Oleh :
Muhammad Tohib Habib 1840312271
Putri Fernizi Harfah 1840312293
Viftrya Rosady 1740312098
Preseptor:
Dr. dr. Satya Wydya Yenny, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
dr. Tutty Ariani, Sp.DV
Abstrak
Latar Belakang: Tuberkulosis kutis merupakan 1,5% dari tuberkulosis ekstra paru dan
penyakit ini terus menjadi salah satu tantangan karena memiliki tampilan klinis yang berbeda.
Penelitian ini dilakukan untuk mendokumentasikan tipe tuberkulosis kutis yang paling
umum, tampilan klinis yang atipikal (bila ada) dan responnya terhadap terapi singkat
(DOTS).
Metode: Semua pasien dengan TB kutis yang diduga secara klinis dan datang ke bagian
rawat jalan RSUP Dr. Dermatologi di rumah sakit kami dari Oktober 2012 hingga April 2016
dilibatkan dalam penelitian ini. Riwayat lengkap penyakit dan pemeriksaan menyeluruh
secara umum, sistemik dan kulit dilakukan bersamaan dengan dokumentasi rincian
demografi. Pemeriksaan darah rutin, tes biopsi dan mantoux juga dilakukan. Kasus yang
didiagnosis dan diobati dengan DOTS.
Hasil: Sebanyak 25 kasus tuberkulosis kutis dimasukkan dalam penelitian. Jenis tuberkulosis
kutis yang paling umum adalah lupus vulgaris. Gambaran klinis atipikal yang dicatat selama
penelitian adalah multifokal lupus vulgaris (LV), ko-eksistensi tubekulosis kutis verukosa
dan LV, Tuberkulosis kutis verukosa pada bibir bawah, erythema induratum of bazin
dengan tampilan plak anular dalam satu kasus dan eritema nodosum pada kasus lain. DOTS
efektif pada sebagian besar pasien.
Kesimpulan: Tuberkulosis kutis memiliki banyak tampilan klinis. Kecurigaan klinis yang
tinggi diperlukan dalam tampilan klinis yang jarang. Ko-eksistensi dari dua atau lebih pola
morfologi dapat terjadi. Kasus yang meragukan, 5-6 minggu diberikan terapi. Dosis yang
adekuat sangat penting untuk respon yang baik. Obat lini kedua harus dipertimbangkan dalam
kasus kegagalan / resistensi klinis.
Kata Kunci: Tuberkulosis kutis, Tuberkulosis Multifokal, Tampilan klini Atipikal, Erythema
induratum of bazin, DOTS
PENDAHULUAN
Tuberkulosis sudah setua usia manusia yang ada, dengan bukti dari penyakit tersebut
yang telah ditemukan pada mumi Peruvian dan pada kerangka manusia yang berusia 300 SM.
Secara global, 9,6 juta kasus-kasus tuberkulosis baru ditemukan pada tahun 2014 dan 1,3 juta
meninggal.1 Tuberkulosis biasanya dipertimbangkan sebagai penyakit yang mengenai rakyat
dengan kemiskinan dimana 94% kasus kasus yang muncul terjadi di negara-negara dengan
status sosial ekonomi rendah. Meskipun insidennya telah turun hingga 0,1% bahkan di negara
berkembang, penyakit ini tetap terjadi. Salah satu yang luar biasa karena ko-infeksi dari
human immunodeficiency virus (HIV), resistensi obat dan presentasi atipikal.2,3. Penelitian
ini dilakukan untuk mendokumentasikan tipe tuberkulosis kutis yang paling umum, tampilan
klinis yang atipikal jika ada dan respon terhadap terapi singkat (DOTS).
METODE
Semua pasien dengan TB kutis yang diduga secara klinis dan datang ke bagian rawat
jalan RSUP Dr. Dermatologi di rumah sakit kami dari Oktober 2012 hingga April 2016
dilibatkan dalam penelitian ini. Riwayat lengkap penyakit dan pemeriksaan menyeluruh
secara umum, sistemik dan kulit dilakukan bersamaan dengan dokumentasi rincian
demografi.pemeriksaan darah rutin, enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) untuk HIV,
Rontgen Toraks, Tes Mantoux dan biopsi dilakukan pada semua kasus. Pemeriksaan sputum
untuk Basil Tahan Asam (BTA), sitologi aspirasi jarum halus kelenjar getah bening dan tes
radiologi lainnya dilakukan dalam kasus yang relevan. Kasus yang terdiagnosis diberi DOTS
untuk jangka waktu 6 bulan dan respon dinilai pada 6 minggu dan pada akhir terapi,jika
terdapat efek samping juga dicatat selama masa pengobatan.
HASIL
Gambar 1: Multifokal lupus vulgaris. (a) tungkai kanan bawah sisi depan (b) Telapak
kaki kanan yang meluas ke sisi medial
Dari pasien tb kutis, yang juga terkena HIV ditemukan pada 3 kasus (12%). Presentasi
atipikal yang dicatat selama penelitian adalah multifokal lupus vulgaris (LV), ko-eksistensi
tuberkulosis kutis verukosa dan LV, tuberkulosis kutis verukosa pada bibir bawah, TVC pada
bibir bawah, erythema induratum of bazin (EIB) yang muncul dengan tampilan plak anular
dalam satu kasus dan erythema nodosum dalam kasus lain seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1-5. Mantoux positif dalam 84,2% kasus dan histopatologi khas terlihat pada 90%
kasus. Tabel 2 menunjukkan rincian penyelidikan laboratorium dari populasi penelitian.
DOTS efektif dalam semua kasus kecuali pada 2 (8%) pasien dan truncal acne diamati pada
2 (8%) pasien seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7.
Gambar 2: (a) penampakan skrofuloderma di bagian lipat paha kiri dan (b)
tuberculosis verrukosa kutis pada telapak kaki kiri
Figure 5: (a) Erythema nodosum seperti lesi pada tungkai bawah (b) tes mantoux positif
kuat
Figure 6: Scrofuloderma (a) sebelum terapi (b) setelah 3 bulan terapi DOTS.
Figure 7: Erythema induratum of bazin (a) sebelum terapi (c) 4 bulan setelah terapi
DOTS
Tabel 2:.Pemeriksaan Laboratorium pada populasi penelitian
DISKUSI
Pada penelitian ini, tuberkulosis kutis menunjukkan insiden yang lebih tinggi pada
laki-laki, sama dengan mayoritas hasil studi di India. Hal ini dapat dihubungkan dengan
resiko cedera yang lebih tinggi pada laki-laki, dimana pasien yang dilibatkan dalam
penelitian kali ini berprofesi sebagai pekerja kasar. Sebagian besar pasien berada pada usia
dekade kedua, sama dengan hasil studi di India lainnya. Jenis tuberkulosis kutis yang paling
umum dalam penelitian ini adalah lupus vulgaris [44%], sama dengan beberapa studi lain.
Namun beberapa studi di India lainnya ditemukan scrofuloderma sebagai tipe yang paling
umum. Lihat Tabel 3.
` Pada penelitian ini ditemukan bahwa ekstremitas bawah merupakan lokasi tersering
kejadian TB kutis. Ditemukannya insiden tinggi TB kutis pada ekstremitas bawah di India
bisa dijelaskan dengan re-inokulasi basil tuberkulosis melalui trauma ringan, terutama saat
jongkok.
TB kutis, seperti yang dikutip oleh Pillsbury, Shelly dan Kligman sebagai “di kulit
tuberkulosis muncul dalam berbagai bentuk yang menakjubkan ”. Sejalan dengan itu kami
mengamati berbagai gambaran atipikal selama penelitian ini. Lupus vulgaris multifokal
terlihat pada laki-laki berusia 40 tahun, namun laporan mengenai penyakit multifokal pada
literatur sangat sedikit. Kejadian multifokal paling banyak terjadi pada pasien yang tidak di
vaksinasi dan malnutrisi serta umumnya mantoux test nya negatif. Ada beberapa laporan
tentang ko-eksistensi dari tuberkulosis yang berbeda pada orang yang sama dengan
kombinasi TVC dan scrofuloderma paling sering dilaporkan,termasuk pada penelitian ini.
Studi imunohistologik terhadap granuloma pada TB kutis menunujukkan perubahan spektrum
yang ditunjukkan dengan rasio CD4 +/- CD8, contohnya pada LV dengan imunitas tinggi,
TVC dengan imunitas sedang, dan SFD dengan imunitas rendah. Ada beberapa tipe TB kutis
yang muncul tergantung pada imunitas seseorang. Kemungkinan alasan lainnya adalah TVC
dapat berkembang dari auto-innoculation bacilli dari TB kutis yang berdekatan yaitu SFD.
Pada penelitian kami ditemukan kasus TVC pada lokasi yang tidak umum yaitu di bibir
bawah pada seorang wanita berusia 50 tahun. Beberapa lokasi yang tidak biasa juga
dilaporkan terjadi di jari, di atas keloid, dll.
EIB secara klinis bisa menyerupai eritema nodusum pada suatu kasus. Observasi lain
oleh Maharaja dkk dalam studinya mengenai gambaran kliniskohistopatologis pada nodul
lunak erimatosus umumnya terjadi di ekstremitas, dimana terjadi perubahan histologis pada
eritema nodusum dalam 8/30 kasus dan 3 kasus diantaranya mengarah ke EIB. Presentasi
atipikal EIB lainnya berupa plak anular besar di bagian atas paha pada pasien berumur 25
tahun. Jadi EIB tidak selalu didefinisikan dengan gambaran klasik (nodul ulseratif di tungkai
bawah), namun tetap gambaran histopatologi yang akan membantu menegakkan diagnosis
definitif dan differensial.
` Mantoux test positif terlihat pada 84,2% kasus, hasil ini sebanding dengan studi yang
dilakukan Binod kumar dkk, hasil yang berbeda terlihat dalam penelitian lain, rincian dapat
dilihat pada Tabel 4.
Perubahan histopatologik tipikal ditemukan pada 90% kasus yang juga ditemukan
pada penelitian India lain. Durasi pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) untuk tuberkulosis
kutis adalah antara 6-12 bulan pada beberapa penelitian lainnya. Kami mengimplementasikan
terapi OAT yang diberikan selama 6 bulan. Pada penelitian oleh Raghu Rama dkk tentang
terapi DOTS di pasien tuberkulosis kutis, efikasinya hampir sebanding dengan kemoterapi
jangka pendek harian, dengan manfaat lainnya yaitu paparan terhadap obat yang lebih sedikit,
pemberian obat dibawah pengawasan dan pengeluaran untuk transpor menjadi lebih sedikit.
Raghu menemukan bahwa tidak ada kegagalan pengobatan atau efek samping yang
signifikan dengan penggunaan terapi DOTS pada penelitiannya. Namun, pada penelitian ini,
kami menemukan adanya kegagalan pengobatan pada 8% kasus dan ditemukannya efek
samping minor seperti jerawat dipunggung pada 8% kasus, secara detail dapat dilihat di Tabel
5.
Lama percobaan pengobatan di pasien yang dicurigai tuberkulosis kutis adalah selama
5-6 minggu, kecuali pada pasien dengan tuberkulid dan pasien tidak yang memperlihatkan
gejala klinis yang signifikan sebelum pengobatan. Jika setelah jangka waktu tersebut pasien
tidak menunjukkan perubahan signifikan, maka diagnosisnya perlu dikaji ulang kembali.
Namun dengan adanya tuberkulosis yang multi drug resistant (MDR), pendekatan ini tidak
dibernarkan. Tuberkulosis kutis yang MDR harus selalu dipikirkan pada pengobatan pasien
yang tidak memperihatkan respon signfikan setelah pemberian OAT lini pertama atau pada
pasien yang klinisnya memburuk bahkan setelah pemberian OAT. Diagnosis definitif dari
tuberkulosis MDR sulit dilakukan akibat sukarnya isolasi dan tes diagnositik molekuler yang
sensitivitasnya masih rendah. Sehingga, selalu dibenarkan untuk dilakukannya percobaan
pemberian OAT lini kedua sebelum menganggap pasien tidak responsif terhadap terapi. Kami
memiliki satu pasien laki-laki berumur 40 tahun yang bertubuh sehat (tinggi 6 kaki, berat 120
kg) yang dikonfirmasi dengan biopsi menderita skrofuloderma, yang tidak responsif dengan
pemberian OAT rutin bahkan setelah 5 minggu terapi, sembari berpikir mengenai
kemungkinan resistensi obat sebelum memulai pengobatan OAT line kedua, kami
memberikan OAT lini pertama yang disesuaikan dengan berat badannya. Dalam 2 minggu
setelah penambahan dosis, pasien langsung memberikan respon, seperti yang dijabarkan di
gambar 8. Oleh karena ittu, pendosisan obat yang adekuat, terutama berdasarkan berat badan
pasien, juga sangat penting sebelum memikirkan kemungkinan diagnosis lain atau adanya
resistensi obat.
Kesimpulanya, tuberkulosis kutis memiliki berbagai sisi. Kecurigaan klinis yang
tinggi dibutuhkan pada presentasi yang jarang ditemukan. Pola morfologis yang tumpang
tindih atau lebih dari 2 dapat terjadi. Pada kasus yang meragukan, percobaan terapi selama 5-
6 mingggu sangatlah mebantu. Dosis adekuat juga diperlukann untuk didapatkannya respon
yang baik. OAT lini kedua dapat dipertimbangkan pada kasus yang mengalami kegagalan
pengobatan atau resistensi obat.
International Journal of Research in Dermatology
Aruna C et al. Int J Res Dermatol. 2017 Mar;3(1):88-93
http://www.ijord.com
DOI: http://dx.doi.org/10.18203/issn.2455-4529.IntJResDermatol20170454
Original Research Article
Department of DVL, Katuri Medical College & hospital, Guntur, Andhra Pradesh, India
*Correspondence:
Dr. Chintaginjala Aruna,
E-mail: draruna88@gmail.com
Copyright: © the author(s), publisher and licensee Medip Academy. This is an open-access article distributed under
the terms of the Creative Commons Attribution Non-Commercial License, which permits unrestricted non-commercial
use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.
ABSTRACT
Background: Cutaneous tuberculosis constitutes 1.5% of extra pulmonary tuberculosis and the disease continues to
be a challenging one because of its multifaceted presentation. The present study was done to document the most
common type of cutaneous tuberculosis, atypical presentations if any and response to directly observed therapy short
course (DOTS).
Methods: All patients with clinically suspected cutaneous tuberculosis attending outpatient department of
dermatology in our hospital from October 2012 to April 2016 were included in the study. A detailed history of
presenting illness and thorough general, systemic and cutaneous examination was carried out along with
documentation of demographic details. Routine blood invetigations, biopsy and mantoux test were done. Diagnosed
cases were treated with DOTS.
Results: A total of 25 cases of cutaneous tuberculosis were included in the study. Most common type of cutaneous
tuberculosis was lupus vulgaris. Atypical presentations noted during the study were multifocal lupus vulgaris (LV),
co-existence of tuberculosis verrucosa cutis (TVC) and LV, TVC of lower lip, erythema induratum of bazin
presenting as annular plaque in one case and as erythema nodosum in another case. DOTS were effective in majority
of the patients.
Conclusions: Cutaneous tuberculosis is multifaceted. High clinical suspicion is necessary in rare presentations.
Coexistence of two or more morphological patterns can occur. Doubtful cases, 5-6weeks of therapeutic trail helps.
Adequate dose is essential for good response. Second line drugs are to be considered in case of failure /clinical
resistance.
Keywords: Cutaneous tuberculosis, Multifocal tuberculosis, Atypical presentations, Erythema induratum of bazin,
DOTS
dermatology in our hospital from October 2012 to April HIV association was found in 3 cases (12%). Atypical
2016 were included in the study. A detailed history of presentations noted during the study were multifocal
presenting illness and thorough general, systemic and lupus vulgaris (LV), co-existence of tuberculosis
cutaneous examination was carried out along with verrucosa cutis (TVC) and LV, TVC of lower lip,
documentation of demographic details. Routine blood erythema induratum of bazin (EIB) presenting as annular
investigations, enzyme linked immunosorbent assay plaque in one case and as erythema nodosum in another
(ELISA) for HIV, X-ray chest, mantoux test and biopsy case as shown from Figure 1-5. Mantoux was positive in
were done in all cases. Sputum examination for acid fast 84.2% of the cases and typical histopathology was seen in
bacilli (AFB), fine needle aspiration cytology of lymph 90% of the cases. Table 2 shows details of laboratory
nodes and other radiological tests were done in relevant investigations of the study population. DOTS was
cases. Diagnosed cases were given DOTS for a period of effective in all cases except in 2 (8%) patients and truncal
6 months and response was assessed at 6 weeks and at the acne was observed in 2 (8%) patient as shown in Figures
end of the therapy, side effects if any were also noted 6 and 7.
during the treatment period.
RESULTS
DISCUSSION
Positive mantoux was seen in 84.2% of the cases, this In Raghu Rama Rao et al study on DOTS therapy in
was comparable to Binod kumar et al study, different cutaneous tuberculosis, efficacy was comparable with the
results were seen in other studies, details given in Table standard daily short course chemotherapy with added
4.7,8,20 advantage of exposure to less number of drugs, standard
drugs being given under supervision and less travel
Typical histopathological changes were seen in 90% of expenses.21 He made the observation of no treatment
cases similar to other Indian studies.20 Duration of failure or significant side effects with DOTS therapy in
antitubercular therapy [ATT] for cutaneous tuberculosis his study.21 In contrast we observed treatment failure in
ranged from 6-12 months in different studies.20-22 We 8% of cases and minor side effects like truncal acne in
employed DOTS therapy which was given for 6 months. 8%, details given in Table 5.
Table 3: Comparison of clinical types of cutaneous tuberculosis in the present study with other studies.
Table 5: Comparison of duration of ATT and percentage of failure and side effects in our study with others.
The duration of therapeutic trial in case of suspected tuberculosis, this approach is not justified. MDR
cutaneous tuberculosis is 5-6 weeks, with the exception cutaneous tuberculosis should always be kept in mind in
of tuberculids and patients showing minimal clinical the management of patients with lack of clinical response
activity before treatment. The diagnosis used to be to the first line ATT drugs or in those patients showing
reviewed in patients who didn't respond by this time. But clinical deterioration even while on ATT. The definitive
with the advent of multi drug resistant (MDT) diagnosis of MDR tuberculosis is difficult owing to poor
isolation rates and low sensitivity of molecular diagnostic 6. Patra AC, Gharami RC, Banerjee PK. A profile of
tests. So it is always justified to give a trial of second line cutaneous tuberculosis. Indian J Dermatol.
ATT for atleast two months before labelling a patient non 2006;51:105-7.
responsive to therapy.23 We had one wellbuilt (height 6 7. Thakur BK, Verma S, Hazarika D. A
feet, weight 120 kg) 40 year old male patient with biopsy clinicopathological study of cutaneous tuberculosis
confirmed scrofuloderma who had not responded to at Dibrugarh district Assam. Indian J Dermatol.
routine dosages of ATT [AKT-4 kit] even after 5 weeks 2012;57:63-5.
of therapy, thinking in terms of drug resistance before 8. Puri N. A clinical and histopathological profile of
starting 2nd line agents we gave him the first line agents patients with cutaneous tuberculosis. Indian J
adjusting to his per kg body weight. Within 2 weeks of Dermatol. 2011;56:550-2.
hiking the dose the patient responded promptly, as 9. Sehgal VN, Srivastava G, Khurana VK, Sharma
presented in Figure 8. Hence, adequate drug dosing VK, Bhalla P, Beohar PC. An appraisal of
especially adjusted to the per kg body weight of a person epidemiologic, clinical, bacteriologic,
is also most important before considering either histopathologic and immunologic parameters in
alternative diagnosis or drug resistance. cutaneous tuberculosis. Int J Dermatol.
1987;26:521-6.
10. Gopinathan R, Pandit D, Joshi J, Jerajani H, Mathur
M. Clinical and morphological variants of cutaneous
tuberculosis and its relation to mycobacterium
species. Indian J Med Microbiol. 2001;19:193-6.
11. Pillsbury DM, Shelley WB, Kligman AM. Systemic
bacterial infection. In: Dermatology. Philadelphia:
WB Saunders; 1956: 499-540.
12. Murugan S, Vetrichevvel TP, Subramanyam S,
Subramanian A. childhood multicentric lupus
vulgaris. Indian J Dermatol. 2011;56:343-4.
Figure 8: (a) Scrofuloderma after 5 weeks of AKT (b) 13. Vora RV, Diwan NG, Rathod KJ. Tuberculosis
2 weeks after hiking the dose (c) at the end of 6 verrucosa cutis with multifocal involvement. Indian
months of therapy. Dermatol Online J. 2016;7:60-2.
14. Rao AG. Scrofuloderma associated with
To conclude, cutaneous tuberculosis is multifaceted. High tuberculosis verrucosa cutis. Indian J Dermatol
clinical suspicion is necessary in rare presentations. Venereol Leprol. 2014;80:76-8.
Coexistence of two or more morphological patterns can 15. Sethuraman G, Kaur J, Nag HL, Khaitan BK,
occur. In doubtful cases, 5-6 weeks of therapeutic trail Sharma VK, Singh MK. Symmetrical scrofuloderma
helps. Adequate dose is essential for good response. with tuberculosis verrucosa cutis. Clin Exp
Second line drugs are to be considered in case of failure Dermatol. 2006;31:452-82.
/clinical resistance. 16. Sehgal VN, Gupta R, Bose M, Saha K. Immuno
histopathological spectrum in cutaneous
Funding: No funding sources tuberculosis. Clin Exp Dermatol. 1993;18:309-13.
Conflict of interest: None declared 17. Narayana GP, Sandhya I. Verrucous carcinoma of
Ethical approval: Not required the finger: A rare site of occurrence. Indian
Dermatol Online J. 2014;5:218-9.
REFERENCES 18. Kala S, Pantola C, Agarwal A. Tuberculosis
verrucosa cutis developing over a keloid: A rare
1. World health organisation, global tuberculosis
presentation. J Surg Tech Case Rep. 2010;2:75–6.
report 2015. Available from http:// http://www.who.
19. Maharaja K, Khandpur S, Ramam M, Singh MK,
int/tb/publications/global_report/en/.
Kumar U, Sharma VK. A study of the clinico-
2. Kumar B, Rai R, Kaur I, Sahoo B, Muralidhar S,
histopathological features of erythematous tender
Radotra BD. Childhood cutaneous tuberculosis: a
nodules predominantly involving the extremities.
study over 25 years from northern India. Int J
Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2014;80:235-
Dermatol. 2001;40:26-32.
42.
3. Kumar B, Muralidhar S. Cutaneous tuberculosis: A-
20. Dwari BC, Ghosh A, Paudel R, Kishore P. A
Twenty-year prospective study. Int J Tuberc Lung
clinicoepidemiological study of 50 cases of
Dis. 1999;3:494-500.
cutaneous tuberculosis in a teritiary care teaching
4. Kumar B, Kaur S. Pattern of cutaneous tuberculosis
hospital in Pokhara, Nepal. Indian J Dermatol.
in North India. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
2010:55:233-7.
1986;52:203-7.
21. Raghu Rama Rao G, Sridevi, Lakshmy Narayan B,
5. Acharya KM, Ranpara H, Dutta R, Mehta B. A
Amareswar A, Sandhya S. Directly observed
clinicopathological study of 50 cases of cutaneous
treatment short course and cutaneous tuberculosis:
tuberculosis in Jamnagar district. Indian J Dermatol
Venereol Leprol. 1997;63:301-3.
Our experience. Indian J Dermatol Venereol Leprol. observations. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
2011;77:330-2. 2007;73:243-6.
22. Ramesh V, Sen MK, Sethuraman G, D'Souza P.
Cutaneous tuberculosis due to multidrug-resistant Cite this article as: Aruna C, Senthil kumar AL,
tubercle bacilli and difficulties in clinical diagnosis. Sridevi K, Swapna K, Ramamurthy DVSB. A
Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2015;81:380-4. clinicoepidemiological study of cutaneous
23. Ramam M, Tejasvi T, Manchanda Y, Sharma S, tuberculosis in a tertiary care teaching hospital in
Mittal R. What is the appropriate duration of a Andhra Pradesh, India. Int J Res Dermatol
therapeutic trial in cutaneous tuberculosis? Further 2017;3:88-93.