Anda di halaman 1dari 120

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian

observasional dengan desain potong lintang (cross sectional study) dimana variabel

independen dan variabel dependen diukur dalam waktu bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Keudeu Geureubak

Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2013. Pemilihan tempat

dilakukan dengan pertimbangan di Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda

Alam Kabupaten Aceh Timur, masih banyak ditemukan remaja (110 orang) yang

melakukan pernikahan dini (15-19 tahun). Wilayah kerja Puskesmas Keude

Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur saat ini terdiri dari 16

desa. Waktu penelitian dilakukan mulai dari pembuatan proposal tesis pada bulan

Januari 2013 sampai bulan Juli 2013. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei-

Juni.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita yang melakukan

pernikahan dini (15-19) tahun yang ada di wilayah kerja Puskesmas Keude

Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur, berjumlah 110 orang.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sugiono (2009), populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan

karakteristik tertentu yang akan diteliti, bukan hanya objek atau subjek yang

dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek

tersebut. Populasi juga diartikan sebagai kumpulan orang, individu, atau objek yang

akan diteliti sifat-sifat atau karakteristiknya.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti jumlahnya. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive

sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan tidak berdasarkan strata,

kelompok atau acak tetapi berdasarkan pertimbanagan/tujuan penelitian.

Sampel adalah seluruh wanita yang melakukan pernikahan dini (15-19) tahun

yang memiliki balita (0-59 bulan) berjumlah 104 balita.

Adapun kriteria sampel adalah sebagai berikut :

- Jika dalam satu keluarga mempunyai anak balita usia 0-59 bulan lebih dari

satu anak, maka yang dijadikan sampel adalah anak dengan usia yang lebih

muda.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dan

observasi kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan

(kuesioner) mengenai karakteristik responden (pendidikan, pekerjaan,


Universitas Sumatera Utara
pendapatan dan pengetahuan) serta pola asuh (pola asuh makan, pola asuh

diri dan pola asuh kesehatan).

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait yakni

data yang meliputi jumlah populasi dan gambaran tempat penelitian yang

diambil dari Puskesmas Keude Geureubak dan Kantor Kecamatan Banda

Alam meliputi berbagai data sosial ekonomi penduduk serta literatur-literatur

penunjang lainnya.

Responden yang diwawancarai adalah ibu yang dianggap paling mengetahui

keadaan balita usia 0-59 bulan yang mampu berkomunikasi dengan baik. Pada

pelaksanaan pengumpulan data, peneliti dibantu oleh enumator sebanyak dua orang.

Sebelum enumerator ke lapangan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu para

enumerator dilatih tentang cara pengisian kuesioner dan pemakaian konsep/defenisi

yang digunakan dalam kegiatan penelitian. Enumerator diharapkan harus mengerti

dan memahami seluruh isi kuesioner dan mengerti tata cara pelaksanaan kegiatan

wawancara. Enumerator adalah seorang yang pendidikannya berlatar belakang

kesehatan, sedangkan untuk pengukuran antropometri, peneliti dibantu oleh tenaga

pelaksana gizi atau TPG Puskesmas yang pendidikannya berlatar belakang Akademi

Gizi.
Universitas Sumatera Utara
Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

No Data Cara Pengumpulan Data Jenis Data


1 Keadaan umum Diambil dari catatan tertulis dan Sekunder
wilayah penelitian atau laporan instansi terkait

2 Pendidikan Wawancara dengan menggunakan Primer


kuesioner

3 Pekerjaan Wawancara dengan menggunakan Primer


kuesioner

4 Pendapatan Wawancara dengan menggunakan Primer


kuesioner

5 Pengetahuan Wawancara dengan menggunakan Primer


kuesioner

6 Pola asuh makan Wawancara dengan menggunakan Primer


kuesioner

7 Pola asuh diri Wawancara dengan menggunakan Primer


kuesioner

8 Pola asuh kesehatan Wawancara dengan menggunakan Primer


kuesioner

9 Status Gizi Balita Pengukuran antropometri BB, TB Primer

3.4.1 Uji Validitas dan Reabilitas

Pada penelitian ini uji coba dilakukan terhadap kuesioner pengetahuan, pola

asuh makan, pola asuh diri dan pola asuh kesehatan yang memiliki karakteristik yang

sama dengan sampel, alasan jumlah 30 responden adalah karena kaidah umum

penelitian, jumlah 30 responden adalah batas jumlah antara sedikit dan banyak,

dengan pengertian bahwa data diatas 30 kurvanya akan mendekati kurva normal
Universitas Sumatera Utara
dengan pengertian bahwa kurva normal adalah merupakan suati fenomena ciri atau

sifat alami yang normal (Machfoedz, 2009). Uji ini dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Idi Tunong dengan melibatkan 30 responden (ibu yang menikah dini) dan

mempunyai balita (0-59) bulan yang tidak termasuk sebagai sampel dalam penelitian

ini.

Uji validitas dan reliabilitas (kesahihan dan keterandalan) merupakan suatu

instrumen alat ukur penelitian berupa kuesioner dilakukan sebelum digunakan untuk

mengukur nilai pengetahuan, pola asuh makan, pola asuh diri dan pola asuh

kesehatan. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui tingkat kehandalan dan

kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi item dengan skor total item

menggunakan Corrected Item Total Correlation, dengan ketentuan jika nilai r hitung

> r tabel maka dinyatakan valid dan sebaliknya, pada taraf signifikan 0,05 dengan uji

dua sisi dan jumlah data n = 30. Didapat dari tabel r tabel 0,361 (Priyatno, 2010).

Ketentuan kuesioner dikatakan valid pada penelitian ini, jika :

1. Nilai r Corrected Item Total Correlation > 0,361 dikatakan valid

2. Nilai r Corrected Item Total Correlation < 0,361 dikatakan tidak valid

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan

metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali

pengkuran, dengan ketentuan, jika nilai koefisien reliabilitas yang terukur dalam

interval >0,60 sampai dengan 0,95 maka dinyatakan reliabel.


Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengetahuan

Nilai Corrected
Variabel Cronch’s Alpha Keterangan
Item Total
Pengetahuan 1 0,478 Valid
Pengetahuan 2 0,388 Valid
Pengetahuan 3 0,558 Valid
Pengetahuan 4 0,641 Valid
Pengetahuan 5 0,517 Valid
Pengetahuan 6 0,490 Valid
Pengetahuan 7 0,394 Valid
Pengetahuan 8 0,751 Valid
Pengetahuan 9 0,703 Valid
Pengetahuan 10 0,563 Valid
Pengetahuan 11 0,461 Valid
Pengetahuan 12 0,425 Valid
Pengetahuan 13 0,641 Valid
Pengetahuan 14 0,535 Valid
Pengetahuan 15 0,654 Valid
Reliabilitas 0,886 Reliabel

Berdasarkan tabel 3.2 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel

pengetahuan sebanyak 15 pertanyaan mempunyai nilai corrected item total > 0,361 (r

tabel) dengan nilai Cronch’s Alpha 0,886 dan lebih besar dari nilai 0,60 maka dapat

disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan ini reliabel sebagai alat

ukur.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas pada Instrumen Pola Asuh Makan
Balita 0-59 bulan

Nilai Corrected
Variabel Cronch’s Alpha Keterangan
Item Total
Asuh Makan 1 0,618 Valid
Asuh Makan 2 0,466 Valid
Asuh Makan 3 0,456 Valid
Asuh Makan 4 0,857 Valid
Asuh Makan 5 0,857 Valid
Asuh Makan 6 0,391 Valid
Asuh Makan 7 0,503 Valid
Asuh Makan 8 0,617 Valid
Asuh Makan 9 0,522 Valid
Asuh Makan 10 0,632 Valid
Asuh Makan 11 0,429 Valid
Asuh Makan 12 0,514 Valid
Asuh Makan 13 0,632 Valid
Asuh Makan 14 0,429 Valid
Asuh Makan 15 0,539 Valid
Asuh Makan 16 0,617 Valid
Asuh Makan 17 0,447 Valid
Asuh Makan 18 0,447 Valid
Asuh Makan 19 0,699 Valid
Asuh Makan 20 0,857 Valid
Asuh Makan 21 0,560 Valid
Asuh Makan 22 0,857 Valid
Asuh Makan 23 0,857 Valid
Asuh Makan 24 0,479 Valid
Asuh Makan 25 0,541 Valid
Asuh Makan 26 0,699 Valid
Asuh Makan 27 0,857 Valid
Asuh Makan 28 0,560 Valid
Asuh Makan 29 0,857 Valid
Asuh Makan 30 0,857 Valid
Reabilitas 0,953 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.3 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel asuh

makan usia 0-59 bulan sebanyak 30 pertanyaan mempunyai nilai corrected item total
Universitas Sumatera Utara
> 0,361 dengan nilai cronch’s alpha 0,953, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh

pertanyaan variabel asuh makan valid dan reliabel.

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas pada Instrumen Pola Asuh Diri

Nilai Corrected
Variabel Cronch’s Alpha Keterangan
Item Total
Asuh Diri 1 0,651 Valid
Asuh Diri 2 0,553 Valid
Asuh Diri 3 0,525 Valid
Asuh Diri 4 0,705 Valid
Asuh Diri 5 0,557 Valid
Asuh Diri 6 0,576 Valid
Asuh Diri 7 0,577 Valid
Asuh Diri 8 0,587 Valid
Asuh Diri 9 0,705 Valid
Asuh Diri 10 0,683 Valid
Reabilitas 0,880 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.4 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel asuh diri

sebanyak 10 pertanyaan mempunyai nilai corrected item total > 0,361 dengan nilai

cronch’s alpha 0,880, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel

asuh makan valid dan reliabel.


Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas pada Instrumen Pola Asuh
Kesehatan

Nilai Corrected
Variabel Cronch’s Alpha Keterangan
Item Total
Asuh Kesehatan 1 0,637 Valid
Asuh kesehatan 2 0,542 Valid
Asuh Kesehatan 3 0,458 Valid
Asuh kesehatan 4 0,414 Valid
Asuh Kesehatan 5 0,757 Valid
Asuh Kesehatan 6 0,684 Valid
Asuh Kesehatan 7 0,542 Valid
Asuh Kesehatan 8 0,396 Valid
Asuh Kesehatan 9 0,401 Valid
Asuh Kesehatan 10 0,637 Valid
Reabilitas 0,849 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.5 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel asuh

kesehatan sebanyak 10 pertanyaan mempunyai nilai corrected item total > 0,361

dengan nilai cronch’s alpha 0,849, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh

pertanyaan variabel asuh kesehatan valid dan reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel penelitian terdiri dari beberapa variable yakni :

1. Variabel dependen yakni Status Gizi Balita

2. Variabel independen yakni karakteristik keluarga dengan responden ibu

(pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan pengetahuan), pola asuh (pola asuh

makan, pola asuh diri dan pola asuh kesehatan). Adapun definisi operasional
Universitas Sumatera Utara
dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengarahkan pembahasan dalam

penelitian ini adalah :

1. Balita adalah anak usia 0-59 bulan yang berada di wilayah kerja Puskesmas

Keude Geureubak.

2. Status gizi balita adalah keadaan fisik balita yang dinilai berdasarkan

antropometri berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB.

3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh ibu

yang ditentukan oleh kategori tamat SD, tamat SLTP, dan tamat SLTA.

4. Pengetahuan ibu adalah kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan yang

diberikan tentang kandungan zat gizi, manfaat zat gizi dan sumber-sumber

bahan makanan.

5. Pendapatan Keluarga adalah jumlah pendapatan tetap dan sampingan dalam

keluarga yang didapatkan dalam sebulan.

6. Pekerjaan orangtua adalah jenis kegiatan/pekerjaan yang digeluti dan yang

menghasilkan uang.

7. Pola asuh makan adalah suatu tindakan yang dilakukan ibu kepada balita

untuk memberikan makan (ASI dan makanan pendamping ASI).

Jenis makanan adalah karakteristik makanan yang diberikan kepada balita

Frekuensi makan adalah berapa kali ibu memerikan makan kepada balita

dalam satu hari

Jumlah makanan adalah berapa banyak makanan yang diberikan ibu kepada

balita
Universitas Sumatera Utara
8. Pola asuh diri adalah suatu tindakan yang dilakukan ibu kepada balita dengan

menjaga kebersihan perorangan, peralatan makan balita serta kebersihan

lingkungannya.

9. Pola asuh kesehatan adalah suatu tindakan yang dilakukan ibu kepada balita

untuk menjaga kesehatannya dengan melakukan tindakan pemeriksaan

kesehatan secara rutin yaitu kegiatan posyandu, membawa bayi ke sarana

kesehatan.

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Status gizi

Penentuan status gizi balita dengan cara pengukuran terhadap nilai-nilai dari

indeks antropometri dibandingkan dengan nilai rujukan WHO-2005 :

- BB/U

a. Kategori gizi buruk jika Z Score < -3 SD

b. Kategori gizi kurang jika Z Score -3 SD sampai dengan <-2 SD

c. Kategori gizi baik jika Z Score -2 SD sampai dengan 2 SD

d. Kategori lebih jika Z score >2 SD

- TB/U

a. Kategori sangat pendek jika Z Score < -3 SD

b. Kategori pendek jika Z Score -3 SD sampai dengan <-2 SD


Universitas Sumatera Utara
c. Kategori normal jika Z Score -2 SD sampai dengan 2 SD

d. Kategori tinggi jika Z score >2 SD

- BB/TB

a. Kategori sangat kurus jika Z-score < -3,0 SD

b. Kategori kurang jika Z-score > -3.0 sampai dengan < -2.0 SD

c. Kategori normal jika Z-Score > -2.0 sampai dengan <2.0 SD

d. Kategori gemuk jika >2,0 SD

2. Pola asuh makan diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner dan

recall 1x24 jam konsumsi makanan balita mengenai jenis makanan, jumlah

makanan (konsumsi energi dan protein). Untuk menggambarkan pola asuh

makan diukur dengan 8 pertanyaan didasarkan pada skala ordinal. Berdasarkan

skala Guttman setiap jawaban yang benar diberi skor 1, dan jawaban yang salah

diberi skor 0, sehingga total skor berkisar antara 0-8.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka pola asuh makan dapat

dikategorikan menjadi (Arikunto, 2009):

a. Baik, apabila bobot nilai yang dicapai > 50%

b. Kurang Baik, jika bobot nilai yang dicapai <50%

Konsumsi energi dan protein diperoleh dari hasil food recall 24 jam, dengan cara

bahan makanan dikonsumsi balita dihitung energi dan proteinnya kemudian

dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan dengan

menggunakan rumus :
Universitas Sumatera Utara
K
TK = x 100%
KC

Dimana :

TK : Tingkat Konsumsi

K : Konsumsi

KC : Kecukupan yang dianjurkan

Tingkat energi dan protein digolongkan atas (Supriasa, dkk, 2002) :

Baik : ≥ 100% AKG

Sedang : 80-99% AKG

Kurang : 70-79% AKG

Defisit : <70% AKG

3. Pola asuh diri diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner tentang

personal hygiene, hygiene makanan dan hygiene lingkungan. Untuk

menggambarkan pola asuh diri, ibu diberikan 8 pertanyaan. Berdasarkan skala

Guttman setiap jawaban yang benar diberi skor 1, dan jawaban yang salah diberi

skor 0, sehingga total skor berkisar antara 0-8.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka pola asuh kesehatan dapat

dikategorikan menjadi (Arikunto, 2009):

a. Baik, apabila bobot nilai yang dicapai > 50%

b. Kurang Baik, jika bobot nilai yang dicapai <50%

4. Pola asuh kesehatan diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner.

Untuk menggambarkan pola asuh kesehatan, si ibu diberi 8 pertanyaan yang


Universitas Sumatera Utara
telah disediakan. Berdasarkan skala Guttman setiap jawaban yang benar diberi

skor 1, dan jawaban yang salah diberi skor 0, sehingga total skor berkisar antara

0-8.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka pola asuh diri dapat dikategorikan

menjadi (Arikunto, 2009):

a. Baik, apabila bobot nilai yang dicapai > 50%

b. Kurang Baik, jika bobot nilai yang dicapai <50%

5. Pendidikan terakhir orangtua dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu

a. Tamat SD

b. Tamat SMP dan

c. Tamat SMA.

6. Pengetahuan gizi ibu diperoleh dari wawancara dengan memberikan 15

pertanyaan kepada responden (ibu) dengan menggunakan kuesioner. Setiap

pertanyaan yang benar diberi skor satu, jika salah diberi skor 0, sehingga total

skor berkisar antara 0 – 15 poin.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka pengetahuan dapat dikategorikan

menjadi (Arikunto, 2009):

a. Baik, apabila bobot nilai yang dicapai > 66%

b. Cukup, apabila bobot nilai yang dicapai 33% - 66%

c. Kurang, apabila bobot nilai yang dicapai < 33%


Universitas Sumatera Utara
7. Pendapatan keluarga diperoleh dari wawancara dengan menanyakan penghasilan

keluarga yang didapat dalam sebulan. Pedapatan dikategorikan menjadi 2

kategori berdasarkan upah minimum Kabupaten Aceh Timur yaitu

a. Tinggi jika pendapatan dalam sebulan > Rp 1.350.00

b. Rendah jika pendapatan dalam sebulan < Rp 1.350.000.

8. Pekerjaan orangtua dikategorikan menjadi 2 kategori bekerja dan tidak bekerja

(Benny, 2005). Kelompok bekerja yaitu merupakan kelompok ibu yang

menghasilkan uang dalam sebulan sedangkan kelompok tidak bekerja yaitu

kelompok ibu dengan tidak berpenghasilan selama sebulan. Ini diperoleh dari

wawancara menggunakan kuesioner.

Tabel 3.6 Metode Pengukuran dari Variabel-variabel Penelitian

N Skala
Variabel Kategori Range Cara Ukur
o Ukur
1 Status Gizi Ordinal
- BB/U Baik -2,0 SD sampai dengan 2,0 Diperoleh dengan
SD penilaian Z-score
Kurang -3,0 SD sampai dengan < - dengan indikator
2.0 SD BB/TB
- TB/U Normal -2,0 SD sampai dengan 2,0
SD
Pendek -3,0 SD sampai dengan < -
2.0 SD
- BB/TB Normal > -2.0 sampai dengan <2.0
SD
Kurus Z-score > -3.0 sampai
dengan < -2.0 SD
2 Pola Asuh Baik > 50% Diperoleh dengan Ordinal
Makan wawancara
Kurang Baik < 50% menggunakan
kuesioner
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.6 (Lanjutan)

N Skala
Variabel Kategori Range Cara Ukur
o Ukur
3 Pola Asuh Baik > 50% Diperoleh dengan Ordinal
Diri wawancara
menggunakan
kuesioner
Kurang Baik < 50%
4 Pola Asuh Baik > 50% Diperoleh dengan Ordinal
Kesehatan wawancara Ordinal
Kurang Baik < 50% menggunakan Ordinal
5 Pendidikan Pendidikan SD, SLTP kuesioner
Terakhir Dasar Diperoleh dengan
Pendidikan SMA, DI wawancara
Lanjut menggunakan
kuesioner
6 Pengetahuan Baik > 66% Diperoleh dengan
Gizi wawancara
Cukup 33% - 66% menggunakan
kuesioner
Kurang < 33%
Diperoleh dengan Ordinal
7 Pendapatan Tinggi > Rp 1.350.000 wawancara
Keluarga menggunakan
kuesioner
Ordinal
Diperoleh dengan
wawancara
menggunakan
kuesioner
Rendah < Rp 1.350.000

8 Pekerjaan Bekerja Kegiatan yang menghasilkan


Orangtua uang
Tidak Kegiatan tidak menghasilkan
Bekerja uang
Universitas Sumatera Utara
3.7. Metode Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, dilakukan pengolahan data dengan tahap-tahap

sebagai berikut (Budiarto, 2002):

1. Edit

Edit merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan data yang diperoleh

melalui wawancara. Edit meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan

pengisian, konsistensi, dan relevansi dari setiap jawaban yang diberikan. Edit

dilakukan di lapangan. Peneliti mengumpulkan dan memeriksa kembali

kelengkapan jawaban dari kuesioner yang diberikan. Hasil edit didapatkan

semua data terisi lengkap dan benar.

2. Mengkode Data

Adalah usaha untuk mengklasifikasikan jawaban yang ada menurut jenisnya.

Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban dengan kode

berupa angka. Selanjutnya kode tersebut dimasukkan dalam tabel kerja untuk

mempermudah dalam pembacaan.

3. Tabulasi Data

Adalah kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel

berdasarkan variabel yang diteliti

4. Memasukan Data di Soft Ware Komputer

Data diolah secara manual maupun dengan menggunakan komputer kemudian

dilanjutkan analisis data. Dalam menganalisis data, dipergunakan kerangka

analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Statistik deskriptif


Universitas Sumatera Utara
lebih berhubungan dengan pengumpulan, peringkasan serta penyajian hasil

peringkasan data (Santoso, 2002). Kemudian, data-data statistik yang

dikumpulkan umumnya masih acak, mentah dan tidak terorganisir dengan

baik (raw data). Data-data tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur,

baik dalam bentuk tabel atau persentase grafis sebagai dasar untuk berbagai

pengambilan keputusan.

Statistik deskriptif digunakan untuk analisis bagi variabel-variabel yang

dinyatakan dengan sebaran frekuensi, baik secara angka-angka mutlak maupun secara

persentasi. Tabel frekuensi yang dibuat berguna untuk mengelompokkan data dalam

tabel silang. Tabel silang sebagai metode yang sederhana digunakan untuk menyoroti

dan menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih.

Untuk data deskriptif (persentase dan rata-rata) yakni :

a. Variabel karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan

pengetahuan)

b. Pola asuh

- Asuh makan

- Asuh kesehatan

- Asuh diri

c. Status gizi balita

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Analisis Univariat

Analisis yang menggambarkan karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, dan pengetahuan) dan pola asuh (pola asuh makan, pola asuh

kesehatan dan pola asuh diri) dengan status gizi balita dalam bentuk distribusi

frekuensi

2. Analisis Bivariat

Analisis yang menghubungkan antara karakteristik keluarga (pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, dan pengetahuan) dengan pola asuh, dan analisis yang

menghubungkan antara pola asuh dengan status gizi balita dengan

menggunakan uji chi-square pada taraf kepercayaan 95% (p< 0,05), sehingga

bila hasil analisis statistik diperoleh p< 0,05, berarti ada hubungan signifikan

antara variabel independen dan variabel dependen.

3. Analisis Multivariat

Menganalisis parameter mana yang paling dominan (pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, dan pengetahuan) dan pola asuh (pola asuh makan, pola asuh diri,

dan pola asuh kesehatan) yang berhubungan dengan tingkat status gizi balita

dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.


Universitas Sumatera Utara
BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Timur yang merupakan salah satu kabupaten di Nanggroe


2
Aceh Darussalam, mempunyai luas wilayah 6.040,40 km dengan batas wilayah

sebalah Utara berbatasan dengan kabupaten Aceh Utara dan Selat Malaka, sebelah

Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang, sebelah barat berbatasan

dengan Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bener Meriah, sebelah Timur

berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Langsa. Jumlah Kecamatan

yang ada di Kabupaten Aceh Utara sebanyak 24 Kecamatan dengan jumlah

desa/kelurahan 511 buah. Letak Geografis Aceh Timur berada pada 97 015’22,07”-

97034’47,22” Bujur Timur dan 04009’21,08”-05006’02,16 Lintang Utara.

Penelitian tentang pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap

status gizi balita pada ibu menikah dini di pusatkan di Kecamatan Banda Alam, yang

merupakan cakupan wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak. Kecamatan Banda

Alam merupakan kecamatan yang berada di daerah terpencil yaitu daerah yang sulit

dijangkau karena sebab geografis (daerah pegunungan), jauh dari perkotaan, tidak ada

transportasi umum, serta kehidupan sosial dan ekonomi penduduk menengah

kebawah (PP No. 36 MenKes).

Penduduk Kecamatan Banda Alam pada tahun 2012 berjumlah 7.470 jiwa

terdiri dari 3.728 laki-laki dan 3.742 perempuan yang terdiri dari 1804 kepala
Universitas Sumatera Utara
keluarga (KK). Sebahagian besar penduduk bermata pencaharian petani 1.399 orang ,

Nelayan 23orang , perajin 10 orang, pedagang 80 orang, Pegawai Negeri Sipil 181

orang , honorer 65 orang, karyawan swasta 11 orang , wiraswasta 300 orang dan

buruh 9 orang.

Puskesmas Keude Geureubak merupakan Unit Pelayanan Kesehatan Terpadu

Masyarakat yang berada di Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur dengan

wilayah kerja terdiri dari 16 desa serta 48 dusun. Adapun desa yang menjadi tempat

penelitian adalah Desa Uram Jalan, Desa Snb. Kandang, Desa Ulee Jalan, dan Desa

Snb Benteng.

Adapun batas-batas wilayah kerja Unit Pelayanan Terpadu Pelayanan

Kesehatan Masyarakat Keude geureubak adalah sebagai berikut :

Utara : Kecamatan Idi Tunong

Selatan : Kecamatan Indra Makmur

Timur : Kecamatan Rantau Peureulak

Barat : Kecamatan Nurussalam

4.2. Deskripsi Karakteristik Keluarga

Pada penelitian ini, data karakteristik keluarga yang dilihat dari suku, usia ibu

sekarang, jumlah anak, dan alasan menikah dini yang berjumlah 104 responden

menunjukkan bahwa hasil perhitungan statistik karakteristik keluarga yang dilihat

dari suku paling banyak adalah suku Aceh berjumlah 94 responden (90,4%).

Karakteristik keluarga dilihat dari usia ibu saat ini berkisar antara 19-24 tahun dengan
Universitas Sumatera Utara
rata-rata usia ibu mayoritas berusia 22-24 tahun berjumlah 70 responden (67,3%).

Sementara karakteristik keluarga dilihat dari jumlah anak, rata-rata responden

memiliki 2 orang anak. Responden yang memiliki anak < 2 berjumlah 96 responden

(92,3%) dan yang memiliki anak > 2 ada 8 responden (7,7%). Sementara karakteristik

keluarga untuk alasan menikah dini, mayoritas responden, 94 responden (90,4%)

menyatakan karena keinginan sendiri.

Selain itu, karakteristik keluarga pada penelitian ini juga melihat pendidikan,

pekerjaan, pendapatan dan pengetahuan. Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa

di wilayah kerja Puskesmas Keudeu Geureubak Kacamatan Banda Alam didapat

bahwa pendidikan terakhir dari ibu yang menikah dini mayoritas adalah pendidikan

dasar (SD dan SMP) yaitu berjumlah 72 responden (69,2%). Distribusi pekerjaan ibu

paling banyak yaitu ibu yang tidak bekerja (IRT) sebanyak 87 responden (83,7%).

Distribusi pendapatan keluarga, didapat hasil mayoritas berpendapatan rendah

yaitu 72 keluarga (69,2%). Di wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan

Banda Alam diperoleh hasil responden dengan pengetahuan baik yaitu 31 responden

(29,8%), pengetahuan cukup 51 responden (49,0%) dan pengetahuan kurang 22

responden (21,2%), secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Keluarga di Wilayah Kerja
Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten
Aceh Timur Tahun 2013

No Karakteristik Keluarga n %
1 Suku
- Aceh 94 90,0
- Jawa 10 10,0
2 Usia
- 19-21 34 33,0
- 22-24 70 67,0
3 Jumlah Anak
-<2 96 92,3
->2 8 7,7
4 Alasan Menikah Dini
- Keinginan Sendiri 94 90,0
- Keinginan Orangtua 10 10,0
5 Pendidikan Ibu
- Pendidikan Dasar 72 69,2
- Pendidikan Lanjut 32 30,8
6 Pekerjaan Ibu
- Bekerja 17 16,3
- Tidak Bekerja 87 83,7
7 Pendapatan Keluarga
- Rendah 72 69,2
- Tinggi 32 30,8
8 Pengetahuan Ibu
- Baik 31 29,8
- Cukup 51 49,0
- Kurang 22 21,2

4.3 Deskripsi Karakteristik Balita

Karakteristik balita meliputi umur, dan jenis kelamin yang berjumlah 104

balita. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil perhitungan untuk statistik untuk

karakteristik balita yang dilihat dari umur balita menunjukkan bahwa umur balita 0-6

bulan berjumlah 5 balita (4,8%), 7-12 bulan berjumlah 9 balita (8,6%), 12-23 bulan

berjumlah 14 balita (13,5%), dan 24-59 bulan berjumlah 76 balita (73,1%).


Universitas Sumatera Utara
Sementara karakteristik balita dilihat dari jenis kelamin, antara laki-laki dan

perempuan memiliki persentase yang sama yaitu laki-laki 52 orang (50%) dan

perempuan 52 orang (50%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Balita di Wilayah Kerja Puskesmas


Keude Gureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur
Tahun 2013

Karakteristik Balita n %
Umur
- 0-6 5 4,8
- 7-11 9 8,6
- 12-23 14 13,5
- 24-59 76 73,1
Jumlah 104 100,0
Jenis Kelamin
- Laki-laki 52 50,0
- Perempuan 52 50,0
Jumlah 104 100,0

4.4. Pola Asuh Balita

Pola asuh balita dalam penelitian ini meliputi pola asuh makan, pola asuh diri

dan pola asuh kesehatan.

1. Pola Asuh Makan

Pengukuran pola asuh makan yang dilakukan pada balita didasarkan pada

kuesioner tentang pola asuh makan dan tingkat konsumsi energi dan protein.

Berdasarkan hasil food recall 24 jam makanan yang dikonsumsi balita diketahui

bahwa konsumsi energi dari makanan yang dikonsumsi yang sesuai dengan

kebutuhan balita 0-12 bulan yaitu 650 kkal/hari (AKG, 2004) sebesar 58,82%

sedangkan yang tidak memenuhi sebesar 41,18%. Sedangkan balita usia 13-36 bulan
Universitas Sumatera Utara
yang mengonsumsi energi sesuai dengan AKG, 2004 (1000 kkal) sebesar 75%

sedangkan yang tidak memenuhi sebesar 25%. Sedangkan balita usia 37-59 bulan

yang memenuhi kebutuhan energi (1550 kkal) sebesar 69,77% sedangkan yang tidak

memenuhi sebesar 30,23%.

Untuk konsumsi protein, balita usia 0-12 bulan yang memperoleh asupan

protein sesuai dengan kebutuhan yaitu 16 gram/hari (AKG, 2004) sebesar 29,41%

sedangkan yang tidak memenuhi 70,59%. Balita usia 13-36 bulan yang memperoleh

asupan protein sesuai dengan kebutuhan yaitu 25 gram/hari sebesar 45,5% sedangkan

yang tidak memenuhi sebesar 54,5%. Sedangkan untuk balita usia 37-59 bulan yang

memperoleh asupan protein yang sesuai dengan kebutuhan yaitu 39 gram/hari sebesar

41,86% sedangkan yang tidak memenuhi sebesar 58,14%. Secara rinci dapat dilihat

pada tabel 4.3 :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Keudeu Gureubak Kecamatan banda
Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013

Usia Tingkat Memenuhi Tidak Memenuhi Total


Kecukupan Konsumsi Konsumsi
n % n %

0-12 Energi 10 58,8 7 41,2 17


Protein 5 29,4 12 70,6

13-36 Energi 33 75,0 11 25,0 44


Protein 20 45,5 24 54,5

37-59 Energi 30 69,8 13 30,2 43


Protein 18 41,9 25 58,1
Universitas Sumatera Utara
Distribusi pola asuh makan pada balita usia 0-59 bulan dari 104 responden ibu

menikah dini di wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam

Kabupaten Aceh Timur diperoleh hasil (50 responden) termasuk dalam kategori

kurang baik (65,8%) pada usia 24-59 bulan . Hal ini terlihat dari ibu yang tidak

memberikan ASI sampai usia 6 bulan, balita diberi makanan pendamping ASI

sebelum usia 6 bulan, menu makanan tidak terdiri dari 4 sehat, ibu tidak membujuk

balita jika tidak mau makan, ibu jarang mendampingi balita makan, menu makanan

tidak bervariasi setiap harinya, dan jika balita tidak mau makan pada satu jenis

makanan tertentu ibu jarang mengganti dengan makanan yang lain. Secara rinci dapat

dilihat pada tabel 4.4

2. Pola Asuh Diri

Distribusi pola asuh diri yang dilakukan ibu menikah dini terhadap balita usia

0-59 bulan yang meliputi personal hygiene balita dan ibu didapat hasil paling banyak

65 responden dengan kategori pola asuh diri kurang baik (62,5%). Secara umum,

tindakan ibu dalam menjaga kebersihan balita mulai dari memotong kuku jika

kelihatan panjang , membersihkan peralatan makan setelah digunakan, mencuci

tangan dengan sabun, memakai sandal jika bermain di luar rumah, dan mencuci

tangan setelah BAB, kurang baik. Ibu kurang memperhatikan kebersihan balita dan

lingkungannya. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.4

Universitas Sumatera Utara


3. Pola Asuh Kesehatan

Distribusi asuh kesehatan berdasarkan hasil penelitian dari 104 responden ibu

menikah dini didapat mayoritas responden (67 responden) termasuk dalam kategori

kurang baik (64,4%). Hal ini terlihat dari balita yang tidak mendapatakan imunisasi

sesuai dengan umur, ibu kurang memantau setiap makanan yang dikonsumsi balita

termasuk jajanan, jika ke posyandu ibu tidak membawa KMS, jika petugas datang

untuk imunisasi, ibu jarang mengizinkan anaknya untuk di imunisasi dan ibu jarang

mencuci tangan setiap ingin memberikan makan kepada balita. Secara rinci dapat

dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur
Tahun 2013
No Pola Asuh Baik Kurang Baik
n % n %
1 Asuh Makan
0-6 4 80 1 20
7-11 4 44,4 5 55,6
12-23 7 50 7 50
24-59 26 34,2 50 65,8
2 Asuh Diri 39 37,5 65 62,5
3 Asuh Kesehatan 37 35,6 67 64,6

4.5 Status Gizi

4.5.1 BB/U

Berdasarkan distribusi frekuensi tentang status gizi balita berdasarkan BB/U

dapat diuraikan bahwa, balita dengan status gizi kurus sebanyak 47 balita (61,8%)
Universitas Sumatera Utara
paling banyak terdapat pada usia 24-59 bulan. Secara rinci dapat dilihat dari tabel di

bawah ini :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Menurut BB/U di Wilayah
Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam
Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013

Usia (Bulan) Baik Kurang Jumlah


n % n % n %
0-6 3 60,0 2 40,0 5 100,0
7-11 6 66,7 3 33,3 9 100,0
12-23 8 57,1 6 42,9 14 100,0
24-59 29 38,2 47 61,8 76 100,0

4.5.2 TB/U

Berdasarkan distribusi frekuensi tentang status gizi balita berdasarkan TB/U

dapat diuraikan bahwa, dari semua kelompok usia, balita dengan status gizi pendek

sebanyak 31 balita (40,8%) paling banyak terdapat pada usia 24-59 bulan. Secara

rinci dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Menurut TB/U di Wilayah
Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam
Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013
Usia (Bulan) Normal Pendek Jumlah
n % n % n %
0-6 4 80,0 1 20,0 5 100,0
7-11 4 44,4 5 55,6 9 100,0
12-23 7 50,0 7 50,0 14 100,0
24-59 45 59,2 31 40,8 76 100,0

4.5.3 BB/TB

Berdasarkan distribusi frekuensi tentang status gizi balita berdasarkan BB/TB

dapat diuraikan bahwa, dari semua kelompok usia, balita dengan status gizi kurus
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 36 balita (47,4%) paling banyak terdapat pada usia 24-59 bulan. Secara

rinci dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Menurut BB/TB di Wilayah
Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam
Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013
Usia (Bulan) Normal Kurus Jumlah
n % n % n %
0-6 3 60,0 2 40,0 5 100,0
7-11 4 44,4 5 55,6 9 100,0
12-23 6 42,9 8 57,1 14 100,0
24-59 40 52,6 36 47,4 76 100,0

4.6 Hubungan Karakteristik Keluarga ( Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan,


dan Pengetahuan) dengan Pola Asuh Makan
4.6.1 Pendidikan

Hasil uji chi square didapat bahwa dari 72 responden yang berpendidikan

dasar, 21 responden dengan asuh makan baik (29,2%), 51 responden dengan asuh

makan kurang baik ( 70,8%). Sementara dari 32 responden berpendidikan lanjut, 20

responden dengan asuh makan baik (62,5%), 12 responden dengan asuh makan

kurang baik (37,5%). Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,001 (p<0,05) artinya

terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dan asuh makan.

4.6.2 Pekerjaan

Berdasarkan hasil uji chi square didapat bahwa dari 17 responden yang

bekerja, 12 responden dengan asuh makan baik (70,6%), 5 responden dengan asuh

makan kurang baik (29,4%). Sedangkan 87 responden yang tidak bekerja, terdapat 29

responden dengan asuh makan baik (33,3%), 58 responden dengan asuh makan
Universitas Sumatera Utara
kurang baik (66,7%). Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,004 (p<0,05) artinya ada

hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan asuh makan.

4.6.3 Pendapatan

Berdasarkan hasil analisis uji chi square antara pendapatan dan asuh makan

didapat hasil dari 72 responden dengan penghasilan rendah, 28 responden dengan

asuh makan baik (38,9%), 44 responden dengan asuh makan kurang baik (61,1%).

Sedangkan dari 32 responden dengan penghasilan tinggi, didapat hasil 13 responden

dengan asuh makan baik (40,6%), 19 responden dengan asuh makan kurang baik

(59,4%). Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,867 (p>0,05) artinya tidak ada

hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan asuh makan.

4.6.4 Pengetahuan

Hasil uji chi square antara pengetahuan dan asuh makan diperoleh hasil dari

31 responden dengan pengetahuan baik, 21 responden dengan asuh makan baik

(67,7%), 10 responden dengan asuh makan kurang baik (32,3,5%). Sedangkan dari 51

responden dengan pengetahuan cukup, 14 responden dengan asuh makan baik

(27,5%), 37 responden dengan asuh makan kurang baik (72,5%). Sementara dari 22

responden dengan pengetahuan kurang, 6 responden dengan asuh makan baik

(27,3%), 16 responden dengan asuh makan kurang baik (72,7%). Hasil uji statistik

didapat nilai p = 0,001 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dengan asuh makan.


Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Asuh Makan di
Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda
Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013
2
Karakteristik Pola Asuh Makan Jumlah p x
keluarga Baik Kurang Baik
n % n % n %
Pendidikan
Ibu
Pendidikan 21 29,2 51 70,8 72 100,0 10,307
Dasar
Pendidikan 20 62,5 12 37,5 32 100,0 0,001
Lanjut
Pekerjaan Ibu
Bekerja 12 70,6 5 29,4 17 100,0 8,265
Tidak Bekerja 29 33,3 58 66,7 87 100,0 0,004
Pendapatan
Keluarga
Pendapatan 28 38,9 44 61,1 72 100,0 0,028
Rendah 0,867
Pendapatan 13 40,6 19 59,4 32 100,0
Tinggi
Pengetahuan
Ibu
Baik 21 67,7 10 32,3 31 100,0 14,831
Cukup 14 27,5 37 72,5 51 100,0 0,001
Kurang 6 27,3 16 72,7 22 100,0

4.7 Hubungan Karakteristik Keluarga (Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan,


dan Pengetahuan) dengan Asuh Diri
4.7.1 Pendidikan

Hasil analisis uji chi square antara pendidikan dan asuh diri didapat dari 72

responden yang berpendidikan dasar, terdapat 21 responden dengan asuh diri baik

(29,2%), 51 responden dengan asuh diri kurang baik (70,8%). Sedangkan dari 32

responden yang berpendidikan lanjut, terdapat 18 responden dengan asuh diri baik

(56,2%), 14 responden dengan asuh diri kurang baik (43,8%). Hasil uji statistik
Universitas Sumatera Utara
didapat nilai p = 0,008 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara

pendidikan dan asuh diri.

4.7.2 Pekerjaan

Berdasarkan hasil uji tabulasi silang antara pekerjaan dan asuh diri diperoleh

hasil dari 17 responden yang bekerja diperoleh hasil 10 responden dengan asuh diri

baik (58,8%), 7 responden dengan asuh diri kurang baik (41,2%). Sedangkan 87

responden yang tidak bekerja, 29 responden dengan asuh diri baik (33,3%), 58

responden dengan asuh diri kurang baik (66,7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =

0,047 (p>0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dan

asuh diri.

4.7.3 Pendapatan

Berdasarkan hasil analisis uji chi square antara pendapatan dan asuh diri,

diperoleh dari 72 responden dengan penghasilan rendah, 26 responden dengan asuh

diri baik (36,1%), 46 responden dengan asuh diri kurang baik baik (63,9%).

Sedangkan dari 32 responden dengan penghasilan tinggi, diperoleh hasil 13

responden dengan asuh diri baik (40,6%), 19 responden dengan asuh diri kurang baik

(59,4%). Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,661 (p>0,05) artinya tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara pendapatan dan asuh diri.

4.7.4 Pengetahuan

Berdasarkan hasil uji chi square antara pengetahuan dan asuh diri diperoleh

hasil dari 31 responden yang berpengetahuan gizi baik terdapat 18 responden dengan

asuh diri baik (58,1%), 13 responden dengan asuh diri kurang baik (401,9%).
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan dari 51 responden yang berpengetahuan gizi cukup terdapat 15 responden

dengan asuh diri baik (29,4%), 36 responden dengan asuh diri kurang baik (70,6%).

Sementara dari 22 responden yang berpengetahuan kurang terdapat 6 responden

dengan asuh diri baik (27,3%), 16 responden dengan asuh diri kurang baik (72,7%).

Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,018 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dan asuh diri.

Tabel 4.9 Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Asuh Diri di Wilayah
Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam
Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013
Karakteristik Pola Asuh Diri Jumlah p x2
Keluarga Baik Kurang Baik
n % n % n %
Pendidikan Ibu
Pendidikan 21 29,2 51 70,8 72 100,0 6,933
Dasar
Pendidikan 18 56,2 14 43,8 32 100,0 0,008
Lanjut
Pekerjaan Ibu
Bekerja 10 58,8 7 41,2 17 100,0 3,942
Tidak Bekerja 29 33,3 58 66,7 87 100,0 0,047
Pendapatan
Keluarga
Pendapatan
Rendah 26 36,1 46 63,9 72 100,0 0,193
Pendapatan 0.661
Tinggi 13 40,6 19 59,4 32 100,0
Pengetahuan
Baik 18 58,1 13 41,9 31 100,0 7,999
Cukup 15 29,4 36 70,6 51 100,0 0,018
Kurang 6 27,3 16 72,2 22 100,0
Universitas Sumatera Utara
4.8 Hubungan Karakteristik Keluarga (Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan,
dan pengetahuan) dengan Asuh Kesehatan
4.8.1 Pendidikan

Hasil uji analisis chi square antara pendidikan dan asuh makan diperoleh, dari

72 responden yang berpendidikan dasar, 20 responden dengan asuh kesehatan baik

(27,8%), 52 responden dengan asuh kesehatan kurang baik (72,2%). Sedangkan dari

32 responden yang berpendidikan lanjut terdapat 17 responden dengan asuh

kesehatan baik (53,1%), 15 responden dengan asuh kesehatan kurang baik (46,9%).

Hasil uji analisis didapat nilai p = 0,013 (p<0,5) artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara pendidikan dan asuh kesehatan.

4.8.2 Pekerjaan

Berdasarkan hasil uji chi square antara pekerjaan dan asuh kesehatan didapat

hasil dari 17 responden yang bekerja, 8 responden dengan asuh kesehatan baik

(47,1%), 9 responden dengan asuh kesehatan kurang baik (52,9%). Sedangkan dari 87

responden yang tidak bekerja, 29 responden dengan asuh kesehatan baik (33,3%), 58

responden dengan asuh kesehatan kurang baik (66,7%). Hasil uji analisi didapat nilai

p = 0,280 (p>0,05) artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dan

asuh kesehatan.

4.8.3 Pendapatan

Berdasarkan hasil uji tabulasi silang antara pendapatan dan asuh kesehatan

diperoleh hasil dari 72 responden dengan pendapatan rendah, 27 responden dengan

asuh kesehatan baik (37,5%), 45 responden dengan asuh kesehatan kurang baik
Universitas Sumatera Utara
(62,5%). Sedangkan dari 32 responden dengan pendapatan tinggi diperoleh 10

responden dengan asuh kesehatan baik (31,2%), 22 responden dengan asuh kesehatan

kurang baik (68,8%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,539 (p>0,05) artinya

tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan dan asuh kesehatan.

4.8.4 Pengetahuan

Hasil uji tabulasi silang antara pengetahuan dan asuh kesehatan diperoleh 31

responden yang berpengetahuan baik, 18 responden dengan asuh kesehatan baik

(58,1%), 13 responden dengan asuh kesehatan kurang baik (41,9%). Dari 51

responden yang berpengetahuan cukup diperoleh hasil 14 responden dengan asuh

kesehatan baik (27,5%), 37 responden dengan asuh kesehatan kurang baik (72,5%).

Sedangkan dari 22 responden yang berpengetahuan kurang, 5 responden dengan asuh

kesehatan baik (22,7%), 17 responden dengan asuh kesehatan kurang baik (77,3%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,007 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dan asuh kesehatan.


Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Asuh Kesehatan di
Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda
Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013
2
Karakteristik Pola Asuh Kesehatan Jumlah p x
Keluarga Baik Kurang Baik
n % n % n %
Pendidikan Ibu
Pendidikan 20 27,8 52 72,2 72 100,0 6,210
Dasar
Pendidikan 17 53,1 15 46,9 32 100,0 0,013
Lanjut
Pekerjaan Ibu
Bekerja 8 47,1 9 52,9 17 100,0 1,169
Tidak Bekerja 29 33,3 58 66,7 87 100,0 0,280
Pendapatan
Keluarga
Pendapatan 27 37,5 45 62,5 72 100,0 0,378
Rendah 0,539
Pendapatan 10 31,2 22 68,8 32 100,0
Tinggi
Pengetahuan
Ibu
Baik 18 58,1 13 41,9 31 100,0 9,894
Cukup 14 27,5 37 72,5 51 100,0 0,007
Kurang 5 22,7 17 77,3 22 100,0

4.9 Hubungan Karakteristik Keluarga (Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan


dan Pengetahuan) dengan Status Gizi Balita
4.9.1 Pendidikan

Hasil uji analisis chi square antara pendidikan dan status gizi balita

diperoleh, dari 72 responden yang berpendidikan dasar, 34 responden dengan status

gizi balita normal (47,2%), 38 responden dengan status gizi balita kurus (52,8%).

Sedangkan dari 32 responden yang berpendidikan lanjut terdapat 19 responden

dengan status gizi balita normal (59,4%), 13 responden dengan status gizi balita
Universitas Sumatera Utara
kurus (40,6%). Hasil uji analisis didapat nilai p = 0,253 (p>0,5) artinya tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara pendidikan dan status gizi balita.

4.9.2 Pekerjaan

Berdasarkan hasil uji chi square antara pekerjaan dan status gizi balita didapat

hasil dari 17 responden yang bekerja, 10 responden dengan status gizi balita normal

(58,8%), 7 responden dengan status gizi balita kurus (41,2%). Sedangkan dari 87

responden yang tidak bekerja, 43 responden dengan status gizi balita normal (49,4%),

44 responden dengan status gizi balita kurus (50,6%). Hasil uji analisi didapat nilai p

= 0,478 (p>0,05) artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dan

asuh kesehatan.

4.9.3 Pendapatan

Berdasarkan hasil uji tabulasi silang antara pendapatan dan status gizi balita

diperoleh hasil dari 72 responden dengan pendapatan rendah, 37 responden dengan

status gizi balita normal (51,4%), 35 responden dengan status gizi balita kurus

(48,6%). Sedangkan dari 32 responden dengan pendapatan tinggi diperoleh 16

responden dengan status gizi balita normal (50,0%), 16 responden dengan status gizi

balita kurus (50,0%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,896 (p>0,05) artinya

tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan dan asuh kesehatan.

4.9.4 Pengetahuan

Hasil uji tabulasi silang antara pengetahuan dan status gizi balita diperoleh 31

responden yang berpengetahuan baik, 22 responden dengan status gizi balita normal

(71,0%), 9 responden dengan status gizi balita kurus (29,0%). Dari 51 responden
Universitas Sumatera Utara
yang berpengetahuan cukup diperoleh hasil 22 responden dengan status gizi balita

normal (43,1%), 29 responden dengan status gizi balita kurus (56,9%). Sedangkan

dari 22 responden yang berpengetahuan kurang, 9 responden dengan status gizi balita

normal (40,9%), 13 responden dengan status gizi balita kurus (59,1%). Hasil uji

statistik diperoleh nilai p = 0,029 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan

antara pengetahuan dan status gizi balita.

Tabel 4.11 Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi Balita di


Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda
Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013
Karakteristik Status Gizi Balita Jumlah p x2
Keluarga Normal Kurus
n % n % n %
Pendidikan Ibu
Pendidikan 34 47,2 38 52,8 72 100,0 1,309
Dasar
Pendidikan 19 59,4 13 40,6 32 100,0 0,253
Lanjut
Pekerjaan Ibu
Bekerja 10 58,8 7 41,2 17 100,0 0,503
Tidak Bekerja 43 49,4 44 50,6 87 100,0 0,478
Pendapatan
Keluarga
Pendapatan 37 51,4 35 48,6 72 100,0 0,017
Rendah 0,896
Pendapatan 16 50,0 16 50,0 32 100,0
Tinggi
Pengetahuan
Ibu
Baik 22 71,0 9 29,0 31 100,0 7,104
Cukup 22 43,1 29 56,9 51 100,0 0,029
Kurang 9 40,9 13 59,1 22 100,0
Universitas Sumatera Utara
4.10 Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Balita

4.10.1Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil analisis hubungan pola asuh makan dan status gizi balita

didapat hasil bahwa dari 41 responden dengan pola asuh makan baik terdapat 38

responden berstatus gizi normal (92,7%), 3 responden berstatus gizi kurus (7,3%).

Sementara dari 63 responden dengan pola asuh makan kurang baik terdapat 15

responden berstatus gizi normal (23,8%) dan 48 responden berstatus gizi kurus

(76,2%). Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,001 (p<0,05) artinya terdapat hubungan

yang signifikan antara pola asuh makan dan status gizi balita.

Tabel 4.12 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita

Status Gizi Jumlah


Pola Asuh Normal Kurus P x2
Makan n % n % n %
Baik 38 92,7 3 7,3 41 100,0 47,143
0,001
Kurang Baik 15 23,8 48 76,2 63 100,0

4.10.2 Hubungan Pola Asuh Diri dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil analisis hubungan pola asuh diri dengan status gizi balita

dari 39 responden dengan pola asuh diri baik, 33 responden berstatus gizi normal

(84,6%) dan 6 responden berstatus gizi kurus (15,4%). Sementara dari 65 responden

dengan asuh diri kurang baik, 20 responden berstatus gizi normal (30,8%) dan 45

responden berstatus gizi kurus (69,2%). Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,001

(p<0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh diri dengan

status gizi balita.


Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13 Hubungan Pola Asuh Diri dengan Status Gizi Balita

Status Gizi Jumlah 2


Pola Asuh Normal Kurus P x
Diri n % n % n %
Baik 33 84,6 6 15,4 39 100,0 28,280
0,001
Kurang Baik 20 30,8 45 69,2 65 100,0

4.10.3 Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan status Gizi Balita

Berdasarkan hasil analisis hubungan pola asuh kesehatan dengan status gizi

balita dari 37 responden dengan pola asuh kesehatan baik, 32 responden berstatus gizi

normal (86,5%) dan 5 responden berstatus gizi kurus (13,5%). Sementara dari 67

responden dengan asuh kesehatan kurang baik, 21 responden berstatus gizi normal

(31,3%), dan 46 responden dengan status gizi kurus (68,7%). Hasil uji statistik

didapat nilai p = 0,001 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara

pola asuh diri dengan status gizi balita.

Tabel 4.14 Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Balita

Status Gizi Jumlah


Pola Asuh Normal Kurus P x2
Kesehatan n % n % n %
Baik 32 86,5 5 13,5 37 100,0 29,003
0,001
Kurang Baik 21 31,3 46 68,7 67 100,0
Universitas Sumatera Utara
4.11 Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh Terhadap Status Gizi
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak

Untuk mengetahui karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam

Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013 dilakukan analisis multivariat dengan

menggunakan uji regresi logistik berganda.

Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan uji regresi logistik

berganda yaitu salah satu pendekatan model statistik untuk menganalisis pengaruh

beberapa variabel independen (lebih dari satu) terhadap variabel dependen kategori

yang bersifat dikotomi atau binary. Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi

regresi logistik berganda dalah variabel dengan nilai p<0,25.

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh variabel pengetahuan, pola asuh

makan, pola asuh diri dan pola asuh kesehatan memiliki nilai probabilitas (p) lebih

kecil dari 0,25. Selanjutnya semua variabel tersebut dimasukkan dalam model,

kemudian dianalisis menggunakan uji regresi logistik berganda dengan enter yaitu

memasukkan semua variabel independen ke dalam model secara bersamaan. Dari

hasil analisis ditemukan variabel pengetahuan dan asuh diri tidak berpengaruh

(p>0,05) kemudian variabel yang memiliki p>0,05 dikeluarkan dan dianalisis

kembali. Variabel yang dapat masuk ke dalam model regresi logistik adalah variabel

yang mempunyai nilai p<0,05 yaitu variabel asuh makan dan asuh kesehatan,

sedangkan pengetahuan dan asuh diri mempunyai nilai p>0,05.


Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel asuh makan

(p=0,001), dan asuh kesehatan (p=0,001). Variabel yang paling dominan adalah

variabel asuh makan yaitu pada nilai koefisien regresi B=3,313.

Berdasarkan hasil analisis uji regresi logistik, variabel asuh makan diperoleh

nilai Exp (B) sebesar 27,477, sehingga dapat disimpulkam bahwa ibu dengan pola

asuh makan yang kurang baik akan mempunyai kemungkinan 27 kali lebih besar

mempunyai balita dengan status gizi kurus dibanding ibu dengan pola asuh makan

yang baik. Sedangkan variabel pola asuh kesehatan memiliki nilai Exp (B) sebesar

7,838 artinya ibu dengan pola asuh kesehatan yang kurang baik akan mempunyai

kemungkinan 7 kali lebih besar mempunyai anak balita berstatus gizi kurus.

Tabel 4.15 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda

Variabel B Sig. Exp B 95% CI


Lower Upper
Asuh Makan 3,313 0,001 27,477 6,988 108,032
Asuh 2,059 0,001 7,838 2,200 27,930
Kesehatan
Constant -3,724 - - - -

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda tersebut dapat ditentukan

model persamaa regresi logistik berganda yang dapat menafsirkan fasktor pola asuh

makan dan pola asuh kesehatan ibu di wilayah kerja Puskesmas Keude geureubak

Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur adalah sebagai berikut :


Universitas Sumatera Utara
1

p = 1+e−(−3,724+3,313(makan)+2,059(keseha tan))
Keterangan :

P : Probabilitas Status Gizi Balita

X1 : Asuh Makan, koefisien regresi 3,313

X2 : Asuh Kesehatan, koefisien regresi 2,059

Persamaan diatas menyatakan bahwa ibu dengan pola asuh makan dan asuh

kesehatan yang kurang baik memiliki probabilitas 88% untuk memiliki balita

berstatus gizi kurang. Responden dengan asuh makan dan asuh kesehatan yang baik

memiliki 1,2% untuk memiliki balita berstatus gizi kurus.


Universitas Sumatera Utara
BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Karakteristik Keluarga Terhadap Status Gizi Balita

Penelitian Arif (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah

satu indikator sosial dalam masyarakat karena melalui pendidikan sikap tingkah laku

manusia dapat meningkat dan berubah citra sosialnya. Pendidikan ibu merupakan

modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga dan berperan dalam penyusunan

makan keluarga serta pengasuhan dan perawatan anak. Pendidikan membentuk suatu

nilai tertentu bagi masia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal

baru dan juga cara berfikir secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk

dapat berfikir secara obyektif dan dapat memberikan kemampuan baginya untuk

dapat melalui sesuatu. Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap dan m

emahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan

landasan untuk membedakan metode penyuluhan gizi yang tepat.Pendidikan

diperlukan agar seseorang tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga

dan bisa mengambil tindakan secepatnya. (Suharjo, 2003).

Pendidika formal orang tua secara statistik tidak ada hubungan yang nyata

terhadap status gizi, namun ada kecenderungan makin baik tingkat pendidikan ayah

dan ibu makin baik pula status gizi anak. Pendidikan orangtua yang relatif tinggi,

umumnya akan mempermudah seseorang menerima informasi tentang gizi dan


Universitas Sumatera Utara
kesehatan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan gizi dan kesehatan yang

selanjutnya akan menimbulkan sifat yang positif di bidang kesehatan. Keadaan ini

akan mencegah masalah gizi yang tidak diinginkan (Notoatmodjo, 2003).

Mayoritas pendidikan orangtua berpendidikan dasar, namun pendidikan

rendah belum tentu juga pengetahuan gizinya rendah, orantua yang sering membaca

atau mendengar informasi-informasi tentang gizi akan mudah memahami akan

pentingnya mengonsumsi makanan yang bergizi. Hasil uji statistik menunjukkan

tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita

dengan nilai p= 0,253.

Hasil penelitian karakteristik keluarga dalam hal ini adalah pekerjaan, dimana

dari hasil statistik dengan uji Chi square menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara pekerjaan dengan status gizi balita (p=0,478). Hal ini berarti tidak

ada hubungan yang signifikan antara variabel pekerjaan dengan status gizi balita.

Karena ibu yang yang bekerja status gizi balitanya kurang baik dan belum tentu juga

ibu yang tidak bekerja status gizi balita mereka tidak baik pula.

Masalah gizi kurang pada anak juga terjadi pada keluarga yang

berkecukupan. Hal ini disebabkan oleh ibu yang bekerja dan harus mengurusi

keluarganya, ibu yang memiliki banyak anak, ibu yang mempunyai kegiatan atau

kesibukan di luar rumah, dan lain-lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadi

masalah status gizi adalah para ibu yang menerima pekerjaan tetap sehingga harus

meninggalkan anaknya dari pagi sampai dengan sore. Anak-anak terpaksa


Universitas Sumatera Utara
ditinggalkan di rumah sehingga tidak mendapatkan perhatian dan pemberian makanan

tidak dilakukan dengan semestinya (Pudjiadji, 2000).

Mayoritas pengetahuan ibu tentang gizi cukup hal ini dikarenakan lokasi

penelitian yang jauh dari perkotaan sehingga memungkinkan ibu-ibu kurang cepat

mendapatkan informasi kesehatan khususnya mengenai makanan bergizi yang baik

untuk dikonsumsi balita. Informasi lain dari media massa baik cetak maupun

elektronik juga sulit didapatkan untuk menambah pengetahuan ibu khususnya tentang

makanan bergizi seimbang. Kurangnya pengetahuan merupakan salah satu penyebab

munculnya gangguan gizi karena menyebabkan kurangnya kemampuan untuk

menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003).

Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun

menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang ia

akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi

(Ahmad Djaeni, 2000). Penyebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah

pengetahuan tentang gizi dan mengetahui kemampuan untuk menerapkan informasi

tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suharjo, 2003). Menurut penelitian Thomas

(2003), pengetahuan gizi ibu menjadi landasan penting dalam praktek pengasuhan

makan dan kesehatan, dimana ibu dengan pengetahuan gizi baik akan mempunyai

kemampuan untuk menerapkan pengetahuannya dalam praktek pemberian makanan

dan perawatan kesehatan pada anak.


Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Sediaoetama yang menyatakan bahwa

semakin tinggi pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan maka penilaian terhadap

makanan semakin baik, artinya penilaian terhadap makanan tidak terpancang terhadap

rasa saja, tetapi juga memperhatikan hal-hal yang lebih luas. Pengetahuan tentang gizi

memungkinkan seseorang memilih dan mempertahankan pola makan berdasarkan

prinsip ilmu gizi. Pada ibu dengan tingkat pengetahuan yang rendah seringkali anak

harus puas dengan makan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi.

Pengetahuan gizi yang diperoleh ibu sangat bermanfaat bagi balita apabila ibu

berhasil mengaplikasikan pengetahuan gizi yang dimilikinya. Hasil uji statistik chi

square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi ibu

dengan status gizi balita dengan nilai (p = 0,029).

5.2 Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan pengukuran berat badan

menurut tinggi badan diperoleh hasil bahwa sebagian besar balita berstatus gizi

normal (51,0%) dan selebihnya berstatus gizi kurus (49,0%). Hal ini menunjukkan

bahwa sebagian besar balita dalam status gizi normal. Status gizi balita merupakan

salah satu indikator yang dapat menentukan derajat kesehatan. Karena dengan status

gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan balita

sehingga dapat mencapai kematangan yang optimal. Pada dasarnya status gizi

seseorang ditentukan berdasarkan konsumsi gizi dan kemampuan tubuh dalam


Universitas Sumatera Utara
menggunakan zat-zat gizi tersebut. Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor usia,

pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman ibu dalam mengasuh anak.

Seorang wanita yang terlalu muda dalam menikah tentunya memiliki anak

dalam usia muda juga. Sementara pengetahuan dan pengalaman ibu dalam mengasuh

dan merawat anak masih sangat kurang sehingga berdampak pada status gizi balita.

Kondisi ini semakin diperparah dengan lingkungan tempat tinggal ibu. Lokasi yang

jauh dari kota, pendidikan ibu yang rendah, pengetahuan gizi ibu yang kurang, akses

informasi yang kurang sehingga ibu kurang mendapatkan informasi tentang gizi

balita.

Usia ibu yang terlalu muda dalam menikah sering menyebabkan ibu kurang

mahir dalam mengasuh anak, cepat emosi, lebih mementingkan keinginan sendiri

yang akhirnya menyebabkan balita kurang mendapatkan pola asuh yang baik. Hal ini

terlihat dari hasil uji penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh yang terdiri dari

pola asuh makan, pola asuh diri dan pola asuh kesehatan termasuk dalam kategori

kurang baik.

Pola asuh makan yang kurang baik banyak terlihat pada balita usia 24-59

bulan ini dikarenakan ibu kurang memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi

balita. Ibu membiarkan begitu saja balita mengonsumsi makanan jajanan tanpa ada

pendampingan.

Nadesul (1995), mengemukakan bahwa anak masih membutuhkan bimbingan

seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu. Bentuk

perhatian atau dukungan ibu tersebut terhadap anak meliputi perhatian ketika anak
Universitas Sumatera Utara
makan dan sikap orangtua dalam memberi makan. Menurut Soenardi (2000) yang

mengemukakan bahwa pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan dan

peralatan yang dipakai harus mendapatkan perhatian khusus. Makanan yang kurang

bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau kecacingan pada anak.

Penyakit infeksi seperti diare dan kecacingan dapat mempengaruhi status gizi anak..

Ketidakmampuan ibu dalam menyediakan bahan makanan yang cukup dan

beranekaragam, terlihat dari rata-rata angka kecukupan energi dan protein balita

belum sesuai dengan angka kecukupan energi dan protein yang dibutuhkan balita.

Lokasi yang jauh dari perkotaan, tidak tersedianya warung-warung yang menjual

makanan sumber protein, ekonomi yang menengah kebawah, ketikmauan ibu dalam

memberikan makanan yang bervariasi menyebabkan balita kurang mendapatkan

asupan protein yang cukup. Demikian juga dengan komposisi makanan dilihat dari

sumber zat gizi belum sesuai dengan konsep keseimbangan menu makanan yang

dianjurkan.. Hal ini terjadi karena ibu tidak membiasakan balita untuk mengonsumsi

protein dan sayuran bahkan buah-buahan.

Dari hasil food frequensi ternyata rata-rata balita (24-59 bulan) mengonsumsi

nasi sebagai makanan pokok utama 2 kali sehari. Jagung, roti, dan tepung-tepungan

dikelompokkan pada konsumsi yang jarang dikonsumsi, walaupun mie merupakan

makanan yang sering dikonsumsi sebagai makanan tambahan dalam susunan

makanan sehari-hari. Roti dikonsumsi pada waktu-waktu tertentu saja, konsumsi roti

dalam bentuk roti kering (biskuit atau crackers). Makanan golongan sumber zat

pengatur: sayuran hijau tua seperti bayam dan kangkung. Sayuran berwarna kuning
Universitas Sumatera Utara
jingga: wortel dan tomat. Makanan yang mengandung karbohidrat sederhana (gula-

gulaan) seperti permen, coklat, es krim, dll., sering dikonsumsi. Hal ini yang dapat

memungkinkan menyebabkan anak cepat kenyang sebelum memakan makanan

pokok, sayuran dan buahan. Gula-gula akan meningkatkan cairan gastric sehingga

memperlambat pengosongan perut.

Rendahnya kemampuan ibu dalam menyediakan makanan yang sesuai dengan

kebutuhan balita diakibatkan karena rendahnya kemampuan dari aspek ekonomi,

yaitu pendapatan keluarga yang rendah disamping pengetahuan ibu itu sendiri yang

masih sangat rendah dalam mengatur komposisi makanan keluarga.

Makanan yang tergolong sumber pengatur juga jarang dikonsumsi oleh balita

karena ibu juga tidak menyediakan. Hasil observasi yang dilakukan peneliti didapat,

ibu jarang memasak sayuran dikarenakan ketersediaan pangan yang kurang sehingga

memaksa ibu hanya menyediakan makanan pokok dan dan protein secukupnya.

Hasil observasi selama penelitian didapat, ibu membiarkan saja balita 36-59

bulan jajan di warung-warung terdekat tanpa memantau jajanan apa yang dibeli

balita. Sehingga balita sesuka hati untuk membeli apa saja yang mereka mau seperti

permen, coklat, kerupuk, es, dan lain-lain. Hal ini memungkinkan balita jarang

mengonsumsi makanan rumahan karena sudah kenyang oleh makanan jajanan.

Hasil penelitian diketahui bahwa pola asuh diri yang dilakukan ibu menikah

dini terhadap balita usia 0-59 bulan yang meliputi personal hygiene balita dan ibu

didapat 37,5% termasuk dalam kategori baik , dan 62,5% termasuk dalam kategori

kurang baik. Secara umum, tindakan ibu dalam menjaga kebersihan balita mulai dari
Universitas Sumatera Utara
memotong kuku jika kelihatan panjang , membersihkan peralatan makan setelah

digunakan, mencuci tangan dengan sabun, memakai sandal jika bermain di luar

rumah, dan mencuci tangan setelah BAB, kurang baik. Ibu jarang memperhatikan

kondisi kebersihan si balita dan lingkungan rumah.

Selain itu, observasi yang dilakukan oleh peneliti didapat bahwa ibu lebih

sering kumpul-kumpul disatu tempat (salah satu rumah) dibandingkan memandikan

anak pada sore hari. Balita dibiarkan bermain sesukanya.

Kebersihan peralatan makan dan kebersihan diri balita yang kurang baik ini

sering menyebabkan balita mudah terserang penyakit. Peralatan makan balita sering

dibiarkan begitu saja tanpa langsung dicuci.

Salah satu faktor yang mempermudah anak balita terserang penyakit adalah

keadaan lingkungan. Menurut Sulistijani (2001) menyatakan bahwa lingkungan yang

sehat perlu diupayakan dan dibiasakan tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus

perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih,

rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat

sehat seperti mandi, cuci tangan sebelum makan dan menyikat gigi.

Mendukung penelitian Widodo (2005) menyatakan bahwa akibat rendahnya

sanitasi dan higiene pada pemberian makanan balita memungkinkan terjadinya

kontaminasi oleh mikroba, sehingga meningkatkan resiko atau infeksi yang lain pada

balita. Sumber infeksi lain adalah alat permainan dan lingkungan bermain yang kotor.

Kondisi kemiskinan juga menjadi hambatan dalam melakukan pengasuhan

diri terhadap balita pada ibu menikah dini, dimana keluarga belum memiliki sarana
Universitas Sumatera Utara
air bersih dan peralatan mandi atau cuci yang cukup untuk dapat melakukan asuh diri

pada balita. Ditambah dengan kondisi tempat tinggal serta lingkungan sekitar yang

tidak mendukung untuk dapat memberikan asuh diri dan kesehatan yang optimal.

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa asuh kesehatan dari ibu menikah dini

didapat 35,6% termasuk dalam kategori baik dan 64,4% termasuk dalam kategori

kurang baik. Pola asuh ibu berdasarkan perawatan kesehatan lebih banyak pada

kategori kurang baik, kemauan ibu yang memiliki balita dalam memanfaatkan

pelayanan posyandu sebagai sarana imunisasi balita juga sangat rendah, hal ini

menyebabkan persentase balita yang diimunisasi lengkap sangat rendah.

Ketidakmauan ibu untuk membawa balita ke posyandu juga disebabkan karena,

sebagian ibu menganggap bahwa cairan imunisasi yang diberikan kepada balita

adalah haram. Selain itu ibu juga beranggapan bahwa, balita mereka terlalu cantik

untuk di suntikkan imunisasi ke tanggannya yang akan menimbulkan bekas pada kulit

balita.

Kondisi perekonomian keluarga yang berada pada kategori menengah

kebawah sangat sulit diharapkan mampu melakukan asuh kesehatan dengan baik.

Oleh karena upaya perbaikan dari aspek ekonomi keluarga merupakan sesuatu yang

mutlak untuk dilakukan.

Soetjiningsih (1995) mengemukakan bahwa kesehatan anak harus mendapat

perhatian dari para orang tua yaitu dengan segera membawa anaknya yang sakit

ketempat pelayanan kesehatan yang terdekat. Masa balita sangat rentan terhadap

penyakit seperti : flu, diare atau penyakit infeksi lainnya.


Universitas Sumatera Utara
Mendukung pendapat Budi (2006) bahwa perilaku ibu dalam menghadapi

balita yang sakit dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan

kesehatan yang sangat mempengaruhi tumbuh kembang balita. Balita yang

mendapatkan imunisasi akan lebih rendah mebgalami risiko penyakit . balita yang

dipantau pertumbuhan di Posyandu melalui kegiatan penimbangan akan lebih dini

mendapatkan informasi akan adanya gangguan pertumbuhan. Sakit yang lama,

berulang akan mengurangi nafsu makan yang berakibat pada rendahnya asupan gizi.

Pengaruh pola asuh yang terdiri dari pola asuh makan, asuh diri dan asuh

kesehatan terhadap status gizi balita didapat hasil bahwa pola asuh makan merupakan

faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap status gizi balita.

Hal ini berarti, praktek pemberian makan yang baik konsumsi energi dan

protein yang cukup sangat mendukung tercapainya status gizi anak yang baik. Namun

sebaliknya jika praktek pemberian makan pada anak kurang baik, konsumsi energi

dan protein yang kurang dapat menyebabkan status gizi anak tidak baik pula. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian Sarasani (2005) yang menyatakan bahwa anak

yang mempunyai praktek pemberian makan yang baik lebih banyak berstatus gizi

baik pula. Status gizi yang normal menunjukkan bahwa asupan makanan yang

dikonsumsi telah memenuhi kebutuhan tubuh (Arkani, 1992).

Sulistijani (2001), mengemukakan seiring dengan bertambahnya usia anak

ragam makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang yang mana

penting untuk menunjang tumbuh kembang dan status gizi anak.


Universitas Sumatera Utara
Hidayat (2008) menyatakan bahwa gizi yang baik dapat memperbaiki

ketahanan tubuh sehingga diharapkan tubuh akan bebas dari penyakit. Dengan

demikian status gizi dapat membantu mendeteksi secara dini resiko terjadinya

masalah kesehatan pada balita. Gizi yang seimbang juga dapat meningkatkan

kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan balita lebih optimal.

Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Engle dan Riccuti (1995) yang

menyatakan rangsangan psikososial yang baik umumnya berkaitan erat dengan status

gizi dan kesehatan yang baik pula, sehingga secara tidak langsung berpengaruh positif

terhadap status gizi, pertumbuhan dan perkembangan. Penelitian yang pernah

dilakukan oleh Sihombing (2005) di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

pada anak batita menunjukkan juga bahwa anak yang berstatus gizi baik banyak

ditemukan pada keluarga yang melakukan praktek kesehatan yang baik.

Secara umum pola asuh ibu berada pada kategori baik mempunyai status gizi

anak yang baik pula. Hal ini sesuai dengan penelitian Hafrida (2004) yang

menyatakan bahwa ada kecendrungan dengan semakin baiknya pola asuh, maka

proporsi status gizi baik juga semakin besar..

Hasil penelitian diketahui masih adanya status gizi kurus sebesar 49,0%,

masih tingginya prevalensi balita berstatus gizi kurus tersebut rata-rata pada umur >

36 bulan, ini dikarenakan pada usia tersebut balita sudah diberi makanan lengkap.

Jika pola pemberian makanan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan balita

sementara kebutuhan akan zat gizi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia,

maka akan berdampak pada status gizi balita.


Universitas Sumatera Utara
Status gizi anak kurus dan sangat kurus juga berdampak negatif untuk

kehidupan anak. Keadaan yang bila terjadi terus berlanjut, anak dapat mengalami

gangguan pada pertumbuhan fisik dan mentalnya. Anak dapat mengalami penurunan

daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi penyakit. Selain itu, anak juga

berisiko terjadi Kurang Energi Protein (KEP) karena ketidaksesuaian antara zat gizi

yang diperoleh dengan dari makanan dan kebutuhan tubuh (Djoko Wijono, 2009).

Gizi yang seimbang selain dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat

meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal terutama pada

anak.Gizi yang cukup juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga diharapkan

tubuh akan bebas dari segala penyakit. Sehingga status gizi juga dapat membantu

untuk mendeteksi lebih dini risiko terjadinya masalah kesehatan (Hidayat 2008).

Balita merupakan kelompok usia yang rentan terhadap penyakit, sehingga

keadaan gizinya harus selalu diperhatikan melalui tindakan ibu dalam memberikan

pola asuh (asuh makan, asuh diri dan asuh kesehatan) terhadap balitanya.

5.3 Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Asuh

Hasil analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada hubungan antara

karakteristik keluarga dengan pola asuh (asuh makan, asuh diri dan asuh kesehatan).

Pola asuh ini dipengaruhi oleh karakteristik keluarga tersebut, diantaranya pendidikan

orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan pengetahuan gizi ibu.


Universitas Sumatera Utara
Hasil uji statistik Chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan

antara karakteristik keluarga dalam variabel pendidikan dengan pola asuh makan

(p=0,001), pola asuh diri (0,008) dan pola asuh kesehatan (0,013). Arif (2006)

menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator sosial dalam

masyarakat karena melalui pendidikan sikap tingkah laku manusia dapat

meningkatkan dan berubah citra sosialnya. Tingkat pendidikan turut menentukan

mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka

peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang

tepat (Suharjo, 2003). Pendidikan juga diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas

individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan-perubahan yang tetap atau

permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Edwards (2006)

menyimpulkan bahwa pendidikan orangtua dalam perawatan anak akan

mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang

dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan

antara lain: mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu

berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak, menilai perkembangan fungsi

keluarga dan kepercayaan anak dan terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak.

Pendidikan ibu yang rata-rata berpendidikan rendah (SD dan SMP)

menjadikan ibu kurang terampil dalam mengasuh balita. Ditambah dengan usia ibu

yang terlalu muda sehingga ibu sering emosi dalam mengasuh dan merawat balita.

Hasil penelitian karakteristik keluarga dalam hal ini adalah jenis pekerjaan,

dimana dari hasil statistik dengan uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang
Universitas Sumatera Utara
signifikan antara pekerjaan dengan pola asuh makan balita (p=0,004), asuh diri

(p=0,047). Tetapai tidak menunjukkan hal yang signifikan antara pekerjaan dengan

asuh kesehatan (p=0,280).

Dari 104 responden diketahui bahwa persentase terbesar untuk jenis pekerjaan

dari balita ibu yang menikah dini di wilayah kerja Puskesmas Keudeu Geureubak

Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013 adalah tidak bekerja

(83,7%).

Pekerjaan ibu tidak dapat menentukan baik dan kurangnya pola asuh yang

diberikan kepada balita. Hal ini dapat terlihat dari ibu yang bekerja ataupun tidak

bekerja mempunyai pola asuh yang baik asalkan ibu dapat mengatur dan

menyediakan waktu yang cukup untuk balita.

Hasil uji statistik dengan uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan

yang signifikan antara pendapatan dengan pola asuh makan (p=0,867), asuh diri

(p=0,661), asuh kesehatan (p=0,539). Kenyataan ini mengungkapkan bahwa tingkat

pendapatan keluarga tidak berpengaruh terhadap pola asuh makan, asuh diri dan asuh

kesehatan yang diberikan ibu kepada balita.

Pendapatan keluarga dari ibu menikah dini di wilayah kerja Puskesmas Keude

Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013 mayoritas

berpendapatan rendah < 1.350.000. Keadaan ini dikarenakan pekerjaan kepala rumah

tangga lebih banyak sebagai petani kecil yang hanya mempunyai lahan pertanian

yang kecil.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan yang rendah ini memaksa ibu tidak mampu menyediakan

makanan yang bervariasi setiap harinya, sehingga balita tidak dapat mengonsumsi

makanan yang sesuai dengan kecukupan zat gizi yang dibutuhkan oleh balita.

Pendapatan yang rendah ini, dipengaruhi juga oleh pendidikan kepala

keluarga yang mayoritas tamatan SMP dan pendidikan ibu yang juga mayoritas

tamatan SMP. Kondisi demikian memaksa mereka hanya mampu bekerja sebagai

petani dan ibu rumah tangga karena tidak mempunyai keterampilan khusus yang

dapat menjadikan mereka untuk bekerja yang lebih baik.

Hasil uji statistik chi square terdapat perbedaan asuh makan yang baik antara

pengetahuan gizi ibu yang baik sebesar 29,8%, pengetahuan gizi ibu yang cukup

49,0% dan pengetahuan gizi ibu yang kurang 21,2% dengan nilai p = 0,001. Dari

angka tersebut dapat disimpulkan bahwa secara persentase pengetahuan gizi ibu yang

baik maka akan baik pula pola asuh makan terhadap anaknya dibandingkan dengan

pengetahuan gizi ibu yang cukup dan kurang.

Hasil wawancara yang menggunakan kuesioner tentang pengetahuan gizi ibu,

di dapat bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan gizi dengan kategori baik maka

akan memberikan pola asuh makan, asuh diri dan asuh kesehatan yang baik kepada

balita. Kondisi ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu.

Ibu yang berpendidikan lanjut (SMA) lebih mudah untuk memperoleh

informasi tentang gizi dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan dasar (SD dan

SMP, sehingga berpengaruh terhadap pola asuh yang diberikan kepada balita.

Kurangnya pengetahuan merupakan salah satu penyebab munculnya gangguan gizi


Universitas Sumatera Utara
pada balita karena kurangnya kemampuan ibu untuk menerapkan informasi tentang

gizi dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003).

Dari hasil penelitian Cahyani (2008), didapat sebagai berikut, pendidikan akan

mempengaruhi pada tingkat pengetahuan dan juga sikap yang pada akhirnya akan

berpengaruh dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.


Universitas Sumatera Utara
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Status gizi balita pada ibu menikah dini di wilayah kerja Puskesmas Keude

Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur masih dijumpai

balita dengan status gizi kurus.

2. Status gizi balita yang kurus ini terlihat dari pola asuh ibu yang terdiri dari

pola asuh makan, pola asuh diri dan pola asuh kesehatan masih dalam kategori

kurang baik. Hal ini terjadi dikarenakan usia ibu yang belum matang dalam

mengasuh dan merawat balita ditambah dengan pendidikan dan pengetahuan

ibu yang kurang.

3. Variabel pola asuh makan merupakan variabel yang paling dominan terhadap

status gizi balita ibu menikah dini artinya ibu dengan asuh makan yang kurang

baik mempunyai kemungkinan 27 kali lebih besar untuk berstatus gizi kurang

pada balita dibanding dengan ibu yang melakukan asuh makan yang baik.

4. Ibu yang memiliki status gizi balita yang normal umumnya ibu dengan tingkat

pendidikan SMA dan pengetahuan gizi yang baik.


Universitas Sumatera Utara
6.2 Saran

1. Puskesmas Keude Geureubak bekerja sama dengan Dinas Kabupaten Aceh

Timur perlu membuat kebijakan penanggulangan kasus gizi kurang dengan

memberikan makanan tambahan kepada balita dengan kasus gizi kurang.

2. Kepala Puskesmas bekerja sama dengan Petugas Gizi Puskesmas perlu

meningkatkan penyuluhan tentang kebutuhan gizi yang diperlukan oleh balita

dalam kegiatan posyandu dari segi frekuensinya. Akan lebih baik jika kegiatan

penyuluhan dilakukan lebih dari satu kali dalam sebulan. Serta meningkatkan

pemberdayaan bidan desa dengan fasilitas yang sudah ada dalam

meningkatkan pelayanan kesehatan.

3. Kepala Kelurahan bekerjasama dengan Kepala Kecamatan dan Kepala Kantor

Urusan Agama dalam memberikan penyuluhan tentang dampak dari menikah

dini sehingga dapat menekan angka pernikahan dini.

4. Diharapkan Kepala Puskesmas bekerjasama dengan tokoh masyarakat untuk

melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar dapat memanfaatkan lahan

pekarangan rumah sebagai tempat untuk menanam sayur-sayuran dan

memelihara ayam serta ikan sehingga sumber protein dapat mudah didapat.
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai