Anda di halaman 1dari 8

ROKET

Peroketan di Indonesia baru dimulai sekitar tahun 1962/1963. Mula-mula yang


berminat dalam bidang peroketan ini adalah mahasiswa Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, kemudian disusul oleh Institut Teknologi Bandung. Semenjak itu pemerintah
mulai mengembangkan peroketan di Indonesia.
Sebagai realisasinya, timbul apa yang dinamakan “Prima-1” ( proyek roket ilmiah
militer awal ). Proyek ini didukung oleh TNI angkatan udara, PINDAD, PAL, ITB,
UGM, dan POSTEL. Tempat peluncurannya dibagun di pamengpeuk, Garut Selatan,
Jawa Barat.

Saat ini lembaga penerbanagn dan antariksa nasional ( LAPAN ) menggunakan


roket meteorology buatan Amerika Serikat yang diberi nama Super Loki Dart. Selain itu
juga sedang dikembangkan roket Sonda seri RX buatan sendiri. Roket satu tingkat
maupun bertingkat dua mempunyai diameter yang sama, yakni 150 mm dengan panjang
masing-masing 3036 mm dan 4036 mm. Roket seri RX ini masih dikembangkan lagi,
baik besar maupun panjang serta kemampuannya.
GAYA DORONG PADA ROKET.
Motor rokrt atu mesin pemancar gas yang lain ( turbo jet, ram jet, dan pulse jet )
adalah suatu mesin propulsi yang berfungsi menghasilkan gaya dorong. Gaya dorong
tersebut terjadi karena adanya perubahan momentum gas yang mengalir dalam mesin
tersebut. Dalam motor roket, gaya dorong ditimbulkan oleh pancaran gas yang dihasilkan
oleh motor itu sendiri.
Dalam ilmu fisika disebutkan bahwa jika suatu masa tertentu dikalikan dengan
suatu kecepatan, maka akan diperoleh momentum. Dalam motor roket yang dimaksud
dengan massa adalah massa gas pancar hasil pembakaran yang keluar dari nosel, sedang
kecepatan yaitu kecepatan gas keluar nosel. Makin besar kecepatan gas keluar berarti
makin besar pula momentum yang diperoleh atau makin besar gaya dorongnya.

Pada permulaannya momentum itu nol. Jika propelan ( bahan


bakar dan oksidator) dinyalakan gas hasil pembakaran akan
memancar ke bawah , karena adanya perbedaan tekanan
didalam dan diluar ruang bakar, sehingga diperoleh
momentum dengan arah ke bawah. Karena momentum itu
kekal, roketpun akan memperoleh momentum yang sama
besarnya tetapi berlawanan arah. Pada waktu kecepatan
terbang masih rendah efisiensinya pun masih rendah, karena
energi yang ditimbulkan pada tingkat permulaan ini
digunakan untuk memberikan tenaga kinetic pada gas hasil
pembakaran keluar nosel. Jika kecepatan roket relative sama
dengan kecepatan gas keluar nosel, energi yang ditimbulkan
oleh propelan diberikan sepenuhnya kepada roket.

1. Persamaan Gaya Dorong


Gaya dorong motor roket merupakan selisih antara gaya-gaya yang ditimbulkan
oleh tekanan yang bekerja pada permukaan dalam dan luar motor roket. Jika
diperhatikan gambar distribusi tekanan di dalam dan luar motor roket di bawah,
terlihat bahwa gaya aksi yang terjadi pada suatu motor roket ( Fa ) adalah sama
dengan tekanan didalam ruang baker ( P1 ) kali luas kerongkongan nosel ( At )
dikurangi dengan tekanan pada ujung keluar nosel ( P2 ), kali luas kerongkongan
(At) kemudian kedua hal itu ditambah dengan pengurangan antara tekanan keluar
(P2) kali luas penampang keluar ( A2 ) dan tekanan udara luar ( P3 ) Kali luas
penampang keluar (A2 ).
Gambar :

Jika dikumpulkan, maka akan diperoleh suatu persamaan :


Fa = At ( P1 – P2 ) + A2 ( P2 – P3 )
Komponen pertama At ( P1 – P2 ) sama dengan persamaan momentum ( m . V2 ).
Karena aksi = reaksi, menurut hukum Newton III sehingga persamaan diatas dapt
ditulis dengan :
F = m . V2 + A2 ( P2 – P3 )
Dari persamaan diatas terlihat ada dua komponen utama gaya dorong. Komponen
pertama merupakan komponen utama gaya dorong yang ditimbulkan oleh sumber
tenaga ( propelan ), Sedang komponen kedua adalah yang ditimbulkan oleh nosel.
Ada tiga hal yang mungkin terjadi yakni :
1. Jika tekanan di luar sama dengan tekanan keluar nosel ( P3 = P2 ), nosel tersebut
dinamakan Adapted. Pada keadaan ini diperoleh harga yang optimum.
2. Bila tekanan keluar lebih kecil daripada tekanan udara keluar ( Over Expansion ),
maka harga gaya dorong yang diperoleh dari sumber tenaga akn dikurangi oleh
komponen kedua.
3. jika tekanan keluar nosel lebih tinggi daripada tekanan udara luar (under
expantion), menurut rumus di atas ada penambahan gaya dorong. Akan tetapi jika
diperhatikan pada komponen gaya dorong yang pertama terdapat V2 yang
dipengaruhi juga oleh perbandingan tekanan dan factor lain.
Dengan perbandingan tekanan di dalam ruang baker dan tekanan keluar yang makin
tinggi berarti kecepatan gas keluar nosel makin tinggi, sehingga gaya dorong yang
diperoleh bertambah, demikian pula sebaliknya. Pada keadaan P2 > P3 ternyata akan
diperoleh gaya dorong yang lebih rendah dari pada keadaan jika P2 = P3 itu
disebabkan karena penambahan gaya dorong pada komponen ke dua disusul dengan
penurunan gaya dorong pada komponen pertama karena kecepatan gas keluar nosel
berkurang.
Untuk memperbesar kecepatan gas pancar motor roket dapat dilakukan usaha
mempertinggi perbedaan tekanan dan temperature pembakaran. Namun demikian
usaha tersebut terbatas karena ada beberapa factor lain yang harus diperhatikan. Jika
tekanan dipertinggi ini berarti tebal dinding ruang baker harus ditambah, jadi
beratnya bertambah. Pada perbandingan tekanan yang relative sangat tinggi, ternyata
penambahan kecepatan tidak sebanding dengan kerugian karena beratnya. Usaha
memperbesar gaya dorong dengan mempertinggi temperature pembakaranpun
terbatas, karena kemampuan ruang bakar terhadap panas yang tinggi dan terjadilah
hal-hal yang dapat merugikan proses pembakaran.
2. Koefisien Gaya Dorong
Jika suatu tabung gas bertekanan dilubangi, maka gas akan keluar. Gas ini
akan berexpansi di luar setelah melewati lubang sehingga timbullah gaya dorong.
Dalam hal ini tidak digunakan nosel. Pada expansi semacam ini banyak energi gas
yang terbuang tidak dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan momentum. Hal ini
disebabkan karena gas tidak menemukan bidang permukaan untuk menimbulkan
reaksi momentum seperti yang terjadi pada nosel. Dan kerugian lain yang
diakibatkan adanya expansi mendadak.
Perbandingan gaya dorong dengan nosel dan tanpa nosel dikenal dengan
sebutan koefisien gaya dorong ( Cf ). Parameter ini digunakan untuk mengukur
keefektifan dari suatu nosel. Koefisien gaya dorong ini merupakan suatu factor
untuk memperbesar gaya dorong motor roket karena adanya nosel. Harga Cf
diperoleh dari hasil pengujian static dan perhitungn teoritis.
Persaman gaya dorong dapat pula dinyatakan dengan :
F = P1 X At X Cf
Dari persamaan diatas, dapat diketahui bahwa satuan gaya dorong dinyatakan
dalam kilogram, ton/ pound ( lb ), sebab satuan untuk P1 adalah kg/cm2 atau
lb/in2 ; At dalam cm2 atau in2 sedang Cf tanpa dimensi. Sebagai contoh, motor
roket cair yang digunakan sebagai mesin utama orbiter Columbia, mempunyai
gaya dorong F = 232,38 ton.
Jika gaya dorong yang diperoleh dibagi dengan berat propelan, maka akan
diperoleh harga impuls spesifik ( Isp ). Parameter ini mencakup reaksi
pembakaran propelan dan expansi gas didalam nosel. Makin tinggi harga impuls
spesifik pada berat propelan yang sama berarti propelan tersebut mempunyai
kemampuan yang lebih baik.
Impuls total dapat dihitung dengan jalan mengintegralkan gaya dorong
dengan selang waktu selama gaya dorong tersebut bekerja. Kecepatan terbang
roket itu sendiri tergantung pada kecepatan gas pancar keluar nosel V2 dan
perbandingan antara masa roket sebelum pembakaran ( m1 ) dan masa setelah
pembakaran ( m2 ) atau tergantung pada impuls spesifik.
Persamaan dasar kecepatan roket menurut Tsiolkovsky :
Videal = V2 ln ( m1/m2 ) atau
Videal = g Isp ln ( m1/m2 )
Persamaan diatas adalah persamaan kecepatan yang ideal, yakni dengan anggapan
bahwa roket terbang didaerah yang hampa udara serta tidak ada pengaruh gaya
tarik bumi. Untuk memperbesar kecepatan terbang, para perancang roket selalu
berusaha untuk mendapatkan perbandingan masa yang besar.

Anda mungkin juga menyukai