PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau chronic obstructie airway disease
(COAD) adalah istilah yang saling menggantikan. Gangguan progresit lambat kronis ditandai
oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit reversibel, tidak seperti obstruksi
saluran pernafasan reversibel pada asma. (Davey,2002:181)
The Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan jumlah penderita PPOK
sedang berat di negara-negara Asia Pasific mencapai 56,6 juta penderita dengan angka
pravalensi 6,3 persen (Kompas,2006).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit
tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan
oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko seperti
faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah
perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan
maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Penyakit paru Obstruksi Kronis adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencangkup
bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru.
Data badan kesehatan dunia ( WHO ) menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK
menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian di dunia sedangkan pada tahun 2002
telah menempati urutan ke 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Oleh karena itu
penulis akan membuat makalah yang berjudul “Penyakit Paru Obstruktif Kronis” diharapkan
dengan makalah ini penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang penyakit PPOK, sehingga
dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi pasien PPOK dan meningkatkan partisipasi
(kemandirian) masyarakat dalam pencegahan PPOK.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan
yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. PPOK merupakan
kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran
masuk dan keluar udara paru-paru. (Bruner & Suddarth, 2002).
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paruparu yang berlangsung lama (Grace
& Borlay, 2011) yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang berbahaya (Padila, 2012). Adapun pendapat lain mengenai P P O K
adalah kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan
aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Smeltzer & Bare, 2006) yang ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Edward. 2012).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
PPOK merupakan penyebab kematian ke lima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini
menyerang lebih dari 25% populasi dewasa.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik
dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan pemajanan ditempat kerja (terhadap batu
bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada
terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 2-3 tahunan.
PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal
mencegah penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul cukup
dini dalam kehidupan dan merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan lambat yang
timbul bertahun-tahun sebelum muncul gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru.
PPOK sering menjadi simptomik selama usia baya, tetapi insidennya meningkat
sejalan dengan peningkatan usia. Meskipun aspek-aspek fungsi paru tertentu, seperti
kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat, menurun sejalannya dengan peningkatan usia,
PPOK memperburuk banyak fisiologi yang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan
obstruksi jalan nafas (dalam Bronkhi) dan kehilangan daya kembang elastik paru (pada
Emfisema). Karenanya, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi-perfusi pada
pasien lansia dengan PPOK.
II.2 ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi dan
polusi, selain itu pula berhubungan dengan faktor keturunan, alergi, umur serta predisposisi
genetik, tetapi belum diketahui dengan jelas apakah faktor-faktor tersebut berperan atau
tidak.
1. Rokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok berhubungan
langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkusdanmetaplasia skuamulus epitel
saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkanbronkokonstriksi akut.
Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel
rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
2. Infeksi
3. Polusi
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat
pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,aldehid dan
ozon. (Ilmu penyakit dalam, 1996:755).
Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang menambah kerja ventilasi
yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara.
a. Intraluminer
Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup
oleh secret yang berlebihan.
Intramular:
Kelainan terjadi di luar saluran pernapasan. Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan
hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambahdengan hiperinflamasi jeringan paru
menyebabkan penyempitan salurannapas.
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak strukturstruktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps. (Grece & Borley, 2011).
Manifestasi klinis menurut Mansjoer (200) pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi.
Kronis adalah :
1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika asa infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernafas.
Tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK adalah sebagai
berikut:
Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring
waktu
sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukupurulent sesak
sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas Batuk dan
ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari
Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya penyakit
pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan
bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara.
Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan
penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang, ronchi, dan hiperresonansi pada
perkusi
Anoreksia
Penurunan berat badan dan kelemahan
Takikardia, berkeringat
Hipoksia
Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada aliran udara.
Penyebab utama obstruksi bermacam-macam, misalnya:
Inflamasi jalan napas
Pelengketan mukosa
Penyempitan lumen jalan napas
Kerusakan jalan napas
Takipnea
Ortopnea (Doenges, 1999:152)
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang
cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin
melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi soaial) penurunan
kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI)
gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak
mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.
II.4 PATHOFISIOLOGI
Merokok salah satu penyebab PPOK, akan menggaggu kerja silia serta fungsi sel-sel
makrofag dan menyebabkan inflamasi pada jalan nafas. Peningkatan produksi lendir (ukus)
destrukjvnsi septum alveolar serta fibrosis peribronkial. Perubahan inflamatori yang dapat
dipulihkan jika pasien berhenti merokok sebelum penyakit paru meluas.
Sumbatan mucus dan penyempitan jalan nafas menyebabkan udara nafas terperangkap,
seperti pada bronkitid kronis dan enfisema. Hiperinflasi terjadi pada alveoli paru ketika pasien
menghembus nafas keluar (ekspirasi). Pada inspirasi jalan nafas akan melebar sehingga udara
dapat mengalir melalui tempat obstruksi pada ekspirasi jalan nafas menjadi sempit dan aliran
udara nafas akan terhalang. Keadaan udara nafas yang terperangkap umum terjadi pada asma
dan bronchitis kronis.
II. 5 KLASIFIKASI
Menurut Alsagat dan mukti (2006), PPOK dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu :
a. Asma bronchial , dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus
bronchial, hipersekresi mukosa, dan inflamasi mukosa, cuaca dingin, latihan obat, kimia
dan infeksi
b. Bronkitis Kronik, di tandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran
dahak sekurang-kuranya tiga bulan berturut-turut dalam satu tahun.
c. Emfisema, suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara sebelah distal brankus terminal disertai dinding alveolus.
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstritif Lung Disiase
(GOLD) 2011.
1. Derajat I (PPOK Ringan) : Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak
sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
2. Derajat II (PPOK Sedang) : Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang
ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya.
3. Derajat III (PPOK Berat) : Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah
dan serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV (PPOK Sangat Berat) : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau
gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien
memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik.
II.7 KOMPLIKASI
Ada tiga komplikasi pernafasan utama yang bias terjadi pada PPOK yaitu gagal
nafas akut (Acute Respiratora Failure), Pneumotorak dan giant bullat serta ada satu
komplikasi kardiak yaitu penyakit cor-pulmanale.
a. Acute Respiratora Failure (ARF) terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh saat istirahat.
b. Penomotorik, akumulasi udara dalam rongga pleura rongga pleura sesungguhnya
merupakan rongga yang khusus, yakni berupa cairan lapisan tipis antara lapisan visceral
dan pariental paru-paru. Fungsi cairan pleura adalah untuk membantu gerakan paru-
paru menjadi cancar dan mulus selama pernafasan berlangsung.
c. Gian Bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenchyma paru-paru
sehingga acveoli yang menjadi tempat menangkapnya udara untuk pertukaran gas
menjadi tidak efektif.
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas pribadi meliputi : Nama, Tanggal Lahir, Jenis kelamin, Umur, Alamat,
Status Perkawinan, dan Nomer RM. Sedangkan identitas sosial meliputi : Status Sosial,
Agama, Suku bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, dan Sumber biaya.
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK dateng mencari pertolongan terutama dengan
keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti,
Wheezing, pengguna otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lendir, dan
sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
genetik dan lingkungan. Misslnya orang yang sering merokok, polusi udara dan
paparan ditempat kerja.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat kesehatan keluarga dan sosial klien penyakit paru-
paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu :
1. Kepala
2. Mata
3. Hidung
Inspeksi : terdapat gerakan cuping hidung ketika bernafas dan tidak terdapat polip
hidung
Palpasi : tidak ada kelainan\
4. Telinga :-
5. Mulut
6. Leher :-
7. Dada/Thorax
Inspeksi : bentuk dada seperti tong (Barrel Chest), terlihat jelas penggunaan otot
bantu pernafasan
Palpasi : fremitus taktil menurun
Perkusi : bunyi tekak
Auskultasi : terdapat bunyi mengi dan krekels basah
8. Jantung :-
9. Abdomen
Inspeksi : Permukan abdomen rata
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi : terdengar bunyi tympani
Auskultasi : peristaltik usus menurun
10. Genetalia :-
11. Perkemihan :-
12. Muskuloskeletal: -
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen
Foto Rontgen biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT Scan
Dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor.
c. USG Dada
Bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Thorakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui Thorakosentesis
( pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga
kedalam rongga dada dibawah pengaruh biusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan thorakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura diambil untuk dianalisa.
f. Brokoskopi
Dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
C. Penatalaksanaan
1) Edukasi
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala
priority bahan edukasi sebagai berikut :
a. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakan.
b. Pengunaan obat-obatan
- Benar Nama pasien
- Benar macam obat dan sejenisnya
- Dosis obat dan efek sampingnya
- Waktu penggunaan yang tepat
- Dokumentasi
c. Pengunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa ml airnya/dosis oksigen
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
2) Obat-obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara yunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan sesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit.
b. Antiinflama
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena.
c. Antidiotik
Hanya bila terdapat infeksi. Seperti
d. Antioksiden
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup.
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.
3) Terapi oksigen
4) Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal nafas akut,
gagal nafas akut pada gagal nafas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan nafas
kronik.
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK pada gagal nafas kronik dan
dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa inktubasi adalah Nonivasive
intermitten positif pressure (NIPPV) atau Negative prassure ventilation (NPV).
5) Nutrisi
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena kurangnya fungsi
muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang
terjadi adalah : Hipofosfatemi, Hiperkalemi, Hipokalsemi, Hipmagnesemi. Gangguan ini dapat
mengurungi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang,
yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.
6) Rehabilitasi
- Latihan Fisik
- Latihan Pernafasan
- Latih Psikososial
5. ANALISA DATA
6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
7. INTERVENSI
N Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
O keperawatan hasil
1. Bersihan jalan NOC : 1. - Beri pasien 6 sampai Membantu
nafas tidak efektif - Respiratory 8 gelas cairan/hari memenuhi
b.d adanya status : kecuali terdapat kor kebutuhan oksigen
penumpukan Ventilation pulmonal.
sekret - Respiratory 2. - Ajarkan dan berikan
status : Airway dorongan penggunaan
patency teknik pernapasan
- Aspiration diafragmatik dan
Control batuk.]
3.- Bantu dalam
Kriteria Hasil: pemberian tindakan
Mendemonstrasikan nebuliser, inhaler
batuk efektif dan suara dosis terukur
nafas yang bersih, 4. - Lakukan drainage
tidak ada sianosis dan postural dengan
dyspneu (mampu perkusi dan vibrasi
mengeluarkan sputum, pada pagi hari dan
mampu bernafas malam hari sesuai
dengan mudah, tidak yang diharuskan.
ada pursed lips). 5.- Instruksikan pasien
Menunjukkan jalan untuk menghindari
nafas yang paten iritan seperti asap
(klien tidak merasa rokok, aerosol, suhu
tercekik, irama nafas, yang ekstrim, dan
frekuensi pernafasan asap.
dalam rentang normal,6. - Ajarkan tentang
tidak ada suara nafas tanda-tanda dini
abnormal). infeksi yang harus
Mampu dilaporkan pada
mengidentifikasikan dokter dengan segera:
dan mencegah factor peningkatan sputum,
yang dapat perubahan warna
menghambat jalan sputum, kekentalan
nafas sputum, peningkatan
napas pendek, rasa
sesak didada,
keletihan.
7. - Berikan antibiotik
sesuai yang
diharuskan.
8. - Berikan dorongan
pada pasien untuk
melakukan imunisasi
terhadap influenzae
dan streptococcus
pneumoniae.
8. IMPLEMENTASI
No Hari/Tanggal Jam Tindakan Diagnosa
Keperawatan
1 9. -Memberikan pasien 6 sampai 8 Bersihan jalan nafas
gelas cairan/hari kecuali terdapat kor tidak efektif b.d
pulmonal. adanya penumpukan
10. - Mengajarkan dan berikan dorongan sekret
penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
11. - Membantu dalam pemberian
tindakan nebuliser, inhaler dosis
terukur
12. - Melakukan drainage postural
dengan perkusi dan vibrasi pada pagi
hari dan malam hari sesuai yang
diharuskan.
13. - Menginstruksikan pasien untuk
menghindari iritan seperti asap
rokok, aerosol, suhu yang ekstrim,
dan asap.
14. - Mengajarkan tentang tanda-tanda
dini infeksi yang harus dilaporkan
pada dokter dengan segera:
peningkatan sputum, perubahan
warna sputum, kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek, rasa
sesak didada, keletihan.
15. - Memberikan antibiotik sesuai yang
diharuskan.
16. - Memberikan dorongan pada pasien
untuk melakukan imunisasi terhadap
influenzae dan streptococcus
pneumoniae.
2. - Mengajarkan klien latihan bernapas Pola nafas tidak
diafragmatik dan pernapasan bibir efektif b.d obstruksi
dirapatkan. trakea
- Memberikan dorongan untuk
menyelingi aktivitas dengan periode
istirahat.
- Membiarkan pasien membuat
keputusan tentang perawatannya
berdasarkan tingkat toleransi pasien.
- Memberikan dorongan penggunaan
latihan otot-otot pernapasan jika
diharuskan.
9. EVALUASI
4 Resiko gangguan S:
perfusi jaringan b.d O:
gangguan A:
pertukaran gas P:
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Penyakit Paru Obstruksi Kronis yang biasa dikenal PPOK merupakan penyakit kronik
yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya
reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi gangguan yang bersifat progresif (cepat dan
berat) ini disebabkan karena terjadinya radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun
yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk, dan
produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.
Penyebab dari penyakit ini yaitu dari kebiasaan sehari-hari seperti merokok, lingkungan
yang tidak bersih, mempunyai penyakit saluran pernafasan, dan lain-lain. Penyakit ini tidak
dapat disembuhkan secara total karena penyakit ini merupakan penyakit komplikasi seperti
asma, empisema, bronkhitis kronik, dan lain-lain. Hanya saja akan berkurang secara bertahap
apabila rutin berkonsultasi dengan dokter, mengubah pola hidup sehari-hari dan sering
berolahraga.
1. Bagi Perawat
Peran perawat sangat penting dalam proses penyembuhan pasien, oleh karena itu
untuk mencapai hasil keperawatan yang optimal, sebaiknya proses keperawatan
,dilaksanakan secara berkesinambungan, mengingat angka penyakit paru obstruksi kronik
makin meningkat setiap tahunnya.
2. Pasien
Untuk pasien harus banyak mencari informasi tentang penyakit yang dialami,
harus menjaga pola hidup sehat dan makan makanan sehat sesuai dengan kebutuhan
tubuh, melakukan olah raga secara teratur, dan memeriksakan kesehatan ke pelayanan
kesehatan terdekat seperti puskesmas untuk mengetahui status kesehatan.
Untuk keluarga harus mensuport pasien untuk menjaga kesehatan pasien, dengan
cara mengingatkan hal-hal yang membuat atau menjadi penyebab penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK) pasien kambuh lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G Bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.1
(Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2002), hlm.595.
Carpenito, L J. 2006. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6.
Jakarta: EGC
Edward Ringel. 2012. “buku saku hitam kedokteran paru” Jakarta : Permata Puri
Media
Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disease (GOLD), (2011), Inc. Pocket
Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.http://www.goldcopd.com
Grace A. Pierce, Borley R. Nier. (2011). Ata Glace Ilmu Bedah Edisi 3. Pt
Gelora Aksara Pratama
Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 1. Yogyakarta, Rapha
Pubising.
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran
Ovedoff, D. 2006. Kapita selekta kedokteran 2/editor ed. Revisi 2. Jakarta,
Binarupa Aksara
Padila. 2012. Buku ajar : keperawatan medical bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Price, S.A dan Wilson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Reeves, Charlene J. 2006. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
Salemba Medika
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica Ester,
Yasmin Asih, Jakarta : EGC.
Wilkinson, W. (2013). Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC