Embriogenesis mempunyai be- tanaman melalui jalur embriogene-sis em-brio zigotik. Faktor yang penting
berapa tahap spesifik, yaitu (1) in-duksi somatik, tahap perkembangan eksplan da-lam induksi dan
sel dan kalus embriogenik, membentuk embrio soma-tik, serta perkembangan embriogenesis somatik
(2) pendewasan, (3) perkecam-bahan, bagaimana rangkaian pro-ses tersebut adalah komposisi nutrisi pada media
dan (4) hardening. Pada tahap induksi dikendalikan oleh gen-gen tertentu. kul-tur. Nitrogen merupakan faktor uta-
kalus embriogenik di-lakukan isolasi ma dalam memacu morfogenesis secara
eksplan dan pena-naman pada media FAKTOR-FAKTOR YANG in vitro.
tumbuh. Untuk induksi kalus MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN
embriogenik kultur umumnya EMBRIO SOMATIK Menurut Ammirato (1983) ben-tuk
ditumbuhkan pada me-dia yang nitrogen reduksi dan beberapa asam
mengandung auksin yang mempunyai Beberapa faktor yang mempe-
amino seperti glutamin dan casein
daya aktivitas kuat atau dengan ngaruhi pembentukan embrio so-matik
hidrolisat, sangat penting un-tuk
konsentrasi tinggi. Dari ber-bagai hasil adalah jenis eksplan, sumber nitrogen
inisiasi dan perkembangan em-brio
penelitian dan gula, serta zat peng-atur tumbuh.
somatik. Penambahan asam amino
menunjukkan bahwa 2,4-D merupakan dapat merangsang terjadi-nya
auksin yang efektif untuk induksi kalus Jenis Eksplan komunikasi di antara sel dan jaringan
embriogenik. Zat pengatur tumbuh pada organ multiselular (Young et al.,
tersebut merupakan auksin sintetis yang Penggunaan eksplan yang ber-sifat 1999 dalam Vesco dan Guerra, 2001).
cukup kuat dan tahan terha-dap meristematik umumnya mem-berikan Untuk inisiasi dan pendewasaan
degradasi karena reaksi enzi-matik dan keberhasilan pembentukan embrio
fotooksidasi. Di samping auksin, sering somatik yang lebih tinggi. Eksplan embrio somatik diperlukan
pula diberikan sitoki-nin seperti benzil yang digunakan dapat berupa aksis keseimbangan yang te-pat antara NH 4+
adedin (BA) atau embrio zigotik muda dan dewasa,
dan NO 3- (Bhojwani dan Razdan,
kotiledon, mata tunas, epikotil maupun
hipokotil. 1989). Konsentrasi NO3-yang terlalu
kinetin secara bersamaan (Bhojwani
tinggi akan me-ningkatkan pH media
dan Razdan, 1989). Hasil penelitian Vesco dan Guerra
sehingga ka-lus tidak dapat membentuk
Tahap pendewasaan adalah tahap (2001) menunjukkan bahwa embrio somatik.
perkembangan dari struktur globular penggunaan embriozigotik
membentuk kotiledon dan primordia dewasa (mature zigotic Hasil penelitian Vesco dan Guerra
akar. Beberapa hasil pe-nelitian embriogenesis / MZE) dapat (2001) pada tanaman Feijoa sellowiana
menunjukkan bahwa tahap menghasilkan embrio somatik yang
menunjukkan bahwa penggunaan NH4+
pendewasaan adalah tahap yang paling lebih banyak dalam waktu yang lebih
cepat daripada immature dan NO 3- pada konsentrasi 15 : 34 dan
sulit. Pada tahap ini sering 34 : 15 mM dengan menggunakan
di-gunakan auksin pada konsentrasi zigotic embryogenesis (IZE).
Sebaliknya hasil penelitian Gupta dan medium LPm dapat menghasilkan
rendah. jumlah embrio somatik
Crob (1995) dalam Vesco dan Guerra
Tahap perkecambahan adalah fase terbanyak/eksplan. Penambahan
(2001) pada ta-naman cemara
di mana embrio somatik mem-bentuk glutamin 4 mM meng-hasilkan induksi
menunjukkan bah-wa penggunaan
tunas dan akar. Pada media kalus embriogenik tertinggi.
embrio zigotik muda
perkecambahan konsentrasi zat (IZE) menghasilkan embrio somatik Penggunaan NO3- (49 mM) sebagai
pengatur tumbuh yang digunakan yang lebih banyak daripa-da embrio sumber N tunggal mengha-silkan
sangat rendah atau bahkan tidak di- jumlah embrio somatik yang rendah,
zigotik dewasa (MZE).
berikan sama sekali. tetapi ketika ke dalam me-dia
Dari beberapa hasil penelitian ditambahkan glutamin (4 mM) maka
tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah embrio somatik me-ningkat
Tahap hardening, yaitu tahap eksplan yang digunakan dapat ber-beda hingga 5,8 kali setelah 10 minggu.
aklimatisasi bibit embrio somatik dari tergantung jenis tanaman dan tahap
kondisi in vitro ke lingkungan baru di Sedangkan apabila NH4+ digunakan
perkembangan (develop-mental stage) sebagai sumber N tung-gal ternyata
rumah kaca dengan penu-runan dari eksplan.
kelembaban dan peningkat-an intensitas tidak terbentuk embrio somatik, selain
cahaya. itu laju pertumbuh-an kalus rendah dan
Sumber Nitrogen dan Gula
kalus ber-warna coklat.
Dalam makalah ini akan disaji-kan Embriogenesis somatik meng-alami
beberapa faktor yang mempe-ngaruhi proses perkembangan morfo-logi
keberhasilan perbanyakan seperti yang terjadi pada
2002 RAGAPADMI PURNAMANINGSIH: Regenerasi Tanaman melalui Embriogenesis Somatik 53
Induksi embrio somatik dipe- yang harus diberikan ke dalam me-dia digunakan antara lain auksin (2,4-D,
ngaruhi oleh pH media kultur. tumbuh. Gula berfungsi di sam-ping 3,5-T, picloram, dan NAA), sitokinin
Penggunaan NO3- meningkatkan pH sebagai sumber karbon, juga berguna (BA, kinetin, dan adenin sulfat), GA 3,
melalui eksresi HCO3- dari eksplan, untuk mempertahankan tekanan dan inhibitor ABA. Konsentrasi zat
sebaliknya pemakaian NH4+ akan osmotik media. Anhazha-gan dan pengatur tumbuh yang diguna-kan
menurunkan pH. Dalam penelitian Ganapathi (1999) melaku-kan tergantung pada tahap perkem-bangan
tersebut juga diteliti penggunaan penelitian tentang embrioge-nesis yang terjadi.
beberapa sumber somatik dalam kultur supensi
asam amino ter-hadap pembentukan pigeonpea (Cajanus cajan). Dalam TAHAP PERKEMBANGAN EKSPLAN
embrio soma-tik. Hasil yang diperoleh penelitian tersebut dilihat pengaruh MEMBENTUK EMBRIO SOMATIK
menunjuk-kan bahwa penggunaan beberapa jenis gula (glukosa, fruk-tosa,
asparagin, glutamin dan arginin sebesar maltosa) terhadap pemben-tukan Hamama et al. (2001) melaku-kan
4 mM dapat meningkatkan jumlah embrio somatik (Tabel 1). penelitian tentang pembentuk-an
embrio somatik dibandingkan dengan embriogenesis somatik dengan
Dari Tabel 1 terlihat bahwa pe-
kon-trol, walaupun tidak ada perbedaan menggunakan jaringan daun jojoba
nambahan sukrosa ke dalam me-dium
yang nyata di antara respon peng- (Simmondsia chinensis) sebagai
kultur dapat menghasilkan jumlah
gunaan ketiga asam amino terse-but. eksplan. Penelitian terdiri dari dua
embrio somatik terbanyak
Menurut Lea (1993) dalam Vesco dan tahap, yaitu (1) induksi kalus
dibandingkan dengan sumber gula lain.
Guerra embriogenik dan (2) pendewasaan dan
Selain itu, terlihat bahwa pe-makaian
perkecambahan. Media dasar yang
sukrosa dengan konsen-trasi 87,64 mM
(2001) nitrogen yang berasal dari asam digunakan adalah MS ½ di-
dapat menginduksi pembentukan
amino diasi-milasikan dengan cepat kombinasikan dengan zat pengatur
embrio somatik ter-tinggi, masing-
menjadi karbon skeleton selama tumbuh (2,4-D dan BA) dan dua jenis
masing pada tahap globular (36,2%),
metabo-lisme dan digunakan untuk sitokinin sintetik (CPPU dan F3iP)
hati (20,4%), dan torpedo (16,4%).
sintesis protein. Selain itu, asam amino pada beberapa taraf konsen-trasi (Tabel
da-pat meningkatkan perkembangan 2, 3, dan 4).
yang sinkron (synchronous develop- Zat Pengatur Tumbuh Hasil penelitian menunjukkan
ment) menjadi torpedo dan kotile-don. bahwa induksi kalus embriogenik,
Zat pengatur tumbuh merupa-kan pendewasaan embrio somatik dan
senyawa organik yang berpe-ran dalam perkecambahan membutuhkan
pertumbuhan dan per-kembangan kombinasi auksin dan sitokinin yang
Selain nitrogen, gula merupa-kan
kultur. Promotor yang berbeda. Induksi kalus terting-gi dari
salah satu komponen organik
jaringan daun dihasilkan dari perlakuan
2,26 µM 2,4-D + 2,22 µM
Tabel 1. Pengaruh penggunaan karbohidrat dan konsentrasi 2,4-D
terhadap embriogenesis somatik pada kultur suspensi BA. Penggunaan 1,35-4,52 µM 2,4-D
dikombinasikan dengan sitokinin (BA,
Konsentrasi karbohidrat Tahap embrio
CPPU, F3iP) pada konsentrasi
Globular (%) Hati (%) Torpedo (%)
rendah dapat menstimulasi produk-si
Glukosa 55,49 2,4 f 1,2 h 1,2 g
kalus embriogenik (Tabel 2). Setelah
110,99 6,8 f 2,6 h 2,4 f
166,48 10,2 e 5,0 f 4,2 c dilakukan 2 kali subkultur mulai
221,98 13,6 c 7,2 d 6,4 d terbentuk struktur proembrio
Fruktosa 55,49 6,2 f 2,8 g 2,4 f (proembrio mass).
110,99 12,4 c 5,2 f 4,6 c
166,48 6,4 f 5,0 f 4,2 c Pembentukan proembrio terbanyak
221,98 2,4 h 1,2 h 1,2 g dihasilkan de-ngan menggunakan
Sukrosa 55,49 12,4 h 6,8 c 6,2 d kombinasi 2,26 µM 2,4-D + 1,85 µM
110,99 20,2 b 16,2 b 14,6 b
166,48 36,2 a 20,4 a 16,4 a F3iP (Gambar 1A),
221,98 12,6 d 10,2 c 8,4 c selanjutnya proembrio ber-kembang
Maltosa 55,49 2,4 h 1,2 h n.d (Gambar 1B-D).
110,99 5,4 g 2,6 g 1,2 g
166,48 1,2 I n.d n.d Embrio somatik mulai terben-tuk
221,98 n.d n.d n.d setelah dilakukan pemindahan pada
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak media pendewasaan dan
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf 5%. Perlakuan terdiri atas perkecambahan (Tabel 3 dan 4).
10 ulangan
Penggunaan media dasar MS ½
Sumber: Anhazhagan dan Ganapathi (1999)
54 BULETIN AGROBIO VOL 5, NO. 2
dan penambahan zat pengatur tumbuh pendewasaan dan perkecambahan soma-tik dari tahap globular, hati,
dengan jenis dan konsentrasi yang tepat embrio somatik. Pada tahap ini ter-jadi torpe-do, kotiledon, kecambah
tampaknya dapat menginduk-si pembelahan sel secara longitu-dinal hingga terbentuk planlet. Penggunaan
pembentukan embrio somatik. Dalam dari 1 sel menjadi 6 sel hingga akhirnya me-dia yang tepat dapat menginduksi
hal ini media MS ½ + 3,44 µM IBA dan terbentuk meristem tunas dan meristem terjadinya seluruh tahap perkem-
0,44 µM BA merupakan media akar (Gambar 2). bangan embrio, sebaliknya pada media
Pada Gambar 3 diperlihatkan tahap yang kurang sesuai tidak ter-lihat
terbaik untuk menginduksi perkembangan embrio
