Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU BEDAH Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN Februari 2018

UNIVERSITAS PATTIMURA

Ca Mammae

Oleh:

Karel Josafat Romario Souhoka

NIM. 2017-84-035

Pembimbing:

dr. Achmad Tuahuns, Sp.B, FINACS

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018

1
LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. P. T.

Umur : 54 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Benteng

Tanggal masuk RS : 03 Januari 2018

Tanggal keluar RS : 15 Januari 2018

Tanggal Pemeriksaan : 04 Januari 2018

Pengantar : Keluarga

Agama : Kristen Protestan

Status pernikahan : Sudah menikah

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Benjolan pada payudara kanan

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan benjolan pada payudara sebelah kanan disertai

dengan adanya luka yang mengeluarkan darah. Awalnya benjolan muncul

kecil pada akhir tahun 2012, dan hilang timbul. Benjolan kemudian seperti

kelereng dan semakin hari semakin besar. Satu minggu SMRS, benjolan pecah

dan terjadi perdarahan. Nipple discharge (-), kemerahan, nyeri (+), terasa

2
tegang serta demam (+). Riwayat haid pertama kali saat pasien berusia 11

tahun, dan pasien sudah masuk pada tahap menopause. Pasien mengaku tidak

menggunakan alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan. Pasien sebelumnya

pernah berobat ke salah satu dokter spesialis bedah dan disarankan untuk

operasi, tetapi pasien menolak. Pasien hanya menjalani pengobatan tradisional

yang dilakukan oleh suaminya dengan menempelkan dan meminum dedaunan.

Pasien merasa lemas dan pusing, nafsu makan berkurang, minum baik. Pasien

mengalami penurunan berat badan 8 kg dalam 6 bulan. Pasien belum BAB

sejak 3 hari SMRS.

Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi dan diabetes militus disangkal

Riwayat keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat

benjolan di tubuh

Riwayat kebiasaan : Merokok (-), konsumsi alkohol (-), pasien jarang

berolahraga

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)

TD: 140/70 mmHg, N: 79x/menit, P: 22x/menit, S: 37,0ºC BB: 80 kg TB: 162 cm

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera tidak tampak ikterik

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan

3
Tenggorokan : T1/T1, Tenang

Mulut : Tidak ada kelainan

Leher : Tidak ada kelainan

Dada : Inspeksi : Normochest, pengembangan dada simetris kiri = kanan

Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus vocal normal

Perkusi : Sonor

Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru : Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus 10x/menit

Palpasi : Soepel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak

teraba

Perkusi : Timpani

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

Rectal touché : Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. STATUS LOKALIS

Regio mammae dexta:

Inspeksi : Tumor bentuk bulat, berbenjol di permukaan kulit

dengan diameter ±10 cm, berbatas tegas, ulcus keluar

darah.

4
Palpasi : Nyeri tekan pada payudara kanan, teraba tegang,

konsistensi keras, berbatas tegas, terfiksir jaringan lunak,

pembesaran KGB pada axilla dextra (-), pembesaran

KGB supraklavikula dekstra (-)

Regio mammae sinistra:


Inspeksi : Tidak ada kelainan

Palpasi : Tidak ada benjolan maupun nyeri tekan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi : Foto thoraks PA belum pernah dilakukan
b. Pemeriksaan USG Abdomen : belum pernah dilakukan
c. Pemeriksaan laboratorium pada 03/1/2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematology Rutin
Hemoglobin 3,3 g/dL 12-15
Hematrokit 11,6 % 37-43
Leukosit 16,1x103 /mm3 4.000-10.000
Trombosit 331x103 /mm3 150.000-400.000
Faal Ginjal
Ureum 44 mg/dL 10-50
Kreatinin 0,88 mg/dL 0,7-1,2
Faal Hati
SGOT (ASAT) 27 U/L < 33
SGPT (ALAT) 35 U/L < 50
Albumin - mg/dL 3,5-5,0
Gula Darah
GDS 124 mg/dL <140

Serologi
HBSAg Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif
Anti HIV Non Reaktif

5
VI. RESUME :
Perempuan 54 tahun datang dengan keluhan benjolan pada payudara kanan,

perdarahan (+). Benjolan berawal tahun 2012, hilang timbul, namun kemudian

semakin membesar. Benjolan lalu pecah membentuk luka, disertai darah,

kemerahan, nyeri (+), terasa tegang, demam (+). Menarche saat pasien berusia

11 tahun, pasien sudah menopause. Penggunaan KB (-). Pernah berobat ke

dokter spesialis bedah dan disarankan untuk operasi, tetapi pasien menolak.

Riwayat pengobatan tradisional dengan menempelkan dan meminum

dedaunan. Lemas (+), pusing (+), nafsu makan berkurang, penurunan BB (+).

Pasien jarang berolahraga. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva

anemis (+/+). Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan HB 3,3 gr/dL.

VII. DIAGNOSIS KERJA


- Tumor mammae dextra + ulcus (T4N0Mx)
- Anemia gravis

VIII. PLANNING

- Histopatologi ( Biopsi eksisi jaringan )


- Kemoterapi
- Pembedahan
- Radioterapi
- Transfusi PRC dan Whole blood

IX. Prognosis
- Ad vitam : dubia

- Ad Fungsionam : dubia

- Ad Sanationam : dubia

6
DISKUSI

Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien menderita

Tumor mammae dextra dengan ulcus (T4N0Mx) serta anemia gravis. Hal ini

didasarkan pada hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Perempuan umur 54 tahun datang ke IGD dengan keluhan benjolan pada payudara

kanan, sudah menimbulkan luka disertai adanya perdarahan. Awalnya terjadinya

benjolan pada tahun 2012, besifat hilang timbul, namun kemudian semakin

membesar mulai dari seperti kelereng dan semakin hari semakin besar. Lama

kelamaan benjolan tersebut pun pecah membentuk sebuah luka, disertai keluarnya

darah, kemerahan, ada nyeri, terasa tegang.Riwayat haid pertama kali saat pasien

berusia 11 tahun, dan pasien sudah masuk pada tahap menopause. Pasien

mengaku tidak menggunakan alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan.

Pasien sekarang berusia 54 tahun, dan benjolan mulai muncul pada tahun

2012, atau saat pasien berusia 49 tahun. Berdasarkan teori, risiko kanker payudara

akan meningkat cepat pada dekade ke-4. Pada kasus pasien diketahui menarche

pada usia 11 tahun. Usia menarche yang terlalu dini pada perempuan, yaitu ≤ 12

tahun meningkatkan risiko kanker payudara tiga kali lipat. Hal ini disebabkan

paparan hormon estrogen yang menjadi salah satu faktor munculnya kanker

payudara pada tubuh menjadi cepat (berkaitan dengan faktor hormonal).1 Hormon

estrogen dapat memicu pertumbuhan sel pada bagian tubuh tertentu. Mekanisme

terjadinya kanker payudara oleh paparan estrogen disebabkan karena stimulasi

estrogen terhadap pembelahan sel epitel atau karena disebabkan oleh estrogen dan

7
metabolitnya yang secara langsung bertindak sebagai mutagen sehingga dapat

menyebabkan timbulnya sel kanker pada payudara.1,2 hasil studi Collaborative

Group on Hormone Factor in Breast Cancer menemukan bahwa kemungkinan

terjadinya kanker payudara relative akan meningkat sekitar 5% untuk setiap

menstruasi yang terjadi setahun lebih awal.

Peningkatan insidensi kanker payudara erat kaitannya dengan faktor risiko

yang dapat menyebabkan kanker tersebut. Terdapat banyak faktor yang

diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara

diantaranya:1,3-5

1. Jenis kelamin wanita

Insiden kanker payudara pada wanita dibanding pria lebih dari 100:1. Di

Amerika, satu dari Sembilan wanita akan menderita kanker payudara

sepanjang hidupnya.

2. Usia

Menurut National cancer Institute’s Surveillance, Epidemiology and End

result program, insiden kanker payudara meningkat cepat selama dekade

ke-4 kehidupan. Insiden akan terus-menerus meningkat setelah menopause

tapi lebih lambat, serta puncak insiden pada dekade ke-5 dan ke-6 dengan

level terendah pada dekade keenam dan ketujuh. Satu dari delapan

penderita keganasan payudara invasif berusia kurang dari 45 tahun dan

berkisar 2/3 pada wanita berusia 55 tahun.

8
3. Status gizi.

Pasien yang tergolong obesitas paada saat premenopause akan

menurunkan risiko terkena kanker payudara, sedangkan obesitas saat

postmenopause akan meningkatkan risiko kanker payudara. Hal ini

disebabkan oleh saat premenopause, obesitas akan menyebabkan

peningkatan siklus anovulasi, sehingga pajanan terhadap progesterone

akan berkurang. Sedangkan pada saat postmenopause, obesitas akan

menyebabkan peningkatan bioavalibilitas estrogen yang berdampak pada

peningkatan risiko terjadinya kanker payudara.

Pada kasus ini pasien tergolong kelompok obesitas, dimana pada

pemeriksaan ddapati BB pasien 80 kg, dan TB pasien 162 cm (IMT=30,4).

4. Olahraga

Hasil penelitian mendapati bahwa olahraga teratur saat premenopause

akan menurunkan risiko terjadinya kanker payudara sekitar 30%,

sedangkan olahraga teratur saat postmenopause akan menurunkan risiko

terkena kanker payudara.

Pasien dalam kesehariannya jarang berolahraga, sehingga risiko terkena

kanker payudara tidak dapat ditekan.

Pemeriksaan penunjang pada kanker payudara dapat dilakukan

pemeriksaan histopatologi (biopsi jaringan), USG payudara, maupun pemeriksaan

laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah rutin,

alkaline phospotase, SGOT, SGPT dan tumor marker. Kadar alkaline yang tinggi

9
mengidinkasikan adanya metastasis ke liver, saluran empedu dan tulang. SGOT

dan SGPT, kadar yang tinggi mengindikasikan adanya kerusakan pada liver.6

Pemeriksaan histopatologi merupakan standar untuk mendiagnosis kanker

payudara. Hasil pemeriksaan histopatologi dan spesimen jaringan ini harus

mendeskripsikan beberapa hal yang akan menggambarkan secara detail morfologi

dari jaringan specimen dan untuk pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan

histopatologi dapat berupa insisional biopsi (mengambil sebagian dari benjolan),

atau eksisional biopsi (mengambil seluruh benjolan dan sedikit jaringan sehat

disekitarnya untuk memudahkan pemeriksa membedakan jaringan yang

mengandung sel kanker dan yang tidak mengandung sel kanker).6,7

USG payudara adalah pemeriksaan dalam mendeteksi massa kistik.

Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas yakni permukaan yang

tidak rata, taller than wider, tepi hiperekoik, echo interna heterogen, vaskularisasi

meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam tumor membentuk sudut 90˚.

Namun tidak dapat dilakukan USG pada payudara yang sudah mengalami

benjolan. Pada pasien ini, USG payudara hanya dapat dilakukan pada payudara

sebelah kiri untuk mengetahui apakah sudah ada benjolan yang sama pada

payudara tersebut untuk mengetahui apakah sudah ada metastasis ke jaringan

payudara sebelah.7,8

Pada kasus, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya anemia

dengan HB = 3,3 gr/dl serta leukositosis. Anemia pada kanker disebabkan oleh

aktivasi sistem imun tubuh yang mengakibatkan produksi sitokin-sitokin.

10
Produksi sitokin akan meningkatkan aktivitas interleukin 1 (IL-1), Tumor

Nekrosis Factor (TNF), dan interferon gamma yang bekerja pada limfosit,

endotel, dan fibroblast, dan berdampak pada supresi eritrosit. Pemeriksaan SGPT

dan SGOT masih dalam batas normal yang menunjukkan belum adanya

metastasis ke hati serta kerusakan pada hati.7,8

Terapi pada kanker payudara harus didahului diagnosis kerja yang

defenitif yang mencakup penetapan stadium berdasarkan system TNM. Terapi

utama pada solid tumor (kanker padat) adalah pembedahan, sedangkan terapi non

bedah terdiri dari terapi radiasi, kemoterapi, terapi hormon, terapi target.7-9

TNM merupakan singkatan dari "T" yaitu tumor size atau ukuran tumor,

"N" yaitu node atau kelenjar getah bening regional dan "M" yaitu metastasis atau

penyebaran jauh. Ketiga faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum

dilakukan operasi, juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi

(PA). Pada kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut: 7,9

a. T (tumor size), ukuran tumor:

o T 0: tidak ditemukan tumor primer

o T 1: ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang

o T 2: ukuran tumor diameter antara 2-5 cm

o T 3: ukuran tumor diameter > 5 cm

o T 4: ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke

kulit atau dinding dada atau pada keduanya, dapat berupa borok,

11
edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau ada benjolan

kecil di kulit di luar tumor utama

b. N (node), kelenjar getah bening regional (kgb):

o N 0: tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak/aksilla

o N 1: ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan

o N 2: ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan

o N 3: ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula)

atau pada kgb di mammary interna di dekat tulang sternum

c. M (metastasis), penyebaran jauh:

o M x: metastasis jauh belum dapat dinilai

o M 0: tidak terdapat metastasis jauh

o M 1: terdapat metastasis jauh

Setelah masing-masing faktor T, N, dan M didapatkan, ketiga faktor

tersebut kemudian digabung dan akan diperoleh stadium kanker sebagai

berikut: 7,9

 Stadium 0: T0 N0 M0

 Stadium 1: T1 N0 M0

 Stadium II A: T0 N1 M0/T1 N1 M0/T2 N0 M0

 Stadium II B: T2 N1 M0 / T3 N0 M0

 Stadium III A: T0 N2 M0/T1 N2 M0/T2 N2 M0/T3 N1 M0/T2 N2 M0

 Stadium III B: T4 N0 M0/T4 N1 M0/T4 N2 M0

 Stadium III C: Tiap T N3 M0

 Stadium IV: Tiap T-Tiap N-M1

12
Berdasarkan sistem TNM diatas pada kasus dapat diketahui bahwa pasien

berada pada T4N0Mx. Menurut system penentuan TNM, maka diagnosis kanker

berada pada stadium IIIb. Terapi yang dapat diberikan pada stadium IIIb adalah

kemoterapi, pembedahan dan/atau radiasi.1,7,9

Terapi pembedahan adalah terapi awal untuk pengobatan kanker payudara.

Terapi pembedahan yang biasa dilakukan adalah: terapi atas masalah lokal dan

regional (mastektomi, breast conserving surgery, diseksi axilla dan terapi terhadap

rekurensi lukal/regional), terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormonal,

terapi terhadap tumor residif dan metastase maupun terapi rekonstruksi, untuk

memperbaiki kosmetik.6

Jenis pembedahan pada kasus ini adalah mastektomi, dengan mastektomi

radikal klasik (classic radical mastectomy) yakni pengangkatan payudara,

kompleks putting-areola, otot pectoralis mayor dan minor, serta kelenjar getah

bening aksilaris level I,II,III secara en bloc. Indikasi mastektomi radikal yaitu

kanker payudara stadium IIIb yang masih operable, tumor dengan infiltrasi ke

muskulus pectoralis mayor.6

Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam

bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel

kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh.

Kemoterapi diberikan secara bertahap, biasanya sebanyak 6-8 siklus agar

mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat

diterima. Hasil imunohistokimia memberikan beberapa pertimbangan penentuan

13
regimen kemoterapi yang akan diberikan. Beberapa kombinasi kemoterapi yang

telah menjadi standar lini pertama adalah : 6,9,10

a. CMF : Cyclophospamide 100mg/m2, hari pertama s/d hari ke-14 (oral),


Methotrexate 50 mg/m2 IV hari pertama dan hari ke-8, 5-flouru-
uracil 500mg/m2 interval 3-4 minggu (6 siklus).

b. CAF : Cyclophospamide 500mg/m2, Doxorubin 50mg/m2, 5-flouro-


uracil 500mg/m2 interval 3 minggu/21 hari (6 siklus).

C. CEF : Cyclophospamide 500mg/m2, Epirubicin 70mg/m2, 5-flouro-


uracil 500mg/m2 interval 3 minggu/21 hari (6 siklus).

Radioterapi merupakan salah satu modalitas yang penting dalam

tatalaksana kanker payudara. Radioterapi dalam tatalaksana kanker payudara

dapat diberikan sebagai terapi kuratif ajuvan dan paliatif. Tujuan paliatif diberikan

untuk meredakan gejala yang berdampak pada peningkatkan kualitas hidup

pasien. Radioterapi yang diberikan dapat berupa penyinaran dari luar dan/atau

penyinaran dari luar, tergantung luas tumor dan jenis prosedur bedah yang telah

dilakukan.6,9,10

Menurut American joint committee dalam kaitanya stadium klinik

karsinoma mamma kaitan dengan daya hidup yaitu : 7,9

Tabel 1. Sistem TNM menurut American joint committee. 7,9


Stadium klinik Daya hidup 5 tahun
Stadium. I : Garis tengah tumor < 2cm nodus (-), tidak metastase 85-100 %
Stadium II : garis tengah tumor < 5cm nodus (+), tidak melekat, metastase (-) 66-86 %
Stadium III : Tumor > 5cm , tumor dengan ukuran tertentu disertai dengan
invasi kulit atau melekat pada dinding dada., nodus pada supraclvikular (+) 41-57 %
Stadium IV : Metastase jauh 10-20%

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Albar ZA, Tjindarbumi D, Ramli M, Lukito P, Suardi DR, Achad D, dkk.

Protokol PERABOI. Bandung. 2003.

2. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R.Buku


ajar ilmu bedah sjamsuhidajat-de jong. Ed. 3. Jakarta: EGC; 2016.
3. American Cancer Society. Breast cancer facts and figures. Atlanta. 2011-

2012.

4. Suparman E. Peran estrogen dan progesterone pada kanker payudara.

Jurnal Biomedik. Vol. 6. Fakultas kedokteran universitas sam ratulangi.

Manado; 2014.

5. Komite penanggulangan kanker nasional. Panduan penatalaksanaan kanker

payudara. Kementerian kesehatan RI. 2016.

6. Puwanto H dkk. Panduan penatalaksanaan kanker payudara. PERABOI,

Jakarta; 2014.

7. Mukhoul I, Mukhoul H, Talaver Fransisco. Breast Cancer Update.

eMedicine. 2005.

8. Setiati S. Current diagnosis ande treatment in internal medicine. Jakarta:

Pusat Informasi dan Penerbitan;2001.

9. Skandalakis et all. 2000. Breast. Skandalakis Surgical Anatomy. Second

edition. New York: Springer Science and Business Media Inc.

10. Zollinger R.M. 2003. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed.

Zollinger Atlas of Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-

Hill Books Company.

15

Anda mungkin juga menyukai