persentase asam lemak bebas, semakin tinggi konsentrasi NaOH
maka semakin rendah persentase asam lemak bebas. Konsentrasi NaOH 20 °Be
digunakan dalam penelitian karena dapat menurunkan asam lemak bebas minyak
refined tanpa asam sitrat menjadi 0.19%. Tahap netralisasi dapat menurunkan
FFA menjadi 1.25% (Susenoa et al. 2015); reduksi FFA sebesar 90.77% (Susenob
et al. 2015).
Bleaching atau pemucatan menurut Srimiati et al. (2015) adalah tahapan
untuk memperbaiki warna dari minyak menggunakan adsorben alami maupun
sintetis. Adsorben yang digunakan dalam penelitian yaitu magnesol XL karena
magnesol memiliki senyawa silikat. Gugus hidrogen-silanol pada magnesol akan
berikatan dengan gugus oksigen-karbonil sehingga menurunkan kadar asam lemak
bebas dan dapat memperbaiki warna minyak (Yang 2003). Kemampuan magnesol
dapat menyerap asam lemak bebas dan pigmen tergantung dari gugus silanol.
Konsentrasi magnesol yang digunakan dalam pemurnian yaitu 5% karena
konsentrasi tersebut dapat mereduksi pigmen pada minyak ikan (Suseno et al.
2012). Konsentrasi adsorben yang tinggi sangat efektif dalam menurunkan kadar
asam lemak bebas sesuai dengan penelitian Yuliana et al. (2005) bahwa kalsium
silikat dengan konsentrasi 10% dapat menurunkan kadar FFA dari 1.28% menjadi
0.52%. Hasil penelitian Susenoc et al. (2015) yaitu pemurnian minyak ikan sardin
menggunakan adsorben magnesol dapat mereduksi PV sebesar 30.68%. Bahri
17

(2014) menyatakan bahwa kadar FFA akan semakin meningkat jika tidak ada
keseimbangan antara adsorben dengan volume minyak yang dipucatkan.

Bilangan peroksida (PV)


Bilangan peroksida (Tabel 4) menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0.05)
pada jenis minyak semi refined, minyak refined dengan asam sitrat, dan minyak
refined tanpa asam sitrat. Nilai PV terbesar dari hasil penelitian terdapat pada
jenis minyak kasar sentrifugasi sebesar 46.75 meq/kg.
Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan bahwa minyak tersebut
memiliki peningkatan kerusakan. Hal ini dapat diakibatkan karena adanya
pemanasan pada tiap tahap proses pengolahan yang dapat mempercepat proses
oksidasi minyak dengan O2 dan air. Hidroperoksida hasil dari proses oksidasi pada
minyak dapat memecah ikatan rantai tak jenuh menjadi ikatan jenuh. Senyawa
hidroperoksida terbentuk dalam minyak disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain faktor kesegaran bahan, dan perlakuan suhu (Aidos et al. 2002a).
Minyak refined tanpa asam sitrat memiliki bilangan peroksida terendah
yaitu 3.99 meq/kg karena sudah dilakukan pemurnian. Bilangan peroksida yang
rendah disebabkan oleh adanya reaksi saponifikasi pada proses netralisasi dan
adanya proses bleaching. Menurut Yuliana et al. (2005), magnesol dapat
mengadsorbsi senyawa organik antara lain senyawa-senyawa peroksida karena
adanya gugus silanol pada permukaan magnesol. Suhu akan mempercepat
penyerapan peroksida oleh magnesol sehingga menurunkan nilai peroksida. Nilai
peroksida yang diperoleh dari hasil penelitian Susenoa et al. (2015) yaitu 4.40
meq/kg; hasil penelitian Susenob et al. (2015) terjadi reduksi peroksida sebesar
36.92%, hasil penelitian Susenoc et al. (2015) menggunakan adsorben Miracle
Filter Powder (MFP) dapat mereduksi PV sebesar 21.68%. Kombinasi passive
filter dan magnesol XL juga dapat mereduksi FFA sebesar 85.88% (Suseno et al.
2011).

Bilangan asam (AV)


Bilangan asam merupakan jumlah mg KOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau
lemak. Bilangan asam (Tabel 4) menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0.05) pada
jenis minyak kasar, minyak kasar sentrifugasi, dan minyak refined dengan asam
sitrat. Bilangan asam terbesar dari hasil penelitian terdapat pada jenis minyak
kasar sentrifugasi yaitu 30.87 mg KOH/g. Bilangan asam yang tinggi pada
minyak kasar disebabkan oleh adanya komponen pengotor, misal protein,
karbohidrat, air, logam berat, dan pigmen. Minyak refined tanpa asam sitrat
memiliki bilangan asam terendah yaitu 0.38 mg KOH/g. Hasil yang diperoleh
didukung oleh Susenob et al. (2015) yang melaporkan bahwa bilangan asam
minyak ikan sardin yaitu 0.67 mg KOH/kg.
Bilangan asam yang rendah disebabkan oleh dilakukannya proses
pemurnian. Tahapan bleaching dapat mengadsorbsi asam lemak bebas pada
minyak sehingga menurunkan bilangan asam minyak. Menurut Widayat (2007),
proses adsorbsi semakin baik jika luas adsorben semakin kecil sehingga
meningkatkan luas permukaan adsorbsi. Menurut Chasani et al. (2014), semakin
banyak KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam
minyak menunjukkan bahwa semakin besar bilangan asam. Bilangan asam yang
18

tinggi menunjukkan bahwa semakin banyak asam lemak bebas yang terdapat di
dalam minyak. Pemanasan juga memberikan perubahan komposisi minyak, dan
perubahan struktur kimia komponen penyusun minyak sehingga menyebabkan
terjadinya perubahan bilangan asam (Koezen et al. 2008; Andina 2014).

Nilai anisidin (AnV)


Nilai p-anisidin bertujuan mengukur produk sekunder hasil oksidasi atau
komponen karbon yang berpengaruh terhadap pembentukan bau yang kurang
menyenangkan pada minyak ikan. Nilai anisidin minyak (Tabel 4) menunjukkan
hasil yang berbeda nyata (p<0.05) terdapat pada minyak kasar, dan minyak
refined tanpa asam sitrat. Nilai anisidin terbesar dari hasil penelitian terdapat pada
minyak kasar yaitu 27.55 meq/kg.
Susenoa et al. (2015) melaporkan bahwa minyak lemuru kasar memiliki
nilai anisidin 31.79 meq/kg. Nilai anisidin yang tinggi disebabkan oleh banyaknya
komponen pengotor pada minyak yang akan terdekomposisi lebih lanjut menjadi
senyawa aldehid. Senyawa aldehid dan turunannya terbentuk dari reaksi antara
polyunsaturated fatty acid (PUFA) dengan oksigen dan suhu tinggi sehingga
membentuk senyawa aldehid, keton dan turunannya. Nilai anisidin terendah
terdapat pada minyak refined tanpa asam sitrat yaitu 8.54 meq/kg. Rendahnya
nilai anisidin tersebut disebabkan oleh penggunaan adsorben magnesol XL yang
dapat menyerap aldehid.

Total oksidasi (Totox)


Totox digunakan untuk mengukur progresivitas dari proses deteriorasi
minyak dan menyediakan informasi mengenai pembentukan produk primer dan
sekunder oksidasi. Bilangan totox dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
kerusakan minyak yang disebabkan oleh oksidasi lemak. Bilangan totox untuk
semua jenis minyak (Tabel 4) berbeda nyata (p<0.05). Bilangan totox tertinggi
dari hasil penelitian terdapat pada jenis minyak kasar yaitu 120.05 meq/kg. Nilai
totox yang tinggi pada minyak kasar disebabkan oleh adanya komponen pengotor.
Susenoa et al. (2015) melaporkan bahwa minyak lemuru kasar memiliki nilai totox
31.79 meq/kg; nilai totox minyak sardin kasar 30.65 meq/kg (Suseno et al. 2014b).
Hasil penelitian tersebut didukung oleh pernyataan Montesqrit dan Ovianti (2013)
bahwa bahwa bilangan total oksidasi pada minyak ikan berkisar 14.80-41.72
meq/kg. Seiring dengan lamanya penyimpanan, terjadi peningkatan totox sebesar
24.76 meq/kg pada minggu ke-4 (Montesqrit 2007).
Bilangan totox yang rendah disebabkan oleh kemampuan adsorben dalam
menurunkan parameter oksidasi minyak ikan karena berhubungan dengan ukuran
pori. Molekul yang memiliki ukuran pori yang besar cenderung sulit masuk ke
dalam pori adsorben (Vitara 2007). Faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi
dari adsorben yaitu luas area permukaan, ukuran pori, kelarutan adsorbat, pH, dan
suhu. Suseno et al. 2014b melaporkan bahwa kombinasi adsorben atalpugit dan
bentonit dapat menurunkan nilai totox menjadi 4.85 meq/kg. Hasil penelitian
Suseno et al. (2014a) yaitu bentonit 3% dapat menurunkan bilangan totox menjadi
51.43 meq/kg. Kecepatan oksidasi minyak/lemak yang dibiarkan di udara akan
bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu
(Ketaren 1986).
19

Karakteristik fisik minyak

Karakteristik fisik minyak meliputi densitas, dan viskositas. Densitas


bertujuan untuk mengetahui massa jenis suatu minyak ikan. Menurut Wahyuni et
al. (2015), densitas adalah jumlah zat yang terkandung dalam suatu unit volume.
Densitas minyak berkisar antara 0.88-0.90 g/mL. Densitas minyak umumnya
meningkat dengan penurunan berat molekul dan temperatur, serta peningkatan
ketidakjenuhan asam lemak penyusunnya. Nilai densitas minyak dapat dilihat
pada Gambar 3.

0.91 a
0.905
0.9 a a
Nilai Densitas

0.895
0.89 a a
0.885
0.88
0.875
0.87
0.865
0.86
A B C D E

Jenis Minyak

Gambar 3 Densitas minyak ikan: ( ) nilai densitas (g/mL). Jenis minyak: A =


minyak kasar, B = minyak kasar sentrifugasi, C = minyak semi
refined, D = minyak refined dengan asam sitrat, dan E = minyak
refined tanpa asam sitrat.

Nilai densitas berbagai minyak pada Gambar 3 tidak berbeda nyata


(p>0.05). Hasil yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Aluyor et al. (2009)
bahwa proses pemurnian tidak memberikan efek signifikan pada nilai densitas.
Minyak kasar memiliki nilai densitas yang tinggi karena masih terdapat
komponen pengotor yang mempengaruhi berat minyak. Minyak kasar sentrifugasi
memiliki nilai densitas yang lebih rendah dibanding minyak kasar karena adanya
proses pasif yang mengendapkan komponen pengotor. Minyak hasil pemurnian
(refined dengan asam sitrat dan refined tanpa asam sitrat) memiliki nilai densitas
yang rendah dibanding minyak kasar. Menurut Suryani et al. (2016), penurunan
densitas terjadi karena proses penghilangan berbagai komponen pengotor minyak
setelah proses pemurnian.
Viskositas adalah ukuran kekentalan suatu cairan atau fluida (Sutiah et al.
2008; Mujadin et al. 2014). Analisis viskositas untuk mengetahui tingkat
kekentalan minyak ikan. Nilai viskositas minyak berkisar antara 32-39 cP.
Viskositas minyak meningkat seiring dengan peningkatan panjang rantai asam
lemak serta penurunan ketidakjenuhan asam lemak (O'Brien et al. 2000).
Perubahan viskositas sering dijadikan indikator untuk memonitor proses
20

pengolahan minyak yaitu proses interesterifikasi, transesterifikasi, dan


hidrogenasi.
Nilai viskositas berbagai minyak (Gambar 4) menunjukkan hasil berbeda
nyata (p>0.05) yang disebabkan oleh perbedaan kerapatan tiap minyak. Minyak
refined tanpa asam sitrat memiliki nilai viskositas lebih rendah dibanding minyak
lainnya karena semua pengotor telah hilang melalui proses pemurnian sehingga
molekul-molekul minyak tidak mengalami perenggangan. Hasil yang diperoleh
sesuai dengan pernyataan Sutiah et al. (2008) bahwa viskositas dalam cairan
ditimbulkan oleh gesekan dalam lapisan-lapisan cairan, sehingga makin besar
gesekan yang terjadi maka viskositasnya semakin besar dan sebaliknya.

50
b
40 a c c d
Nilai Viskositas

30

20

10

0
A B C D E
Jenis Minyak

Gambar 4 Viskositas minyak ikan: ( ) nilai viskositas (cP). Jenis minyak: A =


minyak kasar, B = minyak kasar sentrifugasi, C = minyak semi
refined, D = minyak refinedV dengan asam sitrat, dan E = minyak
refined tanpa asam sitrat. i
s
k
o
Penentuan Formula dan Kestabilan Terbaik Emulsi
s
Tahap ini menggunakan minyaki refined tanpa asam sitrat serta emulsifier
t
carboxymethyl cellulose (CMC) dan lesitin dengan berbagai formula. Emulsi
a
tersebut dibuat kemudian dilakukan penyimpanan hingga terjadi creaming. Foto
emulsi minyak ikan sardin dapat dilihats pada Lampiran 4. Pengujian yang
dilakukan meliputi pengujian profil asam lemak, parameter emulsi dan parameter
oksidasi minyak hasil ekstrak emulsi. e
m
Profil asam lemak u
l
Profil asam lemak dilakukan untuk
s mengetahui komposisi asam lemak
pada minyak ikan sardin. Profil asam lemak
i (Tabel 5) menunjukkan bahwa asam
lemak yang teridentifikasi pada minyak kasar ada 21 jenis asam lemak; minyak
refined tanpa asam sitrat ada 27 jenis asam
m lemak; minyak hasil ekstrak emulsi
ada 19 jenis asam lemak. Asam lemak yang
i teridentifikasi tergolong asam lemak
jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh rangkap
n tunggal (MUFA) dan asam lemak
tidak jenuh jamak (PUFA). Hasil profilyasam lemak dapat dilihat pada Lampiran
3. a
k

i
k
a
n

(
21

Tabel 5 Profil asam lemak minyak ikan sardin


% (b/b)
Asam lemak
A D F SE
Asam laurat (C12:0) 0.11 0.07 0.06 0.03
Asam tridekanoat (13:0) 0.06 0.04 - -
Asam miristat (C14:0) 7.18 5.70 4.93 3.09
Asam pentadekanoat (C15:0) 0.60 0.47 0.42 -
Asam palmitat (C16:0) 16.70 14.92 13.11 7.85
Asam heptadekanoat (C17:0) 0.80 0.63 0.58 -
Asam stearat (C18:0) 3.92 3.51 3.20 1.66
Asam arakhidat (C20:0) 0.37 0.32 0.30 0.07
Asam heneikosanoat (C21:0) 0.08 0.06 0.05 -
Asam benehat (C22:0) 0.24 0.22 0.20 -
Asam trikosanoat (C23:0) - 0.05 - -
Asam butirat - - - 0.27
Asam kaproat - - - 0.18
Total SFA 30.06 25.99 22.85 13.15
Asam miristoleat (C14:1) 0.02 - - -
Asam palmitoleat (C16:1) 4.89 3.87 3.25 5.21
Asam oleat (C18:1n9c) 6.09 4.46 5.24 14.77
Asam elaidat (C18:1n9t) - 0.06 0.05 -
Asam cis-10- heptadekanoat (C17:1) 0.42 0.35 0.29 -
Asam linolelaidat (C18:2n9t) 0.06 0.06 - -
Asam cis-11-eikosanoat (C20:1) - 1.09 - -
Asam nervonat (C24:1) - 0.36 - -
Total MUFA 11.90 10.25 8.83 19.98
Asam linoleat (C18:2n6c) 1.19 5.83 5.14 1.18
Asam γ-linolenat (C18:3n6) 0.17 0.17 0.13 -
Asam linolenat (C18:3n3) - 0.16 - 0.47
Asam cis-11,14-eikosedienoat (C20:2) 0.16 0.15 0.12 -
Asam arakhidonat (C20:4n6) 1.78 1.96 1.26 0.47
Asam cis-5,8,11,14,17-eikosapentaenoat 8.37 9.59 6.03 8.78
(C20:5n3)
Asam cis-8,11,14-eikosatrienoat
0.21 0.17 - -
(C20:3n6)
Asam cis-4,7,10,13,16,19-
12.52 15.98 8.84 13.62
dokosaheksaenoat (C22:6n3)
Asam cis-13,16-dokosaheksaenoat
- 0.03 - -
(C22:2)
Total PUFA 24.40 34.04 21.52 24.52
Total asam lemak teridentifikasi 66.36 70.28 53.20 57.65
Total asam lemak tidak teridentifikasi 33.64 29.72 46.80 42.35
Keterangan: A = minyak kasar, D = minyak refined tanpa asam sitrat, F = minyak hasil ekstrak emulsi.

Kandungan asam lemak jenuh (SFA) dari ketiga minyak yang dominan
yaitu asam palmitat, diikuti asam miristat dan asam stearat. Hasil yang diperoleh
sesuai dengan pernyataan Crexi et al. (2010) bahwa asam palmitat merupakan
asam lemak jenuh yang dominan sekitar 50% dari total asam lemak. Kandungan
asam lemak tidak jenuh rangkap tunggal (MUFA) dari ketiga minyak yang
dominan yaitu asam oleat diikuti asam palmitoleat. Menurut Al-Saghir et al.
22

(2004), oleat berfungsi sebagai sumber energi dan antioksidan. Dampak yang
ditimbulkan akibat kekurangan asam lemak oleat yaitu menyebabkan gangguan
penglihatan, gangguan pertumbuhan sel otak dan menurunkan daya ingat
(Latyshev et al. 2009).
Kandungan asam lemak tidak jenuh rangkap jamak (PUFA) dari ketiga
minyak yang dominan yaitu asam eikosapentanoat (EPA) dan dokosaheksanoat
(DHA). Minyak ikan yang mengandung EPA dan DHA yang tinggi dapat
dijadikan sumber nutraseutikal karena berpotensi menurunkan kadar kolesterol
darah, mencegah penyakit kardiovaskular, dan berperan dalam perkembangan
otak (Seo dan Moujahed 2015). Persentase asam palmitat mengalami penurunan
setelah dilakukan pemurnian dan diekstrak dari emulsi. Asam oleat mengalami
penurunan setelah dilakukan pemurnian, namun mengalami peningkatan setelah
dilakukan ekstraksi dari emulsi. Persentase EPA dan DHA mengalami
peningkatan setelah dilakukan pemurnian dan menurun setelah dilakukan
ekstraksi dari emulsi. Penyimpanan dapat menyebabkan penurunan maupun
peningkatan asam lemak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khamidinal et al.
(2007) bahwa penyimpanan yang tidak tepat menyebabkan terjadinya perubahan
fisik atau kimiawi sehingga terjadi degradasi asam lemak omega-3. Kandungan
EPA dan DHA pada produk. Produk komersial (SE) lebih tinggi dibanding
minyak refined tanpa asam sitrat hasil ekstrak emulsi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa SE juga berpotensi bagi kesehatan karena mengandung EPA dan DHA.
Menurut Susanto dan Fahmi (2014), minyak hati ikan kod mengandung 10% EPA
ditambah DHA. Profil asam lemak minyak ikan sardin (Tabel 5) menunjukkan
bahwa terdapat asam lemak yang tidak teridentifikasi. Faktor penyebab tidak
teridentifikasinya asam lemak yaitu minyak yang digunakan tidak murni. Menurut
Susilawati et al. (2015) tidak teridentifikasinya asam lemak disebabkan oleh
keterbatasan standar yang digunakan dalam pengujian profil asam lemak.

Karakteristik emulsi

Faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan emulsi yaitu suhu, waktu


pengadukan dan kecepatan pengadukan. Peningkatan kecepatan dan lama waktu
pengadukan berperan meningkatkan kestabilan emulsi dan meningkatkan
homogenitas dari suatu campuran (Khan et al. 2013). Pengadukan atau agitasi
adalah suatu proses yang menunjukkan gerakan terinduksi pada suatu bahan atau
campuran dimana proses agitasi akan membentuk pola sirkulasi. Suhu
berpengaruh terhadap beberapa parameter, misalnya tegangan antarmuka antara
dua fase, viskositas interfacial film, solubilitas, tekanan uap, dan viskositas fase
cair (Galindo 2011). Menurut Partal et al. (1997) kenaikan temperatur dapat
membuat emulsi minyak kasar tidak stabil, kenaikan temperatur akan menurunkan
viskositas emulsi sehingga meningkatkan laju tumbukan antar globula serta
meningkatkan perbedaan densitas antara fase air dan minyak. Karakteristik emulsi
yang dilakukan terdiri pengukuran viskositas, pH, nilai persen stabilitas, dan
diameter globula emulsi.

Viskositas
Viskositas merupakan suatu kekentalan medium pendispersi dari suatu
sistem emulsi, semakin tinggi viskositas suatu emulsi maka semakin baik
penghambatan agregasi atau penggabungan kembali globula (Kailaku et al. 2012).
23

Nilai viskositas tertinggi selama penyimpanan hari ke-30 yaitu formula 3:1
sebesar 1300.67 cP dan terendahnya yaitu formula 1:2 sebesar 43.71 cP. Nilai
viskositas selama penyimpanan 30 hari dapat dilihat pada Tabel 6.
Secara teoritis, seiring dengan lamanya penyimpanan menyebabkan
peningkatan viskositas (Lachman et al. 1994). Nilai viskositas (Tabel 6)
menunjukkan bahwa semua formula emulsi mengalami penurunan nilai
viskositas. Nilai viskositas yang rendah disebabkan oleh pergerakan fase
terdispersi (globula) dalam medium pendispersi sehingga peluang terjadinya
tabrakan globula lebih besar dan membentuk globula berukuran besar. Menurut
pernyataan Kailaku et al. (2012), penurunan nilai viskositas selama penyimpanan
disebabkan karena menurunnya kemampuan emulsifier sehingga terjadi
pergerakan globula. Nilai viskositas yang tinggi juga mengindikasikan baik
tidaknya suatu emulsi (Hartayanie et al. 2014).

Tabel 6 Nilai viskositas formula carboxymethyl cellulose (CMC) dan lesitin (1:1,
1:2, 3:1, dan 3:2) selama 30 hari
Nilai viskositas (cP)
Hari
ke- Produk
1:1 1:2 3:1 3:2
Komersial (SE)
0 346.23±14.31d 122.69±10.26e 2991.66±49.29h 3245.33±25.36h 1227.05±132.23a
2 344.25±22.07d 119.10±6.63de 2899.26±179.97h 2940.52±101.43g 1225.37±134.61a
4 305.03±60.05cd 114.41±2.65de 2761.00±245.79gh 2689.50±152.14fg 1204.67±110.53a
6 268.76±84.05bcd 110.11±3.42cde 2668.60±376.46gh 2420.55±126.78ef 1201.79±114.60a
8 221.05±124.22abcd 106.14±3.73bcde 2429.46±299.62fg 2173.62±222.43e 1195.25±113.17a
10 202.21±123.56abcd 104.66±5.83bcde 2220.63±257.07ef 1813.63±9.72d 1193.07±116.25a
12 191.60±111.26abc 100.85±5.92bcde 2035.55±257.46def 1541.24±119.98cd 1187.42±108.25a
14 171.34±85.31abc 97.98±7.32bcde 1851.72±256.09cde 1277.10±238.01bc 1185.93±110.35a
16 152.03±58.01abc 96.31±7.04bcde 1754.12±132.77bcd 1210.09±237.04ab 1163.51±78.64a
18 131.28±32.76ab 93.38±8.51bcde 1669.72±95.32abcd 1032.19±295.54ab 1153.40±70.54a
20 107.15±6.82ab 89.09±1.32bcde 1572.63±23.55abc 1019.79±67.36ab 1153.02±70.00a
22 99.40±0.91a 79.26±61.82a 1500.12±0.14abc 985.33±21.38ab 1118.73±20.97a
24 94.84±3.57a 74.24±1.06abcd 1447.85±12.55abc 943.91±61.73ab 1117.95± 22.07a
26 92.70±3.56a 69.77±2.97abc 1399.66±0.57ab 914.68±38.88a 1099.44±16.67a
28 89.28±2.28a 67.61±1.08ab 1318.28±10.67ab 901.56±20.32a 1099.44±16.67a
30 84.98±0.05a 43.71±3.06ab 1300.67±0.64a 892.98±9.99a 1086.67±34.72a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan
nyata (p<0.05). Ulangan dilakukan sebanyak 2 kali.

Viskositas suatu emulsi dipengaruhi oleh pengadukan, jenis dan jumlah


emulsifier. Penggunaan CMC pada emulsi bertujuan untuk menghasilkan
viskositas yang kental dan stabil sehingga tidak mudah terjadi creaming selama
penyimpanan kerena CMC merupakan hidrokoloid sedangkan emulsifier lesitin
bertujuan mempercepat terdispersinya minyak dalam air dan menurunkan
24

tegangan permukaan sehingga kestabilan suatu emulsi dapat dipertahankan


(Hartomo dan Widiatmoko 1993; Nasution et al. 2014). Menururt Fitriyaningtyas
dan Widyaningsih (2015), CMC memiliki sifat ionik Na+ karboksil metil selulosa
(CMC) yang dapat mengikat partikel-partikel endapan melalui ikatan silang dalam
molekul polimer sehingga terajadi immobilisasi molekul pelarut (Kamal 2010).
Gugus polar pada CMC akan mengikat air sedangkan gugus non polar mengikat
lemak/minyak (Panglipur dan Sulandari 2014). Konsentrasi zat pengemulsi yang
tinggi menyebabkan semakin tinggi pula viskositas sehingga meningkatkan
stabilitas emulsi (Martin et al. 1993). Menurut pernyataan Anugrahati et al.
(2004), semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid yang digunakan maka semakin
tinggi kekentalan emulsi yang dihasilkan. Penyimpanan yang semakin lama
menyebabkan penurunan viskositas diikuti dengan penurunan stabilitas emulsi.
Hal ini terjadi karena pada viskositas rendah, fase terdispersi (globula) akan
mudah bergerak dalam medium pendispersinya sehingga peluang terjadinya
tabrakan antara sesama globua semakin tinggi dan globula cenderung bergabung
menjadi partikel yang lebih besar dan menggumpal.
Nilai viskositas produk komersial (SE) menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata (p>0.05) mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-30, karena
kemampuan emulsifier yang digunakan dalam pembuatan SE yaitu xanthan gum.
Xanthan gum pada konsentrasi tinggi akan menghasilkan emulsi yang kental
karena terjadi pembentukan ikatan rantai polimer polisakarida komplek antar
molekul xanthan gum (Rowe et al. 2009). Menurut pernyataan Pudyastuti et al.
(2015), xanthan gum pada konsentrasi redah menghasilkan viskositas tinggi
karena terjadi konformasi struktur dari kaku menjadi fleksibel dan tidak teratur
dalam larutan.

Derajat keasaman (pH)


Kestablilan pH adalah salah satu parameter yang sangat penting dalam
menentukan kestabilan suatu emulsi. Nilai pH hari ke-30 untuk formula 1:2 lebih
rendah dibanding dengan formula lainnya yaitu 3.73, nilai pH tertinggi yaitu
formula 3:1 sebesar 4.71. Nilai pH selama penyimpanan 30 hari dapat dilihat pada
Tabel 7.
Nilai pH berbagai formula (1:1, 1:2, 3:1, 3:2, dan SE) selama
penyimpanan dari hari ke-0 sampai hari ke-30 mengalami penurunan. Hasil ini
didukung oleh penelitian Yuliana (2014) bahwa sediaan emulsi yang mengandung
emulgator PGA dan CMC memiliki nilai pH 4.95-5.70 sedangkan sediaan yang
mengandung emulgator CMC dan tragakan diperoleh nilai pH 4.23-5.70 selama
28 hari. Hasil penelitian Lim et al. (2015) menunjukkan bahwa semakin
rendahnya nilai pH menyebabkan destabilitas emulsi selama 24 jam.
Menurut Mu’awanah et al. (2014), penurunan pH disebabkan oleh adanya
kandungan air pada emulsi sehingga terjadi reaksi antara CO2 dan air
menghasilkan asam. Asam yang terbentuk menyebabkan penurunan pH. Hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan pernyataan Fitriyaningtyas dan Widyaningsih
(2015) bahwa CMC dan lesitin memiliki pH yang netral sehingga dengan
meningkatnya konsentrasi emulsifier maka nilai pH juga meningkat selama
penyimpanan. Peningkatan atau penurunan nilai pH emulsi tergantung pada
kandungan air, tipe emulsi dan emulsifier yang digunakan.
25

Tabel 7 Nilai pH formula carboxymethyl cellulose (CMC) dan lesitin (1:1, 1:2,
3:1, dan 3:2) selama 30 hari
Nilai pH
Hari Produk
ke- 1:1 1:2 3:1 3:2 Komersial
(SE)
0 6.42±0.38h 6.20±065k 6.52±0.4i 6.36±0.64h 3.43±0.03e
2 5.56±0.21g 5.37±0.06j 5.67±0.01h 5.74±0.04gh 3.42±0.02e
4 5.36±0.08g 5.19±0.08j 5.59±0.02gh 5.53±0.04gh 3.38±0.04de
6 5.29±0.16fg 510±0.04ij 5.51±0.01gh 5.38±0.04g 3.36±0.08cde
8 5.16±0.22efg 4.97±0.05hij 5.39±0.01fgh 5.29±0.04fg 3.35±0.07cde
10 4.93±0.17def 4.72±0.01ghi 5.29±0.11efg 5.20±0.09efg 3.30±0.13bcde
12 4.87±0.24def 4.66±0.04fgh 5.16±0.71def 5.13±0.11defg 3.26±0.09abcd
14 4.81±0.27de 4.60±0.04efgh 5.11±0.08cdef 5.00±0.01cdefg 3.26±0.09abcd
16 4.74±0.23cde 4.54±0.06efg 5.05±0.06bcde 4.96±0.06bcdefg 3.23±0.05abc
18 4.63±0.26bcd 4.46±0.05defg 5.03±0.09abcde 4.92±0.11bcdefg 3.22±0.06abc
20 4.38±0.02bc 4.26±0.09cdef 4.96±0.06abcd 4.36±0.52abcde 3.19±0.04ab
22 4.31±0.01b 4.20±0.11bcde 4.91±0.09abcd 4.26±0.62abcd 3.19±0.04ab
24 4.26±0.01b 4.11±0.13abcd 4.85±0.07abcd 4.19±0.58abc 3.17±0.04ab
26 4.20±0.00b 4.02±0.13abc 4.82±0.06abc 4.07±0.64ab 3.17±0.04ab
28 3.81±0.01a 3.80±0.00ab 4.77±0.03ab 4.99±0.64a 3.15±0.04a
30 3.78±0.01a 3.73±0.01a 4.71±0.02a 4.44±0.05abcdef 3.15±0.04a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya
perbedaan nyata (p<0.05). Ulangan dilakukan 2 kali.

Produk komersial (SE) juga mengalami penurunan nilai pH selama


penyimpanan 30 hari. Hartayanie et al. (2014) menyatakan bahwa penurunan pH
tersebut disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang akan mengubah
polisakarida dan turunannya menjadi alkohol dan karbondioksida sehingga
memicu produksi asam.

Nilai persen (%) stabilitas


Stabilitas emulsi menurut Deviarny et al. (2012) adalah sifat emulsi untuk
mempertahankan distribusi halus dan teratur fase terdispersi dalam jangka waktu
yang lama. Nilai persen stabilitas emulsi diketahui dengan cara mengamati
creaming yang terjadi selama penyimpanan 30 hari. Nilai persen stabilitas emulsi
dapat dilihat pada Tabel 8.
Menurut Hartayanie et al. (2014), terjadinya creaming dipengaruhi oleh
konsentrasi pengemulsi dan jenis pengemulsi yang digunakan. Creaming dapat
terjadi karena terjadi pelepasan energi bebas sehingga terjadi penyatuan globula.
Globula yang menyatu dapat dipisahkan dengan cara redispersibilitas atau
26

pengocokan kembali. Kestabilan (tidak terjadi creaming) formula berbeda-beda


selama penyimpanan yaitu formula 1:1 hanya 2 hari, formula 1:2 hanya 1 hari,
formula 3:2 selama 28 hari, dan formula 3:2 selama 6 hari. Faktor utama
penentuan kestabilan emulsi adalah jumlah dan jenis emulsifier yang digunakan.
Konsentrasi CMC 3% (b/b) menyebabkan emulsi minyak ikan sardin memiliki
stabilitas yang lama dibanding konsentrasi CMC 1% (b/b). Konsentrasi CMC
yang meningkat menyebabkan emulsi semakin kental karena terjadi pengikatan
air, terjadi immobilisasi partikel sehingga mempengaruhi kestabilan emulsi
(Panglipur dan Sulandari 2014; Kamal 2010). Menurut Fitriyaningtyas dan
Widyaningsih (2015), lesitin berfungsi menurunkan tegangan permukaan air dan
minyak.

Tabel 8 Nilai persen stabilitas formula carboxymethyl cellulose (CMC) dan


lesitin (1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2) selama 30 hari
Nilai % stabilitas emulsi (v/v)
Hari Produk
ke- 1:1 1:2 3:1 3:2 Komersial
(SE)
0 100±0.00 e 100±0.00d 100±0.00 a 100±0.00 b 100±0.00 a
2 100±0.00 e 72.8±38.47c 100±0.00 a 100±0.00 b 100±0.00 a
4 59.11±3.09d 41.08±8.05b 100±0.00 a 100±0.00 b 100±0.00 a
6 44.59±17.44cd 27.72±4.99ab 100±0.00 a 100±0.00 b 100±0.00 a
8 42.17±20.86cd 26.11±7.27ab 100±0.00 a 97.69±3.27b 100±0.00 a
10 32.26±11.41bc 25.00±5.70ab 100±0.00 a 84.06±16.02b 100±0.00 a
12 20.59±1.75ab 25.00±5.70ab 100±0.00 a 72.69±21.21b 100±0.00 a
14 20.25±1.27ab 25.00±5.70ab 100±0.00 a 71.89±24.52b 100±0.00 a
16 19.68±0.46ab 18.24±1.41ab 100±0.00 a 38.08±5.98a 100±0.00 a
18 18.34±2.36ab 18.24±1.41ab 100±0.00 a 29.11±10.52a 100±0.00 a
20 13.34±4.72ab 13.62±5.12a 100±0.00 a 20.84±1.18a 100±0.00 a
22 13.34±4.72ab 11.90±2.68a 100±0.00 a 18.34±2.36a 100±0.00 a
24 13.34±4.72ab 11.90±2.68a 100±0.00 a 18.34±2.36a 100±0.00 a
26 13.34±4.72ab 10.17±0.24a 100±0.00 a 13.34±4.72a 100±0.00 a
28 10.84±1.18a 10.17±0.24a 100±0.00 a 11.67±2.36a 100±0.00 a
30 10.84±1.18a 9.31±0.98a 96.30±0.99 a 11.67±2.36a 100±0.00 a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya
perbedaan nyata (p<0.05). Ulangan dilakukan sebanyak 2 kali.

Formula 3:1 memiliki kestabilan yang baik (tidak terjadi creaming) selama
28 hari karena pada formula tersebut terjadi penurunan tegangan permukaan,
ikatan lemak dan air semakin kuat. Menurut pernyataan Anugrahati et al. (2004),
semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid yang digunakan maka kecenderungan
pemisahan (creaming) sangat kecil. Kestabilan emulsi berkaitan dengan
27

kekentalan suatu emulsi. Kamal (2010) dan Sarungallo et al. (2014) menyatakan
bahwa CMC akan membentuk ikatan silang dan terjadi immobilisasi sehingga
meningkatkan kekentalan. Lesitin juga berfungsi meningkatkan kekentalan karena
adanya penurunan tegangan permukaan (Nasution et al. 2014). Menurut Nasution
et al. (2014), emulsifier yang dapat menurunkan tegangan pemukaan bersifat
amfipatik, terdiri dari gugus hidrofilik (polar) dan hidrofobik (non polar).
Penyimpanan emulsi pada hari ke-30 mengalami penurunan kestabilan karena
terjadi perubahan struktur polimer emulsifier sehingga ada beberapa molekul air
yang bebas. Formula 1:2 memiliki kestabilan yang tidak baik karena konsentrasi
CMC yang digunakan 1% (b/b). Konsentrasi CMC tersebut menyebabkan emulsi
yang dihasilkan cair karena banyak air bebas yang tidak terikat oleh CMC.
Konsentrasi lesitin yang tinggi juga berpengaruh pada kestabilan emulsi. Lesitin
dengan konsentrasi 2% (b/b) menyebabkan lesitin tidak dapat menurunkan
tegangan permukaan air dan minyak karena banyaknya air bebas.
Nilai persen stabilitas SE menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
(p>0.05) mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-30. Hal ini terjadi karena kemampuan
emulsifier yang digunakan dalam pembuatan SE yaitu xanthan gum. Xanthan gum
pada konsentrasi tinggi maupun konsentrasi rendah menghasilkan emulsi yang
kental sehingga dapat mempertahankan kestabilan dan mencegah terjadinya
pemisahan emulsi (Rowe et al. 2009; Pudyastuti et al. 2015).

Diameter globula emulsi


Diameter globula yang kecil akan meningkatkan luas permukaan,
meningkatkan tahanan emulsi untuk mengalir serta meningkatkan viskositas.
Penyimpanan selama 30 hari menyebabkan terjadi peningkatan ukuran diameter
yang disebabkan karena menyatunya kembali globula-globula minyak,
beraglomerasi dan selanjutnya membentuk globula yang besar (koalesen).
Pengukuran diameter globula emulsi dapat dilihat pada Tabel 9. Foto globula
emulsi minyak ikan sardin dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 9 Rata-rata diameter globula formula carboxymethyl cellulose (CMC) dan


lesitin (1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2) selama 30 hari
Diameter globula emulsi (µm)
Formula
H0 H30
1:1 2.25 13.94
1:2 1.95 22.95
3:1 1.91 2.05
3:2 2.62 4.46
Produk Komersial (SE) 1.33 1.98
Keterangan: Ulangan dilakukan sebanyak 2 kali.

Diameter globula emulsi yang baik menurut pernyataan Raymundo et al.


(2001) yaitu 0.5-50 µm, jika tidak terjadi pemisahan/creaming. Rata-rata diameter
globula emulsi minyak ikan sardin (Tabel 9) mengalami peningkatan selama
penyimpanan. Diameter globula berbagai formula emulsi pada hari ke-0 tergolong
28

kecil karena dilakukan proses homogenisasi selama pembuatan emulsi, namun


seiring penyimpanan terjadi peningkatan globula emulsi. Diameter globula yang
dihasilkan berkorelasi dengan kestabilan emulsi. Formula 3:1 selama
penyimpanan 30 hari berdiameter kecil yaitu 2.05 µm sehingga lebih stabil selama
penyimpanan. Formula 1:2 memiliki diameter globula 22.95 µm selama
penyimpanan 30 hari sehingga tidak stabil. Menurut Raymundo et al. (2001),
sistem emulsi dengan diameter globula 5 µm bersifat cukup stabil apabila emulsi
yang dihasilkan kental. Globula emulsi 3:1 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Globula emulsi formula 3:1

Konsentrasi CMC yang tinggi menghasilkan globula berdiameter kecil


selama penyimpanan 30 hari. Hasil yang diperoleh sesuai dengan hasil penelitian
Fatimah et al. (2012) bahwa peningkatan konsentrasi madu berpengaruh terhadap
diameter globula yang dihasilkan. Lesitin juga dapat melindungi globula emulsi
karena lesitin memiliki sifat lipofilik dan dapat melapisi minyak dengan baik
sehingga meminimalisir terjadinya tabrakan antara globula minyak. Lesitin
memiliki bagian lipofilik yang berikatan dengan globula minyak sedangkan ujung
hidrofiliknya berikatan dengan fase kontinyu air dan CMC.
Secara teoritis, semakin tinggi konsentrasi emulsifier yang digunakan
dalam pembuatan emulsi maka semakin kecil diameter globula yang dihasilkan
sehingga kestabilan dapat ditingkatkan. Diameter globula yang kecil akan
meningkatkan luas permukaan, meningkatkan tahanan emulsi untuk mengalir
serta meningkatkan viskositas (Koocheki et al. 2009). Stabilitas emulsi yang
tinggi dipengaruhi oleh jenis emulsifier yaitu CMC, yang dapat meningkatkan
viskositas sistem emulsi (Martin et al. 1993).
Viskositas yang tinggi menurunkan pergerakan droplet minyak dan
membantu mencegah penggabungan droplet minyak. Anugrahati et al. (2004)
menyatakan bahwa CMC sebagai hidrokoloid akan berinteraksi dengan lesitin,
dan membentuk film yang stabil. Seiring dengan lamanya penyimpanan terjadi
peningkatan diameter globula yang disebabkan oleh menyatunya kembali globula
minyak, beraglomerasi dan membentuk koalesen karena rusaknya lapisan
pelindung dari emulsifier. Emulsifier yang tidak cukup kuat justru akan
menyebabkan peningkatan koalesen dan penurunan jumlah globula yang
terbentuk. Silva et al. (2006) menyatakan bahwa faktor utama yang
29

mempengaruhi ukuran globula yaitu kecepatan pengadukan selama pembuatan


emulsi sehingga dihasilkan globula berukuran kecil.
Nilai diameter globula SE pada H0 dan H30 lebih kecil dibanding formula
lainnya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan xanthan gum sebagai emulsifier SE.
Xanthan gum merupakan hidrokoloid yang berfungsi mengelilingi globula fase
dispers sebagai suatu lapisan film yang rigid dan dapat diadsorpsi pada
permukaan globula (Allen et al. 2005; Anugrahati et al. 2004). Lapisan yang
terbentuk berperan mencegah terjadinya penggabungan globula fase dispers.

Parameter oksidasi minyak

Minyak diekstrak dari emulsi kemudian dilakukan pengujian parameter


oksidasi primer dan sekunder (Tabel 10). Menurut Miwada dan Simpen (2013),
ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau
lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Menurut
pernyataan Nasir et al. (2009), untuk mendapatkan minyak digunakan ekstraksi
dengan pelarut (solvent extraction). Solut (minyak) yang bercampur dengan
padatan (emulsi) kemudian berdifusi ke luar padatan, selanjutnya pelarut yang
bercampur dengan solut berdifusi ke permukaan luar partikel. Perpindahan pelarut
menyebabkan terjadinya kontak antar partikel dengan pelarut. Ekstraksi tersebut
meliputi distribusi minyak atau lemak di dalam pelarut organik, misalnya
kloroform, eter, atau heksana.
Prinsip ekstraksi dengan pelarut adalah ekstraksi dengan melarutkan
minyak atau lemak dalam pelarut minyak atau lemak seperti kloroform, eter, atau
heksana. Huli et al. (2014) menyatakan bahwa ekstraksi dengan metode Bligh and
Dyer menggunakan pelarut kimia yang tingkat kepolarannya berbeda sehingga
lemak dapat terekstrak. Metode ekstraksi yang berbeda memberikan efisiensi
jumlah lipid/lemak yang berbeda pula (Ramalhosa et al. 2012).

Tabel 10 Parameter oksidasi minyak yang diekstrak dari emulsi


Parameter oksidasi
Perlakuan FFA PV AV AnV Totox
(%) (meq/kg) (mg KOH/g) (meq/kg) (meg/kg)
Formula
emulsi
1:1 4.88±0.36b 17.50±0.71c 10.67±0.79b 27.28±2.01b 62.28±0.59c
1:2 7.95±0.37c 34.50±0.71d 17.41±0.79c 31.27±1.16c 100.27±2.58d
3:1 2.82±0.37a 9.50±0.71a 6.18±0.79a 19.69±0.62a 39.69±0.62a
3:2 9.75±0.73d 14.50±0.71b 21.34±1.59a 21.18±0.18d 50.18±1.60b
Minyak E 0.19±0.09b 3.99±0.01a 0.38±0.18a 8.54±1.11 a 16.52±1.14a
IFOS
1.50 5.00 3.00 20.00 26.00
(2014)
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya
perbedaan nyata (p<0.05). Asam lemak bebas (FFA), blangan peroksida (PV),
bilangan asam (AV), nilai anisidin (AnV), dan total oksidasi (Totox). E = minyak
refined tanpa asam sitrat.
30

Kadar asam lemak bebas (FFA)


Asam lemak bebas adalah asam lemak yang tidak terikat sebagai
trigliserida. Asam lemak bebas merupakan salah satu produk hasil hidrolisis dan
oksidasi minyak, mudah menguap dan menghasilkan bau tengik dan rasa yang
tidak enak (Ketaren 1986). Kadar FFA minyak refined tanpa asam sitrat tertinggi
(Tabel 10) terdapat pada formula 1:3 yaitu 9.75% dan terendahnya pada formula
3:1 sebesar 2.82%. Kadar asam lemak bebas yang diperoleh tidak memenuhi
standar IFOS, karena adanya kandungan air pada emulsi.
Handajani et al. (2010) menyatakan bahwa kandungan air merupakan
salah satu parameter penentu kualitas minyak. Kadar airyang tinggi menyebabkan
menurunnya kualitas minyak semakin karena terjadi reaksi hidrolisis yang
menghasilkan asam lemak bebas (Surbakti 2011). Minyak diekstraksi dari emulsi
menggunakan pelarut kloroform dan metanol dengan formula 1:1. Pelarut tersebut
dipisahkan dari minyak menggunakan evaporator selama 1 jam. Proses pemisahan
pelarut tersebut sangat mempengaruhi kadar asam lemak bebas. Menurut
pernyataan Nasir et al. (2009), nilai asam lemak bebas akan meningkat apabila
proses ekstraksi berlangsung lebih lama. Faktor lain penyebab tingginya FFA
yaitu panas dan proses fisik selama pengolahan (Djarkasi et al. 2007; Fachry et al.
2007).

Bilangan peroksida (PV)


Peroksida menurut Aisyah et al. (2010) adalah produk awal terjadinya
kerusakan akibat reaksi autooksidasi baik karena faktor suhu maupun selama
penyimpanan. Bilangan peroksida merupakan gambaran tingkat ketengikan lemak
atau minyak karena senyawa peroksida adalah hasil antara dalam proses
ketengikan yang disebabkan proses oksidasi. Bilangan peroksida tertinggi (Tabel
10) yaitu formula 1:2 (34.5 meq/kg) dan terendah yaitu formula 3:1 (9.5 meq/kg).
Bilangan peroksida tersebut masih termasuk kategori tinggi dan tidak sesuai
dengan standar IFOS.
Arlene et al. (2010) menyatakan bahwa kadar air pada suatu produk
menyebabkan oksidasi minyak sehingga menghasilkan peroksida yang tinggi.
Bilangan peroksida yang tinggi pada bahan yang mengandung minyak disebabkan
oleh panas atau udara karena asam lemak umumnya sangat reaktif dengan adanya
oksigen sehingga terjadi reaksi antara minyak dengan oksigen (Murtiningrum et
al. 2015; Prarudiyanto et al. 2015; Fachry et al. (2007). Bilangan peroksida yang
terbentuk pada emulsi minyak ikan selama penyimpanan suhu kamar semakin
meningkat dan berbanding lurus dengan lama penyimpanan (Zuta et al. 2007).

Bilangan asam (AV)


Noriko et al. (2012) mengatakan bahwa bilangan asam merupakan
indikator kandungan asam lemak bebas dalam minyak dan menjadi pengukur
kualitas minyak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang
dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 g
minyak. Bilangan asam tertinggi terdapat pada formula 3:2 (21.34 mg KOH/g)
dan terendahnya pada formula 3:1 (6.18 mg KOH/g). Bilangan asam yang tinggi
menunjukkan besarnya FFA yang terbentuk akibat reaksi hidrolisis minyak
(Panagan et al. 2011). Mohanarangan (2012) menyatakan bahwa AV minyak
tergantung pada komposisi minyak, dan metode ekstraksi.
31

Nilai anisidin (AnV)


Nilai anisidin merupakan hasil pengukuran produk sekunder dari oksidasi
lemak dengan menentukan jumlah aldehid (terutama 2-alkenal dan 2,4-dienal)
dalam lemak. Aldehid bereaksi dengan anisidin membentuk kromogen pada
panjang gelombang 350 nm sehingga dapat diukur secara spektrofotometri
(Pokorny et al. 2001). Nilai anisidin tertinggi terdapat pada formula 1:2 (31.27
meq/kg) dan terendahnya pada formula 3:1 (19.69 meq/kg). Nilai anisidin tersebut
masih termasuk kategori tinggi dan tidak sesuai dengan standar IFOS. Evaporasi
yang dilakukan untuk memisahkan minyak dengan pelarut menggunakan suhu
55 °C. Menurut hasil penelitian Handajani et al. (2010), suhu berpengaruh
terhadap pembentukan aldehid yang dinyatakan sebagai anisidin.

Total oksidasi (Totox)


Total oksidasi lemak menunjukkan hasil pengukuran angka peroksida
sebagai produk primer dan angka anisidin sebagai produk sekunder secara
bersamaan sehingga diperoleh jumlah total produk oksidasi minyak yang
dinyatakan sebagai nilai totox (Pokorny et al. 2001). Nilai total oksidasi minyak
refined tanpa asam sitrat mengalami peningkatan setelah dibuat emulsi dan
disimpan selama 30 hari. Nilai totox minyak yang diekstrak dari emulsi (Tabel
10) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) untuk semua formula emulsi
selama penyimpanan 30 hari. Nilai totox tertinggi terdapat pada formula 1:2
(100.27 meq/kg), dan terendahnya pada formula 3:1 (39.69 meq/kg).

Hedonik emulsi

Hedonik dilakukan dengan tujuan mengetahui tingkat kesukaan 30 penelis


tidak terlatih terhadap berbagai formula emulsi yang dibuat dari segi aroma,
warna, dan kekentalan. Hedonik emulsi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Hedonik formula carboxymethyl cellulose (CMC) dan lesitin (1:1,


1:2, 3:1, dan 3:2)
Parameter uji
Sampel
Aroma Warna Kekentalan
1:1 4.63±1.87a 6.30±1.44a 5.87±1.28a
1:2 4.53±1.98a 5.73±1.26a 5.43±1.36a
3:1 4.97±1.67a 5.87±1.22a 6.00±1.58a
3:2 4.40±1.45a 5.60±1.25a 6.07±1.44a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya
perbedaan nyata (p<0.05). Jumlah panelis = 20.

Aroma
Budianta et al. (2000) menyatakan bahwa Aroma merupakan atribut
sensori yang sangat menentukan tingkat penerimaan suatu produk, dengan aroma
yang khas dan disenangi akan meningkatkan penerimaan konsumen. Aroma
biasanya muncul karena adanya kandungan senyawa volatile akibat proses
pengolahan atau perlakuan tertentu. Bahan baku yang digunakan dalam
32

pembuatan emulsi yaitu minyak ikan sardin yang sudah dimurnikan yaitu minyak
refined tanpa asam sitrat.
Nilai aroma berbagai formula formula emulsi tidak berbeda nyata
(p>0.05), namun nilai tersebut menunjukkan bahwa aroma emulsi tersebut tidak
disukai konsumen karena bau minyak ikan sangat kuat sehingga tidak dapat diikat
oleh emulsifier. Menurut Panglipur dan Sulandari (2014), emulsifier
carboxymethyl cellulose (CMC) memiliki gugus polar dan non polar sehingga
dapat mengikat aroma yang larut dalam air maupun minyak.

Warna
Warna merupakan parameter penting penerimaan konsumen terhadap
suatu produk. Nilai uji warna yang diperoleh menunjukkan bahwa warna emulsi
yang dibuat agak disukai oleh penelis. Menurut Fitriyaningtias dan Widyaningsih
(2015), lesitin memiliki warna kekuningan yang mempengaruhi warna emulsi.
Oleh karena itu, emulsifier CMC digunakan dalam penelitian dengan tujuan
menutupi warna lesitin dan warna minyak refined tanpa asam sitrat. Hasil ini
didukung oleh penelitian Sarungallo et al. (2014) bahwa warna emulsi minyak
buah merah yang paling disukai adalah kombinasi Tween 80 (0.5%) dan CMC
(0.2%). Emulsifier CMC dapat menutupi warna karena CMC merupakan zat yang
berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula halus yang
bersifat higroskopis (Panglipur dan Sulandari 2014).

Kekentalan
Kekentalan suatu produk sangat menentukan sifat alir produk tersebut.
Nilai kekentalan berbagai formula emulsi tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa emulsifier CMC dan lestin memberikan kekentalan yang
dapat diterima oleh panelis. Hasil ini didukung oleh pernyataan Kamal (2010) dan
Sarungallo et al. (2014) bahwa CMC akan membentuk ikatan silang dan terjadi
immobilisasi sehingga meningkatkan kekentalan. Lesitin juga berfungsi
meningkatkan kekentalan karena adanya penurunan tegangan permukaan
(Nasution et al. 2014). Menurut Nasution et al. (2014), emulsifier yang dapat
menurunkan tegangan pemukaan bersifat amfipatik, terdiri dari gugus hidrofilik
(polar) dan hidrofobik (non polar).
Pengujian hedonik emulsi terbaik yaitu formula carboxymethyl cellulose
(CMC dan lesitin 3:1 karena memiliki nilai aroma, warna, dan kekentalan
tertinggi. Nilai tersebut masih termasuk kategori kurang disukai oleh penelis.

Stabilitas dipercepat

Stabilitas dipercepat dilakukan untuk mengamati stabilitas emulsi selama


penyimpanan karena adanya perubahan suhu yang signifikan. Emulsi disimpan
pada suhu 4 °C selama 12 jam kemudian dipindahkan ke suhu tinggi 40 °C selama
12 jam, dihitung satu siklus dan diulangi hingga 6 siklus. Pengamatan yang
dilakukan yaitu warna, aroma, konsistensi dan viskositas. Pengamatan secara
umum stabilitas dipercepat dapat dilihat pada Tabel 12. Foto hasil stabilitas
dipercepat emulsi dapat dilihat pada Lampiran 6.
33

Tabel 12 Stabilitas dipercepat formula carboxymethyl cellulose (CMC) dan lesitin


(1:1, 1:2, 3:1, dan 3:2)
Pengamatan
Siklus Suhu
Warna Aroma Konsistensi Viskositas
Putih Tidak Kental (1:1 dan 1:2)
4 °C Sangat lemah
susu memisah Sangat kental (3:1 dan 3:2)
1
Putih Tidak Kental (1:1 dan 1:2)
40 °C Sangat lemah
susu memisah Sangat kental (3:1 dan 3:2)
Putih Tidak Kental (1:1 dan 1:2)
4 °C Sangat lemah
susu memisah Sangat kental (3:1 dan 3:2)
2
Putih Terjadi Kental (1:1 dan 1:2)
40 °C Sangat lemah
susu memisah Sangat kental (3:1 dan 3:2)
Putih Kental (1:1 dan 1:2)
4 °C Sangat lemah Memisah
susu Sangat kental (3:1 dan 3:2)
3
Putih Kental (1:1 dan 1:2)
40 °C Sangat lemah Memisah
susu Sangat kental (3:1 dan 3:2)
Putih Kental (1:1 dan 1:2)
4 °C Sangat lemah Memisah
susu Sangat kental (3:1 dan 3:2)
4
Putih Kental (1:1 dan 1:2)
40 °C Sangat lemah Memisah
susu Sangat kental (3:1 dan 3:2)
4 °C Putih Sangat lemah Memisah Agak kental (1:1 dan 1:2)
susu Sangat kental (3:1 dan 3:2)
5
40 °C Putih Sangat lemah Memisah Agak kental (1:1 dan 1:2)
susu Sangat kental (3:1 dan 3:2)
4 °C Putih Sangat lemah Memisah Agak kental (1:1 dan 1:2)
susu Sangat kental (3:1 dan 3:2)
6
40 °C Putih Sangat lemah Memisah Agak kental (1:1 dan 1:2)
susu Sangat kental (3:1 dan 3:2)

Hasil pengujian cycling test pada Tabel 12 menunjukkan bahwa tidak


terjadi perubahan warna dan aroma pada emulsi minyak ikan sardin selama 6
siklus. Viskositas emulsi (1:1 dan 1:2) mengalami perubahan konsistensi pada
siklus ke-5 (suhu 4°C dan 40 °C). Viskositas suatu produk dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu suhu, konsentrasi larutan, berat molekul larutan, tekanan
dan bahan terlarut (Gianti dan Evanuarini 2011; Pudyastuti et al. 2015).
Penyimpanan suhu rendah adalah salah satu cara mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme karena pada suhu tersebut terjadi inaktivasi mikroorganisme
perusak atau bahkan hampir tidak ada aktivitas pada suhu di bawah titik beku.
Suhu tinggi dapat menyebabkan perubahan struktur enzim dan ikatan kovalen
yang mempengaruhi bentuk enzim (seperti interaksi ion dan ikatan hidrogen).
Perubahan ikatan hidrogen dipengaruhi oleh peningkatan suhu, pada suhu tinggi
ikatan hidrogen akan putus sehingga struktur enzim akan berubah dan hilangnya
kemampuan bereaksi dengan substrat (Jaya et al. 2016; Imanningsih 2012).
Stabilitas dipercepat menunjukkan bahwa formula carboxymethyl cellulose
(CMC) dan lesitin dengan formula 1:1 dan 1:2 memiliki penurunan kekentalan
pada siklus ke-5 sedangkan formula 3:1 dan 3:2 memiliki kestabilan kekentalan
sampai siklus ke-6. Emulsifier CMC mampu mempertahankan kekentalan pada
suhu 4 °C dan 40 °C karena tingginya konsentrasi CMC yang digunakan
34

menyebabkan terjadi ikatan silang. Menurut pernyataan Elfiyani et al. (2013),


emulsi yang dihasilkan pada suhu 4 °C semakin kental karena membekunya fase
minyak sehingga ikatan antar partikel semakin rapat dan teratur sedangkan suhu
40 °C mengakibatkan emulsi yang dihasilkan agak cair karena terjadinya
penurunan daya ikat emulsifier sebagai pengental. Menurut pernyataan
Anugrahati et al. (2004), semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid yang digunakan
maka semakin tinggi kekentalan emulsi yang dihasilkan.
35

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Minyak refined tanpa asam sitrat yang sudah dimurnikan tanpa proses
degumming asam sitrat memiliki nilai parameter oksidasi dan kandungan logam
berat sesuai International Fish Oil Standard (IFOS), asam lemak tidak jenuh
(PUFA) yang dominan yaitu asam lemak omega-3 terutama asam eikosapentanoat
(EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA). Formula emulsi terbaik yaitu
carboxymethyl cellulose (CMC) dan lesitin sebesar 3:1 dengan nilai parameter
emulsi dan parameter oksidasi terbaik selama penyimpanan 30 hari.

Saran

Penelitian dengan metode penyimpanan lain seperti metode akselerasi


(Arrhenius) dan Schaal perlu dilakukan untuk mengetahui kestabilan emulsi.
36

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi K, Mushollaeni W. 2007. Aktivasi zeolite alam untuk pemurnian minyak


ikan dari hasil samping penepungan ikan sardin (Sardinella longiceps).
Jurnal Teknologi Pertanian. 8(2):71-79.
Ahmed Q, Khan D, Naeema E. 2014. Concentrations of heavy metals (Fe, Mn,
Zn, Cd, Pb, and Cu) in muscles, liver and gills of adult Sardinella albella
(valenciennes, 1847) from gwadar water of balochistan, Pakistan
quratulan. Fuuast Journal Biology. 4(2):195-204.
Aidos I. 2002a. Production of high-quality fish oil from herring by-products
[thesis]. Netherlands (NLD): Wageningen University.
Aidos I, Padt AVD, Boom RM, Luten JB. 2002b. Seasonal changes in crude and
lipid composition of herring fillets, by-products, and respective produced
oils. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 50(16):4589-4599.
Aisyah S, Yulianti E. Fasya AG. 2010. Penurunan angka peroksida dan asam
lemak bebas (FFA) pada proses bleaching minyak goreng bekas oleh
karbon aktif polong buah kelor (Moringa oliefera Lamk.) dengan aktivasi
NaCl. Alchemy. 1(2):53-103.
Allen LV. 1998. The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical
Compounding. Washington DC (US): American Pharmaceutical
Association.
Allen LV, Popovich NG, Ansel HC. 2005. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms
and Drug Delivery Systems. 8th Ed. Philadelphia (PHL): Lippincott
Wiliams & Wilkins.
Alkio M, Gonzales C, Jantti M, Aaltonen O. 2000. Purification of polyunsaturated
fatty acid ester from tuna oil with supercritical fluid chromatography.
Journal of American Oil Chemist’s Society. 77(3):315-321.
Al-Saghir S, Thurner K, Wagner KH, Frisch G, Luf W. 2004. Effects of different
cooking procedures on lipid quality and cholesterol oxidation of farmed
salmon fish (Salmo salar). Journal of Agricultural and Food Chemistry.
52:5290-5296.
Aluyor E, Aluyor P, Ozogagu C. 2009. Effect of refining on the quality and
composition of groundnut oil. African Journal of Food Science. 3(8):201-
205
Andina L. 2014. Studi penggunaan spektrofotometri inframerah dan kemometrika
pada penentuan bilangan asam dan bilangan iodium minyak goreng curah.
Media Farmasi. 11(2):108-119.
Andarwulan N, Kusnandar F, Dian H. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID): Dian
Rakyat.
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,
Virginia (US): The Association of Official Analitycal Chemist Inc.
[AOCS] American Oil Chemists Society. 1998. Official Methods and
Recommended Practices of the American Oil Chemists’ Society. 5th ed.
Champaign: AOCS Press.
37

Anugrahati NA, Artha N, Muryani D. 2004. Peranan cloudifier pada jus jeruk
Pontianak. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 2(1):75-88.
Arlene A, Suharto I, Jessica NR. 2010. Pengaruh temperatur dan ukuran biji
terhadap perolehan minyak kemiri pada ekstraksi biji kemiri dengan
penekanan mekanis. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”: Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber
Daya Alam Indonesia. Yogyakarta.
Aziz NA, Azrina A, Amin I, Suryati MA, Muhammad RR. 2013. Research article:
quantitative determination of fatty acids in marine fish and shell fish from
warm water of straits of Malacca for nutraceutical purposes. Biomedical
Research International. 1-12.
Azni PA, Djaenudin, Sururi MR. 2014. Pengaruh logam tembaga dalam
penyisihan logam nikel dari larutannya menggunakan metode
elektrodeposisi. Jurnal Rekayasa Lingkungan. 2(2):1-11.
Bahri S. 2014. Pengaruh adsorben bentonit terhadap kualitas pemucatan minyak
inti sawit. Jurnal Dinamika Penelitian Industri. 25(1):63-69.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2015. Ekspor-Impor Minyak Ikan. Diakses [16
April 2016].
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. [SNI] Standar Nasional Indonesia
Nomor 01-2346:2006. Petunjuk Penggunaan Organoleptik dan atau
Sensori. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. [SNI] Standar Nasional Indonesia
Nomor 7387:2009. Tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam
Pangan. Jakarta (ID): BSN.
Budianta TDW, Harijono, Murtini. 2000. Pengaruh penambahan kuning telur dan
maltodekstrin terhadap kemampuan pelarutan kembali dan sifat
organoleptik santan bubuk kelapa. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi.
1(2):60-71.
Celik M, Diler A, Kucukgulmez A. 2005. A comparison of the proximate
compositions and fatty acid profiles of zander (Sander lucioperca) from
two different regions and climatic conditions. Food Chemistry. 92(4):637–
641.
Chasani M, Nursalim VH, Widyaningsih S, Budiasih IN, Kurniawan WA. 2014.
Sintesis, pemurnian dan karakterisasi metil ester sulfonat (MES) sebagai
bahan inti deterjen dari minyak biji nyamplung (Calophyllum inophyllum
L.). Molekul. 9(1):63-72.
Crexi VT, Maurucio LM, Leonor A, Luiz AAP. 2010. Production and refinement
of oil form carp (Cyprinus carpio) viscera. Food Chemistry. 119(3):945-
950.
Day L, Xu M, Hoobin P, Burgar I, Augustin MA. 2007. Characterisation of fish
oil emulsions stabilised by sodium caseinate. Food Chemistry. 105:469–
479.
Djarkasi GSS, Raharjo S, Noor Z, Sudarmadji S. 2007. Sifat fisik dan kimia
minyak kenari. Agritech. 27(4):165-170.
Deviarny C, Lucida H, Safni. 2012. Uji stabilitas kimia natrium askorbil fosfat
dalam mikroemulsi dan analisisnya dengan HPLC. Jurnal Farmasi
Andalas. 1(1).
38

