Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi sudah sering kita dengar saat ini, baik di media masa maupun media elektronik.
Korupsi berada di sekitar kita, bahkan mungkin kita tidak menyadarinya. Korupsi bisa terjadi
mulai dari hal yang sangat kecil dan sepele sampai dengan hal yang besar. Korupsi juga bisa
terjadi di rumah, di sekolah, di masyarakat, maupun di insatansi tertinggi serta dalam
pemerintahan. Mereka yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang
dilakukan itu. Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi
dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara
menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi
social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil
keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah
terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh
kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan
lainsebagainya di luar batas kewajaran.
Maraknya praktek korupsi di Indonesia tampaknya sudah sangat parah. Korupsi terlanjur
kuat, tak terkendali, dan menjadi sistem tersendiri yang mengakar di Indonesia. Orang yang
awalnya baik, dapat dengan mudah berubah menjadi korup. Hal ini menyebabkan
kepercayaan publik terhadap instansi pemerintah menurun drastis.
Celah hukum dan pengawasan yang lemah sering dianggap sebagai penyebab utama
terjadinya korupsi. Namun demikian sebenarnya sikap individu dan masyarakat yang
menganggap remeh praktek korupsi merupakan pendorong yang sangat kuat untuk
melakukan tindakan korupsi. Sering kali oknum pejabat mau menerima pemberian dari orang
lain berupa makanan atau oleh-oleh. Memang hal itu sangatlah sepele, namun apabila
dibiarkan dan diremehkan secara terus menerus, nantinya pemberian tersebut berubah
menjadi parcel, uang saku, atau lebih besar lagi dan jadilah tindakan penyuapan. Kebiasaan-
kebiasaan seperti inilah yang menyebabkan tindakan korupsi tumbuh subur di Indonesia.
Nampaknya pengajaran atau pengetahuan mengenai penanggulangan korupsi ini kurang
ditekankan dalam pendidikan di Indonesia. Atau bisa jadi metode yang digunakan kurang
tepat. Hal ini membuat kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari

1
penanggulangan korupsi, karena kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali
berasumsi “untuk apa mempelajari “ padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak
dan kewajiban kita untuk Negara ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Korupsi
2. Apa saja Dampak Korupsi di Bidang Ekonomi
3. Apa saja Dampak Korupsi terhadap Pelayanan Kesehatan
4. Apa saja Dampak Korupsi di Bidang Sosial dan Kemiskinan Masyarakat
5. Apa saja Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Korupsi
2. Mengetahui Dampak Korupsi di Bidang Ekonomi
3. Mengetahui Dampak Korupsi terhadap Pelayanan Kesehatan
4. Mengetahui Dampak Korupsi di Bidang Sosial dan Kemiskinan Masyarakat
5. Mengetahui Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio” atau corruptus yang bermakna busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut para ahli bahasa, corruptio berasal
dari kata kerja corrumpere, suatu kata dari Bahasa Latin yang lebih tua. Kata tersebut
kemudian menurunkan istilah corruption, corrups (Inggris), corruption (Perancis),
corruptie/korruptie (Belanda) dan korupsi (Indonesia).

Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
lain sebagainya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang
mengakibatkan kerugian keuangan pada negara. Atau tindakan penyelewengan atau
penggelapan uang baik itu uang Negara atau uang lainnya yang dilakukan untuk keuntungan
pribai atau orang lain.

2.2 Dampak Korupsi di Bidang Ekonomi


Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk
peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan dilakukan
dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan, misalnya, pada
perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan mendorong
terjadinya inefisiensi.
Korupsi mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang produktif
menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya menyumbangkan
negatif value added. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost memperbesar biaya produksi,
dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan masyarakat
(dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada kesejahteraan masyarakat
yang turun.
Korupsi mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan pembuatan
kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal ini akan
memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses
demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa

3
transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka
atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi
dalam kasus Indonesia.
Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan program-
program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga
mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi
(2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi
dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa
mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia,
perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap
tenaga kerja).
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction effects)
terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi ekonomi sebagai
pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Mauro menerangkan hubungan antara korupsi
dan ekonomi. Menurutnya korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi,
pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan
kesejahteraan. Hal ini merupakan bagian dari inti ekonomi makro. Kenyataan bahwa korupsi
memiliki hubungan langsung dengan hal ini mendorong pemerintah berupaya menanggulangi
korupsi, baik secara preventif, represif maupun kuratif.
Di sisi lain meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yang
kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi, yaitu ketika
pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun disertai dengan maraknya praktek
korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata,
namun justru memberikan negatif value added bagi perekonomian secara umum. Misalnya,
anggaran perusahaan yang sebaiknya diputar dalam perputaran ekonomi, justru dialokasikan
untuk birokrasi yang ujung-ujungnya terbuang masuk ke kantong pribadi pejabat.

