Salah satu komponen yang ada di zona pusat kota adalah fasilitas pelayanan (khususnya pusat
perbelanjaan dan fasilitas lainnya) yang dalam teori ini dianggap mampu melayani penduduk
dalam skala kota yang mencakup penduduk yang berada di zona pinggiran.
Sehingga muncul teori multiple nuclei yang dikembangkan oleh Harris Ullman. Perkembangan
teori multiple nuclei mengarah pada desentralisasi kegiatan sehinga terbentuk pusat-pusat
kegiatan baru yang berada di luar kawasan pusat. Menurut teori ini perkembangan suatu kota
cenderung membentuk suatu pusat banyak, dimana kegiatan-kegiatan yang saling
menguntungkan akan beraglomerasi pada satu kawasan, sehingga muncul kawasan perdagangan,
kawasan pemerintahan, kawasan pendidikan, dan lain sebagainya.
Terdapat ada dua hal yang menyebabkan penurunan keefektifan pelayanan suatu pusat kota
(Richardson H.W, 1972:42), yang disebabkan:
akibat jarak pencapaian ke pusat kota yang semakin jauh;
akibat adanya kemacetan lalulintas, waktu perjalanan dan biaya-biaya lainnya ke pusat kota
meningkat sebagai akibat kepadatan lalulintas yang sangat tinggi;
Pusat kota merupakan bagian dari wilayah kota yang mempunyai karakteristik intensitas
penggunaan lahan non pertanian sangat tinggi yang didukung oleh sistem aksesibilitas tinggi
sehingga memudahkan pencapaiannya. Awal perkembangannya pusat kota dimulai dari tempat
yang strategis yang memberikan kemudahan pencapaian dari segala tempat
lainnya. Perkembangan selanjutnya ditandai adanya spesialisasi kegiatan dengan adanya
pengelompokan kegiatan komersial, perdagangan, jasa, administrasi, budaya dan lain
sebagainya.
Pusat kota merupakan pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan dan jasa, serta sosial budaya
(Gibberd, 1970:55). Kegiatan pemerintahan ditandai dengan berdirinya bangunan/perkantoran
pemerintahan (balai kota, kantor instansi terkait, kantor polisi), kegiatan perdagangan dan jasa
ditandai dengan berdirinya pusat-pusat perbelanjaan (departemen store hingga pertokoan),
perhotelan, perbankan, dan pergudangan. Sedangkan sebagai pusat sosial budaya ditandai
dengan berdirinya gedung museum, galeri, gedung serba guna/pertemuan, perpustakaan, gedung
kesenian, dan bioskop.
Dengan nilai lahan yang relatif tinggi maka dalam perkembangaanya pusat kota dibedakan
menjadi kawasan inti (core) dan kawasan rangka atau frame, (Yates dan Garner,1980:335-336).
Kawasan inti mempunyai skala pelayanan antar kota maupun pelayanan dalam kota (intra &
intra city) didominasi oleh gedung-gedung pencakar langit (gedung bertingkat) yang
merefleksikan perkembangan vertikal, dengan kegiatan utama yang dibedakan menjadi 3
kegiatan.
Pertama kegiatan keuangan (financial activities) yang terdiri dari kegiatan perbankan, kegiatan
asuransi, broker/pialang, kedua spesialisasi kegiatan eceran (specialized retailing functions) dan
yang ketiga sebagai tempat kegiatan pelayanan sosial dan profesional (social and professional
services).
Sedangkan kegiatan di kawasan rangka (frame) terdiri dari kegiatan-kegiatan yang kalah
bersaing dengan kegiatan di kawasan pusat, dan mempunyai fungsi mendukung kegiatan di
kawasan pusat, kawasan frame lainnya dan antar kota (intra city). Kegiatan-kegiatan yang
berada di kawasan frame terdiri dari permukiman, pusat-pusat pelayanan (pemerintahan,
kesehatan, pendidikan), perhotelan, industri manufakturing, terminal, pemasaran dan bengkel
mobil, pergudangan.
Dari pandangan Yeates and Gardner dapat disimpulkan bahwa kegiatan fasilitas bank berada di
kawasan inti, sedangkan pendidikan (pendidikan tinggi), perbelanjaan dan pelayanan kesehatan
(rumah sakit) berada di kawasan frame.
Salah satu faktor yang dikemukakan oleh Bromley dan Thomas bahwa kegiatan berbelanja
dijadikan sarana rekreasi, jauh sebelumnya telah dikemukan oleh Victor Gruen (Gruen, 1973:69)
menyatakan kegiatan membeli yang dilakukan masyarakat kadang-kadang telah membaur
dengan kegiatan yang bersifat rekreatif, bahkan ada kecenderungan kegiatan rekreatif yang lebih
mendorong masyarakat untuk berkunjung ke pusat perbelanjaan.
Untuk mampu menjaring banyaknya jumlah konsumen agar datang ke pusat perbelanjaan maka
perlu adanya daya tarik yang dimiliki oleh pusat perbelanjaan tersebut, baik bentuk fisik,
reputasinya maupun aksesibilitasnya (Nelson, 1958:44). Hal ini dikarenakan salah satu penyebab
penduduk/konsumen datang ke pusat perbelanjaan karena tertarik dari kelebihan-kelebihan yang
dimiliki oleh pusat perbelanjaan tersebut. Menurut Beddington (Beddington, 1982:23) perilaku
konsumen yang datang ke pusat perbelanjaan dibedakan menjadi dua:
1. shopping adalah kegiatan ke pusat perbelanjaan yang lebih bersifat rekreasi;
2. membeli adalah kegiatan yang telah direncanakan untuk membeli suatu barang tertentu;
Pendapat tersebut didukung oleh Darlow bahwa pada perkembangan pusat perbelanjaan pada
tahap selanjutnya perlu dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas rekreatif yang sekaligus sebagai
daya tarik (Sumarsono, 1994:24), hal ini menuntut pusat perbelanjaan tidak hanya menyediakan
kebutuhan-kebutuhan umum/pokok tetapi perlu dilengkapi dengan jenis lainnya untuk menarik
konsumen yang hanya bertujuan shopping berubah menjadi pembeli barang yang tidak
direncanakan sebelumnya.
Menurut Yates dan Garner ada empat hirarki pusat perbelanjaan yang dapat melayani kebutuhan
penduduk (Yates dan Garner, 1980:328), yaitu:
1. Convenience Store, yang tersebar di permukiman penduduk, yang berupa toko-toko biasanya
terdiri 1 sampai 4 toko, jenis barang yang dijual bahan makanan dan minuman;
2. Neighborhood Centers pada umumnya menyediakan barang yang hampir sama dengan
Convenience Store ditambah dengan beberapa fasilitas lainnya seperti salon, restoran,
minimarket;
3. Community Centers, pada umumnya menyediakan barang yang hampir sama dengan di
Neighborhood Centers hanya ditambah beberapa fasilitas seperti toko pakaian, furniture, toko
elektronik, serta toko perhiasan;
4. Regional Centers, pada umumnya menyediakan barang seperti di Community Centers ditambah
fasilitas dengan fungsi yang lebih tinggi seperti pusat perbelanjaan sejenis department store;
Konsep Neighborhood tidak hanya fenomena sosiologi kemasyarakat tetapi mencakup pada
masalah fisik lingkungan (Gallion, 1959:278), suatu contoh sederhana seorang ibu menghendaki
anaknya di awal masuk sekolah dasar/taman kanak-kanak tidak harus menyeberang jalan, lokasi
sekolah dapat ditempuh oleh anak sekolah dengan berjalan kaki, ibu rumah tangga dengan
mudah ke tempat pusat perbelanjaan dengan berjalan kaki guna memenuhi kebutuhan pokok
harian, dan kepala rumah tangga dengan mudah mendapatkan transportasi untuk pergi ke tempat
kerja.
N.L. Engelhardt, Jr. (Gallion, 1959:281), mengembangkan konsep neighborhood unit lebih
komprehensif, yang berisi fasilitas elementary school, tempat perbelanjaan kecil skala distrik
(small shopping district) dan play ground.
Fasilitas-fasilitas tersebut dikelompokan dekat dengan pusat neighborhood unit yang dapat
dicapai dengan jalan kaki dari rumah sejauh ½ mil. Standar elementari school untuk 600-800
orang, untuk penduduk yang bertempat tinggal di satu unit neighborhood sebanyak 1.700
keluarga. Dua unit neighborhood menampung 3.400 keluarga yang dilengkapi dengan sekolah
lanjutan pertama (yunior high school) serta tempat rekreasi, dapat dicapai dengan jalan kaki,
berjarak 1 mile dari pusat permukiman. Empat unit neighborhood menampung 6.800 keluarga
yang dilengkapi dengan sekolah lanjutan atas (senior high school), pusat perbelanjaan dilengkapi
taman yang relatif luas dan tempat rekreasi.
Secara konseptial N.L. Engelhardt, Jr, menggambarkan dalam sutu diagram yang
pengembangan fasilitas sebagai berikut:
di tiap pusat neighborhood unit terdapat elemtary school beradius ½ mil, dan tempat bermain
beradius ¼ mil;
jarak maksimal dari tiap unit neighborhood unit ke sekolah menengah 1 mile;
jarak maksimum sekolah menengah atas dan college dari tiap neighborhood unit 1,5 mil;
Salah satu karyanya dalam merencanakan lingkungan di Kota London, kawasan yang
direncanakan di bagi menjadi beberapa unit neighborhood yang masing-masing dihubungkan
dengan jalan utama:
di masing-masing unit terdiri dari beberapa unit permukiman;
di masing-masing unit dilengkapi fasilitas sekolah (elementary, junior dan senior high school,
serta pusat perbelanjaan lokal;
di antara unit-unit neighborhood terdapat sub pusat perbelanjaan (subsdiary shopping center);
di pusat utama terdapat pusat perbelanjaan utama yang dapat melayani kebutuhan semua unit,
sekolah tinggi (secondary school), serta ruang terbuka (open space);
serta dilengkapi jaringan kereta api beserta stasiunnya;
Jose Sert (Gallion, 1959:282), menggambarkan konsep neighborhood unit dengan menempatkan
elementary school di tiap pusat neighborhood unit beradius ¼ mil dan dapat dicapai dengan
berjalan kaki. Di dalam suatu bagian kota dikembangkan 6 (enam) hingga 8 (delapan) unit
neighborhood unit yang mampu menampung penduduk 56.000-80.000 jiwa. Sekolah menengah
(junior high school) melayani tiap-tiap 3-4 neighborhood unit, dan sekolah lanjutan atas (senior
high school) melayani 6-8 unit neighborhood unit, serta dilengkapi pusat kegiatan yang
melayani seluruh neighborhood unit dan jalur hijau (green belt).
Disamping elementary school di tiap neighborhood unit dilengkapi fasilitas pre school (taman
kanak-kanak atau play group), mesjid, pusat perbelanjaan lokal, perpustakaan, dan pelayanan
darurat (emergency clinic).
Sedangkan di pusat bagian kota yang mempunyai skala pelayanan yang mencakup seluruh
neighborhood unit dilengkapi fasilitas sekolah lanjutan (junior dan senior high school), gedung
auditorium dan gedung pertemuan, gedung konser, theatre, perbelanjaan utama, pusat rekreasi
dan administrasi, dan dilengkapi dengan jalan bebas hambatan (by pass) ke pusat kota yang
mempunyai skala pelayanan regional, berisi fasilitas regional yang mencakup administrasi,
pendidikan tinggi, hotel, pusat perdagangan regional, dan pusat rekreasi, serta jalur hijau (green
belt).
http://misssuchy.blogspot.com/2012/10/teori-kota.html