Zat pengatur tumbuh (µM) Eksplan membentuk kalus (%) Kalus membentuk kultur embriogenik
Auksin Sitokinin (%)
2,4 D BA
0,45 0,44 3,3 1,2 0,0 2,3
1,35 1,33 60,0 11,1 6,6
2,26 2,22 88,0 8,7 26,6 5,2
4,52 4,43 67,3 18,1 20,0 3,3
22,60 22,19 1,3 1,1 0,0
31,66 31,06 0,0 0,0
2,4 D CPPU
0,45 0,40 33,3 9,8 0,0
1,35 1,21 54,7 13,3 28,6
2,26 2,01 60,7 13,3 35,3 8,2
4,52 4,03 49,3 8,3 32,7 3,0
22,60 20,18 4,0 4,0 0,0 2,5
31,66 28,26 0,0 0,0
2,4 D F3iP
0,45 0,37 7,3 1,2 0,0
1,35 1,11 65,3 7,0
2,26 1,85 80,0 5,3 26,0
4,52 3,71 49,3 11,0 70,6 2,8
22,60 18,58 0,0 33,3
31,66 26,02 0,0 0,0 28,7
0,0 6,2
Potongan daun dikulturkan pada media MS ½ yang diberi 0,45-31,66 µM 2,4-D dikombinasi-kan dengan 0,44-31,06
µM BA, 0,40-28,26 µM CPPU atau 0,37-26,02 µM F3iP. Pengamatan dilakukan pada umur 30 hari
Sumber:
Tabel 3. Persentase kultur embriogenik yang membentuk embrio dewasa dan berkecambah setelah dipindah ke media MS ½
dengan penambahan auksin yang berbeda serta dikombinasikan dengan sitokinin
Zat pengatur tumbuh Kalus embriogenik yang Persentase embrio dewasa Persentase embrio yang
Auksin Sitokinin dipindahkan yang terbentuk berkecambah
Gambar 1. Pembentukan kultur embriogenik dari eksplan daun pada media MS ½ dengan
penambahan 4,52 µM 2,4-D dikombinasikan dengan 3,71 µM F3iP (A,D), 4,43 µM
BA (B) atau 4,03 µM CPPU (C) pada umur 60 hari
A = potongan jaringan kalus friabel yang terdiri atas sel-sel yang bersifat meristematik, B
= pembelahan proembrio somatik membentuk satu, dua, tiga, dan empat sel, C = embrio globular
pada tahap awal, D = pembentukan kotiledon dari embrio somatik
Gambar 2. Pemotongan longitudinal dari kalus embriogenik yang dipindahkan pada media
pendewasaan dan perkecambahan MS ½ yang diberi 3,44 µM IBA dan 1,33 µM BA
pada 21 hari setelah perlakuan
perkembangan embrio. Peng-gunaan dapat berkecambah adalah 3,44 µM Hasil penelitian menunjukkan bahwa
auksin dikombinasikan de-ngan IBA + 0,44 µM BA (Tabel 3). for-mulasi media terbaik untuk induksi
sitokinin (BA, CPPU, dan Selanjutnya Hutami et al. (2001) kalus embriogenik adalah MS +
F3iP) dapat menginduksi pembentukan melakukan penelitian tentang rege- sukrosa 3% + vitamin B5 + 2,4-D 20
kalus embriogenik, tetapi tidak da-pat nerasi tanaman pepaya (Carica papaya mg/l, sedangkan komposisi media
menginduksi perkembangan embrio L.) melalui jalur embrioge-nesis dengan terbaik untuk memproduksi embrio
somatik (Tabel 3). Kombi-nasi zat menggunakan eks-plan embrio zigotik somatik dewasa dan bibit somatik
pengatur tumbuh yang ter-baik dimana muda dikombi-nasikan dengan adalah MS + sukrosa 2% + BA 0,4 mg/l
dihasilkan kalus em-briogenik yang penggunaan bebe-rapa jenis zat + kinetin 0,1 mg/l + myo-inositol 10
pengatur tumbuh pa-da beberapa taraf mg/l + thiamin 0,1 mg/l.
konsentrasi.
56 BULETIN AGROBIO VOL 5, NO. 2
BEBERAPA GEN YANG BERPERAN beda pada embrio dan bibit wortel dengan diferensiasi dan perkembangan
DALAM PROSES EMBRIOGENESIS sesuai dengan tahap perkembang- sistem pembuluh. Secara skematik
annya. Pada embrio, akumulasi m-RNA ekspresi dari ke-empat gen tesebut dan
Proses pembentukan
dari CHB3 terlihat pada bagian aksis hubungan-nya dengan tahap
embrioge-nesis somatik dikendalikan
embrio pada fase glo-bular, sedangkan perkembangan embriogenesis disajikan
oleh be-berapa gen. Homeobox gene pada awal fase hati sampai akhir pada Gam-bar 4.
