Anda di halaman 1dari 52

SKENARIO

Wanita umur 16 tahun, datang ke puskesmas diantar oleh teman lelakinya dengan
perdarahan segar dan banyak lewat jalan lahir sejak 1 hari yang lalu. Menurut temannya, wanita
tersebut merupakan kekasihnya yang sedang mengandung, mereka telah berhubungan dekat
sejak kelas 2 SMP. Dalam pandangan Islam, hubungan suami istri di luar pernikahan dan
menggugurkan kandungan tidak dibenarkan.

Sebelumnya pasien ke dukun untuk menggugurkan kandungan, diajak oleh tetangganya


yang pernah menggugurkan kandungan karena anaknya yang sudah terlalu banyak dan masih
kecil-kecil, pasien juga ada riwayat minum obat peluruh haid atau obat penggugur kandungan,
namun sayang keadaan pasien sudah tidak dapat tertolong lagi saat tiba di puskesmas.

Dokter puskesmas mengatakan pasien memiliki risiko tinggi kehamilan (4 (empat)


terlalu) dan terlambat dibawa ke puskesmas (3 (tiga) terlambat). Kondisi seperti ini ikut
berkontribusi terhadap tingginya AKI (Angka Kematian Ibu)/IMR (Infant Mortality Rate)
akibat kehamilan dan persalinan di Indonesia. Berdasarkan data SDKI 2012, AKI Indonesia
359/100.000 kelahiran hidup. Dengan kejadian tersebut , kemudian puskesas melakukan
pencatatan untuk audit kematian maternal perinatal terhadap pasien tersebut.
KATA SULIT

1. IMR
Banyaknya kematian bayi berusia < 1 tahun per 1000 kelahiran pada satu tahun tertentu
2. Audit Kematian Maternal Perinatal
Kematiaan wanita saat hamil dan kematian bayi
3. SDKI
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, menyediakan data perilaku, fertilitas,
pengetahuan tentang AIDS, KIA, dan PMS
4. 7 T
4 Terlalu yaitu kalimat antisipasi bagi pasangan usia subur dalam merencanakan
kehamilan, 4 terlalu yang harus dihindari dalam merencanakan kehamilan yaitu terlalu
muda punya anak < 20 tahun, terlalu banyak melahirkan anak, jumlah anak > 3, terlalu
rapat jarak melahirkan < 2 tahun, terlalu tua mempunyai anak > 35 tahun. 3 Terlambat
yaitu kalimat yang mengingatkan semua pihak agar lebih peduli terhadap perempuan
dan menunggu persalinan, 3 terlambat yaitu terlambat menanggap bahaya dan
mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat mendapat
pertolongan di fasilitas kesehatan.
5. AKI
Jumlah kematian ibu akibat proses kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan per
100.000 kelahiran hidup pada masa tertentu

PERTANYAAN

1. Apa penyebab kehamilan risiko tinggi?


2. Apa fungsinya pencatatan audit kematian maternal perinatal?
3. Apakah terdapat risiko kehamilan pada usia muda?
4. Apa saja yang dibutuhkan dalam pencatatan audit kematian maternal perinatal?
5. Bagaimana penanganan yang harus oleh puskesmas?
6. Apa saja yang menggagalkan proses persalinan yang mengakibatkan kematian pada
ibu?
7. Adakah hal-hal yang dibolehkan pengguguran kandungan?
8. Permasalahan apa yang melatarbelakangi terjadinya kehamilan diluar nikah dan
dibawah umur?
9. Apa saja pencegahan untuk mengurangi AKI?
10. Apa hukum hubungan suami istri diluar nikah dan menggugurkan kandungan menurut
Islam?
11. Kenapa diperlukan audit kematian maternal perinatal?

JAWAB

1. Kehamilan dengan penyakit komplikasi, hamil usia tua, proses persalinan terlalu lama,
gaya hidup (konsusmi alkohol, merokok), kelainan organ reproduksi, 4T & 3 T, hamil
usia muda
2. Untuk memonitor sebab kematian ibu dan bayi agar dilakukan pencegahan
3. Ya, karena organ reproduksi belum matang dan belum ada kesiapan mental
4. IMR, AKI
5. Jika pasien masih hidup dapat diberi transfusi darah bila Hb < 7, diberi vasokonstriktor,
kuretase bila jaringan masih ada, dan rehidrasi. Jika pasien sudah meninggal dilakukan
pencatatan audit kematian maternal perinatal
6. Fasilitas kesehatan yang kurang memadai, ekonomi rendah, kurangnya pengetahuan
ibu dalam kehamilan
7. Jika mengancam keselamatan ibu, khawatir bayi lahir cacat, hamil akibat pemerkosaan
yang menyebabkan ibu stress
8. Kurangnya edukasi, tekanan sosial terhadap lingkungan, kuranganya pendidikan
agama, dan kurangnya pengawasan orang tua
9. Skrining rutin, jangan melakukan hubungan suami istri < 20 tahun, hindari konsumsi
obta-obatan tanpa aturan dokter, konsumsi asam folat 400 mikrogram per hari, dan
penyuluhan menghindari 4 T dann 3 T
10. Haram untuk hubungan suami istri diluar nikah dan menggugurkan kandungan
11. Untuk memonitor sebab kematian ibu dan bayi agar dilakukan pencegahan
HIPOTESIS

Penyebab kehamilan risiko tinggi seperti kehamilan dengan penyakit komplikasi, hamil usia
tua, proses persalinan terlalu lama, gaya hidup (konsusmi alkohol, merokok), kelainan organ
reproduksi, 4T & 3 T, dan hamil usia muda dapat menyebabkan kematian juga meningkatkan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (IMR). Dilakukan pencatatan audit
kematian maternal perinatal untuk memonitor sebab kematian ibu dan bayi agar dilakukan
pencegahan dengan skrining rutin, tidak melakukan hubungan suami istri < 20 tahun, hindari
konsumsi obta-obatan tanpa aturan dokter, konsumsi asam folat 400 mikrogram per hari, dan
penyuluhan menghindari 4 T dann 3 T. Menurut Pandangan islam haram hukumnya melakukan
hubungan suami istri diluar nikah dan menggugurkan kandungan

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Kesehatan Reproduksi Remaja & Perilaku


Kesehatan yang Berisiko
LI 2. Memahami dan Menjalaskan Kehamilan Risiko Tinggi
LI 3. Memahami dan Menjelaskan AKI dan IMR
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Audit Kematian Maternal Perinatal
LI 5. Memahami dan Menjelaskan Hubungan Suami Istri Diluar Nikah & Aborsi
Menurut Pandanga Islam
LI 1. MM Kesehtatan Reproduksi Remaja & Perilaku Kesehatan yang Berisiko

Masa Pubertas

a. Definisi Pubertas
Beberapa pengertian mengenai pubertas yaitu:
1. Menurut Prawirohardjo (1999: 127) pubertas merupakan masa peralihan antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa.
2. Menurut Soetjiningsih (2004: 134) pubertas adalah suatu periode perubahan dari tidak
matang menjadi matang.
3. Menurut Monks (2002: 263) pubertas adalah berasal dari kata puber yaitu pubescere
yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin
sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual.
4. Menurut Root dalam Hurlock (2004) Pubertas merupakan suatu tahap dalam
perkembangan dimana terjadi kematangan alat–alat seksual dan tercapai kemampuan
reproduksi

Pubertas : periode terjadinya perubahan fisik,fisiologis serta kematangan seksual secara


pesat terutama pada masa awal remaja. Terjadi pada usia 11/12 dan 15/16 tahun.

Definisi Remaja berdasarkan usia :


Remaja : adolescence ; tumbuh menjadi dewasa (to grow into maturity) dan didahului
oleh fase pubertas.

Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok remaja adalah sekitar 22%
yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan. Masa remaja,
yakni usia antara usia 11 – 20 tahun adalah suatu periode masa pematangan organ
reproduksi manusia, dan sering disebut masa peralihan

b. Tahapan Perkembangan Masa Remaja


Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual,
semua remaja akan melewati tahapan berikut :
1. Masa remaja awal/dini (early adolescence) : umur 11 – 13 tahun.
Dengan ciri khas : ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir
abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.
1. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) : umur 14 – 16 tahun.
Dengan ciri khas : mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal
tentang seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.
2. Masa remaja lanjut (late adolescence) : umur 17 – 20 tahun.
Dengan ciri khas : mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya,
mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan
kebebasan diri.

Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu. Walaupun
setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang jelas, karena
proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.
Perkembangan Biologis Remaja
 Perubahan hormonal ditandai dengan cepatnya pertumbuhan fisik
– Laki-laki : Perkembangan dada yang semakin bidang dan tubuh yang semakin
berotot
– Perempuan : Pinggulnya membesar dan munculnya lemak. Perempuan dua tahun
lebih cepat dibandingkan dengan anak laki laki (Berk, 1998)

Perkembangan Psikologis Remaja


 Perkembangan identitas diri.
 Identitas diri: adalah pikiran pikiran dan perasaan yang dimiliki mengenai diri
(Gardner, 1992); bagaimana remaja mendeskripsi diri secara terorganisir, merupakan
ekspansi dari rasa harga diri (Berk, 1998)
 Mulai meninggalkan masa kecil yang tenang menuju masa dewasa yang penuh
persoalan
 Belajar untuk membuat keputusan sendiri dan sering bertentangan dengan orang tua
 Biasanya gampang tersinggung dan sulit dimengerti
 Mulai ada privasi dan menjalin hubungan dengan lawan jenis

Perkembangan sosial

 Pengaruh teman sebaya sangat kuat


 Terbentuknya pengelompokan sosial

Tugas perkembangan masa remaja dan pubertas :


 Mencari relasi yang lebih matang dengan teman seusia (laki-perempuan)
 Mencapai peran sosial feminim atau maskulin
 Menerima fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif
 Meminta, menerima dan mencapai perilaku bertanggungjawab secara sosial
 Mencapai kemandirian secara emosional
 Mempersiapkan untuk karir ekonomi
 Mempersiapkan untuk menikah dan berkeluarga
 Memperoleh set nilai dan sistem etis untuk mengarahkan perilaku

Kesehatan Reproduksi Remaja

Definisi Kesehatan Reproduksi Remaja :


Menurut WHO kesehatan reproduksi yaitu kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang
utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya

Prasyarat reproduksi sehat :


1. Supaya tidak terjadi kelainan anatomis – fisiologis  perempuan harus memiliki
rongga pinggul yang cukup besar untuk mempermudah persalinan; memiliki kelenjar
penghasil hormon reproduksi yang sehat  Diperlukan gizi yang adekuat
2. Diperlukan landasan psikis yang kuat dan memadai  dimulai sejak bayi
3. Terbebas dari penyakit organ reproduksi
4. Dapat melewati masa hamil dengan aman
Masalah kesehatan reproduksi remaja:

1. Perkosaan
Kejahatan perkosaan ini biasanya banyak sekali modusnya. Korbannya tidak hanya
remaja perempuan, tetapi juga laki-laki (sodomi). Remaja perempuan rentan
mengalami perkosaan oleh sang pacar, karena dibujuk dengan alasan untuk
menunjukkan bukti cinta.
2. Free sex
Seks bebas ini dilakukan dengan pasangan atau pacar yang berganti-ganti. Seks
bebas pada remaja ini (di bawah usia 17 tahun) secara medis selain dapat
memperbesar kemungkinan terkena infeksi menular seksual dan virus HIV (Human
Immuno Deficiency Virus), juga dapat merangsang tumbuhnya sel kanker pada
rahim remaja perempuan. Sebab, pada remaja perempuan usia 12-17 tahun
mengalami perubahan aktif pada sel dalam mulut rahimnya. Selain itu, seks bebas
biasanya juga dibarengi dengan penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan
remaja. Sehingga hal ini akan semakin memperparah persoalan yang dihadapi
remaja terkait kesehatan reproduksi ini.
3. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
Hubungan seks pranikah di kalangan remaja didasari pula oleh mitos-mitos seputar
masalah seksualitas. Misalnya saja, mitos berhubungan seksual dengan pacar
merupakan bukti cinta atau mitos bahwa berhubungan seksual hanya sekali tidak
akan menyebabkan kehamilan. Padahal hubungan seks sekalipun hanya sekali juga
dapat menyebabkan kehamilan selama si remaja perempuan dalam masa subur.
4. Aborsi

Aborsi merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan sebelum waktunya. Aborsi
pada remaja terkait KTD biasanya tergolong dalam kategori aborsi provokatus atau
pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan. Namun begitu, ada juga yang keguguran
terjadi secara alamiah atau aborsi spontan. Hal ini terjadi karena berbagai hal antara lain karena
kondisi si remaja perempuan yang mengalami KTD umumnya tertekan secara psikologis,
karena secara psikososial ia belum siap menjalani kehamilan. Kondisi psikologis yang tidak
sehat ini akan berdampak pula pada kesehatan fisik yang tidak menunjang untuk
melangsungkan kehamilan.
Perilaku Berisiko Remaja

Perilaku berisiko adalah perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek psikososial


sehingga remaja sulit berhasil dalam melalui masa perkembangannya. Perilaku berisiko
dilakukan remaja dengan tujuan tertentu yaitu untuk dapat memenuhi perkembangan
psikologisnya.

Beberapa hal berikut adalah faktor risiko untuk masa remaja mengalami perilaku berisiko
yaitu ;
a. Perubahan emosi menyebabkan remaja mudah tersinggung, mudah menangis, cemas,
frustasi dan sekaligus tertawa.
b. Perubahan intelegensi, sehingga menyebabkan remaja menjadi mudah berfikir abstrak
serta senang memberi kritik. Disamping itu remaja juga mudah untuk mengetahui hal-
hal baru, sehingga memunculkan perilaku ingin mencoba-coba.
c. Keingintahuan yang tinggi, khususnya terkait dengan kesehatan reproduksi remaja,
mendorong ingin mencoba dalam bidang seks yang merupakan hal yang sangat rawan,
karena dapat membawa akibat yang sangat buruk dan merugikan masa depan remaja,
khususnya remaja putri.
d. Beberapa keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan remaja antara lain
adalah 1) masalah gizi, 2) masalah pendidikan, 3) masalah lingkungan dan pekerjaan,
4) masalah seks dan seksualitas dan 5) masalah kesehatan reproduksi remaja itu
sendiri.

Tanda dan gejala perilaku remaja berisiko

a. Selalu ingin menang sendiri


b. Selalu memaksakan kehendaknya
c. Kebiasaan merokok
d. Agresif
e. Curiga
f. Mudah marah dan mudah tersinggung
g. Suka mencari alasan yang tidak logis
h. Sering pulang larut malam, bahkan terkadang suka menginap di rumah teman dengan
alasan yang cenderung di buat-buat
i. Berpenampilan tidak rapih, acuh tak acuh sampai tidak peduli terhadap perawatan diri
sendiri
j. Ada perubahan emosi atau mental secara tiba-tiba

Dampak perilaku remaja berisiko yang tidak diatasi

a. Dapat terjadi perilaku seks bebas pada remaja.


b. Terjadinya kehamilan diluar nikah
c. Dapat menjadi pengguna atau pengedar NAPZA
d. Perokok berat
e. Berperilaku kriminal yang menyebabkan konflik dalam keluarganya.
f. Cedera fisik
g. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada keluarga dengan perilaku remaja berisiko

Perilaku menyimpang remaja

Masalah Remaja di Sekolah Remaja yang masih sekolah di SMP/ SMA selalu mendapat
banyak hambatan atau masalah yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku. Berikut
ada lima daftar masalah yang selalu dihadapi para remaja di sekolah.

Perilaku Bermasalah (problem behavior)


Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori
wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah
yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan
remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam dalam mengikuti
berbagai aktivitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku
bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi
problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di
sekolah akibat perilakunya sendiri.

Perilaku menyimpang (behaviour disorder)


Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan
seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol).
Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder. Seorang
remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan hilangnya
konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya
tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour
disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.

Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment)


Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan
mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat
akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah merupakan
contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah (SMP/SMA).

Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder)


Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku
benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku
yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya,
karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada
anak. Wajarnya, orangtua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak
saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward)
saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah
dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik
secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap
guru, dan mempermainkan temannya. Selain itu, conduct disorder juga dikategorikan
pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang
ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang
lain.

Attention Deficit Hyperactivity Disorder


Attention Deficit Hyperactivity Disorder yaitu anak yang mengalami defisiensi dalam
perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak
dapat terkontrol dan menjadi hiperaktif. Remaja di sekolah yang hiperaktif biasanya
mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan
tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hiperaktif tersebut tidak memperhatikan
lawan bicaranya. Selain itu, anak hiperaktif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus
yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama dengan
temannya.
Pencegahan

1. Promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan tentang pentingnya memelihara


kesehatan reproduksi pada remaja.
2. Pelibatan remaja dalam kelompok sebaya seperti peer kounselor atau peer educator.
3. Pelibatan remaja dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan di
masyarakat.
4. Pelatihan remaja dalam keterampilan perilaku hidup sehat tentang pencegahan
masalah kesehatan remaja.

Perawatan

1. Pelibatan remaja dalam alternatif solusi masalah yang dihadapi.


2. Pelatihan keterampilan perilaku hidup sehat tentang penanganan masalah yang
dihadapi remaja.
3. Bimbingan dan konsultasi terhadap keluarga tentang alternatif solusi berdasarkan
kemampuan dan kebutuhan keluarga.
4. Konseling keluarga dan atau dengan remaja tentang masalah yang dihadapinya.
5. Bimbingan antisipasi berbagai kejadian yang dapat terjadi pada remaja dan
keluarganya serta cara menghadapinya.

LI 2. MM Risiko Tinggi Kehamilan

Kehamilan risiko adalah keadaan buruk pada kehamilan yang dapat mempengaruhi keadaan
ibu maupun janin apabila dilakukan tata laksana secara umum seperti yang dilakukan pada
kasus normal (Manuaba, 2007, p. 43).

Ibu hamil yang berisiko adalah ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan risiko tinggi
(Depkes RI, 2003). Ibu hamil digolongkan dalam tiga golongan risiko berdasarkan
karakteristik ibu. Risiko golongan ibu hamil menurut Muslihatun (2009, p. 132),
meliputi:

1) Ibu hamil risiko rendah


Ibu hamil dengan kondisi kesehatan dalam keadaan baik dan tidak memiliki faktor-
faktor risiko berdasarkan klasifikasi risiko sedang dan risiko tinggi, baik dirinya
maupun janin yang dikandungnya. Misalnya, ibu hamil primipara tanpa komplikasi,
kepala masuk PAP minggu ke-36
2) Ibu hamil risiko sedang
Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor risiko tingkat sedang,
misalnya ibu yang usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, tinggi badan
kurang dari 145 cm dan lain-lain. Faktor ini dianggap nantinya akan mempengaruhi
kondisi ibu dan janin, serta memungkinkan terjadinya penyulit pada waktu
persalinan
3) Ibu hamil risiko tinggi
Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor-faktor risiko tinggi, antara
lain adanya anemia pada ibu hamil. Faktor risiko ini dianggap akan menimbulkan
komplikasi dan mengancam keselamatan ibu dan janin baik pada saat hamil maupun
persalinan nanti

Penyebab Risiko Tinggi Kehamilan

Batasan Faktor Risiko / Masalah

a) Ada Potensi Gawat Obstetri / APGO (kehamilan yang perlu diwaspadai)


1. Primi muda
Ibu hamil pertama pada umur ≤ 16 tahun, rahim dan panggul belum tumbuh
mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan keselamatan dan kesehatan
janin dalam kandungan. Selain itu mental ibu belum cukup dewasa.
Bahaya yang mungkin terjadi antara lain:
- Bayi lahir belum cukup umur
- Perdarahan bisa terjadi sebelum bayi lahir
- Perdarahan dapat terjadi sesudah bayi lahir.
(Poedji Rochjati, 2003).
2. Primi tua
Lama perkawinan ≥ 4 tahun
Ibu hamil pertama setelah kawin 4 tahun atau lebih dengan kehidupan
perkawinan biasa:
- Suami istri tinggal serumah
- Suami atau istri tidak sering keluar kota
- Tidak memakai alat kontrasepsi (KB)
Bahaya yang terjadi pada primi tua:
- Selama hamil dapat timbul masalah, faktor risiko lain oleh karena
kehamilannya, misalnya pre-eklamsia.
- Persalinan tidak lancar. (Poedji Rochjati, 2003).
Pada umur ibu ≥ 35 tahun
Ibu yang hamil pertama pada umur ≥ 35 tahun. Pada usia tersebut mudah terjadi
penyakit pada ibu dan organ kandungan yang menua. Jalan lahir juga tambah
kaku. Ada kemungkinan lebih besar ibu hamil mendapatkan anak cacat, terjadi
persalinan macet dan perdarahan. Bahaya yang terjadi antara lain:
- Hipertensi / tekanan darah tinggi
- Pre-eklamsia
- Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan
- Persalinan tidak lancar atau macet: ibu mengejan lebih dari satu jam,
bayi tidak dapat lahir dengan tenaga ibu sendiri melalui jalan lahir biasa.
- Perdarahan setelah bayi lahir
- Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) < 2500 gr. (Poedji
Rochjati, 2003).
Usia ibu hamil 35 tahun ke atas dapat berisiko mengalami kelainan-kelainan
antara lain:
- Frekuensi mola hidantidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal
atau akhir usia subur relatif lebih tinggi. Efek paling berat dijumpai pada
wanita berusia lebih dari 45 tahun.
- Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat 26% pada
mereka yang usianya lebih dari 45 tahun
- Wanita bukan kulit putih berusia 35 sampai 44 tahun lima kali lebih
mungkin mengalami kehamilan ektopik daripada wanita kulit putih
berusia 15 sampai 24 tahun.
- Risiko nondisjungsi meningkat seiring dengan usia ibu. Oosit tertahan
dalam midprofase dari miosis 1 sejak lahir sampai ovulasi, penuaan
diperkirakan merusak kiasma yang menjaga agar pasangan kromosom
tetap menyatu. Apabila miosis dilanjutkan sampai selesai pada waktu
ovulasi, nondisjungsi menyebabkan salah satu gamet anak mendapat
dua salinan dari kromosom yang bersangkutan, sehingga terbentuk
trisomi, anak lahir dengan cacat bawaan sindrom down. (F. Garry C,
add all, 2001)
3. Anak terkecil < 2 tahun
Ibu hamil yang jarak kelahiran dengan anak terkecil kurang dari 2 tahun.
Kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat. Ada kemungkinan
ibu masih menyusui. Selain itu anak masih butuh asuhan dan perhatian orang
tuanya. Bahaya yang dapat terjadi:
- Perdarahan setelah bayi lahir karena kondisi ibu lemah
- Bayi prematur / lahir belum cukup bulan, sebelum 37 minggu
- Bayi dengan berat badan rendah / BBLR < 2500 gr. (Poedji Rochjati,
2003).
4. Primi tua sekunder
Ibu hamil dengan persalinan terakhir ≥ 10 tahun yang lalu. Ibu dalam kehamilan
dan persalinan ini seolah-olah menghadapi persalinan yang pertama lagi.
Kehamilan ini bisa terjadi pada:
- Anak pertama mati, janin didambakan dengan nilai sosial tinggi
- Anak terkecil hidup umur 10 tahun lebih, ibu tidak ber-KB.
Bahaya yang dapat terjadi:
- Persalinan dapat berjalan tidak lancer
- Perdarahan pasca persalinan
- Penyakit ibu: Hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes, dan lain-lain.
(Poedji Rochjati, 2003).
5. Grande multi
Ibu pernah hamil / melahirkan 4 kali atau lebih. Karena ibu sering melahirkan
maka kemungkinan akan banyak ditemui keadaan:
- Kesehatan terganggu: anemia, kurang gizi
- Kekendoran pada dinding perut
- Tampak ibu dengan perut menggantung
- Kekendoran dinding Rahim
Bahaya yang dapat terjadi:
- Kelainan letak, persalinan letak lintang
- Robekan rahim pada kelainan letak lintang
- Persalinan lama
- Perdarahan pasca persalinan. (Poedji Rochjati, 2003).
Grande multi para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih
hidup atau mati. (Rustam M., 1998)
Pada grandemultipara bisa menyebabkan:
- Solusio plasenta
- Plasenta previa. (F. Garry C, add all, 2001)
6. Umur 35 tahun atau lebih
Ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih, dimana pada usia tersebut terjadi
perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi.
Selain itu ada kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu.
Bahaya yang dapat terjadi:
- Tekanan darah tinggi dan pre-eklamsia
- Ketuban pecah dini
- Persalinan tidak lancar / macet
- Perdarahan setelah bayi lahir. (Poedji Rochjati, 2003).
7. Tinggi badan 145 cm atau kurang
Terdapat tiga batasan pada kelompok risiko ini:
1. Ibu hamil pertama sangat membutuhkan perhatian khusus. Luas panggul ibu
dan besar kepala janin mungkin tidak proporsional, dalam hal ini ada dua
kemungkinan yang terjadi:
- Panggul ibu sebagai jalan lahir ternyata sempit dengan janin / kepala
tidak besar.
- Panggul ukuran normal tetapi anaknya besar / kepala besar
- Ibu hamil kedua, dengan kehamilan lalu bayi lahir cukup bulan tetapi
mati dalam waktu (umur bayi) 7 hari atau kurang.
- Ibu hamil kehamilan sebelumnya belum penah melahirkan cukup bulan,
dan berat badan lahir rendah < 2500 gram. Bahaya yang dapat terjadi:
persalinan berjalan tidak lancar, bayi sukar lahir, dalam
bahaya. Kebutuhan pertolongan medik : persalinan operasi sesar.
(Poedji Rochjati, 2003).
8. Riwayat obstetric jelek (ROJ)
Dapat terjadi pada ibu hamil dengan:
1. Kehamilan kedua, dimana kehamilan yang pertama mengalami:
- Keguguran
- Lahir belum cukup bulan
- Lahir mati
- Lahir hidup lalu mati umur ≤ 7 hari
2. Kehamilan ketiga atau lebih, kehamilan yang lalu pernah mengalami
keguguran ≥ 2 kali
3. Kehamilan kedua atau lebih, kehamilan terakhir janin mati dalam
kandungan
Bahaya yang dapat terjadi:
- Kegagalan kehamilan dapat berulang dan terjadi lagi, dengan tanda-
tanda pengeluaran buah kehamilan sebelum waktunya keluar darah,
perut kencang.
- Penyakit dari ibu yang menyebabkan kegagalan kehamilan, misalnya:
Diabetes mellitus, radang saluran kencing, dll. (Poedji Rochjati, 2003).

9. Persalinan yang lalu dengan tindakan


Persalinan yang ditolong dengan alat melalui jalan lahir biasa atau per-vaginam:
1. Tindakan dengan cunam / forcep / vakum. Bahaya yang dapat terjadi:
- Robekan / perlukaan jalan lahir
- Perdarahan pasca persalinan
2. Uri manual, yaitu: tindakan pengeluaran plasenta dari rongga rahim dengan
menggunakan tangan. Tindakan ini dilakukan pada keadaan bila:
- Ditunggu setengah jam uri tidak dapat lahir sendiri
- Setelah bayi lahir serta uri belum lahir terjadi perdarahan banyak > 500
cc
Bahaya yang dapat terjadi:
- Radang, bila tangan penolong tidak steril
- Perforasi, bila jari si penolong menembus Rahim
- Perdarahan
- Ibu diberi infus / tranfusi pada persalinan lalu. Persalinan yang lalu
mengalami perdarahan pasca persalinan yang banyak lebih dari 500 cc,
sehingga ibu menjadi syok dan membutuhkan infus, serta transfusi
darah. (Poedji Rochjati, 2003).
10. Bekas operasi sesar
Ibu hamil, pada persalinan yang lalu dilakukan operasi sesar. Oleh karena itu
pada dinding rahim ibu terdapat cacat bekas luka operasi.
Bahaya pada robekan rahim :
- Kematian janin dan kematian ibu
- Perdarahan dan infeksi. (Poedji Rochjati, 2003).

b) Ada Gawat Obstetri / AGO (tanda bahaya pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas)
1.Penyakit pada ibu hamil
a. Anemia (kurang darah)
Keluhan yang dirasakan ibu hamil:
- Lemah badan, lesu, lekas lelah
- Mata berkunang-kunang
- Jantung berdebar
Dari inspeksi didapatkan keadaan ibu hamil:
- Pucat pada muka
- Pucat pada kelopak mata, lidah dan telapak tangan.
Dari hasil Laboratorium:
- Kadar Hb < 11 gr%
Pengaruh anemia pada kehamilan:
- Menurunkan daya tahan ibu hamil, sehingga ibu mudah sakit
- Menghambat pertumbuhan janin, sehingga janin lahir dengan berat
badan lahir rendah
- Persalinan premature
Bahaya yang dapat terjadi bila terjadi anemia berat (Hb < 6 gr%):
- Kematian janin mati
- Persalinan prematur, pada kehamilan < 37 minggu
- Persalinan lama
- Perdarahan pasca persalinan. (Poedji Rochjati, 2003).
Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin di bawah
11 g% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 g% pada trimester 2. Hipoksia
akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan sulit,
walaupun tidak terjadi perdarahan. Juga bagi hasil konsepsi, anemia dalam
kehamilan memberi pengaruh kurang baik, seperti:
- Kematian mudigah
- Kematian perinatal
- Prematuritas
- Dapat terjadi cacat bawaan
- Cadangan besi kurang. (Abdul Bari S., 2002)
b. Malaria
Keluhan yang dirasakan ibu hamil, adalah:
- Panas tinggi
- Menggigil, keluar keringat
- Sakit kepala
- Muntah-muntah
Bila penyakit malaria ini disertai dengan panas yang tinggi dan anemia, maka
akan mengganggu ibu hamil dan kehamilannya.
Bahaya yang dapat terjadi:
- Abortus
- IUFD
- Persalinan premature. (Poedji Rochjati, 2003).

c. Tuberculosa paru
Keluhan yang dirasakan:
- Batuk lama tak sembuh-sembuh
- Tidak suka makan
- Badan lemah dan semakin kurus
- Batuk darah
Penyakit ini tidak secara langsung berpengaruh pada janin. Janin baru tertular
setelah dilahirkan. Jika TBC berat dapat menurunkan fisik ibu, tenaga, dan ASI
ikut berkurang.
Bahaya yang dapat terjadi:
- Keguguran
- Bayi lahir belum cukup umur
- Janin mati dalam kandungan. (Poedji Rochjati, 2003).
d. Payah jantung
Keluhan yang dirasakan:
- Sesak napas
- Jantung berdebar
- Dada terasa berat, kadang-kadang nyeri
- Nadi cepat
- Kaki bengkak
Bahaya yang dapat terjadi:
- Payah jantung bertambah berat
- Kelahiran premature
- Dalam persalinan:
 BBLR
 Bayi dapat lahir mati. (Poedji Rochjati, 2003).
Penyakit jantung memberi pengaruh tidak baik kepada kehamilan dan janin
dalam kandungan. Apabila ibu menderita hipoksia dan sianosis, hasil konsepsi
dapat menderita pula dan mati, yang kemudian disusul oleh abortus. (Abdul
Bari S., 2002)

e. Diabetes mellitus
Dugaan adanya kencing manis pada ibu hamil apabila:
- Ibu pernah mengalami beberapa kali kelahiran bayi yang besar
- Pernah mengalami kematian janin dalam rahim pada kehamilan minggu-
minggu terakhir
- Ditemukan glukosa dalam air seni (Glikosuria)
Bahaya yang dapat terjadi:
- Persalinan premature
- Hydramnion
- Kelainan bawaan
- Makrosomia
- Kematian janin dalam kandungan sesudah kehamilan minggu ke-36
- Kematian bayi perinatal (bayi lahir hidup, kemudian mati <7 hari).
(Poedji Rochjati, 2003).
Diabetes mempengaruhi timbulnya komplikasi dalam kehamilan sebagai
berikut:
- Pre-eklamsia
- Kelainan letak janin
- Insufisiensi plasenta
Diabetes sebagai penyulit yang sering dijumpai dalam persalinan ialah:
- Inersia uteri dan atonia uteri
- Distosia bahu karena anak besar
- Lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan, termasuk seksio
sesarea
- Lebih mudah terjadi infeksi
- Angka kematian maternal lebih tinggi
Diabetes lebih sering mengakibatkan infeksi nifas dan sepsis, dan menghambat
penyembuhan luka jalan lahir, baik ruptur perinea maupun luka
episiotomi. (Hanifa Wiknjosastro, 1999)
f. HIV / AIDS
g. Toksoplasmosis

2. Pre-Eklamsia ringan
Tanda-tanda:
- Edema pada tungkai, muka, karena penumpukan cairan disela-sela
jaringan tubuh
- Tekanan darah tinggi
- Dalam urin terdapat Proteinuria
Sedikit bengkak pada tungkai bawah atau kaki pada kehamilan 6 bulan ke atas
mungkin masih normal karena tungkai banyak di gantung atau kekurangan
Vitamin B1. tetapi bengkak pada muka, tangan disertai dengan naiknya tekanan
darah sedikit, berarti ada Pre-Eklamsia ringan.
Bahaya bagi janin dan ibu:
- Menyebabkan gangguan pertumbuhan janin
- Janin mati dalam kandungan. (Poedji Rochjati, 2003).

3. Hamil kembar
Ibu hamil dengan dua janin (gemelli), atau tiga janin (triplet) atau lebih dalam
rahim. Rahim ibu membesar dan menekan organ dalam dan menyebabkan
keluhan-keluhan:
- Sesak napas
- Edema kedua bibir kemaluan dan tungkai
- Varises
- Hemorrhoid
Bahaya yang dapat terjadi:
- Keracunan kehamilan
- Hidramnion
- Anemia
- Persalinan premature
- Kelainan letak
- Persalinan sukar
- Perdarahan saat persalinan. (Poedji Rochjati, 2003)
Kehamilan kembar ialah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan dan
persalinan membawa risiko bagi janin dan ibu.
Pengaruh terhadap ibu:
- Kebutuhan akan zat-zat bertambah, sehingga dapat menyebabkan
anemia dan defisiensi zat-zat lainnya.
- Kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar
- Frekuensi pre-eklamsi dan eklamsi lebih sering
- Karena uterus yang besar, ibu mengeluh sesak napas, sering miksi, serta
terdapat edema dan varises pada tungkai dan vulva
- Dapat terjadi inersia uteri, perdarahan postpartum, dan solusio plasenta
sesudah anak pertama lahir.
Pengaruh terhadap Janin:
- Usia kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin pada
kehamilan kembar : 25% pada gemeli, 50% pada triplet, dan 75% pada
quadruplet, yang akan lahir 4 minggu sebelum cukup bulan. Jadi
kemungkinan terjadinya bayi prematur akan tinggi.
- Bila sesudah bayi pertama lahir terjadi solusio plasenta, maka angka
kematian bayi kedua tinggi.
- Sering terjadi kesalahan letak janin, yang juga akan mempertinggi angka
kematian janin.(Hanifa Wiknjosastro, 1999)

c) Ada Gawat Darurat Obstetri / AGDO (Ada ancaman nyawa ibu dan bayi)
1. Perdarahan antepartum (Perdarahan sebelum persalinan, perdarahan terjadi
sebelum kelahiran bayi)
Tiap perdarahan keluar dari liang senggama pada ibu hamil setelah 28 minggu,
disebut perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum harus dapat perhatian
penuh, karena merupakan tanda bahaya yang dapat mengancam nyawa ibu dan atau
janinnya, perdarahan dapat keluar:
 Sedikit-sedikit tapi terus-menerus, lama-lama ibu menderita anemia berat
 Sekaligus banyak yang menyebabkan ibu syok, lemah nadi dan tekanan
darah menurun.
Perdarahan dapat terjadi pada:
- Plasenta Previa
plasenta melekat dibawah rahim dan menutupi sebagian / seluruh mulut
rahim.
- Solusio Plasenta
plesenta sebagian atau seluruhnya lepas dari tempatnya. Biasanya
disebabkan karena trauma / kecelakaan, tekanan darah tinggi atau pre-
eklamsia, maka terjadi perdarahan pada tempat melekat plasenta. Akibat
perdarahan, dapat menyebabkan adanya penumpukan darah beku
dibelakang plasenta.
Bahaya yang dapat terjadi:
- Bayi terpaksa dilahirkan sebelum cukup bulan
- Dapat membahayakan ibu:
 Kehilangan darah, timbul anemia berat dan syok
 Ibu dapat meninggal
- Dapat membahayakan janinnya yaitu mati dalam kandungan.(Poedji
Rochjati, 2003).
2. Pre-Eklamsia berat / Eklamsia
Pre-eklamsi berat terjadi bila ibu dengan pre-eklamsia ringan tidak
dirawat, ditangani dengan benar. Pre-eklamsia berat bila tidak ditangani dengan
benar akan terjadi kejang-kejang, menjadi eklamsia. Pada waktu kejang, sudip
lidah dimasukkan ke dalam mulut ibu diantara kedua rahang, supaya lidah tidak
tergigit.
Bahaya yang dapat terjadi:
- Bahaya bagi ibu, dapat tidak sadar (koma) sampai meninggal
- Bahaya bagi janin:
 Dalam kehamilan ada gangguan pertumbuhan janin dan bayi
lahir kecil
 Mati dalam kandungan. (Poedji Rochjati, 2003).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, 80 % karena komplikasi obstetri dan 20
% oleh sebab lainnya. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah “3 Terlambat” dan “4
Terlalu”.
3 faktor terlambat :
 Terlambat dalam mengambil keputusan
 Terlambat sampai ke tempat rujukan
 Terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan
4 faktor terlalu :
 Terlalu muda saat melahirkan (< 20 tahun)
 Terlalu tua saat melahirkan (> 35 tahun)
 Terlalu banyak anak (> 4 anak)
 Terlalu dekat jarak melahirkan (< 2 tahun)

LI 3. MM AKI & IMR

A. ANGKA KEMATIAN IBU

Definisi

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil
atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat
persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan
karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.

Cara Menghitung

Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per
100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas
umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000
kelahiran.
Catatan:

Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada
tahun tertentu, di daerah tertentu.

Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu,
di daerah tertentu.

Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.

Pencegahan AKI

Sebagian besar kematian ibu hamil dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat difasilitas kesehatan. Kehamilan dengan risiko tinggi dapat dicegah bila
gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan,
antara lain:
a. Penerapan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu Anak

Alur Pencatatan,Pengolahan dan Pemanfaatan Data PWS KIA


Program PWS KIA dapat memantau program KIA yang meliputi pelayanan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga
berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita.
Adapun kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan
pihak/instansi terkait dan tindak lanjut.
Beberapa indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA
meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan dalam program pokok KIA
sebagai, antara lain :

Akses pelayanan antenatal (K1)


Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh
tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator akses
ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan
program dalam menggerakkan masyarakat.

Cakupan pelayanan ibu hamil (K4)


Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai
dengan standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada
trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke¬2 dan 2 kali pada trimester ke-3 disuatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui
cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan
menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu
hamil di suatu wilayah, di samping menggambarkan kemampuan manajemen
ataupun kelangsungan program KIA.

Alur Pencatatan Manual Pelayanan KIA oleh Bidan


Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN)
Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam
kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan
yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan
manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan sesuai standar.

Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3)


Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari
pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam –
3 hari, 8 – 14 har dan 36 – 42 har setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu. Dengan menggunakan indikator tersebut, dapat diketahui cakupan
pelayanan nifas secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu
yang ditetapkan), yang menggambarkan jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan ibu nifas, di samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun
kelangsungan program KIA.

Cakupan pelayanan neonatus pertama (KN 1)


Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 – 48
jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator
ini dapat diketahui akses/jangkauan pelayanan kesehatan neonatal.

Cakupan pelayanan neonatus Lengkap (KN Lengkap)


Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar sedikitnya
tiga kali yaitu 1 kali pada 6 – 48 jam, 1 kali pada hari ke 3 – hari ke 7 dan 1 kali
pada hari ke 8 – har ke 28 setelah lahir disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan
kesehatan neonatal.

Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh Masyarakat


Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang ditemukan
oleh kader atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga kesehatan di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini menggambarkan peran
serta dan keterlibatan masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan
ibu hamil, bersalin dan nifas.

Cakupan Penanganan komplikasi Obstetri (PK)


Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Penanganan
definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan
permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan. Indikator ini mengukur
kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan secara professional kepada ibu hamil bersalin dan nifas dengan
komplikasi.

Neonatus dengan komplikasi yang ditangani


Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara definitif oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Penanganan definitif adalah pemberian
tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang pelaporannya dihitung
1 kali pada masa neonatal. Kasus komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus
yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup atau mati. Indikator ini menunjukkan
kemampuan sarana pelayanan kesehatan dalam menangani kasus – kasus
kegawatdaruratan neonatal, yan kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan
kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.

Cakupan kunjungan bayi (29 hari – 11 bulan)


Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu
1 kali pada umur 29 hari – 2 bulan 1 kal pada umur 3 – bulan, dan satu kali pada
umur 6 – 8 bulan dan 1 kal pada umur 9 – 11 bulan sesuai standar di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas,
continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan bayi.
Cakupan pelayanan anak balita (12 – 59 bulan)
Adalah cakupan anak balita (12 – 59 bulan) yang memperoleh pelayanan sesuai
standar, meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan
perkembangan minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x setahun

Sedangkan data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS KIA menurut
Pedoman Pengawasan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak – ( PWS KIA
(2009), meliputi data sasaran (jumlah ibu hamil, jumlah ibu bersalin, jumlah ibu
nifas, jumlah bayi, jumlah anak balita, jumlah Wanita Usia Subur) dan data
pelayanan KIA. Setiap bulan bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam
buku kohort dan register kemudian dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA.
Langkah pengolahan data meliputi pembersihan data (melihat kelengkapan dan
kebenaran pengisian formulir yang tersedia), validasi (melihat kebenaran dan
ketepatan data) dan pengelompokan (sesuai dengan kebutuhan data yang harus di
laporkan)

Jenis, Standar dan Kegiatan Pelayanan Antenatal Care

Pelayanan antenatal yang berkualitas dapat mandeteksi terjadinya risiko pada


kehamilan yaitu mendapatkan akses perawatan kehamilan berkualitas, memperoleh
kesempatan dalam deteksi secara dini terhadap komplikasi yang mungkin timbul
sehingga kematian maternal dapat dihindari (Mufdlilah, 2009). Kualitas pelayanan
antenatal diberikan selama masa hamil secara berkala sesuai dengan pedoman
pelayanan antenatal yang telah ditentukan untuk memelihara serta meningkatkan
kesehatan ibu selama hamil sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat
menyelesaikan kehamilan dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.
Beberapa jenis pelayanan antenatal antara lain meliputi (Carolli et al, 2001):
1. Permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan secara umum serta deteksi
dini terhadap risiko tinggi pada kehamilan
2. Screening untuk mengidentifikasi faktor risiko, upaya pengobatan penyakit
yang diderita juga untuk mencegah komplikasi, serta intervensi dalam upaya
mencegah penyakit yang timbul.
Melalui deteksi dini terhadap ibu hamil yang mempunyai peluang dan persalinan
yang beresiko tinggi pada fasilitas kesehatan yang mempunyai peralatan yang
lengkap, perawatan antenatal yang dilakukan secara benar, dapat mengurangi
kesakitan dan kematian secara langsung. Pelayanan antenatal yang sesuai standar
dapat mendeteksi gejala dan tanda yang berkembang selama kehamilan.

Sedangkan sesuai rekomendasi Depkes RI (2007), pelayanan antenatal antara lain:


1. Identifikasi ibu hamil yaitu bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi
dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi
ibu, suami dan anggota keluarga agar mendorong ibu untuk memeriksakan
kehamilannya sejak dini secara teratur
2. Pemantauan dan pelayanan antenatal yaitu bidan memberikan sedikitnya 4 kali
pelayanan antenatal. Beberapa pelayanan tersebut antara lain seperti anamnesis
dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah
perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan
risiko tinggi atau kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, penyakit
menular seksual (PMS) dan infeksi human immune deficiency virus/aquired
immune deficiency syndrome (HIV/AIDS), memberikan pelayanan imunisasi,
nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan
oleh Puskesmas. Bidan harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan.
Bila ditemukan kelainan, bidan harus mampu mengambil tindakan yang
diperlukan dan melakukan rujukan
3. Palpasi abdominal yaitu bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara
seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, bila
umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah, masuknya
kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan
rujukan tepat waktu
4. Pengelolaan anemia pada kehamilan yaitu bidan melakukan tindakan
pencegahan, penemuan, penanganan atau rujukan semua kasus anemia pada
kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
5. Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan yaitu bidan menemukan secara dini
setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala
preeklamsi serta mengambil tindakan yang tepat untuk merujuk
6. Persiapan persalinan yaitu bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu
hamil, suami serta keluarganya pada trimester III, untuk memastikan bahwa
persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan
akan direncanakan dengan baik, di samping persiapan transportasi dan biaya
untuk merujuk bila terjadi keadaan gawat darurat.
7. Menurut standar WHO, seorang ibu hamil yang mendapatkan pelayanan
antenatal dengan minimal 4 kali selama kehamilannya, yaitu 1 kali pada
trimester pertama, 1 kali pada trimester ke dua, dan 2 kali pada trimester ke tiga
untuk memantau keadaan ibu dan janin secara seksama sehingga dapat
mendeteksi secara dini dan dapat memberikan intervensi secara tepat (WHO,
2007).
8. Menurut Kemenkes RI (2011), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar
pelayanan antenatal yang dimulai dengan beberapa kegiatan, antara lain :
a.Ukur tinggi badan; b.Timbang berat badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA);
c.Ukur Tekanan Darah; d.Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU); e.Imunisasi
Tetanus Toxoid (TT); f. Pemberian Tablet besi (fe); g.Tanya/Temu wicara
b. Sistem Rujukan dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Maternal Perinatal
Pengertian sistem rujukan menurut Sistem Kesehatan Nasional Depkes RI 2009,
merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu/lebih kasus penyakit atau
masalah kesehatan secara vertikal dari unit berkemampuan kurang kepada unit yang
lebih mampu atau secara horizontal antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
Sementara beberapa jenis rujukan menurut pengertian diatas meliputi:
- Rujukan Medis (rujukan pasien, dan rujukan laboratorium)
- Rujukan Kesehatan (rujukan iptek dan keterampilan yaitu pengalihan
pengetahuan dan keterampilan) dan
- Rujukan Manajemen (pengiriman informasi guna kepentingan
monitoring semua kegiatan pelayanan kesehatan diperlukan sistem
informasi)
Dalam Bidang kesehatan maternal dan perinatal, menurut Samsulhadi (2007),
rujukan terlambat yang tinggi merupakan salah satu permasalahan utama dari
terjadinya kematian ibu atau bayi. Keterlambatan ini disebabkan berbagai
permasalahan dasar pada aspek kesehatan maupun non kesehatan. Beberapa
diantaranya meliputi permasalahan dari faktor geografis, sosial, maupun
kemampuan pembiayaan. Menurut SKN 2009 tersebut, sistem rujukan pelayanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengacu pada prinsip utama kecepatan
dan ketepatan tindakan, efisien, efektif, sesuai dengan kemampuan dan kewenangan
bidan serta fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan kegawatdaruratan maternal dan
neonatal yang datang ke Puskesmas PONED (Penanggulangan Obstetri Neonatal
Esensial Dasar), harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi
kondisi pasien (pemberian obat-obatan, pemasangan infus dan pemberian oksigen),
kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat puskesmas PONED
atau dirujuk ke rumah sakit PONEK (Penanggulangan Obstetri Neonatal
Emergency Komprehensif), untuk mendapatkan pelayanan yang lebih sesuai
dengan kegawatdaruratannya dalam upaya penyelamatan jiwa ibu dan anak.
Beberapa faktor dapat menjadi sebab terjadinya rujukan terlambat seperti terjadinya
komplikasi persalinan, kesulitan pengambilan keputusan (terkait aspek ekonomi
biaya dan transportasi), aspek geografis juga ketersediaan sarana prasarana rumah
sakit.
Sedangkan beberapa faktor yang mempengaruhi rujukan darurat dari pemberi
rujukan ke penerima rujukan menurut Depkes RI sebagai berikut :
1. Tingkat rumah tangga, pada kenyataannya, para keluarga dapat melakukan
pencaharian pelayanan langsung ke berbagai pelayanan kesehatan yang ada.
2. Tingkat masyarakat, dengan jenis pelayanan kesehatan yang dilaksanakan
merupakan kediatan swadaya masyarakat dalam rangka menolong diri mereka
sendiri.
3. Tingkat pertama fasilitas pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas, Pustu BP-
KIA, dan lain-lain.
4. Tingkat kedua fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit atau tempat
rujukan lain yang lebih tinggi.
Sementara menurut Saifuddin, A.B (Buku panduan praktis pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal, 2002), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
merujuk kasus gawat darurat meliputi:
1. Stabilisasi penderita dengan pemberian oksigen, cairan infus intravena,
transfusi darah serta obat-obatan. Stabilisasi kondisi penderita dan merujuknya
dengan cepat dan tepat sangat penting (essensial) dalam menyelamatkan kasus
gawat darurat, tidak peduli jenjang atau tingkat pelayanan kesehatan.
2. Tata cara untuk memperoleh transportasi dengan cepat bagi kasus gawat darurat
harus ada pada setiap tingkat pelayanan kesehatan, sehingga dibutuhkan
koordinasi dengan semua komponen.
3. Penderita harus didampingi oleh tenaga yang terlatih (dokter/ bidan/perawat)
sehingga cairan infus intravena dan oksigen dapat terus diberikan. Apabila
pasien tidak dapat didampingi oleh tenaga terlatih, maka pendamping harus
diberi petunjuk bagaimana menangani cairan intravena dalam perjalanan.

B. INFANT MORTALITY RATE (IMR)


Definisi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu
tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Catatan : K = Konstanta (1000)

Angka Kematian Neonatal

Definisi

Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu
bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Catatan :

Angka Kematian Neo-Natal =Angka Kematian Bayi umur 0-<1bulan

ΣD 0-<1bulan =Jumlah Kematian Bayi umur 0 - kurang 1 bulan pada satu tahun
tertentu di daerah tertentu.

Σlahir hidup = Jumlah Kelahiran hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu
K = 1000

Angka Kematian Post Neonatal

Definisi

Angka Kematian Post Neo-natal atau Post Neo-natal Death Rate adalah kematian
yang terjadi pada bayi yang berumur antara 1 bulan sampai dengan kurang 1 tahun
per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Rumus

Catatan :

Angka Kematian Post Neo-Natal = angka kematian bayi berumur 1 bulan sampai
dengan kurang dari 1 tahun

ΣD 1bulan-<1tahun = Jumlah kematian bayi berumur satu bulan sampai dengan


kurang dari 1 tahun pada satu tahun tertentu & daerah tertentu

Σlahir hidup = Jumlah kelahiran hidup pada satu tahun tertentu & daerah tertentu

K = konstanta (1000)

Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)

Definisi

Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu
tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk
kematian bayi)
Rumus

Catatan :

Jumlah Kematian Balita (0-4)th = Banyaknya kematian anak berusia 0-4 tahun pada
satu tahun tertentu di daerah tertentu

Jumlah Penduduk Balita (0-4)th = jumlah penduduk berusia 0-4 tahun pada
pertengahan tahun tertentu di daerah tertentu

K = Konstanta, umumnya 1000

Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)

Definisi
Angka Kematian Anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama satu
tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu. Jadi
Angka Kematian Anak tidak termasuk kematian bayi.

Catatan :

Jumlah kematian Anak (1-4)th =Banyaknya kematian anak berusia 1-4 tahun (yang
belum tepat berusia 5 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.

Jumlah Penduduk (1-4) th =jumlah penduduk berusia 1-4 tahun pada pertengahan
tahun tertentu di daerah tertentu

K = Konstanta, umumnya 1000


LI 4. MM Audit Kematian Maternal Perinatal

Definisi
Pengembangan upaya peningkatan mutu pelayanan pada saat ini mengarah kepada
patient safety yaitu keselamatan dan keamanan pasien. Karena itu penerapan patient
safety sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam rangka globalisasi.
Dalam World Health Assembly pada tanggal 18 Januari 2002, WHO Excecutive Board
yang terdiri dari 32 wakil dari 191 negara anggota telah mengeluarkan suatu resolusi
untuk membentuk program patient safety. Isi dari program patient safety adalah :
1. Penetapan norma, standar dan pedoman global mengenai pengertian, pengaturan dan
pelaporan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan penerapan aturan untuk
menurunkan resiko.
2. Merencanakan kebijakan upaya peningkatan pelayanan pasien berbasis bukti dengan
standard global, yang menitik beratkan terutama dalam aspek produk yang aman dan
praktek klinis yang aman sesuai dengan pedoman, medical product dan medical
devices yang aman digunakan serta mengkreasikan budaya keselamatan dan
keamanan dalam pelayanan kesehatan dan organisasi pendidikan.
3. Mengembangkan mekanisme melalui akreditasi untuk mengakui karakteristik
provider pelayanan kesehatan bahwa telah melewati benchmark untuk unggulan
dalam keselamatan dan keamanan pasien secara internasional. Dan yang terakhir
adalah mendorong penelitian terkait dengan patient safety.

Sesuai dengan isi program patient safety yang pertama, maka perlu dilaksanakan Audit
Maternal-Perinatal (AMP) sebagai salah satu upaya pencegahan sekaligus penerapan
aturan untuk menurunkan risiko kematian ibu dan bayinya.

Audit maternal perinatal adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian
ibu dan perinatal serta penatalaksanaannya, dengan menggunakan berbagai informasi
dan pengalaman dari suatu kelompok terdekat, untuk mendapatkan masukan mengenai
intervensi yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA
disuatu wilayah.

Dengan demikian, kegiatan audit ini berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan
dengan pendekatan pemecahan masalah. Dalam kaitannya dengan pembinaan, ruang
lingkup wilayah dibatasi pada kabupaten/kota, sebagai unit efektif yang mempunyai
kemampuan pelayan obstetrik-perinatal dan didukung oleh pelayanan KIA sampai
ketingkat masyarakat.

Audit maternal perinatal nerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa
yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan
hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang
terjadi. Dengan kata lain, istilah audit maternal perinatal merupakan kegiatan death and
case follow up.

Lebih lanjut kegiatan ini akan membantu tenaga kesehatan untuk menentukan pengaruh
keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/kematian. Dari kegiatan ini dapat
ditentukan:
 Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal
 Dimana dan mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah kematian
 Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan

Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem
rujukan. Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :
 Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan
kesehatan
 Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi
verbal, yaitu wawancara kepada keluarga atau orang lain yang mengetahui
riwayat penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum penderita
meninggal sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian.

Tujuan
Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di
seluruh wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian
ibu dan perinatal.
Tujuan khusus audit maternal adalah :
 Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara
teratur dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah bersalin
(RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan dilintas batas
kabupaten/kota provinsi
 Menentukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang diperlukan
untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus
 Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota,
rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit bersalin dan BPS dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang
disepakati

Indikator Mortalitas

1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR)


2. Age Specific Death Rate (ASDR = Angka Kematian Menurut Umur)
3. Angka Kematian Bayi (AKB)
4. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)
5. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)
6. Angka Kematian IBU (AKI)

Kebijaksanaan dan Strategi


Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi
dan dan menghormati hak pasien. Berdasarkan hal tersebut, kebijaksanaan Indonesia
Sehat 2010 dan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) sehubungan dengan audit
maternal perinatal adalah sebagai berikut :
 Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus menerus melalui program
jaga mutu puskesmas, di samping upaya perluasan jangkauan pelayanan. Upaya
peningkatan dan pengendalian mutu antara lain melalui kegiatan audit perinatal.
 Meningkatkan fungsi kabupaten/kota sebagai unit efektif yang mampu memanfaatkan
semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan pelayanan KIA diseluruh
wilayahnya
 Peningkatan kesinambungan pelayanan KIA ditingkat pelayanan dasar (puskesmas
dan jajarannya) dan tingkat rujukan primer RS kabupaten/kota
 Peningkatan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis dari para pengelola dan
pelaksanaan program KIA melalui kegiatan analisis manajemen dan pelatihan klinis

Strategi yang diambil dalam menerapkan AMP adalah :


a) Semua kabupaten/kota sebagai unit efektif dalam peningkatan pelayanan program
KIA secara bertahap menerapkan kendali mutu ,yang antara lain dilakukan melalui
AMP diwilayahnya ataupun diikut sertakan kabupaten/kota lain
b) Dinas kesehatan kabupaten atau kota berfungsi sebagai koordinator fasilitator yang
bekerja sama dengan rumah sakit kabupaten/kota dan melibatkan puskesmas dan unit
pelayanan KIA swasta lainnya dalam upaya kendali mutu diwilayah kabupaten/kota
c) Ditingkat kabupaten/kota perlu dibentuk tim AMP, yang selalu mengadakan
pertemuan rutin untuk menyeleksi kasus, membahas dan membuat rekomendasi
tindak lanjut berdasarkan temuan dari kegiatan audit (penghargaan dan sanksi bagi
pelaku)
d) Perencanaan program KIA dibuat dengan memanfaatkan hasil temuan dari kegiatan
audit, sehingga diharapkan berorientasi kepada pemecahan masalah setempat
e) Pembinaan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, bersama-sama RS
dilaksanakan langsung pada saat audit atau secara rutin, dalam bentuk yang
disepakati oleh tim AMP.

Langkah dan Kegiatan


Langkah-langkah dan kegiatan audit AMP ditingkat kabupaten/kota sebagai berikut :
 Pembentukan tim AMP
 Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP
 Menyusun rencana kegiatan (POA) AMP
 Orientasi pengelola program KIA dalam pelaksanaan AMP
 Pelaksanaan kegiatan AMP
 Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari kegiatan audit maternal oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota bekerjasama dengan RS
 Pemantauan dan evaluasi
Rincian kegiatan AMP yang dilakukan adalah sebagai berikut :
A. Tingkat kabupaten /kota
 Menyampaikan informasi dan menyamakan presepsi dengan pihak terkait
mengenai pengertian dan pelaksanaan AMP dikabupaten/kota
 Menyusun tim AMP dikabupaten atau kota, yang susunannya disesuaikan dengan
situasi dan kondisi setempat.
 Melaksanakan AMP secara berkala dan melibatkan:
- Para kepala puskesmas dan pelaksana pelayanan KIA dipuskesmas dan
jajarannya
- Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan serta dokter spesialis anak
dokter ahli lain RS kabupaten/kota
- Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan staf pengelola program terkait
- Pihak lain yang terkait, sesuai kebutuhan misalnya bidan praktik swasta
petugas rekam medik RS kabupaten/kota dan lain-lain.
 Melaksanakan kegiatan AMP lintas batas kabupaten/kota/propinsi
 Melaksanakan kegiatan tindak lanjut yang telah disepakati dalam pertemuan tim
AMP
 Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan audit serta tindak lanjutnya, dan
melaporkan hasil kegiatan ke dinas kesehatan propinsi untuk memohon dukungan
 Memanfaatkan hasil kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
pengelolaan program KIA, secara berkelanjutan
B. Tingkat puskesmas
 Menyampaikan informasi kepada staf puskesmas terkait mengenai upaya
peningkatan kualitas pelayanan KIA melalui kegiatan AMP
 Melakukan pencatatan atas kasus kesakitan dan kematian ibu serta perinatal dan
penanganan atau rujukannya, untuk kemudian dilaporkan kedinas kesehatan
kabupaten kota
 Mengikuti pertemuan AMP di kabupaten/kota
 Melakukan pelacakan sebab kematian ibu/perinatal (otopsi verbal ) selambat-
lambatnya 7 hari setelah menerima laporan. Informasi ini harus dilaporkan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan.
Temuan otopsi verbal dibicarakan dalam pertemuan audit dikabupaten /kota.
 Mengikuti/melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan KIA, sebagai
tindak lanjut dari kegiatan audit
 Membahas kasus pertemuan AMP di kabupaten/kota
 Membahas hasil tindak lanjut AMP non medis dengan lintas sektor terkait.
C. Tingkat propinsi
 Menyebarluaskan pedoman teknis AMP kepada seluruh kabupaten/kota
 Menyamakan kerangka pikir dan menyusun rencana kegiatan pengembangan
kendali mutu pelayanan KIA melalui AMP bersama kabupaten/kota yang akan
difasilitasi secara intensif.
 Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dikabupaten/kota
 Memberikan dukungan teknis dan manajerial kepada kabupaten/kota sesuai
kebutuhan
 Merintis kerjasama dengan sektor lain untuk kelancaran pelaksanaan tindak lanjut
temuan dari kegiatan audit yang berkaitan dengan sektor diluar kesehatan
 Memfasilitasi kegiatan AMP lintas batas kabupaten/kota/propinsi

D. Tingkat pusat
Melakukan fasilitasi pelaksanaan AMP, sebagai salah satu bentuk upaya
peningkatan mutu pelayanan KIA di wilayah kabupaten/kota serta peningkatan
kesinambungan pelayanan KIA di tingkat dasar dan tingkat rujukan primer.

Metode Pelaksanaan

Metoda pelaksanaan AMP sebagai berikut

 Penyelenggaran pertemuan dilakukan teratur sesuai kebutuhan oleh dinas kesehatan


kabupaten/kota bersama dengan RS kabupaten/kota, berlangsung sekitar 2 jam.
 Kasus yang dibahas dapat berasal dari RS kabupaten/kota atau puskesmas. Semua
kasus ibu/perinatal yang meninggal dirumah sakit kabupaten/kota/puskesmas hendak
nya di audit, demikian pula kasus kesakitan yang menarik dan dapat diambil pelajaran
darinya
 Audit yang dilaksanakan lebih bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus sejak dari
:

- Timbulnya gejala pertama dan penanganan oleh keluarga /tenaga kesehatan


dirumah
- Proses rujukan yang terjadi
- Siapa saja yang memberikan pertolongan dan apa saja yang telah dilakukan
- Sampai kemudian meninggal dan dapat dipertahankan hidup. Dari pengkajian
tersebut diperoleh indikasi dimana letak kesalahan/kelemahan dalam penanganan
kasus. Hal ini memberi gambaran kepada pengelola program KIA dalam
menentukan apa yang perlu dilakukan untuk mencegah kesakitan/kematian
ibu/perinatal yang tidak perlu terjadi.
- Pertemuan ini bersifat pertemuan menyelesaikan masalah dan tidk bertujuan
menyalahkan atau memberi sanksi, salah satu pihak
- Dalam tiap pertemuan dibuat daftar hadir, notulen hasil pertemuan dan rencana
tindak lanjut, yang akan disampaikan dan dibahas dalam pertemuan tim AMP yang
akan dating
- RS kabupaten /kota/puskesmas membuat laporan bulanan kasus ibu dan perinatal
kedinas kesehatan kabupaten/kota, dengan memakai format yang disepakati

Pencatatan dan Laporan


Dalam pelaksanaan audit maternal perinatal ini diperlukan mekanisme pencatatan yang
akurat, baik ditingkat puskesmas, maupun ditingkat RS kabupaten/kota. Pencatatan yang
diperlukan adalah sebagai berikut :
 Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang sudah ada dipuskesmas, ditambahkan pula :
- Formulir R (formulir rujukan maternal dan perinatal)
Formulir ini dipakai oleh puskesmas, bidan didesa maupun bidan swasta untuk
merujuk kasus ibu maupun perinatal.
- Form OM dan OP (formulir otopsi verbal maternal dan perinatal)
Digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas yang meninggal sedangkan
form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal . untuk mengisi formulir
tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga
puskesmas.
 RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
- Form MP (formulir maternal dan perinatal )
Form ini mencatat data dasar semua ibu bersalin /nifas dan perinatal yang masuk
kerumah sakit. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat
- Form MA (formulir medical audit )
Dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun audit
perinatal. Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas dibagian
kebidanan dan kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus
perinatal)

Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang, yaitu :


 Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatan
Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab
kematian ) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta
bagian anak.
 Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota
Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas ,dan jumlah kasus yang
dirujuk ke RS kabupaten/kota
 Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsi
Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani oleh
Rs kabupaten /kota ,puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya ,serta tingkat
kematian dari tiap jenis komplikasi atau gangguan . laporan merupakan rekapitulasi
dari form MP dan form R, yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi
pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS. Pada tahap awal, jenis kasus yang
dilaporkan adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu

LI 5. MM Hubungan Suami Istri Diluar Nikah & Aborsi Menurut Pandangan Islam

a. Hukum Zina
Pengertian zina
Zina (bahasa Arab : ‫الزنا‬, bahasa Ibrani : ‫ – ניאוף‬zanah ) adalah perbuatan bersanggama
antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan
(perkawinan). Secara umum, zina bukan hanya di saat manusia telah melakukan
hubungan seksual, tapi segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan
manusia termasuk dikategorikan zina.
Sedangkan zina secara harfiah artinya fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam
pengertian istilah adalah hubungan kelamin di antara seorang lelaki dengan seorang
perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan.

Hukuman untuk orang yang berzina


Hukumnya menurut agama Islam untuk para penzina adalah sebagai berikut:
 Jika pelakunya muhshan, mukallaf (sudah baligh dan berakal), suka rela (tidak
dipaksa, tidak diperkosa), maka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, berdasarkan
perbuatan Ali bin Abi Thalib atau cukup dirajam, tanpa didera dan ini lebih baik,
sebagaimana dilakukan oleh Muhammad, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Umar bin
Khatthab.
 Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian
diasingkan selama setahun.

Syarat-syarat mendapatkan hukuman bagi pezina

Hukuman yang ditetapkan atas diri seseorang yang berzina dapat dilaksanakan dengan
syaarat-syarat sebagai berikut:

 Orang yang berzina itu berakal/waras


 Orang yang berzina sudah cukup umur (baligh)
 Zina dilakukan dalam keadaan tidak terpaksa, tetapi atas kemauannya sendiri
 Orang yang berzina tahu bahwa zina itu diharamkan

Larangan berbuat zina

Zina dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang harus sangat buruk.
Hubungan bebas dan segala bentuk diluar ketentuan agama adalah perbuatan yang
membahayakan dan mengancam keutuhan masyarakat dan merupakan perbuatan yang
sangat nista. Allah SWT berfirman:

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan
yang keji dan merupakan jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’ :32)
Artinya : “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan)
yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya
dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)” (QS.al-Furqan:68)

Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman” (QS an-nur:2)

b. Hukum Aborsi
Pengertian
Aborsi menurut Bahasa Arab disebut dengan al-Ijhadh yang berasal dari kata “ajhadha
- yajhidhu“ yang berarti wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan
belum sempurna penciptaannya atau juga bisa berarti bayi yang lahir karena dipaksa atau
bayi yang lahir dengan sendirinya. Aborsi di dalam istilah fikih juga sering disebut
dengan isqhoth (menggugurkan) atau ilqaa’ (melempar) atau tharhu (membuang).

Pandangan Islam Terhadap Nyawa, Janin dan Pembunuhan

Manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan baik dengan merubah
ciptaan tersebut, maupun mengranginya dengan cara memotong sebagiananggota
tubuhnya, maupun dengan cara memperjual belikannya, maupun dengan cara
menghilangkannya sama sekali yaitu dengan membunuhnya, sebagaiman firman Allah
swt :

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia “ ( Qs. al-Isra’:70)

Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan
satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.

Dilarang membunuh anak ( termasuk di dalamnya janin yang masih dalam kandungan )
, hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt :

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang
memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka
adalah dosa yang besar.” (Qs al Isra’ : 31)

Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan kehendak Allah swt, sebagaimana firman
Allah swt

“Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur
kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS al Hajj
: 5)

Larangan membunuh jiwa tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :


“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan alasan
yang benar “ ( Qs al Isra’ : 33 )

Hukum Aborsi Dalam Islam

Di dalam teks-teks al Qur’an dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum aborsi,
tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana
firman Allah swt :

“ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya
adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan
melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs An Nisa’ : 93 )

Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rosulullah saw
bersabda :

“ Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya


selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumlah
darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging.
Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk
menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik
yang celaka, maupun yang bahagia. “ ( Bukhari dan Muslim)

Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua bagian
sebagai berikut :

1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh


Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga
pendapat :
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari
ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. (Hasyiat Al Qalyubi
: 3/159) Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan
Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,
(Syareh Fathul Qadir : 2/495) Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud di atas
yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan
penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.

Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada
waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa waktu
peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika
telah mendekati waktu peniupan ruh, demi untuk kehati-hatian. Pendapat ini dianut
oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari
madzhab Syafi’I . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416)

Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air
mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga
siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan.
Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir
: 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)

Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan), telah dianggap
benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa
dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan
pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.

Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk
Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis
dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar
hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan
roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan
dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang
sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi
seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika
pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.

Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan
membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda
pendapat.

Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap
haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan
keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt : “ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. “
(Q.S. Al Israa’: 33)

Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal
itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena
menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena
kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum
yakin dan keberadaannya terakhir. (Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57) Dari keterangan di
atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan
roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’i hukumnya adalah haram dan termasuk
katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt. Adapun aborsi yang masih
diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu
aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin yang belum
ditiupkan roh di dalamnya
DAFTAR PUSTAKA

1. Bari, Abdul Syaifuddin, Prof. dr., Sp.OG, MPH. 2002. Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Edisi ke – 1, cetakan ke – 3, JNPKKR – POGI. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal 03-336.
2. Depkes RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal
3. Depkes RI. 2009. Pedoman Pengawasan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
( PWS KIA)
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Buku Kesehatan Ibu dan Anak
5. http://www.indonesian-publichealth.com/2013/03/indikator-sistem-informasi-
manajemen-kia.html diakses tanggal 11 mei 2014 (11.26PM)
6. http://www.indonesian-publichealth.com/2014/02/kegiatan-pelayanan-antenatal-
care.html diakses tanggal 11 mei 2014 (11.26PM)
7. http://www.indonesian-publichealth.com/2012/11/kinerja-profesionalitas-
bidan.html diakses tanggal 11 mei 2014 (11.26PM)
8. http://www.indonesian-publichealth.com/2013/01/praktek-pencegahan-pada-
apn.html
9. http://www.indonesian-publichealth.com/2012/11/rujukan-maternal-perinatal.html
diakses tanggal 11 mei 2014 (11.26PM)
10. http://theonlyquran.com/quran/Al-Israa/Indonesian_Bahasa_Indonesia/
11. http://quran-terjemah.org/an-nuur/2.html#An-Nuur
12. http://beta.quran.com/id/24/1-20#1/
13. http://www.who.int/
14. Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba
Medika.
15. Manuaba, Ida Bagus Gede, Prof, dr, SpOG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandunan, dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Cetakan-1, Jakarta:
EGC, hal 26-252.
WRAP UP SKENARIO 1
BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS
KESEHATAN IBU DAN ANAK SERTA KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA

Kelompok : A-11
Ketua : Fatimah Salma 1102015077
Sekretaris : Kendra Nugraha 1102015112
Anggota : Adinda Amalia Sholeha 1102013007
Husna Maulidia Sugiratna 1102014123
Amalia Maulida 1102015019
Anisa Ayuningtyas 1102015027
Anisa Carina 1102015028
Ayu Suci Nurmalasari 1102015041

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21. 424457

Anda mungkin juga menyukai