Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dakwah adalah usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada
seluruh umat manusia tentang konsep Islam dalam pandangan dan tujuan hidup
manusia di dunia ini, dengan meliputi amar ma’ruf nahi munkar dengan berbagai
macam cara dan media yang selama itu masih dalam syariat yang diperbolehkan
Islam, serta membimbing dalam kehidupan bermasyarakat dan kehidupan
bernegara.
Kegiatan yang digeluti oleh para da’i atau pendakwah secara tradisional
dan secara lisan, dalam bentuk ceramah dan pengajian. Para juru dakwah ini
berpindah dari satu mejelis ke majelis lain, dari satu mimbar ke mimbar lainnya.
Jika dipanggil untuk berdakwah, yang terbesit dalam benak adalah ceramah
agama, tentunya secara lisan. Maka dakwah muncul dengan makna sempit dan
terbatas, yakni hanya ceramah melalui mimbar.
Pendekatan dakwah adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses dakwah. Umumnya, penentuan pendekatan didasarkan pada mitra dakwah
dan suasana yang melingkupinya. Sebagaimana definisi pendekatan dakwah di
atas yaitu titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses dakwah, maka ada
pendekatan lain yang melibatkan semua unsure dakwah, bukan hanya mitra
dakwah. Kata proses dakwah berarti melibatkan semua unsur dakwah. Dari
definisi ini, terdapat dua pendekatan dakwah yaitu pendekatan dakwah yang
terpusat pada mitra dakwah dan pendekatan dakwah yang terpusat pada
pendakwah. Pendekatan yang terfokus pada mitra dakwah lainnya adalah dengan
menggunakan bidang-bidang kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan dakwah
model ini meliputi: pendekatan sosial-politik, pendekatan sosial-budaya,
pendekatan sosial-ekonomi, dan pendekatan sosial-psikologis. Semua pendekatan
di atas bisa disederhanakan dengan dua pendakatan yaitu pendekatan dakwah
struktural dan pendekatan dakwah kultural.
Namun dalam perkembangan masyarakat yang semakin meningkat,
tuntutan yang sudah semakin beragam, membuat dakwah tidak bisa dilakukan lagi
secara tradisional hanya dengan lisan saja. Dakwah pada masa kini sudah
berkembang menjadi satu profesi yang menuntut skill, planning, dan manajemen
yang handal. Untuk mengkaji, meneliti dan meningkatkan aktivitas dakwah secara
professional. Dan dalam pendekatan dakwah sendiripun tidak terlepas dari
dakwah secara Kultural maupun Struktural baik dengan cara tradisional maupun
modern ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Dakwah?
2. Bagaimana Dakwah Kultural?
3. Bagaimana Dakwah Struktural?

C. Tujuan
1. Mengetahui Makna Dakwah.
2. Mengetahui Dakwah Kultural.
3. Mengetahui Dakwah Struktural.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dakwah
Islam adalah agama yang berisi dengan petunjuk-petunjuk agar
manusia secara individual menjadi manusia yang baik, beradab, dan
berkualitas, sehingga mampu membangun sebuah peradaban yang maju,
sebuah tatanan kehidupan yang manusiawi, dalam arti kehidupan yang adil,
maju, bebas dari berbagai penindasan, ancaman, dan berbagai kekawatiran.
Agar mencapai hal yang diinginkan tersebut diperlukan dengan apa yang
dinamakan dakwah. Karena dengan masuknya Islam dalam sejarah
umat manusia, agama ini mencoba meyakinkan umat manusia tentang
kebenaran dan menyeru pada umat mansuia agar menjadi penganutnya.
Disamping itu, Islam sebagai agama disebut juga sebagai
agama dakwah, maksudnya adalah agama yang disebarluaskan secara
damai, tidak lewat kekerasan.Walaupun ada terjadi peperangan dalam sejarah
Islam, baik ketika Nabi Muhammad masih hidup, maupun sesudahnya,
peperangan itu bukan dalam rangka mendakwahkan dan menyebarkan
Islam, tapi dalam rangka mempertahankan diri atau melepaskan masyarakat
dari penindasan penguasa yang tirani.Dalam beberapa kasus peperangan
yang dimenangkan umat Islam pada zaman Nabi masih hidup, Nabi sendiri
tidak pernah memaksa penduduk daerah yang ditundukkan atau orang yang
dikalahkan untuk masuk Islam.
Dalam pandangan masyarakat awam, dakwah sering indektik dengan
khutbah, pengajian, dan arti- arti sempit lainnya. Padahal pengertian dakwah
lebih luas dari itu, tidak hanya sebatas pengajian, maupun khutbah. Ditinjau
dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab, dakwah dan kata
da’a, yad’u yang berarti panggilan, ajakan, dan seruan.1
Ada beberapa kata yang hampir sama maksudnya dengan
“dakwah”, seperti : penerangan, penyiaran, pendidikan, pengajaran,
1 Moh. Ali aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h 2
indoktrinasi dan propaganda. Penerangan,mempunyai suatu tujuan tertentu
sekurang-kurangnya menarik orangatau memberikan pengertian kepada orang
lain mengenai hal tertentu. Penerangan lebih cencerung pada pasif, artinya
tidak memerlukan reaksi yang nyata dari orang yang menerima penerangan
itu. Oleh karena itu penerangan merupakan bagian dari dakwah.
Penyiaran, adalah merupakan salah satu pelaksanaan dakwah, penyiaran bisa
digunakan untuk penjelasan sesuatu yang inti, dan bisa juga untuk
menjelaskan persoalan-persoalan yang pokok, dengan atau tanpa penjelasan.
Sedang penerangan dapat dipergunakan untuk penjelasan-penjelasan yang
sudah ada pokok- pokoknya lebih dahulu, sehingga penerangan datangnya
kemudian. Pendidikan dan pengajaran, kedua-duanya juga menjadi bagian
dan cara-cara atau salah satu alat dalam dakwah, sekalipun dalam
pendidikan itu lebih banyak ditekankan agar orang- orang yang dididik
membiasakan diri untuk bersikap sebagaimana yang dimaksud oleh pendidik.
Sedang pengajaran lebih banyak ditekankan pada materi ilmiahnya yang
memberi kesempatan lebih banyak kepadanya untuk mempertimbangkan
kebenarannya. Indoktrinasi, hampir sama dengan pendidikan dan pengajaran,
Mengindoktrinasi artinya memberikan ajaran-ajaran pokok yang menjadi
pedoman bagi orang yang menerima doktrin, untuk bertindak lebih lanjut.2
Secara istilahi (terminologi), sebagaimana dikutip oleh Moh.
Ali Aziz, para ulama memberikan pengertian dakwah yang bermacam-
macam, antara lain :
Syekh Ali Makhfudh dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin,
mengatakan dakwah adalah :” mendorong manusia untuk berbuat
kebajikan dan mengikuti petunjuk (agama) . menyeru mereka kepada
kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan munkar. Agar memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat”.
a. Syekh Muhammad Khidr Husain dalam bukunya, al-Dakwah ila al
ishlah, menjelaskan bahwa dakwah adalah :”Upaya untuk memotivasi

2 Toha Yahya Umar, Islam dan Dakwah, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004), h 67-
68
orang agar berbuat baik, dan mengikuti jalan petunjuk, dan melakukan
amar ma’ruf nahi munkar, dengan tujuan mendapatkan kesuksesan dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
b. HSM. Nasaruddin Latif Mendifinisikan dakwah: “ Setiap usaha
maupun aktifitas dengan tulisan maupun lisan yang bersifat menyeru,
mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah
swt, sesuai dengan garis-garis akidah dan syariat serta akhlak Islamiya”.
c. Toha Yahya Umar, mendifinisikan dakwah : “Mengajak manusia dengan
cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah
Allah, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan
akhirat”.
d. Aboebakar Atjeh, mendifinisikan dakwah : “Seruan kepada umat manusia
untuk kembali kepada ajaran hidup hidup sepanjang ajaran Allah yang
benar, dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang benar”.
e. Masdar Helmy, mengatakan bahwa dakwah :”Mengajak dan
menggerakkan manusia agar menaati ajaran-ajaran Allah(Islam),
termasuk amar ma’ruf nahi munkar untuk bisa memperoleh kebahagiaan
di dunia dan akhirat”.7
Dari beberapa pengertian dakwah di atas, walaupun secara
sepintas berbeda, tapi kalau diamati secara seksama, setiap redaksinya
memiliki tiga unsur pokok, yaitu ; pertama, dakwah adalah proses
penyampaian agama Islam dari seseorang pada orang lain. Kedua, dakwah
adalah penyampaian ajaran Islam dapat berupa amr ma’ruf (ajaran kepada
kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran). Ketiga, usaha tersebut
dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknya suatu individu atau
masyarakat yang taat dan mengamalkan sepenuhnya seluruh ajaran Islam.3

B. Dakwah Kultural
Dakwah kultural di satu sisi mempunyai prinsip dengan lebih
menekankan pendekatan Islam kultural, yakni salah satu pendekatan

3 Moh. Ali aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004) h, 10.


yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrinal formal antara Islam dan
politik atau Islam dan negara. Dakwah kultural mempertanyakan
validitas; apakah benar bahwa dakwah umat Islam yang berada di luar
kekuasaan adalah dakwah yang tidak lengkap dan sempuma.
Hakekat dakwah pada dasamya adalah upaya mengajak dan
mengembalikan manusia pada eksistensi secara integral, serta merupakan
upaya penjabaran nilai-nilai Ilahi menjadi amal saleh dalam kehidupan nyata.
Antara pemikiran tentang dakwah yang berkembang sekarang dengan
realitas, ada suatu kesenjangan yang perlu dijembatani. Pertama,
kesenjangan yang berasal dari cara memberikan pengertian dakwah
yang mempengaruhi tradisi dakwah selama ini. Kedua, kesenjangan
yang disebabkan tidak adanya kerangka keilmuan tentang dakwah yang
mampu memberikan penjelasan tentang dakwah Islam, yang merupakan
kesenjangan antara teori dan praktek. Dakwah kultural di satu sisi
mempunyai prinsip dengan lebih menekankan pendekatan Islam
kultural, yakni salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali
kaitan doktrinal formal antara Islam dan politik atau Islam dan negara.
Tegasnya gerakan dakwah kultural itu cenderung
mempertanyakankebenaran statemen yang mengatakan bahwa gerakan
dakwah dipandang belum sungguh-sungguh memperjuangkan Islam
Hubungan antara Islam dan politik atau Islam dan negara
termasuk wilayah pemikiran ijtihadiyah, yang tidak menjadi
persoalan bagi umat Islam ketika sistem kekhalifahan masih
bertahan di dunia Islam.
Dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang menekankan

Pendekatan Islam kulural.4 Islam kultural adalah salah satu pendekatan


yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrinal yang formal antara Islam
dan politik atau Islam dan negara. Hubungan antara Islam dan politik
atau Islam dan negara termasuk wilayah pemikiran ijtihadiyah, yang tidak
menjadi persoalan bagi umat Islam ketika sistem kekhalifahan masih
4 Sulthon, Menjawab Tantangan Zaman Desain Ilmu Dakwah Kajian Ontologis,
Epistemologis, dan Aksiologis, (Cet. I: Yogyakarta: Pustaka Peiajar, 2003), h.26.
bertahan di dunia Islam. Setelah hancur sistem kekhalifahan di Turki,
dunia Islam di hadapkan pada sistem politik Barat.
Dalam kaitan itu, hubungan Islam dan negara menjadi bagian dari
persoalan serius. Ada yang berpendapat bahwa negara-negara yang berdiri di
dunia Islam itu identik dengan sistem kekhalifalran pada masa klasik.
Sistem kekhalifahan itu sendiri dianggap sebagai bagian dari ajaran
Islam yang diwariskan oleh Rasulullah. Oleh karena itu, ada pemikiran
bahwa antara Islam dan negara terjalin hubungan doktrinal secara formal.
Gerakan dakwah dipandang belum sungguh-sungguh memperjuangkan
Islam ketika belum secara terus-nerus memperjuangkan negara-negara
berdasar Islam. 5
Seiring dengan semakin menurunnya peran Islam politik pada
masa modem, yang ditandai dengan terhapusnya sistem kekhalifahan di
Turki dan dominasi Barat atas wilayah- wilayah berpenduduk mayoritas
Islam, istilah dakwah menemukan kembali pengertian keagamaannya secara
kultural. Dakwah memasukan aktivitas penyiaran (tabligh), pendidikan dan
pengembangan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Islam, baik untuk
mad'u muslim maupun non muslim. Untuk muslim. Dakwah berfungsi
sebagai proses peningkatan kualitas penerapan ajaran agama. Islam
sedangkan untuk non-muslim fungsi dakwah minimal adalah
memperkenalkan dan mengajak mereka agar memeluk agama Islam
secara sukarela.
Pada waktu yang panjang dakwah Islam menjadi fenomena
agama dan sosial yang sama tuanya dengan agama Islam. Ia merupakan
proses tanpa akhir. Antara dakwah dan Islam terdapat hubungan
dialektis. Islam tersebar karena dakwah, dan dakwah dilakukan atas
dasar ketentuan ajaran Islam.

5 Efendi, Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik Islam di
Indonesia,(Jakarta:Paramadina, 1998), h. 45-47
Terdapat dua dimensi besar dalam dakwah. Pertama, kebenaran yang
merupakan pesan bagi nilai hidup dan kehidupan manusia yang seharusnya
dimengerti, diterima, dan dijadikan dasar kehidupan oleh segenap umat
manusia. Kedua, keterbukaan, yaitu bahwa proses penyerahterimaan
pesan, antara dai dan mad'u hendaknya terjadi secara manusiawi, berdasar
atas rasionalitas tertentu, dan tanpa paksaan. Itulah sebabnya, sejarah
dakwah dikenal sebagai sejarah yang damai.
Untuk itu, dalam prosesnya, dakwah Islamiyah memiliki kaya
nuansa. Sebab dakwah harus berhadapan dengan dinamika kehidupan
manusia. Maka dakwah pun menjadi dinamis, agar bisa selaras
dengan kondisi lingkungan manusia yang didakwahinya yang
Dakwah kultural adalah dakwah yang bersifat bottom-up yang
melakukan pemberdayaan kehidupan beragama berdasarkan nilai-nilai
spesifik yang dimiliki oleh mad’u. Namun ada dua pengertian dakwah kultural
yang saling berhubungan satu sama lain, dakwah yang menggunakan
pendekatan kultural, yaitu: pertama, dakwah yang bersifat akomodatif
terhadap nilai budaya tertentu secara inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan
aspek substansial keagamaan. Kedua, menekankan pentingnya kearifan dalam
memahami kebudayaan komunitas tertentu sebagai objek atau sasaran
dakwah.
Muhammad Shulton berpendapat, dakwah kultural adalah aktivitas
dakwah yang menekankan pendelatan islam kultural. Islam kultural adalah
salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrin yang
formal antara islam dan politik atau islam dengan negara.
Kata kultural berasal dari bahasa inggris, culture, yang berarti
kesopanan, kebudayaan, dan pemeliharaan. Teori lain mengatakan
bahwa culture berasal dari bahasa latin, cultura yang artinya memelihara,
mengerjakan, dan mengolah. Sementara itu, Koentjaraningrat membagi
kebudayaan ke dalam tiga wujud: (1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan,
dan sebagainya. (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
(3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
Jadi, yang dimaksud dengan islam kultural adalah islam yang dipahami
dengan pendekatan kebudayaan atau islam yang dipengaruhi ole paham atau
konsep kebudayaan.6
1. Dakwah Sunan Kalijaga Sebagai Salah Satu Contoh Dakwah Kultural
a) Pewayangan
Pewayangan merupakan suatu ensiklopedia yang hidup, tentang
perilaku kehidupan manusia yang banyak mengandung falsafah dan ajaran
kerohanian seperti etika, estetika, kesetiaan, pengabdian dan cinta tanah
air, serta mengandung ajaran sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan
hidup manusia).
Bagi para wali dan juru dakwah lain, wayang berfungsi sebagai
sarana untuk menyiarkan ajaran agama islam yang sangat efektif
berdasarkan pengalaman sejarah, wayang pernah digunakan para wali
untuk menyebarkan ajaran islam agar dipeluk oleh orang jawa mulai
lapisan terbawah hingga kalangan elite priayi.7

C. Dakwah Struktural
Dakwah struktural adalah lawan dari dakwah kultural, yaitu dakwah
yang menjadikan kekuasaan, birokrasi, atau kekuatan politik sebagai alat
untuk memperjuangkan islam. Dakwah dengan pendekatan struktural identik
dengan dakwah politik atau politik dakwah. Menurut Imam Ibn Qayyim,
politik terbagi menjadi dua macam, yaitu politik yang diwarnai kezaliman
yang diharamkan dalam syariat islam dan politik yang diwarnai keadilan yang

6 Sukayat , Ilmu Dakwah(Simbiosa Rekatama Media, 2015) h.110


7 Puuwadi, ,Dakwah Sunan Kalijaga, (Pustaka Pelajar, 2004) h.180
merupakan bagian dari syariat islam. Jelas bahwa makna awal politik
atau siyasahadalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam
politik berarti memperhatikan kondisi masyarakat atau umat muslim dengan
cara menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan musuh.
Untuk itu, perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam mengurusi
urusan umat muslim, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang
mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang
nyata.
Dengan demikian, politik islam dapat diartikan mengurus urusan
seluruh umat muslim. Walaupun demikian, realitas politik seperti itu menjadi
pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat, baik perkataan maupun
perbuatan, yang menyimpang dari kebenaran islam yang dilakukan oleh
mereka, baik muslim ataupun non-muslim.8
Dakwah struktural acapkali berlawanan dengan dakwah kultural.
Kedua bentuk pendekatan dakwah tersebut acapkali “berebut tempat”.
Gerakan dakwah kultural cenderung mempertanyakan kebenaran asumsi yang
menyatakan bahwa dakwah dipandang tidak bersungguh-sungguh dalam
memperjuangkan islam dan memperjuangkan negara berdasarkan syariat
islam. Dakwah kultural mempertanyakan validasi tesis tersebut. Apakah benar
bahwa umat yang berada di luar kekuasaan adalah dakwah yang tidak lengkap
dan tidak sempurna. Berbeda dengan dakwah kultural, dakwah struktural
berpendapat bahwa yang dikatakan dakwah sebenarnya adalah dakwah yang
secara intensif mengupayakan islam sebagai dasar negara. Oleh karena itu,
dakwah struktural acapkali termasuk dalam kekuasaan. Aktivitas dakwah
struktural bergerak dengan memanfaatkan struktur sosial, politik, maupun
ekonomi guna menjadikan islam sebagai basis ideologi negara.
Dengan kata lain, dakwah struktural cenderung mempunyai maksud
dan tujuan untuk mendirikan negara islam. Negara dianggap sebagai alat yang
paling strategis dan menjanjikan untuk menegakkan syariat islam. Para pelaku
politik menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dalam perilaku politik mereka

8 Sukayat , Ilmu Dakwah(Simbiosa Rekatama Media, 2015) h.123


serta penegakan ajaran islam menjadi tanggung jawab negara dan kekuasaan.
Dalam perspektif dakwah struktural, negara adalah instrumen paling penting
dalam kegiatan dakwah.9
1. Strategi Dakwah Struktural
Strategi dakwah struktural sebagai upaya internalisasi nilai yang
dapat dilakukan agar menjadi bagian dari kebijakan publik harus memiliki
beberapa persyaratan. Pertama, nilai-nilai agama tidak diartikulasikan
secara verbal, namun terumus dalam bentuk nilai-nilai universalitas
konkret. Kedua, fokus utama internalisasi nilai bukan pada nilai sebagai
kata benda, melainkan sebagai kata kerja atau proses. Sebagai proses, nilai
secara verbal dapat saja tidak muncul dan baru akan muncul saat hasil dari
prosesnya bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Ketiga,permasalahan yang
ada di sekitar ruang publik menjadi landasan penentuan nilai yang akan
diinternalisasikan, kemudian dikemas sesuai dengan tingkat penerimaan
publik sehingga dapat diterima dengan baik. Keempat, nilai-nilai agama
harus terumuskan dalam bentuk tujuan, sarana, dan aksi yang jelas serta
bersifat universal sehingga dapat diaplikasikan pada kebijakan publik.

9 Sukayat , Ilmu Dakwah(Simbiosa Rekatama Media, 2015) h. 112.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dakwah kultural adalah dakwah yang bersifat bottom-up yang
melakukan pemberdayaan kehidupan beragama berdasarkan nilai-nilai
spesifik yang dimiliki oleh mad’u. Namun ada dua pengertian dakwah kultural
yang saling berhubungan satu sama lain, dakwah yang menggunakan
pendekatan kultural, yaitu: pertama, dakwah yang bersifat akomodatif
terhadap nilai budaya tertentu secara inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan
aspek substansial keagamaan. Kedua, menekankan pentingnya kearifan dalam
memahami kebudayaan komunitas tertentu sebagai objek atau sasaran
dakwah.
Dakwah struktural adalah lawan dari dakwah kultural, yaitu dakwah
yang menjadikan kekuasaan, birokrasi, atau kekuatan politik sebagai alat
untuk memperjuangkan islam. Dakwah dengan pendekatan struktural identik
dengan dakwah politik atau politik dakwah.

B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, penulis harap agar pembaca mampu
mengambil hikmah dari kandungan yang terdapat di dalamnya. Setiap karya
pasti indah, namun setiap keindahan itu belum tentu yang terbaik. Maka
penulis mohon apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan
ataupun kandungan pokok pembahasan. Kritik dan saran akan penulis terima,
guna karya yang lebih baik kedepanya. Sekian, dan terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai