Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

Laki-Laki Usia 53 Tahun Datang dengan Keluhan


Benjolan di Lubang Anus

Oleh:

Ayulaisitawati, S.Ked 04084821719014


Riana Eka Emas Santi, S.Ked 04084821719015

Elisabeth Gerda Sitompul, S.Ked 04084821719016

Maria Lisa Wijaya, S.ked 04084821719020

Dedi Yanto Husada, S.Ked 04084821719022

Nurul Windi Anggraini, S.ked 04084821719023

Pembimbing:
dr. H. Yudhi Arimansyah, Sp.B

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT DR. SOBIRIN LUBUKLINGGAU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Hemoroid

Oleh:

Ayulaisitawati, S.Ked 04084821719014


Riana Eka Emas Santi, S.Ked 04084821719015

Elisabeth Gerda Sitompul, S.Ked 04084821719016

Maria Lisa Wijaya, S.ked 04084821719020

Dedi Yanto Husada, S.Ked 04084821719022

Nurul Windi Anggraini, S.ked 04084821719023

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Bedah RSUD Dr
Sobirin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Palembang, November 2018


Pembimbing,

dr.Yudhi Arimansyah, Sp.B

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Laki-Laki Usia
53 Tahun Datang dengan Keluhan Benjolan di Lubang Anus.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Dr. H. Yudhi Arimansyah, Sp.B selaku pembimbing yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyusunan laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

Lubuklinggau, November 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS.................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................8
3.1 Anatomi..................................................................................................8
3.2 Fisiologi.................................................................................................9
3.3 Definisi...................................................................................................11
3.4 Epidemiologi..........................................................................................11
3.5 Faktor risiko...........................................................................................12
3.6 Patofisiologi...........................................................................................13
3.7 Gambaran makroskopis dan mikroskopis .............................................14
3.8 Penegakkan diagnosis............................................................................15
3.9 Diagnosis Banding.................................................................................16
3.10 Terapi...................................................................................................16
BAB IV ANALISIS KASUS............................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus


Hemoroidalis. Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena hemoroidalis
dengan penonjolan membrane mukosa yang melapisi daerah anus dan rectum.
Hemoroid (wasir) merupakan dilatasi karena varises pada pleksus venosus di
submukosa anal dan parianal. Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen
atau lebih vena-vena hemoroidalis. Secara kasar hemoroid biasanya dibagi dalam
2 jenis, hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan
varises vena hemoroidalis superior dan media. Sedangkan hemoroid eksterna
merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan,
maka hemoroid interna timbul di sebelah luar otot sfingter ani, dan hemoroid
eksterna timbul di sebelah dalam sfingter. Hemoroid timbul akibat kongesti vena
yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis.1

Kedua jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar
35% penduduk baik pria maupun wanita yang berusia lebih dari 25 tahun.
Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan
yang sangat tidak nyaman Hemoroid adalah seikat pembuluh darah di dalam
dubur atau pelepasan, hanya 2 sebagian berada di bawah selaput bagian paling
rendah dari dubur atau pelepasan. Hemoroid umum diderita oleh umur 50, sekitar
separuh orang dewasa berhadapan dengan yang menimbulkan rasa gatal, terbakar,
pendarahan dan terasa menyakitkan. Dalam banyak kesempatan kondisi boleh
memerlukan hanya self-care perawatan sendiri dan lifestyle gaya hidup.1

Dari hasil penelitian yang dilakukan secara deskripsi retrospektif, pasien


hemoroid di jawa tengah dari bulan Januari 2004 sampai dengan November 2009
terdapat 1137 pasien. Jumlah pasien terbanyak pada tahun 2007 sebanyak 310
pasien dengan jumlah tindakan hemoroidektomi sebanyak 250. Sedangkan jumlah
jumlah pasien paling sedikit pada tahun 2005 sebanyak 91 orang. Dari total pasien
hemoroid sebanyak 1137 orang dari tahun 2004-2009 terdapat 310 pasien pada

1
tahun 2007 dan pasien yang dilakukan tindakan hemoroidektomi sebanyak 250
orang pada tahun 2007. Berdasarkan penelitian hemoroid interna diterapi sesuai
dengan gradenya, tetapi hemoroid eksterna selalu dengan operasi.1

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identifikasi Pasien
Nama : Tn. ZH
Tanggal lahir : 29 Mei 1965
Usia : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sululangun, Lubuklinggau
Pekerjaan : Wiraswasta
Status perkawinan : Menikah
No RM : 276830
MRS : 28 Oktober 2018

II. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2018

Keluhan Utama
Terdapat benjolan di lubang anus yang tidak dapat masuk kembali sejak 1
minggu yang lalu

Keluhan Tambahan
- Nyeri
- Berak berdarah

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak + 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh terdapat benjolan pada
anus. Benjolan keluar pada saat pasien BAB, benjolan dapat masuk
kembali ke anus dengan sendirinya. Benjolan terasa nyeri dan
mengganjal saat berjalan. Saat BAB berdarah warna merah segar.
Sejak + 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh benjolan tidak dapat masuk
ke anus meskipun dibantu dengan menggunakan jari. Nyeri perut tidak ada,
mual dan muntah tidak ada, demam tidak ada. BAK dalam batas normal,
penurunan berat badan tidak ada, nafsu makan normal.
Riwayat diet jarang makan sayur dan buah. Minum hanya + 1 liter/hari.

3
Riwayat penyakit dahulu
BAB berdarah (-), DM (-), dan hipertensi (-)

Riwayat penyakit keluarga


Benjolan di lubang anus pada keluarga (-), BAB berdarah (-)

III. Pemeriksaan Fisik


Status generalis
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 120/80mmHg
Nadi : 88x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20x/menit, reguler
Suhu : 36,6oC

Status lokalis
Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : Stemfremitus hemithorax kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal, 2x/menit

Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema -/-


Regio anal
Inspeksi : Tampak benjolan keluar dari anus
Palpasi : Benjolan berukuran 2x2x1 cm, konsistensi kenyal, tidak
dapat dimasukkan, nyeri tekan (+)
Rectal toucher : Tonus sphincter ani baik, mukosa rektum licin, teraba
benjolan konsistensi kenyal di arah jam 10-11, feses (+),
darah (+)

4
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Hemoglobin 15,8 g/dL 11,7-15,5 g/dL Dalam batas normal

Hematokrit 48.1 % 35-47 % Dalam batas normal

Eritrosit 5.6 x 106/mm3 3,8-5,2 x 106/mm3 Dalam batas normal

Leukosit 10.100 mm3 4730-10890 mm3 Dalam batas normal

Trombosit 305 x 103/mm3 170-396 x 103/mm3 Dalam batas normal

Ureum 21.5 mg/dL 16,6-48.5 mg/dL Dalam batas normal

Kreatinin 0,64 mg/dL 0.5-0.9 mg/dL Dalam batas normal

Kalsium 8,5 mg/dL 8,4-9,7 mg/dL Dalam batas normal

Natrium 139 mEq/L 135-155 mEq/L Dalam batas normal

Kalium 3,5 mEq/L 3,5-5,5 mEq/L Dalam batas normal

BSS 99 mg/dL <200 mg/dL Dalam batas normal

V. Diagnosis Banding
1. Hemoroid interna grade IV
2. Polip rekti

VI. Diagnosis Kerja


Hemoroid interna grade IV

VII. Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Laksadin emulsi 10cc/24 jam
- Hemoroidektomi

5
Nonmedikamentosa
Diet tinggi serat
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh).
Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan
dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan
kanalis ani adalah sekitar 15cm (5,9 inci). Usus besar secara klinis dibagi
menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada suplai darah yang
diterima. Arteria mesenterika superior mendarahi belahan kanan (sekum,
kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum) dan arteria
mesenterika inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon asendens, kolon sigmoid dan bagian proksimal
rektum). Suplai darah tambahan ke rectum berasal dari arteri
hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna
dan aorta abdominalis.

Gambar 1. Anatomi anorektal


3.2 Fisiologi

7
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis
superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga
merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis superior, media, dan inverior, sehingga tekanan portal
yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam
vena dan mengakibatkan hemoroid.

Gambar 2. Hemorroid

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak
teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat
beberapa haustra; dan (2) peistaltik massa, merupakan kontraksi yang
melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa
feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
sampai tiga kali sehari dan dirangang oleh reflek gastrokolik setelah makan,
terutama setelah makan yang pertama kali dimakan pada hari itu.

Propulasi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi


dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan

8
oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan
oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh
sistem saraf voluntary. Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis
segmen sakral kedua dan keempat.Serabut parasimpatis mencapai rektum
melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi
rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang
teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan
sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot sfingter interna dan eksterna
berelaksasi pada waktu anus tertarik keatas melebihi tinggi masa feses.
Defekasi dipercepat dengan tekanan intraabdomen yang meningkat
akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang tertutup, dan
kontraksi otot abdomen secara terus-menerus (maneuver dan peregangan
valsalva). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfinfter
eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap menjadi
relaks, dan keinginan defekasi menghilang.

Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering


ditemukan pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan
pengosongan rektum saat terjadi peristaltik masa. Bila defekasi
tidak sempurna, rektum menjadi relaks dan keinginan defekasi
menghilang. Air tetap terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga feses
menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya.
Bila massa feses yang keras ini terkumpul disatu tempat dan tidak dapat
dikeluarkan, maka disebut sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses
yang berlebihan menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis
interna dan eksterna, dan hal ini merupakan salah satu penyebab
hemoroid (vena varikosa rektum).

3.3 Definisi Hemoroid

9
Hemoroid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena
hemoroidalis interna. Mekanisme terjadinya hemoroid belum diketahui
secara jelas. Hemoroid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai
penarikan feces. Pleksus vena hemoroidalis interna terletak pada rongga
submukosa di atas valvula morgagni. Kanalis anal memisahkannya dari
pleksus vena hemoroidalis eksterna, tetapi kedua rongga berhubungan di
bawah kanalis anal, yang submukosanya melekat pada jaringan yang
mendasarinya untuk membentuk depresi inter hemoroidalis. Hemoroid
sangat umum dan berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik
pada system porta, seperti selama kehamilan, mengejan waktu berdefekasi,
atau dengan sirosis hepatis.2

Pada sirosis hepatic terjadi anatomosis normal antara system vena


sistemik dan portal pada daerah anus mengalami pelebaran. Kejadian ini
biasa terjadi pada hipertensi portal. Hipertensi portal menyebabkan
peningkatan tekanan darah (>7 mmHg) dalam vena portal hepatica, dengan
peningkatan darah tersebut berakibat terjadinya pelebaran pembuluh darah
vena di daerah anus.3

Hemoroides atau wasir merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi


darah. Gangguan tersebut dapat berupa pelebaran (dilatasi) vena yang
disebut venectasia atau varises daerah anus dan perianus yang disebabkan
oleh bendungan dalam susunan pembuluh vena. Hemoroid disebabkan oleh
obstipasi yang menahun dan uterus gravidus, selain itu terjadi bendungan
sentral seperti bendungan susunan portal pada cirrhosis hati, herediter atau
penyakit jantung kongestif, juga pembesaran prostat pada pria tua, atau
tumor pada rectum.4

3.4 Epidemiologi
Sekitar 75 persen orang akan mengalami Hemoroid di beberapa titik
dalam hidup mereka. Hemoroid yang paling umum di antara orang dewasa
usia 45 sampai 65. Pasien sering enggan untuk mencari bantuan medis

10
karena malu atau takut, akibat rasa tidak nyaman, dan rasa sakit yang terkait
dengan pengobatan, sehingga kejadian pasti dari penyakit ini tidak dapat
diperkirakan. Studi mengevaluasi epidemiologi Hemoroid menunjukkan
bahwa 10 juta orang di Amerika Serikat melaporkan Hemoroid, untuk
prevalensi 4,4%. Dalam kedua jenis kelamin, puncaknya pada prevalensi
tercatat antara 45 dan 65 tahun, pengembangan wasir sebelum usia 20 tidak
biasa, dan Kaukasia yang lebih sering terkena daripada orang Amerika
Afrika. Hemoroid juga umum terjadi pada wanita hamil.5

3.5 Faktor Resiko


Adapun faktor resiko terjadinya hemoroid adalah:6

1. Keturunan: dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah.


2. Anatomi: vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan otot atau fasi sekitarnya.
3. Pekerjaan: orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
4. Umur: pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,
otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
5. Endokrin: misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas
anus (sekresi hormone relaksin).
6. Mekanis: semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan
meninggi dalam rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi
prostate.
7. Fisiologis: bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
derita dekompensasio kordis atau sirosis hepatic.
8. Radang adalah factor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan
di daerah berkurang.

3.6 Patofisiologi

11
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh
gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan
beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare, sering mengejan,
kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan
tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal
sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis
superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu sistem
portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.

Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan


interna. Hemoroid eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan
kronis. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu hematoma,
walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis eksternal akut.
Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung- ujung
saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Kadang-kadang
perlu membuang trombus dengan anestesi lokal, atau dapat diobati
dengan “kompres duduk” panas dan analgesik. Hemoroid eksterna
kronis atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari hematom akut.
Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri
dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah.

Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas :


derajat 1, bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar
kanal anus, hanya dapat dilihat dengan anorektoskop. Derajat 2,
pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan. Derajat 3, pembesaran
hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan
dorongan jari. Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen rentan
dan cenderung mengalami thrombosis dan infark.

12
Gambar 3. Grade Hemoroid Interna

3.8 Gambaran Hemoroid Secara Makroskopik dan Mikroskopik


a. Secara makroskopis
Hemoroid terdiri dari pembuluh vena yang melebar dan tipis yang
menonjol di bawah mukosa anus dan rectum. Dalam keadaan yang tidak
terlindungi, maka mudah terkena trauma dan mungkin mengalami
trombosis.7 Sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan,
kanan belakang, dan kiri lateral.1

b. Secara mikroskopis
Hemoroid secara mikroskopik tampak dinding vena yang menipis terisi
thrombus yang kadang-kadang telah menunjukkan tanda-tanda
organisasi seperti rekanalisasi.4

Gambar 4. Histologi Hemoroid 4


3.9 Penegakan Diagnosis Hemoroid
Diagnosis hemoroid tidak sulit, dapat dilakukan pemeriksaan colok dubur
termasuk anorektoskopi (alat untuk melihat kelainan di daerah anus dan
rektum). Pada pemeriksaan anorektoskopi dapat ditentukan derajat hemoroid.
Lokasi hemoroid pada posisi tengkurap umumnya adalah pada jam 12, jam 3,

13
jam 6 dan jam 9. Permukaannya berwarna sama dengan mukosa sekitarnya,
bila bekas berdarah akan tampak bercak-bercak kemerahan. Perdarahan
rectum merupakan manifestasi utama hemoroid interna. Lipatan kulit luar
yang lunak sebagai akibat dari trombosis hemoroid eksterna. Diagnosis
hemoroid dapat terlihat dari gejala klinis hemoroid, yaitu; darah di anus,
prolaps, perasaan tidak nyaman pada anus (pruritus anus), pengeluaran lendir,
anemia sekunder, tampak kelainan khas pada inspeksi, gambaran khas pada
anoskopi atau rektoskopi.1
a. Inspeksi: Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah
jaringan / tonjolan yang muncul.
b. Palpasi: Diraba akan memberikan gambaran yang berat dan lokasi nyeri
dalam anal kanal. Dinilai juga tonus dari spicter ani.. Bisanya hemorrhoid
sulit untuk diraba, kecuali jika ukurannya besar.
c. Pemeriksaan colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan adanya
karsinoma rectum. Jika sering terjadi prolaps, maka selaput lendir akan
menebal, bila sudah terjadi jejas akan timbul nyeri yang hebat pada
perabaan.
d. Anoskopi: Pada anoskopi dicari bentuk dan lokasi hemorrhoid, dengan
memasukan alat untuk membuka lapang pandang. Telusuri dari dalam
keluar di seluruh lingkaran anus. Tentukan ukuran, warna dan lokasinya.
e. Proktosigmoidoskopi: Dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau keganasan di tingkat yang lebih
tinggi, karena hemorrhoid merupakan keadaan yang fisiologis saja
ataukan ada tanda yang menyertai.
f. Pemeriksaan Feses: Dilakukan untuk negetahui adanya darah samar.

3.10 Diagnosis Banding


Jika terjadi rasa nyeri akut di daerah anus, harus dipikirkan adanya fisura
ani, rasa nyeri pada hemorrhoid jarang terjadi kecuali sudah timbul
trombosis atau prolaps. Fisura ani dapat dilihat di daerah anterior atau
posterior dan anses perianal tampak sebagai masa lunak yang berfluktuasi.

3.11 Terapi dan Pencegahan Hemoroid


a. Hemoroid eksterna

14
Trombosis akut pada hemoroid eksterna merupakan penyebab nyeri yang
konstan pada anus. Penderita umumnya berobat ke dokter pada fase akut
(2-3 hari pertama). Jika keluhan belum teratasi, dapat dilakukan eksisi
dengan anestesi lokal. Kemudian dilanjutkan dengan pengobatan
nonoperatif. Eksisi dianjurkan karena trombosis biasanya meliputi satu
pleksus pembuluh darah. Insisi mungkin tidak sepenuhnya mengevakuasi
bekuan darah dan mungkin menimbulkan pembengkakan lebih lanjut dan
perdarahan dari laserasi pembuluh darah subkutan. Insisi tampaknya lebih
sering menimbulkan skin tag daripada eksisi.
b. Hemoroid Interna
1. Non Invasive Treatment
Diperuntukan bagi penderita dengan keluhan minimal yang
disampaikan, meliputi:
 Edukasi
- Jangan mengedan terlalu lama
- Mengonsumsi makanan tinggi serat
- Membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda
- Minum sekitar 8 gelas sehari
 Obat-obatan vasostopik
Obat hydroksyethylen yang dapat diberikan dikatakan dapat
mengurangi edema dan inflamasi. Kombinasi diosmin dan
hesperidin (ardium) yang bekerja pada vaskular dan mikrosirkulasi
dikatakan dapat menurunkan desensibilitas dan stasis pada vena
dan memperbaiki permeabilitas kapiler. Ardium diberikan 3x2 tab
selama 4 hari kemudian 2x2 tab selama 3 hari dan selanjutnya 1x1
tab.
2. Ambulatory Treatment
 Skleroterapi
Pengobatan dengan penyuntikan larutan kimia yang merangsang,
misalnya fenol 5% dalam minyak nabati, atau larutan quinine dan
urea 5% yang disuntikan ke submukosa dalam jaringan areolar
longgar di bawah jaringan hemoroid. Skleroterapi dilakukan untuk

15
menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic
dan meninggalkan parut pada hemoroid. Secara teoritis, teknik ini
bekerja dengan cara mengoblitersi pembuluh darah dan
memfiksasinya ke lapisan mukosa anorektal untuk mencegah
prolaps. Terapi ini cocok untuk hemoroid interna grade I yang
disertai perdarahan. Kontraindikasi teknik ini adalah pada keadaan
inflammatory bowel disease, hipertensi portal, kondisi
imunokompromais, infeksi anorektal, atau trombosis hemoroid
yang prolaps. Komplikasi skleroterapi biasanya akibat penyuntikan
cairan yang tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu tempat.
Komplikasi yang paling sering adalah pengelupasan mukosa,
kadang bisa menimbulkan abses.
 Infrared Coagulation
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan radiasi inframerah
dengan lampu tungsten-halogen yang difokuskan ke jaringan
hemoroid dari reflector plate emas melalui tabung polimer khusus.
Sinar koagulator inframerah (IRC) menembus jaringan ke
submukosa dan berubah menjadi panas, menimbulkan inflamasi,
destruksi jaringan di daerah tersebut. Daerah yang akan
dikoagulasi diberi anestesi local terlebih dahulu. Komplikasi
biasanya jarang terjadi, umumnya berupa koagulasi pada daerah
yang tidak tepat.

 Bipolar Diatherapy
Teknik ini menggunakan listrik untuk menghasikan jaringan
koagulasi pada ujung cauter. Cara ini efektif untuk hemoroid
derajat III atau dibawahnya.
 Cryotherapy
Teknik ini didasarkan pada pemebekuan dan pencairan jaringan
yang secara teori menimbulkan analgesia dan perusakan jaringan
hingga terbentuk jaringan parut.
 Rubber Band Ligation

16
Merupakan pilihan kebanyakan pasien dengan derajat I dan II yang
tidak menunjukkan perbaikan dengan perubahan diet, tetapi dapat
juga dilakukan pada hemoroid derajat III. Hemoroid yang besar
atau yang mengalami prolapse dapat diatasi dengan ligasi menurut
Baron ini.
Dengan bantuan anoskopi, mukosa di atas hemoroid yang
menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke dalam lubang ligator
khusus. Rubber band didorong dan ligator ditempatkan secara
rapat di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis. Nekrosis karena
iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama rubber band
akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada
pangkalnya. Komplikasi yang sering terjadi berupa edema dan
trombosis.
Untuk pasien dengan terapi laser dengan prolaps, rubber band
ligation adalah cara terpilih di AS untuk terapi hemoroid interna.
Pada prosedur ini, jaringan hemoroid ditarik ke dalam double-
sleeved cylinder untuk menempatkan karet di sekeliling jaringan.
Seiring dengan jalannya waktu, jaringan dibawahnya akan
mengecil.

Gambar 5. Rubber Band Ligation

3. Surgical Approach
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan
menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah
juga dapat dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang
tidak dapat sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana.

17
Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan
kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi
yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan.
Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang
normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini
harus digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah
terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa.
Tindakan hemoroidektomi ada dua, yaitu open hemorrhoidectomy dan
closed hemorrhoidectomy. Teknik open dilakukan dengan mengeksisi
bantalan vaskular. Hemoroid dipotong dengan menggunakan
elektrokauterisasi, bedah laser, harmonic scalpel, atau gunting. Teknik
closed mirip dengan teknik open, tetapi tepi mukosa dan kulit ditutup
dengan jahitan kontinyu. Kedua teknik ini aman dan efektif, tetapi
teknik closed hemorrhoidectomy penyembuhannya lebih cepat.

Open Hemorrhoidectomy
Dikembangkan oleh Milligan dan Morgan, dilakukan apabila terdapat
hemoroid yang telah mengalami gangrenous atau meliputi seluruh
lingkaran ataupun bila terlalu sempit untuk masuk retraktor.
Teknik open hemorrhoidectomy:
1. Posisi litotomi
2. Infiltrasi kulit perianal dan submukosa dengan larutan adrenalin :
saline = 1 : 300.000
3. Kulit di atas tiap jaringan hemoroid utama dipegang dengan klem
arteri dan ditarik
4. Ujung mukosa setiap jaringan hemoroid diperlakukan serupa
diatas.

18
5. Insisi bentuk V pada anoderma dipangkal hemoroid kira-kira 1,5–
3 cm dari anal verge.
6. Jaringan hemoroid dipisahkan dari sphincter interna dengan jarak
1,5–2 cm
7. Dilakukan diatermi untuk menjamin hemostasis
8. Dilakukan transfixion dengan chromic/catgut 0 atau 1.0 pada
pangkal hemoroid.
9. Eksisi jaringan hemoroid setelah transfiksi dan ligasi pangkal
hemoroid

Closed Hemoroidectomy
Dikembangkan oleh Ferguson dan Heaton. Ada tiga prinsip pada
teknik ini, yaitu:
1. Mengangkat sebanyak mungkin jaringan vaskuler tanpa
mengorbankan anoderm.
2. Memperkecil serous discharge post op dan mempercepat proses
penyembuhan dengan cara mendekatkan anal kanal dengan
epitel berlapis gepeng (anoderm).
3. Mencegah stenosis sebagai komplikasi akibat komplikasi luka
terbuka luas yang diisi jaringan granulasi.

Indikasi:

1. Perdarahan berlebihan
2. Tidak terkontrol dengan rubber band ligation.
3. Prolaps hebat disertai nyeri.
4. Adanya penyakit anorektal lain.

Teknik closed hemorrhoidectomy (Ferguson hemorrhoidectomy):


- Posisi LLD
- Jaringan hemoroid diidentifikasi dan di klem

19
- Kulit di atas analverge diinsisi sampai anal kanal di atas jaringan
hemoroid
- Jaringan hemoroid eksterna maupun interna dibebaskan dari
bagian subkutan sphincter interna maupun eksterna dan dieksisi
seluruhnya.
- Jaringan hemoroid yang tersisa diangkat dengan undermining
mukosa.
- Ligasi dengan catgut 2.0 atau 3.0, bisa dengan dexon 4.0 atau 5.0
dengan vicryl

Gambar 6. Ferguson Hemorrhoidectomy

Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse
Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai
diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang
bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo.
Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang
digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti
senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang
terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat
buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk
melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran
dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid

20
dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan
jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan
hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga
tidak perlu dibuang semua.

Gambar 7. Bedah Stapler

Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan


alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa
dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator.
Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam
jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk
mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan
hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar
sekrup yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong
jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan
hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga
jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya. Keuntungan teknik
ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi
anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan

21
dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar
20–45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah
sakit semakin singkat. Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki
resiko yaitu:
1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan
mengakibatkan kerusakan dinding rektum.
2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi
baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga
pernah dilaporkan.
4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit
untuk memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa
masuk, jaringan mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam
stapler.

22
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, diketahui bahwa pasien seorang laki-laki


berumur 53 tahun berinisial Tn. ZH mengeluhkan adanya benjolan yang keluar
dari lubang anusnya dan tidak dapat masuk kembali sejak 1 minggu SMRS.
Benjolan yang dikatakan pasien harus dibedakan apakah itu dinding rektum yang
berarti prolaps rektum atau prolaps mukosa yang berarti hemoroid interna.
Anamnesis lainnya untuk memperjelas, apakah pasien masih dapat menahan rasa
keinginan BAB nya atau tidak, bila tidak itu menandakan adanya prolap rektum.
Pasien mengatakan, ia masih dapat menahan keinginan BAB-nya.

Pasien mengatakan adanya BAB berdarah. Kita harus cari tahu dulu, asal
perdarahannya. Apakah dari saluran cerna bagian atas atau bawah. Anamnesis
selanjutnya, menanyakan warna darah yang terlihat apakah merah segar
(hematoksezia) atau merah kehitaman (melena), pasien mengatakan warna darah
merah segar. Berarti yang terpikirkan keadaan patologis apa saja yang
menyebabkan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Beberapa penyakit yang
sering terkait dengan pasien yang berusia setengah baya adalah tumor kolon, polip
kolon, hemoroid, fisura ani, dan infeksi (amebiasis). Dilanjutkan dengan
pertanyaan, apakah darah yang keluar bercampur dengan feses atau tidak. Bila
tidak, berarti berasal dari hemoroid atau fisura anus. Pasien mengatakan saat BAB
berdarah tidak menimbulkan rasa nyeri. Hal ini dapat menyingkirkan diagnosis
fisura ani, yang tiap BAB timbul rasa nyeri.

Pemeriksaan fisik didapatkan pada mata didapatkan konjungtiva anemis


dan TD 120/80 mmHg. Pemeriksaan jantung, paru, abdomen, ekstremitas dalam
batas normal. Pada region anal didapatkan, Inspeksi : tampak benjolan keluar dari
anus, Palpasi: benjolan berukuran 2x2x1 cm, konsistensi kenyal, tidak dapat
dimasukkan, nyeri tekan (+), Rectal toucher: tonus sphincter ani baik, mukosa
rektum licin, teraba benjolan konsistensi kenyal di arah jam 10-11, feses (+),
darah (+).

23
Tata laksana pada pasien, hemoroid yang telah prolaps pada pasien serta
menghentikan perdarahan langsung dari sumber perdarahannya. Dalam hal ini,
dilakukan hemoroidektomi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2017. "Hemoroid", Dalam Buku Ajar Ilmu


Bedah, Ed.4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, 2000. Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.159-165.
3. Underwood, J.C.E, 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Volume 2. Edisi
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 468, 492.
4. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1999. Kumpulan Kuliah Patolog. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Hal.263-279.
5. National Digestive Diseases Information Clearinghouse. Hemorrhoids.
U.S. Department of Health and Human Services. 2010. Diakses dari
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hemorrhoids/Hemorrhoids_
5 08.pdf . Diakses pada tanggal 31 Agustus 2018.
6. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1994.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara. Hal. 266-271.
7. Kumar, Robbins. 1995. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal.274-275.

25

Anda mungkin juga menyukai