(HB) yang menyandi motif homeodo- torpedo, akumu-lasi m-RNA dari CHB3
main (HD) pertama kali diidentifi-kasi tampak pa-da bagian paling dalam dari
sebagai wilayah sekuen yang terdiri Pada organ kotiledon dan hipo-
sel-sel korteks. Lapisan paling dalam kotil, gen CHB3, CHB4, CHB5, dan
dari beberapa gen yang ter-libat dalam dari sel-sel korteks tersebut berbeda de-
kontrol pengembangan Drosophila (Mc CHB6 terekspresi dalam proses di-
ngan sel-sel korteks lain di mana ferensiasi jaringan pembuluh. Hasil
Ginnies et al, 1984 dalam Hiwatashi lapisan tersebut banyak mengan-dung
dan Fukuda, 2000). HD protein dikenal penelitian Hiwatashi dan Fukuda
vakuola dan plastida. Lapisan ini akan (2000) juga menunjukkan bahwa
sebagai transcription factor di mana berdiferensiasi memben-tuk sistim
HD me-rupakan sekuen yang terlihat peningkatan jumlah m-RNA
pembuluh. Ekspresi dari gen CHB4 dan
berinteraksi dengan DNA. dari keempat gen pada jaringan
CHB5 mulai terlihat pada fase torpedo.
pembuluh (Gambar 5). Pada kotile-don
Hasil yang diper-oleh menunjukkan
ekspresi gen CHB3 terdeteksi pada sel-
bahwa ekspresi dari gen CHB3, CHB4,
sel pembuluh kotiledon yang
dan CHB5 ke-mungkinan berhubungan
berdiferensiasi, sedangkan pa-da
Hiwatashi dan Fukuda (2000) dengan diferensiasi dari lapisan sel-sel
hipokotil terlihat pada sel-sel korteks
mengisolasi 6 homeobox gen (CHBs) kor-teks yang paling dalam. Peningkat-
dan jaringan pembuluh mu-da yang
yang dikelompokkan seba-gai famili an jumlah m-RNA dari gen CHB6
terlihat pada jaringan pembuluh yang berdiferensiasi.
HD Zip I dari embrio dan bibit wortel.
Hasil analisis menun-jukkan bahwa masih muda dari fase hati hingga
jumlah m-RNA dari gen CHB3, CHB4, terbentuknya embrio soma-tik. Hal ini
CHB5, dan CHB6 meningkat sesuai menunjukkan bahwa gen CHB6
dengan perkem-bangan embrio
somatik. Akumulasi m-RNA dari gen-
gen tersebut tam-pak pada beberapa
lokasi yang ber- kemungkinan berhu-bungan
2002 RAGAPADMI PURNAMANINGSIH: Regenerasi Tanaman melalui Embriogenesis Somatik 57
A = embrio somatik pada berbagai tahap perkembangan yang berbeda, dari perlakuan 3,75 µM
NAA/0,44 µM BA, B = fase torpedo dari perlakuan 3,44 µM IBA/0,44 µM BA, C = fase kotiledon
dari embrio somatik berasal dari perlakuan 3,44 µM IBA/0,37 µM F3iP, D = perkecambahan embrio
dengan kotiledon dan akar primer, berasal dari perlakuan 3,75 µM NAA/0,37 µM F3iP, E =
regenerasi planlet dari embrio somatik berasal dari perlakuan 3,44 µM IBA/0,44 µM BA.
Gambar 3. Perkembangan embrio somatik dan planlet yang berasal dari embrio somatik setelah
kalus embriogenik dipindah ke media pendewasaan dan perkecambahan
Gambar 4. Akumulasi m-RNA dari CHB yang berbeda-beda selama embriogenesis somatik
(A), (B), (C) dan (D) adalah potongan melintang dari kotiledon embrionik. (E), (F), (G), (G) dan (H) adalah potongan
melintang dari hipokotil dari bbit muda. (A) dan (E) : akumulasi m-RNA CHB3. (B) dan (F) : akumulasi m-RNA CHB4.
(C) dan (G) : akumulasi m-RNA CHB5. (D) dan (H) : akumulasi m-RNA CHB6
Gambar 5. Lokalisasi dari m-RNA CHB pada kotiledon embrionik dan hipokotil dari bibit muda