Elfiyani R, Yati K, Nurhayati S, Lestari NMA. 2013. Perbandingan penggunaan


setil alkohol dan setostearil alkohol sebagai thickening agent terhadap
stabilitas fisik scalp lotion ekstrak etanol 96% buah mengkudu (Morinda
citrifolia L). Farmasains. 2(1):31-37.
Endrinaldi. 2010. Logam-logam berat pencemar lingkungan dan efek terhadap
manusia. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 4(1):42-46.
Estiasih T. 2009. Minyak Ikan: Teknologi dan Penerapannya untuk Pangan dan
Kesehatan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Estiasih T, Ahmadi KGS, Nisa CF, Kusumastuti F. 2009. Optimasi kondisi
pemurnian asam lemak omega-3 dari minyak hasil samping penepungan
tuna (Thunnus sp) dengan kristalisasi urea. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan. 20(2):135-142.
Faccini SC, da Cunha ME, Moraes MSA, Krause LC. Manique MC, Rodrigues
MRA, Benvenutti EV, Caramao EB. 2011. Dry washing in biodiesel
purification: a comparative study of adsorbents. Journal of Brazilian
Chemical Society. 22(3):558-563.
Fachry HAR, Arta S, Dewi F. 2007. Pengaruh pemanasan dan derajat keasaman
emulsi pada pembuatan minyak kelapa. Jurnal Teknik Kimia. 11(1):9-16.
Faradiba, Attamimi F., Maulida R. Formulasi krim wajah dari sari buah jeruk
lemon (Citrus lemon L.) dan anggur merah (Vitis vinifera L.) dengan
variasi konsentrasi emulgator. Majalah Farmasi dan Farmakologi.
17(1):17-20.
Fatimah F, Rorong J, Sanusi G. 2012. Stabilitas dan viskositas produk emulsi
virgin coconut oil-madu. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 23(1):75-
80.
Feryana IWK, Suseno SH, Nurjanah. 2014. Pemurnian minyak ikan makerel hasil
samping penepungan dengan netralisasi alkali. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. 17(3): 207-214.
Fitriyaningtyas SI, Widyaningsih TD. 2015. Pengaruh penggunaan lesitin dan
CMC terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik margarin sari apel
manalagi (Malus sylfertis Mill.) tersuplementasi minyak kacang tanah.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(1):226-236.
Galindo-Alvarez JG, Sadtler V, Choplin L, Salager J. 2011. Viscous oil
emulsification by catastrophic phase inversion: influence of oil viscosity
and process conditions. Journal of Industrial Engineering Chemistry
Research. 50:5575-5583.
Garcia-Moreno PJ, Horn AF, Jacobsen C. 2014. Influence of casein-phospholipid
combinations as emulsifier on the phisical and oxidative stability of fish
oil-in-water emulsions. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
62:1142-1152.
Ghazani SM. 2012. The influence of traditional and minimal refining on the minor
constituents of canola oil [thesis]. Canada (CAN): The University of
Guelph.
Gianti I, Evanuarini H. 2011. Pengaruh penambahan gula dan lama penyimpanan
terhadap kualitas fisik susu fermentasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak. 6(1):28-33
39

Handajani S, Manuhara GJ, Anandito RBK. 2010. Pengaruh suhu ekstraksi


terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensoris minyak wijen (Sesamum
indicum L.). Agritech. 30(2):116-122.
Harsojo, Darsono. 2014. Studi kandungan logam berat dan mikroba pada air
minum isi ulang. Ecolab. 8(2):53-96.
Hartayanie L, Adriani M, Lindayani. 2014. Karakteristik emulsi santan dan
minyak kedelai yang ditambah gum arab dan sukrosa ester. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. 25(2):152-157.
Hartomo AJ, Widiatmoko MC. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin.
Jogjakarta (ID): Andi Offset.
Hodgum AS. 1995. Refining and Bleaching. In: YH. Hui, editor. Bailey’s
Industrial Oil and Fat Products. Edible Oil and Fat Products: Processing
Technology. New York (US): John Wiley & Sons Inc.
Homayooni B, Sahari MA, Barzegar M. 2014. Concentrations of omega-3 fatty
acids from rainbow sardine fish oil by various methods. International
Food Research Journal. 21(2):743-748.
Horn AF, Nielsen NS, Andersen U, Sogaard LH, Horsewell A, Jacobsen C. 2011.
Oxidative stability of 70% fish oil-in-water emulsions: impact of
emulsifiers and pH. European Journal of Lipid Science and Technology.
113:1243-1257.
Huli LA, Suseno SH, Santoso J. 2014. Kualitas minyak ikan dari kulit ikan
swangi. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 17(3):233-242.
[IFOS] International Fish Oil Standard. 2014. Fish Oil Purity Standard.
Ika, Tahril, Said I. 2012. Analisis logam timbal (Pb) dan besi (Fe) dalam air laut
di wilayah pesisir pelabuhan ferry Taipa Kecamatan Palu Utara. Jurnal
Akademi Kimia. 1(4):181-186.
Imanningsih N. 2012. Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung-tepungan
untuk pendugaan sifat pemasakan. Penelitian Gizi Makanan. 35(1):13-22.
Istarani F, Pandebesie ES. 2014. Studi dampak arsen (As) dan kadmium (Cd)
terhadap penurunan kualitas lingkungan. Jurnal Teknik Pomits. 3(1):53-58.
Jaya RS, Ginting S. Ridwansyah. 2016. Pengaruh suhu pemanasan dan lama
penyimpanan terhadap perubahan kualitas nira aren (Arenga pinnata).
Juranl Rekayasa Pangan dan Pertanian. 4(1):49-57.
Kailaku SI, Hidayat T, Setiabudy DA. 2012. Pengaruh kondisi homogenisasi
terhadap karakteristik fisik dan mutu santan selama penyimpanan. Jurnal
Penelitian Industri. 18:31-39.
Kamal N. 2010. Pengaruh bahan aditif CMC (carboxy methyl cellulose) terhadap
beberapa parameter pada larutan sukrosa. Jurnal Teknologi. 1(17):78-84.
Kang JX. 2005. Balance of omega-6/omega-3 fatty acids is important for health:
The evidence from gene transfer studies. World Review of Nutrition and
Dietetics. 95:93-102.
Khoddami A, Ariffin AA, Bakar J, Ghazali HM. 2009. Fatty acid profile of the oil
extracted from fish waste (head, intestine and liver) (Sardinella lemuru).
World Applied Sciences Journal. 7(1):127-131.
Khamidinal, Hadipranoto N, Mudasir. 2007. Pengaruh antioksidan terhadap
kerusakan asam lemak omega-3 pada proses pengolahan ikan tongkol
(Euthynus sp.). Kaunia. 3(2):119-138.
40

Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Ketaren S. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Depok (ID):
UI Press.
Khan BA, Akhtar N, Khan HMS, Waseem K, Mahmood T, Rasul A, Iqbal M,
Khan H. 2013. Development, characterization and antioxidant activity of
polysorbate based O/W emulsion containing polyphenols derived from
Hippophae rhamnoides and Cassia fistula. Brazilian Journal of
Pharmaceutical Sciences. 49(4):763-773.
Kitong MT, Abidjulu J, Koleangan HSJ. 2012. Analisis merkuri (Hg) dan arsen
(As) di sedimen sungai Ranoyapo Kecamatan Amurang Sulawesi Utara.
Jurnal MIPA Unsrat. 1(1):16-19.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2014. Statistika Perikanan Tangkap
Indonesia. 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
Kementrian Kelautan dan Perikanan.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2015. Statistik Impor Hasil Perikanan
2015. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Kementrian
Kelautan Dan Perikanan.
Koezen P, Gruczynska E, Kowalski B, 2008. Changes in the acid value of butter
during storage at different temperatures as assessed by standard methods
or by FTIR spectroscopy. American Journal of Food Technology. 3:154-
163.
Koocheki A, Kadkhodaee, Mortazawi. 2009. Influence of Alyssum homolocarpum
seed gum on the stability and flow properties of o/w emulsion prepared by
high intensity ultrasound. Journal of Food Hydrocolloids. 23.
Kulkarni V, Jain S, Khatri F, Vijayakumar T. 2014. Degumming of Pongamia
pinnata by acid and water degumming methods. IJCRGG. 6(8):3969-3978.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Edisi Ketiga. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
Lamar, Marks, Amenn. 1976. Factor influencing the emulsion stability of liquid
diets. Journal Food Science. 41(5):1168-1171.
Latyshev NA, Kasyanov SP, Kharlamenko VI, Svetashev VI. 2009. Lipids and of
fatty acids of edible crabs of the north-western Pacific. Food Chemistry.
116:657-661.
Lim V, Kardono LB, Kam N. 2015. Studi karakterisasi dan stabilitas pengemulsi
dari bubuk lendir okra (Abelmoschus esculentus). Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. 4(3):100-107.
Lubis H, Aman C. 2008. Pemeriksaan kandungan logam merkuri, timbal, dan
kadmium dalam daging rajungan segar yang berasal dari TPI Gabion
Belawan secara spektrofotometri serapan atom. Majalah Kedokteran
Nusantara. 41(1):39-47.
Martin A, Swarbrick J, Commarata A. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi Ketiga.
Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
Marwati T, Rusli MS, Noor E, Mulyono E. 2005. Peningkatan mutu minyak daun
cengkeh melalui proses pemurnian. Pascapanen. 2(2):45-52.
Miwada INS, Simpen. 2013. Kajian waktu curing asam asetat dan rasio kombinasi
kloroform-etanol untuk ekstraksi protein kulit ceker. Majalah Ilmu
Peternakan. 16(1):28-31.
41

Mohanarangan AB. 2012. Extraction of omega-3 fatty acids from Atlantic Herring
(Clupea herengus) [tesis]. Nova Scotia (CAN): Dalhousie University.
Montesqrit. 2007. Penggunaan bahan pakan sebagai bahan penyalut dalam mikro-
enkapsulasi minyak ikan lemuru dan pemanfaatannya dalam ransum ayam
petelur [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Montesqrit, Ovianti R. 2013. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap
stabilitas minyak ikan dan mikrokapsul minyak ikan. Jurnal Peternakan
Indonesia. 15(1):62-68.
Mu’awanah IAU, Setiaji B, Syoufian A. 2014. Pengaruh konsentrasi virgin
coconut oil (VCO) terhadap stabilitas emulsi kosmetik dan nilai sun
protection factor (SPF). Berkala MIPA. 24(1):1-11.
Mujadin A, Jumianto S, Puspitasari RL. 2014. Pengujian kualitas minyak goreng
berulang menggunakan metode uji viskositas dan perubahan fisis. Jurnal
Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi. 2(4):229-233.
Murtiningrum, Ketaren S, Suprihatin, Kaseno. 2015. Ekstraksi minyak dengan
metode wet rendering dari buah pandan (Pandanus conoideus L). Jurnal
Teknik Industri Pertanian. 15(1):28-33.
Nasir S, Fitriyanti, Kamila H. 2009. Ekstraksi dedak padi menjadi minyak mentah
dedak padi (crude rice bran oil) dengan pelarut n-hexane dan ethanol.
Jurnal Teknik Kimia. 2(16):1-10.
Nasution MZ, Suryani A. Susanti I. 2014. Pemisahan dan karakterisasi emulsifier
dalam minyak cacing tanah (Lumbricus rubellus). Jurnal Teknik Industri
Pertanian. 13(3):108-115.
Noriko N, Elfidasari D, Perdana AT, Wulandari N, Wijayanti W. 2012. Analisis
penggunaan dan syarat mutu minyak goreng pada penjaja makanan di food
court UAI. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi. 1(3):147-
154.
Nugraha WA. 2009. Kandungan logam berat pada air dan sedimen di perairan
Socah dan Kwanyar Kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan. 2(2):158-
164.
Nurjanah S, Zain S, Rosalinda S, Fajri I. 2016. Kajian pengaruh dua metode
pemurnian terhadap kejernihan dan kadar patchouli alcohol minyak nilan
(patchouly oil) asal Sumedang. Jurnal Teknotan. 10(1):25-29.
O'Brien RD, Farr WE, Wan PJ. 2000. Introduction to Fats and Oils Technology.
Champaign (GB): AOCS Press.
Panagan A, Heni Y, Jojor UG. 2011. Analisis kualitatif dan kuantitatif asam
lemak tak jenuh omega-3 dari minyak ikan patin (Pangasius pangasius)
dengan metoda kromatografi gas. Jurnal Penelitian Sains. 14(4):38-42.
Panglipur PE, Sulandari L. 2014. Pengaruh jumlah salad oil dan CMC
(carboxymethyl cellulose) terhadap sifat organoleptik kornet daging sapi.
Boga. 3(1):160-165.
Partal P, Guerrero A, Berjano M, Gallegos C. 1997. Influence of concentration
and temperature on the flow behavior of oil-in-water emulsions stabilized
by sucrose palmitate. Journal of American Oil Chemist’s Society. 74
(10):1203-1212.
Pak CS. 2005. Stability and Quality of Fish Oil During Typical Domestic
Application. Korea Utara (KP): Wonsan University of Fisheries.
42

Pokorny JK. 2001. Preparation of Natural Antioxidant, inAntioxidants in Food:


Practical Applications. 1st eds. Inggris (GB): Woodhead Publishing Ltd.
Prarudiyanto A, Basuki E, Alamsyah A, Handito D. 2015. Karakteristik kimia dan
organoleptik minyak goreng bekas hasil penyaringan dengan penambahan
vitamin E. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem. 3(1):102-
111.
Praveena SM, Lin CLS. 2015. Assessment of heavy metal in self-caught saltwater
fish from port dickson coastal water, Malaysia. Sains Malaysiana.
44(1):91–99.
Priatna DE, Purnomo T, Kuswanti N. 2016. Kadar logam berat timbal (Pb) pada
air dan ikan bader (Barbonymus gonionotus) di sungai Brantas wilayah
Mojokerto. Lentera Bio. 5(1):48-53.
Pudyastuti B, Marchaban, Kuswahyuning R. 2015. Pengaruh konsentrasi xanthan
gum terhadap stabilitas fisik krim virgin coconut oil (VCO). Jurnal
Farmasi Sains dan Komunitas. 12(1):6-14.
Rahmayani F, Siswarni MZ. 2013. Pemanfaatan limbah batang jagung sebagai
adsorben alternatif pada pengurangan kadar klorin dalam air olahan
(Treated water). Jurnal Teknik Kimia. 2(2).
Ramalhosa MJ, Paiga P, Morais S, Alves RM, Matos CD, Oliveira MB. 2012.
Lipid content of frozen fish: Comparison of different extraction methods
and variability during freezing storage. Food Chemistry. 131:328–336.
Ravinchandran M. 2004. Interaction between mercury and dissolved organic
matter-a review. Chemosphere. 55:319-331.
Raymundo A, Franco JM, Empis J, Sousa I. 2001. Optimatization of the
composition of low-fat oil-in-water emulsions stabilized by white lupin
protein. Journal of American Oil Chemist’s Society. 79:783-790.
Ristianingsih Y, Sutijan, Arif B. 2011. Studi kinetika proses kimia dan fisika
penghilangan getah crude plam oil (CPO) dengan asam fosfat. Reaktor.
13(4):242-247.
Rowe RC, Sheskey PJ, Owen SC. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients,
6th Ed. London (UK): Pharmaceutical Press.
Sabariman M. 2007. Sifat reologi dan sifat fisik minuman emulsi kaya beta
karoten dari minyak sawit merah dengan menggunakan beberapa
pengemulsi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sabilu K. 2010. Dampak toksisitas nikel terhadap kondisi hematologi ikan
bandeng (Chanos chanos Forsskal), studi lanjut respon fisiologi.
Paradigma. 14(2):205-216.
Sarungallo ZL, Murtiningrum, Uhi HT, Roreng MK, Pongsibidang A. 2014. Sifat
organoleptik, sifat fisik serta kadar β-karoten dan α-tokoferol emulsi buah
merah (Pandanus conoideus). Agritech. 34(2):177-183.
Sathivel S, Prinyawiwatkul W, King JM, Grimm CC, Lloyd S. 2003. Oil
production from catfish viscera. Journal of American Oil Chemist’s
Society. 80(4):277–382.
Seo G, Moujahed N. 2015. Seasonal variation of chemical and fatty acids
composition in atlantic mackerel from the Tunisian Northern-East Coast.
Journal of Food Processing and Technology. 6:9.
43

Septiana A, Arienata F, Kumoro AC. 2013. Potensi jeruk nipis (Citrus


aurantifolia) sebagai bahan pengkelat dalam proses pemurnian minyak
nilam (patchouli oil) dengan metode kompleksometri. Jurnal Teknologi
Kimia dan Industri. 2(2):257-261.
Silva CM, Riberio AJ, Figueiredo M, Ferreira D, Veiga F. 2006.
Microencapsulation of hemoglobin in chitosan-coated alginate
microspheres prepared by emulsification internal gelation. Journal of The
American Association of Pharmaceutical Scientists. 7(4):903-913.
Simopoulos A. 2016. An increas in the omega-6/omega-3 fatty acid ratio
increases the risk for obesity. Nutrients. 8(128):1-17.
Srimiati M, Kusharto CM, Tanziha I, Suseno SH. 2015. Effect of different
bleaching temperatures on the quality of refined catfish (Clarias
gariepinus) oil. Procedia Food Science. 3:223-230.
Subramanian R, Nakajima M. 1997. Membrane degumming of crude soybean and
rapeseed oils. Journal of American Oil Chemist’s Society. 74(8): 971-975.
Sulistyorini L, Hikmawati A. 2006. Perubahan kadar merkuri (Hg) pada ikan
tongkol (Euthnnus sp.) dengan perlakuan perendaman larutan jeruk nipis
dan pemasakan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 3(1):67-76.
Surbakti M. 2011. Penentuan kualitas dan komposisi minyak hasil ekstraksi dari
biji bunga matahari yang tumbuh didaerah Pancurbatu Kabupaten
Deliserdang. Agrium. 16(3):124-130.
Suryani E, Susanto WH, Wijayanti N. 2016. Karakteristik fisik kimia minyak
kacang tanah (Arachis hypogaea) hasil pemucatan (kajian kombinasi
adsorben dan waktu proses). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 4(1):120-
126.
Susanto E, Fahmi AS. 2014. Review: senyawa fungsional dari ikan: aplikasinya
dalam pangan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1(4):95-102.
Suseno SH, Tajul AY, Nadiah WA. 2011. The use of passive filtration for
optimization of magnesol xl function for improving the quality of
Sardinella lemuru oil. International Research Journal of Biochemistry and
Bioinformatics. 1(5):103-113.
Suseno SH, Tajul AY, Nadiah WA, Noor AF. 2012. Improved of color properties
on Sardinella lemuru oil during adsorbent refining using magnesol XL.
International Food Research Journal. 19(4) 1383-1386.
Suseno SH, Izaki AF, Suptijah P, Jacoeb AM, Saraswati. 2013. Kinetic study of
free fatty acid adsorption using adsorbent in Sardine (Sardinella sp.) oil
refining. Asian Journal of Agriculture and Food Science.. 1(5):287-293.
Suseno SH, Nurjanah, Jacoeb AM, Saraswati. 2014a. Purification of Sardinella sp.
oil: centrifugation and bentonite adsorbent. Asian Journal of Agriculture
and Food Science. 6(1):60-67.
Suseno SH, Tambunan JE, Ibrahim B, Izaki AF. 2014b. Improving the quality of
sardine oil (Sardinella sp.) from Pekalongan-Indonesia using
centrifugation and adsorbents (attapulgite, bentonite and zeolite). Asian
Journal of Agriculture and Food Science. 6(5):622-628.
a
Suseno SH, Yang TA, Nadiah WA, Saraswati. 2015. Physicochemical
characteristics and quality alkali-refining lemuru oil from Banyuwangi,
Indonesia. Pakistan Journal of Nutrition. 14(2):107-111.
44

b
Suseno SH, Nadia F, Jacoeb AM, Saraswati. 2015. Optimizing of sardine oil
neutralization process from fish meal industry by-product. Oriental
Journal of Chemistry. 31(4):2507-2514.
c
Suseno SH, Nurnafisah I, Jacoeb AM, Saraswati, Izaki AF. 2015. Optimization
of bleaching condition for sardine oil from fish meal by-product. World
Journal of Fish and Marine Sciences. 7(4):334-340.
Susilawati, Murhadi, Agustina. 2015. Ragam asam-asam lemak daging kambing
dan sapi segar serta olahannya pada lokasi karkas yang berbeda. Prosiding
Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI. 100-107.
Sutiah, Firdausi KS, Budi WS. 2008. Studi kualitas minyak goreng dengan
parameter viskositas dan indeks bias. Berkala Fisika. 11(2):53-58.
Tambunan JE. 2013. Improved quality of sardines oil (Sardinella sp.) using
centrifugation [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Telahigue K, Hajji T, Rabeh I, Cafsi ME. 2013. The changes of fatty acid
composition in sun dried, oven dried and frozen hake (Merluccius
merluccius) and sardinella (Sardinella aurita). African Journal of
Biochemistry Research. 7(8):158-164.
Tehubijuluw H, Fransina EG, Pada SS. 2013. Penentuan kandungan logam Cd
dan Cu dalam produk ikan kemasan kaleng secara spektrofotometri
serapan atom. Cakra Kimia. 1(1):8-13.
Tensiska, Setiasih IS, Irawati D. 2007. Deskripsi minuman emulsi VCO (virgin
coconut oil) pada berbagai jumlah penambahan air. Seminar Nasional PA
PTI. Meningkatkan Daya Saing Produk Pangan Lokal melalui Ilmu dan
Teknologi Untuk Menunjang Ketahanan Pangan Nasional. 893-904.
Tzvetkova P, Nickolov R. 2012. Modified and unmodified silica gel used for
heavy metal ions removal from aqueous solutions. Journal of The
University of Chemical Technology Metallurgy. 47(5):498-504.
Ugoala C, Ndukwe GI, Audu TO. 2008. Comparison of fatty acids profile of some
freshwater and marine fishes. Journal of Food Safety. 10:9-17.
Velikonja J, Kosaric N. 1993. Biosurfactant in Food Application. In
Biosurfactant: Production, Properties Applications Eds. New York (US):
Marcel Dekkar.
Vitara A. 2007. Trapping of Ammonium (NH4+) from Urine with Zeolite At
Various Urine Concentration Variations. Sukabumi (ID): UMMI.
Wahyuni S, Ramli, Mahrizal. 2015. Pengaruh proses dan lama pengendapan
terhadap kualitas biodisel dari minyak jelantah. Pillar of Physics. 6:33-40
Widayat. 2007. Studi pengurangan bilangan asam, bilangan peroksida dam
absorbansi dalam proses pemurnian minyak goreng bekas dengan zeolit
alam aktif. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 6(1):7-12.
Yabanli M. 2013. Assessment of the heavy metal contents of Sardina pilchardus
sold in Izmir. Ekoloji. 22(87):10-15.
Yang RT. 2003. Adsorbents: Fundamentals and Applications. New Jersey (US):
John Wiley & Sons, Inc.
Yulaipi S, Aunurohim. 2013. Bioakumulasi logam berat timbal (Pb) dan
hubungannya dengan laju pertumbuhan ikan mujair (Oreochromis
mossambicus). Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2(2):2337-3520.
45

Yuliana, Veronica JS, Indraswati N, Gunantara B. 2005. Penggunaan adsorben


untuk mengurangi kadar free fatty acid, peroxide value dan warna minyak
goreng bekas. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. 4(2):212-218.
Yuliana A. 2014. Uji aktivitas antijamur formulasi emulsi minyak cengkeh
(Syzygium aromaticum L. Merr). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada.
12(1):242-243.
Zufarov O, Schmidt S, Sekretar S. 2008. Degumming of rapeseed and sunflower
oils. Acta Cimica Slovaca. 1(1): 321-328.
Zuta PC, Simpson BK, Zhao X, Leclerc. 2007. The Effect of α-tochopherol on the
oxidation of mackerel oil. Food Chemistry. 100: 800-807.
46

LAMPIRAN
47

Lampiran 1 Foto minyak ikan sardin

Minyak kasar Minyak kasar sentrifugasi

Minyak semi refined Minyak refined dengan asam sitrat

Minyak refined tanpa


asam sitrat
48

Lampiran 2 Logam berat minyak kasar

Timbal (Pb)
λ= 217.0 nm
ppm Absorbansi
0.1500 y = 0.0174x + 0.0022
standar standar
R² = 0.9999
0 0 0.1000
0.0500
0,6 0.,0120
0.0000
1 0.0194 0 2 4 6 8 10
2 0.0377
4 0.0726
8 0.1413

Kadar
Bobot Absorbansi ppm sampel x ppm sampel x
ppm sampel Pb
sampel sampel FP FP x bobot
(ppm)
10.4047 -0.004 -0.356321839 -17.81609195 -1.712311932
-1.436
10.4047 -0.003 -0.298850575 -14.94252874 -1.436132588
Ttd
10.4047 -0.003 -0.298850575 -14.94252874 -1.436132588

Kadmium (Cd)
λ= 228.8 nm
ppm Absorbansi
standar standar
0 0
0.05 0.0222
0.1 0.0471
0.2 0.0940
0.4 0.1815
0.6 0.2649
49

Lampiran 2 (lanjutan)

0.3
0.2
y = 0.4401x + 0.0031
0.1 R² = 0.9993
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8

Bobot Absorbansi ppm sampel ppm sampel Kadar Cd


ppm sampel
sampel sampel x FP x FP x bobot (ppm)
10.4047 0.0039 0.001818 0.090888 0.008735
10.4047 0.0055 0.005453 0.272665 0.026206 0.017
10.4047 0.0047 0.003636 0.181777 0.017471

Raksa (Hg)
λ= 253.7 nm
ppm Absorbansi
standar standar
0 0
5 0.1725
10 0.3299
20 0.5670
40 1.0189
50 1.2743

1.5

1
y = 0.0239x + 0.0741
0.5 R² = 0.9987

0
0 10 20 30 40 50 60

Bobot Absorbansi ppm sampel ppm sampel Kadar Hg


ppm sampel
sampel sampel x FP x FP x bobot (ppm)
10.4047 0.7030 26.31381 6578.452 632.2577
10.4047 0.6973 26.07531 6518.828 626.5273 0.630
10.4047 0.7007 26.21757 6554.393 629.9454
50

Lampiran 2 (lanjutan)

Arsen (As)
λ= 193.7 nm
ppm Absorbansi
standar standar
0 0
5 0.1725
10 0.3299
20 0.5670
40 1.0189
50 1.2743

0.4

0.2 y = 0.0038x + 0.0233


R² = 0.9998
0
0 50 100

Bobot Absorbansi ppm sampel ppm sampel Kadar As


ppm sampel
sampel sampel x FP x FP x bobot (ppm)
10.4047 -0.009 -8.5 -4250 -408.469
-425.331
10.4047 -0.013 -9.55263 -4776.32 -459.054
(ttd)
10.4047 -0.009 -8.5 -4250 -408.469

Nikel (Ni)
λ= 232.0 nm
ppm Absorbansi
standar standar
0 0
1 0.0703
2 0.1332
3 0.1962
4 0.2564
6 0.3922
51

Lampiran 2 (lanjutan)

0.5
0.4
0.3
y = 0.0642x + 0.0044
0.2 R² = 0.9995
0.1
0
0 2 4 6 8

ppm
Bobot Absorbansi ppm sampel x Kadar Ni
ppm sampel sampel x
sampel sampel FP (ppm)
FP x bobot
10.4047 0.0054 0.015576 0.778816 0.074852
10.4047 0.0060 0.024922 1.246106 0.119764 0.085
10.4047 0.0052 0.012461 0.623053 0.059882

Lampiran 3 Profil asam lemak

Minyak kasar ikan sardin


52

Lampiran 3 (lanjutan)

Peak# Ret.Time Area Height Area%


1 8.931 1372 388 0.0316
2 9.017 1226 305 0.0282
3 12.149 3982 1128 0.0916
4 13.432 2203 615 0.0507
5 14.086 1433 398 0.0330
6 14.759 585771 162618 13.4760
7 15.430 6077 1610 0.1398
8 15.699 2605 421 0.0599
9 15.860 1329 369 0.0306
10 16.125 26125 6873 0.6010
11 16.833 2633 678 0.0606
12 16.978 1833 318 0.0422
13 17.569 864889 214595 19.8972
14 18.121 17725 4734 0.4078
15 18.256 5090 1240 0.1171
16 18.391 6815 2058 0.1568
17 18.538 468787 128791 10.7847
18 18.723 17019 3299 0.3915
19 18.970 25106 6498 0.5776
20 19.096 8298 1683 0.1909
21 19.627 15515 2716 0.3569
22 19.721 5149 1201 0.1184
23 19.920 4330 1066 0.0996
24 20.080 38715 9854 0.8907
25 20.451 141264 37024 3.2498
26 20.691 1895 374 0.0436
27 21.086 3546 675 0.0816
28 21.230 44971 9975 1.0346
29 21.415 178596 43364 4.1087
30 21.556 112435 27377 2.5866
31 21.788 4009 756 0.0922
32 22.055 7017 1172 0.1614
33 22.273 2774 657 0.0638
34 22.584 4380 718 0.1008
35 22.695 2698 601 0.0621
36 22.877 50845 11548 1.1697
37 23.004 55393 11972 1.2744
38 23.399 6926 1558 0.1593
39 23.828 14058 2980 0.3234
40 23.967 2333 508 0.0537
41 24.303 14136 2959 0.3252
42 24.531 2972 539 0.0684
43 24.879 12146 2094 0.2794
44 24.999 38288 7825 0.8808
45 25.075 21153 5044 0.4866
46 25.204 5816 1268 0.1338
47 25.829 2957 601 0.0680
48 25.957 1488 280 0.0342
49 26.635 60526 11029 1.3924
53

Lampiran 3 (lanjutan)

50 26.887 4471 816 0.1028


51 27.015 5875 1036 0.1352
52 27.873 1090 192 0.0251
53 28.129 9751 1650 0.2243
54 28.678 10141 1739 0.2333
55 29.463 66227 10831 1.5236
56 29.664 7495 1087 0.1724
57 30.087 109514 17339 2.5194
58 30.274 2635 430 0.0606
59 30.810 2200 321 0.0506
60 31.662 17498 2843 0.4025
61 32.004 1754 272 0.0404
62 32.153 3592 468 0.0826
63 32.387 1161 126 0.0267
64 32.878 1342 224 0.0309
65 33.196 613157 104654 14.1060
66 33.543 6544 907 0.1505
67 34.717 1484 276 0.0341
68 35.065 16299 2863 0.3750
69 35.349 2182 363 0.0502
70 35.687 6037 1068 0.1397
71 36.154 21133 3620 0.4862
72 36.722 1416 247 0.0326
73 36.870 26940 4546 0.6198
74 38.689 56044 9223 1.2893
75 38.914 2342 326 0.0539
76 40.113 438191 68003 10.0808
77 40.507 3580 511 0.0824
Total 4346780 972353 100.0000
54

Lampiran 3 (lanjutan)

Minyak refined tanpa asam sitrat hasil ekstrak emulsi

Peak# Ret.Time Area Height Area%


1 9.116 1087 300 0.0230
2 12.189 3381 890 0.0715
3 13.481 1753 466 0.0371
4 14.142 1091 294 0.0231
5 14.816 469033 119053 9.9239
6 15.500 5079 1291 0.1078
7 15.691 1054 260 0.0223
8 15.768 1231 317 0.0261
9 15.908 1753 456 0.0371
10 16.196 23129 5404 0.4894
11 16.549 1010 190 0.0214
12 16.912 3384 795 0.0716
13 17.074 2123 332 0.0449
14 17.234 1165 187 0.0246
15 17.647 923852 216480 19.5470
16 18.192 15609 3906 0.3303
17 18.346 4700 1403 0.0994
18 18.456 6184 1873 0.1308
19 18.603 502131 117762 10.6241
20 18.786 3983 810 0.0843
55

Lampiran 3 (lanjutan)

21 19.061 22285 5519 0.4715


22 19.169 10249 2074 0.2168
23 19.677 9647 1903 0.2041
24 19.784 9713 1603 0.2055
25 19.992 12351 2824 0.2613
26 21.134 32131 6907 0.6798
27 20.561 182349 40851 3.8582
28 21.183 4151 1011 0.0878
29 21.280 34243 6571 0.7245
30 21.524 548571 121570 11.6067
31 21.654 175123 40098 3.7053
32 21.877 5749 1101 0.1216
33 22.179 7641 1434 0.1617
34 22.275 3050 650 0.0645
35 22.648 2882 631 0.0610
36 22.711 5760 776 0.1219
37 22.927 40144 7879 0.8494
38 23.082 53831 10055 1.1390
39 23.280 4978 926 0.1053
40 23.477 8124 1365 0.1719
41 23.970 17571 2658 0.3718
42 24.372 11043 2081 0.2336
43 24.609 3208 645 0.0679
44 25.003 12278 2042 0.2598
45 25.129 97017 16987 2.0527
46 25.328 12288 2193 0.2600
47 26.004 4816 664 0.1019
48 26.706 50565 7812 1.0699
49 26.954 3637 599 0.0770
50 27.131 9392 1456 0.1987
51 27.966 1120 165 0.0237
52 28.359 10029 1523 0.2122
53 28.790 9395 1424 0.1988
54 29.111 1323 129 0.0280
55 29.662 56627 7926 1.1981
56 29.856 15259 2132 0.3228
57 30.190 122514 17067 2.5922
58 31.091 1626 267 0.0344
59 31.369 1157 177 0.0245
60 31.762 16303 2318 0.3449
61 32.092 1475 195 0.0312
62 32.252 1856 239 0.0393
63 32.612 2554 264 0.0540
64 32.784 1233 171 0.0261
65 32.964 1150 160 0.0242
66 33.276 512022 78293 10.8334
67 33.848 5311 783 0.1124
68 34.973 2468 324 0.0522
69 35.103 1257 193 0.0266
70 35.320 20172 3377 0.4268
56

Lampiran 3 (lanjutan)

71 35.602 2378 419 0.0503


72 35.807 15357 2363 0.3249
73 36.248 18001 2706 0.3809
74 36.474 1554 204 0.0329
75 36.823 1528 277 0.0323
76 36.978 32132 4814 0.6799
77 37.622 1324 198 0.0280
78 38.804 65403 9091 1.3838
79 40.216 432314 59578 9.1469
80 40.846 3940 535 0.0834
Total 4726319 962846 100.0000

Lampiran 4 Foto emulsi minyak ikan sardin

Penyimpanan H0 formula emulsi 1:1 Penyimpanan H30 formula emulsi 1:1

Penyimpanan H0 formula emulsi 1:2 Penyimpanan H30 formula emulsi 1:2


57

Lampiran 4 (lanjutan)

Penyimpanan H0 formula emulsi 3:1 Penyimpanan H30 formula emulsi 3:1

Penyimpanan H0 formula emulsi 3:2 Penyimpanan H30 formula emulsi 3:1

Lampiran 5 Foto globula emulsi minyak ikan sardin

Globula formula emulsi 1:1 (H0) Globula formula emulsi 1:1 (H30)
58

Lampiran 5 (lanjutan)

Globula formula emulsi 1:2 (H0) Globula formula emulsi 1:2 (H30)

Globula formula emulsi 3:1 (H0) Globula formula emulsi 3:1 (H30)

Globula formula emulsi 3:2 (H0) Globula formula emulsi 3:2 (H30)
59

Lampiran 5 (lanjutan)

Globula SE (H0) Globula SE (H30)

Lampiran 6 Foto stabilitas dipercepat dari emulsi

Siklus 1 (4 °C) Siklus 1 (40 °C)

Siklus 2 (4 °C) Siklus 2 (40 °C)


60

Lampiran 6 (lanjutan)

Siklus 3 (4 °C) Siklus 3 (40 °C)

Siklus 4 (4 °C) Siklus 4 (40 °C)

Siklus 6 (4 °C) Siklus 6 (40 °C)


61

Lampiran 6 (lanjutan)

Siklus 4 (4 °C) Siklus 4 (40 °C)

Siklus 6 (4 °C) Siklus 6 (40 °C)


62

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serui pada tanggal 21 Juli 1990 sebagai anak ke dua
dari empat bersaudara dari pasangan bapak Jamanat Sinaga dan ibu Damaris
Heddiana Sihombing. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD
Negeri Inpres Famboaman-Serui tahun 2002, kemudian melanjutkan studi ke
SMP N 1 Serui dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Serui-Papua dan lulus pada
tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan kuliah S1 di Universitas
Cenderawasih Jayapura-Papua. Tahun 2012 penulis menyelesaikan pendidikan S1
pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA), Universitas Cenderawasih-Papua.
Tahun 2013 penulis mendapatkan beasiswa S2 dari Dikti melalui Program
PraSaintek dan mengikuti matrikulasi selama 2 semester (1 tahun) di Institut
Pertanian Bogor. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa S2 tahun 2014 pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Penulis telah mempublikasikan sebuah artikel yang
berjudul Minyak Ikan Sardin Hasil Sentrifugasi dan Adsorben untuk Emulsi pada
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia (JPHPI). Penulis menyelesaikan
pendidikan S2 dengan menulis tesis yang berjudul Formulasi Emulsi Minyak Ikan
Sardin (Sardinella sp.) Hasil Pemurnian dan telah ujian tesis pada bulan Maret
2017. Pada tahun yang sama penulis dinyatakan lulus dan menyandang gelar MSi.

Anda mungkin juga menyukai