Dampak ekonomi yang akan terjadi, yaitu:

1. Lesunya Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi


Korupsi bertanggung jawab terhadap lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi dalam
negeri. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan
ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga

4
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Penanaman modal yang dilakukan oleh pihak dalam negeri (PMDN) dan asing (PMA) yang
semestinya bisa digunakan untuk pembangunan negara menjadi sulit sekali terlaksana, karena
permasalahan kepercayaan dan kepastian hukum dalam melakukan investasi, selain masalah
stabilitas. Dari laporan yang diberikan oleh PERC (Political and Economic Risk
Consultancy) pada akhirnya hal ini akan menyulitkan pertumbuhan investasi di Indonesia,
khususnya investasi asing karena iklim yang ada tidak kondusif. Hal ini jelas karena
terjadinya tindak korupsi yang sampai tingkat mengkhawatirkan yang secara langsung
maupun tidak mengakibatkan ketidakpercayaan dan ketakutan pihak investor asing untuk
menanamkan investasinya ke Indonesia.
Kondisi negara yang korup akan membuat pengusaha multinasional meninggalkannya,
karena investasi di negara yang korup akan merugikan dirinya karena memiliki ‘biaya
siluman’ yang tinggi. Dalam studinya, Paulo Mauro mengungkapkan dampak korupsi pada
pertumbuhan investasi dan belanja pemerintah bahwa korupsi secara langsung dan tidak
langsung adalah penghambat pertumbuhan investasi. Berbagai organisasi ekonomi dan
pengusaha asing di seluruh dunia menyadari bahwa suburnya korupsi di suatu negara adalah
ancaman serius bagi investasi yang ditanam.

2. Penurunan Produktifitas
Dengan semakin lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi, maka tidak dapat disanggah
lagi, bahwa produktifitas akan semakin menurun. Hal ini terjadi seiring dengan terhambatnya
sektor industri dan produksi untuk bisa berkembang lebih baik atau melakukan
pengembangan kapasitas. Penurunan produktifitas ini juga akan menyebabkan permasalahan
yang lain, seperti tingginya angka PHK dan meningkatnya angka pengangguran. Ujung dari
penurunan produktifitas ini adalah kemiskinan masyarakat.

3. Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa Bagi Publik


Ini adalah sepenggal kisah sedih yang dialami masyarakat kita yang tidak perlu terjadi
apabila kualitas jalan raya baik sehingga tidak membahayakan pengendara yang
melintasinya. Hal ini mungkin juga tidak terjadi apabila tersedia sarana angkutan umum yang
baik, manusiawi dan terjangkau. Ironinya pemerintah dan departemen yang bersangkutan
tidak merasa bersalah dengan kondisi yang ada, selalu berkelit bahwa mereka telah bekerja
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

5
Rusaknya jalan-jalan, ambruknya jembatan, tergulingnya kereta api, beras murah yang tidak
layak makan, tabung gas yang meledak, bahan bakar yang merusak kendaraan masyarakat,
tidak layak dan tidak nyamannya angkutan umum, ambruknya bangunan sekolah, merupakan
serangkaian kenyataan rendahnya kualitas barang dan jasa sebagai akibat korupsi. Korupsi
menimbulkan berbagai kekacauan di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi
publik ke proyek-proyek lain yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat birokrasi yang korup akan menambah kompleksitas proyek tersebut untuk
menyembunyikan berbagai praktek korupsi yang terjadi. Pada akhirnya korupsi berakibat
menurunkan kualitas barang dan jasa bagi publik dengan cara mengurangi pemenuhan syarat-
syarat keamanan bangunan, syarat-syarat material dan produksi, syarat-syarat kesehatan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran
pemerintah.

4. Menurunnya Pendapatan Negara Dari Sektor Pajak


Sebagian besar negara di dunia ini mempunyai sistem pajak yang menjadi perangkat penting
untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya dalam menyediakan barang dan jasa publik,
sehingga boleh dikatakan bahwa pajak adalah sesuatu yang penting bagi negara. Di
Indonesia, dikenal beberapa jenis pajak seperti Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), dan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).
Pajak berfungsi sebagai stabilisasi harga sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan
inflasi, di sisi lain pajak juga mempunyai fungsi redistribusi pendapatan, di mana pajak yang
dipungut oleh negara selanjutnya akan digunakan untuk pembangunan, dan pembukaan
kesempatan kerja yang pada akhirnya akan menyejahterakan masyarakat. Pajak sangat
penting bagi kelangsungan pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat juga pada
akhirnya.
Kondisi penurunan pendapatan dari sektor pajak diperparah dengan kenyataan bahwa banyak
sekali pegawai dan pejabat pajak yang bermain untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan
memperkaya diri sendiri. Kita tidak bisa membayangkan apabila ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pajak ini berlangsung lama, tentunya akan berakibat juga pada
percepatan pembangunan, yang rugi juga masyarakat sendiri, inilah letak ketidakadilan
tersebut.

6
5. Meningkatnya Hutang Negara
Kondisi perekonomian dunia yang mengalami resesi dan hampir melanda semua negara
termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, memaksa negara-negara tersebut untuk
melakukan hutang untuk mendorong perekonomiannya yang sedang melambat karena resesi
dan menutup biaya anggaran yang defisit, atau untuk membangun infrastruktur penting.
Bagaimana dengan hutang Indonesia?
Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar negeri yang semakin besar.
Dari data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutang, Kementerian Keuangan
RI, disebutkan bahwa total hutang pemerintah per 31 Mei 2011 mencapai US$201,07 miliar
atau setara dengan Rp. 1.716,56 trilliun, sebuah angka yang fantastis. Hutang tersebut terbagi
atas dua sumber, yaitu pinjaman sebesar US$69,03 miliar (pinjaman luar negeri US$68,97
miliar) dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar US$132,05 miliar. Berdasarkan jenis mata
uang, utang sebesar US$201,1 miliar tersebut terbagi atas Rp956 triliun, US$42,4 miliar,
2.679,5 miliar Yen dan 5,3 miliar Euro. Posisi utang pemerintah terus meningkat dari tahun
ke tahun. Pada 2009, jumlah utang yang dibukukan pemerintah sebesar US$169,22 miliar
(Rp1.590,66 triliun). Tahun 2010, jumlahnya kembali naik hingga mencapai US$186,50
miliar (Rp1.676,85 triliun). Posisi utang pemerintah saat ini juga naik dari posisi per April
2011 yang sebesar US$197,97 miliar. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar
Rp6.422,9 triliun, maka rasio utang Indonesia tercatat sebesar 26%.
Sementara untuk utang swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan jumlah nilai utang
pihak swasta naik pesat dari US$73,606 miliar pada 2009 ke posisi US$84,722 miliar pada
kuartal I 2011 atau setara 15,1%. Secara year on year (yoy) saja, pinjaman luar negeri swasta
telah meningkat 12,6% atau naik dari US$75,207 pada kuartal I 2010. Dari total utang pada
tiga bulan pertama tahun ini, utang luar negeri swasta mayoritas disumbang oleh pihak non-
bank sebesar US$71,667 miliar dan pihak bank sebesar US$13,055 miliar
(www.metronews.com /read/news/ 2011,14 Juni 2011).
Bila melihat kondisi secara umum, hutang adalah hal yang biasa, asal digunakan untuk
kegiatan yang produktif hutang dapat dikembalikan. Apabila hutang digunakan untuk
menutup defisit yang terjadi, hal ini akan semakin memperburuk keadaan. Kita tidak bisa
membayangkan ke depan apa yang terjadi apabila hutang negara yang kian membengkak ini
digunakan untuk sesuatu yang sama sekali tidak produktif dan dikorupsi secara besar-
besaran.

7
2.3 Dampak Korupsi terhadap Pelayanan Kesehatan
Identik dengan di atas, korupsi di bidang kesehatan akan meningkatkan biaya
barang dan jasa di bidang kesehatan, yang pada akhirnya kesemuanya harus ditanggung
oleh konsumer atau rakyat Keberhasilan terhadap program program kesehatan tidak
ditentukan semata hanya kuantitas dari program itu sendiri, namun sedikit
banyaknya ditentukan oleh berjalannya sistem yang ada melalui kebijakan-kebijakan
yang telah ditetapkan. Kewenangan dan kekuasaan pada tahap implementasi dapat
diterjemahkan secara berbeda oleh tiap-tiap daerah dan cenderung ditafsirkan dengan
keinginan masing-masing daerah. Kondisi ini akan dapat menciptakan peluang-peluang KKN
yang dapat berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan kesehatan
masyarakat

Dampak korupsi di bidang kesehatan, antara lain:


1. Tingginya biaya kesehatan.
Tingginya biyaya kesehatan saat ini sangatlah membuat kalangan masyarakat menengah
kebawah untuk mendapat pelayanan yang optimal, fenomena ini terjadi akibat prilaku
nakal dari pejabat-pejabat yang rusak moralnya sehingga dana-dana yang seharusnya
digelontorkan untuk menunjang kesehatan masyarakat miskin “dimakan” oleh para pejabat-
pejabat nakal yang menduduki kursi di pemerintahan, sehingga masyarakat miskin yang jadi
korbannya.

2. Tingginya angka kematian ibu hamil, ibu menyusui dan bayi.


Penurunan angka kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup masih terlalu lamban
untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development
Goals/MDGs) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah perempuan yang meninggal
selama hamil dan melahirkan pada 2015. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam
pernyataan yang diterbitkan di laman resmi WHO itu dijelaskan, untuk mencapai target
MDGs penurunan angka kematian ibu antara 1990 dan 2015 seharusnya 5,5 persen
pertahun. Data WHO, UNICEF, UNFPA dan Bank Dunia menunjukkan angka kematian ibu
hingga saat ini masih kurang dari satu persen per tahun. Tahun 2005,sebanyak 536.000
perempuan meninggal dunia akibat masalah persalinan, lebih rendah dari jumlah
kematian ibu tahun 1990 yang sebanyak 576.000. Menurut data WHO, sebanyak 99 persen

8
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang.
Rasio kematian ibu di negara-negaraberkembang merupakan yang tertinggi dengan
450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayihidup jika dibandingkan dengan rasio
kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Terlebih lagi, rendahnya penurunan angka kematian ibu global tersebut merupakan
cerminanbelum adanya penurunan angka kematian ibu secara bermakna. Sebanyak 20-30
persen dari kehamilan mengandung resiko atau komplikasi yang dapat menyebabkan
kesakitan dan kematian ibu dan bayinya. Salah satu indikator utama derajat kesehatan
suatu negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Angka Kematian Ibu adalah jumlah wanita
yang meninggal mulai dari saat hamil hingga 6 minggu setelah persalinan per 100.000
persalinan. Angka Kematian Ibu menunjukkan kemampuan dan kualitas pelayanan
kesehatan, kapasitas pelayanan kesehatan, kualitas pendidikan dan pengetahuan masyarakat,
kualitas kesehatan lingkungan, sosial budaya serta hambatan dalam memperoleh
akses terhadap pelayanan kesehatan.
Tingginya AKI dan lambatnya penurunan angka ini menunjukkan bahwa pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari segi
jangkauan maupun kualitas pelayanannya.
Menurut WHO tahun 2010, sebanyak 536.000 perempuan meninggal akibat persalinan.
Sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di
negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan
tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup jika dibandingkan
dengan rasio kematian ibu di 9 negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Jumlah angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi diantara negara-
negara ASEAN lainnya. Menurut Depkes tahun 2008 jikadibandingkan AKI
Singapura adalah 6 per 100.000 kelahiran hidup, AKIMalaysia mencapai 160 per
100.000 kelahiran hidup. Bahkan AKI Vietnam sama seperti Negara Malaysia, sudah
mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup, filipina 112 per 100.000 kelahiran
hidup, brunei 33 per 100.000 per kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia 228 per
100.000 kelahiran hidup. Menurut depkes pada tahun 2010, penyebab langsung
kematian maternal di Indonesia terkait kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan
28 persen. Sebab lain, yaitu eklampsi 24 persen, infeksi 11 persen, partus lama 5 persen, dan
abortus 5 persen.

3.Tingkat kesehatan masih buruk.

9
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah
upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan
pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan

4. Banyaknya kasus gizi buruk


Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda, dengan
dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Studi
menunjukkan bahwa anak pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang
buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang
dewasa Meskipun Indonesia telah menunjukkan penurunan kemiskinan secara tetap, tetapi
masalah gizi pada anak-anak menunjukkan sedikit perbaikan. Dari tahun 2007 sampai
2011, proporsi penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 16,6 -
12,5 persen, tetapi masalah gizi tidak menunjukkan penurunan secara signifikan .
Prevalensi anak pendek sangat tinggi, mempengaruhi satu dari tiga anak balita, yang
merupakan proporsi yang menjadi masalah kesehatan masyarakat menurut kriteria Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO). Dari fakta tersebut terbukti bahwa gizi buruk di indonesia masih
banyak, penyebab signifikan dari hal ini adalah pelayanan kesehatan yang kurang memadai,
dan yang mengakibatkan pelayanan kesehatan yang kurang memadai adalah dana yang
“dimakan” oleh para pejabat diatas yang melakukan “korupsi”

5. Kinerja petugas kesehatan yang tidak sesuai standar.


Resiko kerusakan dapat terjadi pada kesehatan dan keselamatan manusia berbagai akibat
kualitas lingkungan yang buruk kualitas petugas kesehatan yang masih buruk, penanaman
modal yang anti-lingkungan atau ketidakmampuan memenuhi standarisasi kesehatan dan
lingkungan.
Korupsi akan menyebabkan kualitas pembangunan buruk, yang dapat berdampak pada
kerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko korban

10
2.4 Dampak Korupsi di Bidang Sosial dan Kemiskinan Masyarakat
Praktek korupsi menciptakan ekonomi biaya tinggi yang membebankan pelaku
ekonomi. Kondisi ekonomi biaya tinggi ini berimbas pada mahalnya harga jasa dan
pelayanan publik karena harga yang ditetapkan harus dapat menutupi kerugian pelaku
ekonomi akibat besarnya modal yang dilakukan karena penyelewengan yang mengarah
ke tindak korupsi.

Ada beberapa dampak dan permasalahan yang terjadi akibat tindakan korupsi terhadap aspek
social dan kemiskinan masyarakat, salah satu diantaranya yaitu:

1.Tingginya tingkat pengangguran


Kemiskinan disuatu negara disebabkan karena tingginya tingkat pengangguran. Dan salah
satu penyebab tingginya tingkat pengangguran disuatu Negara adalah berkuasanya para
pelaku koruptor.

2.Terhambatnya dalam mengentas kemiskinan


Pada dasarnya pemerintah telah memiliki rancangan dan anggaran dalam mengatasi masalah
kemiskinan. Namun banyaknya pejabat negara yang melakukan tindakan korupsi , salah
satunya yaitu dengan cara menyelewengkan anggaran pemerintah yang diberikan untuk
mengatasi masalah kemiskinan, yang pada akhirnya berakibat pada lambatnya dalam
mengentas masalah kemiskinan.

11
3.Terbatasnya akses bagi masyarakat miskin
Meluasnya para pelaku koruptor akan berimbas terhadap sulitnya mengakses informasi bagi
masyarakat miskin khususnya dalam masalah pekerjan, Karena anggaran yang diberikan
untuk periklanan telah diselewengkan oleh para koruptor. Sehingga pada ahirnya masyarakat
miskin sulit mendapatkan pekerjaan dan bahkan dia tidak bekerja.

4.Kurangnya solidaritas sosial


Banyaknya para pelaku koruptor juga mempengaruhi terhadap sifat kebersamaan, karena para
pelaku koruptor hanya memenintangkan kepentingan individu.

Dampak Sosial dan Kemiskinan Masyarakat


Bagi masyarakat miskin korupsi mengakibatkan dampak yang luar biasa dan saling bertaut
satu sama lain. Pertama, dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin yakni semakin
mahalnya jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas pelayanan, dan pembatasan
akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti air, kesehatan, dan pendidikan. Kedua,
dampak tidak langsung terhadap orang miskin yakni pengalihan sumber daya milik publik
untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya diperuntukkan guna kemajuan
sektor sosial dan orang miskin, melalui pembatasan pembangunan. Hal ini secara langsung
memiliki pengaruh kepada langgengnya kemiskinan.

1. Mahalnya Harga Jasa dan Pelayanan Publik


Praktek korupsi yang terjadi menciptakan ekonomi biaya tinggi. Beban yang ditanggung para
pelaku ekonomi akibat korupsi disebut high cost economy. Dari istilah pertama di atas
terlihat bahwa potensi korupsi akan sangat besar terjadi di negara-negara yang menerapkan
kontrol pemerintah secara ketat dalam praktek perekonomian alias memiliki kekuatan
monopoli yang besar, karena rentan sekali terhadap penyalahgunaan. Yang disalahgunakan
adalah perangkat-perangkat publik atau pemerintahan dan yang diuntungkan adalah
kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi.

2. Pengentasan Kemiskinan Berjalan Lambat


Jumlah penduduk miskin (hidup di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2011
mencapai 30,02 juta orang (12,49 persen), turun 1,00 juta orang (0,84 persen) dibandingkan
dengan penduduk miskin pada Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen).

12
Selama periode Maret 2010-Maret 2011, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang
sekitar 0,05 juta orang (dari 11,10 juta orang pada Maret 2010 menjadi 11,05 juta orang pada
Maret 2011), sementara di daerah perdesaan berkurang sekitar 0,95 juta orang (dari 19,93 juta
orang pada Maret 2010 menjadi 18,97 juta orang pada Maret 2011).

Jumlah Penduduk Miskin Menurut Daerah

Maret 2010 – Maret 2011

JUMLAH PENDUDUK PERSENTASE

DAERAH/TAHUN MISKIN PENDUDUK

(JUTA ORANG) MISKIN

Perkotaan

Maret 2010 11,10 9,87

Maret 2011 11,05 9,23

Pedesaan

Maret 2010 19,93 16,56

Maret 2011 18,97 15,72

Kota + Desa

Maret 2010 31,02 13,33

Maret 2011 30,02 12,49

Pengentasan kemiskinan dirasakan sangat lambat. Hal ini terjadi karena berbagai sebab
seperti lemahnya koordinasi dan pendataan, pendanaan dan lembaga. Karena korupsi dan
permasalahan kemiskinan itu sendiri yang pada akhirnya akan membuat masyarakat sulit
untuk mendapatkan akses ke lapangan kerja yang disebabkan latar belakang pendidikan,
sedangkan untuk membuat pekerjaan sendiri banyak terkendala oleh kemampuan, masalah
teknis dan pendanaan.

13
3. Terbatasnya Akses Bagi Masyarakat Miskin
Korupsi yang telah menggurita dan terjadi di setiap aspek kehidupan mengakibatkan high-
cost economy, di mana semua harga-harga melambung tinggi dan semakin tidak terjangkau
oleh rakyat miskin. Kondisi ini mengakibatkan rakyat miskin semakin tidak bisa
mendapatkan berbagai macam akses dalam kehidupannya. Harga bahan pokok seperti beras,
gula, minyak, susu dan sebagainya saat ini sangat tinggi. Kondisi ini mengakibatkan
penderitaan khusunya bagi bayi dan anak-anak karena ketercukupan gizinya kurang. Untuk
mendapatkan bahan pokok ini rakyat miskin harus mengalokasikan sejumlah besar uang dari
sedikit pendapatan yang dimilikinya.
Rakyat miskin tidak bisa mengakses jasa dengan mudah seperti: pendidikan, kesehatan,
rumah layak huni, informasi, hukum dsb. Rakyat miskin lebih mendahulukan mendapatkan
bahan pokok untuk hidup daripada untuk sekolah. Kondisi ini akan semakin menyudutkan
rakyat miskin karena mengalami kebodohan. Dengan tidak bersekolah, maka akses untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak menjadi sangat terbatas, yang pada akhirnya rakyat
miskin tidak mempunyai pekerjaan dan selalu dalam kondisi yang miskin seumur hidup.
Situasi ini layak disebut sebagai lingkaran setan.

4. Meningkatnya Angka Kriminalitas


Dampak korupsi, tidak diragukan lagi dapat menyuburkan berbagai jenis kejahatan dalam
masyarakat. Melalui praktik korupsi, sindikat kejahatan atau penjahat perseorangan dapat
leluasa melanggar hukum, menyusupi berbagai oraganisasi negara dan mencapai kehormatan.
Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatan.
Menurut Transparency International, terdapat pertalian erat antara korupsi dan kualitas serta
kuantitas kejahatan. Rasionya, ketika korupsi meningkat, angka kejahatan yang terjadi juga
meningkat. Sebaliknya, ketika korupsi berhasil dikurangi, maka kepercayaan masyarakat
terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga meningkat. Jadi bisa dikatakan,
mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan lain dalam
masyarakat.

5. Solidaritas Sosial Semakin Langka dan Demoralisasi


Korupsi yang begitu masif yang terjadi membuat masyarakat merasa tidak mempunyai
pegangan yang jelas untuk menjalankan kehidupannya sehari-hari. Kepastian masa depan
yang tidak jelas serta himpitan hidup yang semakin kuat membuat sifat kebersamaan dan
kegotong-royongan yang selama ini dilakukan hanya menjadi retorika saja.

14
Masyarakat semakin lama menjadi semakin individualis yang hanya mementingkan dirinya
sendiri dan keluarganya saja. Mengapa masyarakat melakukan hal ini dapat dimengerti,
karena memang sudah tidak ada lagi kepercayaan kepada pemerintah, sistem, hukum bahkan
antar masyarakat sendiri.Orang semakin segan membantu sesamanya yang terkena musibah
atau bencana, karena tidak yakin bantuan yang diberikan akan sampai kepada yang
membutuhkan dengan optimal. Ujungnya mereka yang terkena musibah akan semakin
menderita.
Di lain sisi partai-partai politik berlomba-lomba mendirikan posko bantuan yang tujuan
utamanya adalah sekedar mencari dukungan suara dari masyarakat yang terkena musibah
atau bencana, bukan secara tulus meringankan penderitaan dan membantu agar lebih
baik.Solidaritas yang ditunjukkan adalah solidaritas palsu. Sudah tidak ada lagi keikhlasan,
bantuan yang tulus, solidaritas yang jujur apa adanya. Kondisi ini akan menciptakan
demoralisasi, kemerosotan moral dan akhlak khususnya bagi generasi muda yang terus
menerus terpapar oleh kepalsuan yang ditunjukkan oleh para elit politik, pejabat penguasa
dan penegak hukum.

2.5 Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

1. KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN TERDAKWA AGUSRIN


NAJAMUDDIN
KASUS POSISI
Perkara Nomor 2113/Pid.B/2010/PN.JKT.PST dengan terdakwa Agusrin Najamuddin alias Ir
Agusrin M. Najamudin bin Maryono (terdakwa) bermula ketika terdakwa selaku Gubernur
Provinsi Bengkulu disangka menyetujui dan memerintahkan saksi Drs. Chaeruddin (saksi)
selaku Kadispenda Provinsi Bengkulu agar membuat rekening tambahan. Rekening dibuat
pada Bank BRI dengan Nomor 00000115-01-001421-30-3 pada tanggal 21 Maret 2006.
Pembentukan rekening selain rekening Kas Umum Daerah berefek terdapatnya dana
pemasukkan daerah yang dipisahkan. Dalam kasus ini, dana bagi hasil Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB)/Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan penerimaan
lainnya yang seharusnya disetorakan ke kas umum daerah beralih ke rekening tambahan
tersebut.

15
2. KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN TERDAKWA ACHMAD SUJUDI
KASUS POSISI
Pada pokoknya, Achmad Sujudi (terdakwa) yang merupakan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia periode 1999-2004 berperan dalam penunjukan langsung PT Kimia Farma Trading
and Distribution (PT KFTD) sebagai rekanan dalam proyek pengadaan sejumlah alat
kesehatan pada 2003. Alat kesehatan itu rencananya akan dibagikan ke 32 rumah sakit di
sejumlah daerah di Indonesia bagian timur.
Terdakwa diduga melakuan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa secara bersama
sama dengan rekanannya (PT KFTD) dalam sebuah proyek pengadaan barang, dalam hal ini
pengadaan peralatan medik untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) melalui surat bernomor
1450/menkes/X/2003.

3. KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN TERDAKWA: AZHAR LATIEF


POSISI KASUS
Ir. H. Azhar Latif adalah Direktur Utama PDAM yang menjabat sejak tanggal 10 Maret 2005.
Masa jabatannya akan berakhir pada tahun 2013. Pertama kali, Ir H. Azhar Latif diangkat
oleh Walikota Padang sebagai Direktur Utama PDAM pada tanggal 10 Maret 2005 melalui
Surat Keputusan Walikota Padang No. 821/372/SK-BKD/2005. Pada tanggal 26 Mei 2009,
melalui Surat Keputusan Walikota Padang No. 821.21/142/SK-BKD/2009, Ir H. Azhar Latif
diangkat kembali sebagai Direktur Utama PDAM Padang.
Pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, Ir H. Azhar Latif selaku Direktur Utama PDAM
Padang, membuat Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PDAM Kota Padang. Salah
satu mata anggaran di dalam RKAP adalah dana representatif untuk menunjang pengelolaan
PDAM, dengan kode mata anggaran 96.08.91 sebesar Rp.2.442.160.000 (Dua milyar empat
ratus empat puluh dua seratus enam puluh ribu rupiah).
Dana representatif tersebut telah dicairkan oleh Azhar Latif sejak tahun 2005 sampai tahun
2009 sebesar Rp. 2.400.273.100 (Dua milyar empat ratus juta dua ratus tujuh puluh tiga ribu
seratus rupiah).
Dalam pengambilan dan penggunaan dana representatif, Ir H. Azhar Latif tidak melibatkan
Direksi yang lain yaitu Direktur Umum dan Direktur Teknis sebagaimana yang diatur dalam
Permendagri No. 2 Tahun 2007.
Ir H. Azhar Latif telah mencairkan dan menggunakan dana representatif tahun 2005, 2007,
2008 dan 2009 tanpa ada penjelasan untuk apa dana tersebut digunakan. Khusus untuk dana
representatif tahun 2006, terdapat perincian penggunaan anggaran, namun penggunaannya

16
tidak berhubungan dengan kelancaran pengelolaan PDAM, diantaranya diberikan kepada
orang lain/korporasi dan untuk dana operasional DIRUT.
Di persidangan terungkap bahwa pencairan dan penggunaan dana tersebut tidak dibuatkan
bukti oleh Ir H. Azhar Latif, baik berupa kwitansi maupun faktur kemana dan utuk apa dana
itu digunakan. Sedangkan, penggunaan dana Representatif tahun 2005, 2007, 2008 dan tahun
2009 tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Ir H. Azhar Latif sama sekali.
Melalui surat pernyataan, Ir H. Azhar Latif (Surat Pernyataan No. Ist.Dirut-PDAM KP/2008
tanggal 28 April 2008) menyatakan bahwa yang bersangkutan bertanggungjawab terhadap
semua penggunaan dana representatif PDAM mulai dari ia menjabat sebagai Direktur Utama
PDAM sampai sekarang. Pada tahun 2006 Ir H. Azhar Latif juga mengambil dana
representatif; sebesar Rp. 62.500.000,00 dipergunakan untuk kepentingan pribadi dan Rp.
212.250.000,00 dibagibagikan kepada orang lain dan korporasi.
Atas tindakan tersebut, maka Jaksa Penuntut Umum mendakwa Azhar Latif melakukan
tindak pidana korupsi dengan dakwaan berbentuk Subsidaritas, yaitu: Primer Pasal 2 Jo
Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun
2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara
menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi
social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil
keuangan negara yang sangat besar.
Korupsi juga memberikan dampak bagi semua bidang kehidupan, dampak korupsi di bidang
ekonomi adalah lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi, penurunan produktivitas,
kurangnya kualitas barang dan jasa bagi public, menurunnya pendapatan negara dari sektor
pajak, dan meningkatkan hutang negara. Dampak korupsi di bidang kesehatan adalah
tingginya biaya kesehatan, tingginya angka kematian ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi,
tingkat kesehatan masih buruk, banyaknya kasus gizi buruk, kinerja petugas kesehatan yang
tidak sesuai standar. Dampak korupsi di bidang sosial dan kemiskinan adalah mahalnya harga
jasa dan pelayanan public, pengentasan kemiskinan berjalan lambat, terbatasnya akses bagi
masyarakat miskin, meningkatkan angka kriminalitas, dan solidaritas sosial semakin langka
dan demoralisasi.

3.2 Saran
Biasakan prilaku jujur dan teguhkan moral sehingga selalu bersyukur dengan apa yang
dimiliki dan tidak mengambil hak orang lain. Belajar dengan serius tentang pengajaran atau
pengetahuan mengenai budaya anti korupsi dan menjalankannya di kehidupan sehari-hari.

18

Anda mungkin juga menyukai