Anda di halaman 1dari 23

PRAKTEK KOMPREHENSIF FARMASI INDUSTRI

PERTEMUAN 3
PRODUCT DEVELOPMENT (PREFORMULASI)
SEDIAAN INFUS NATRIUM KLORIDA 0,9%

DISUSUN OLEH :
KELAS D
KELOMPOK 1

Ni Luh Risky Pradnyandari 1708611042


I Gusti Agung Ayu Santhi Rahmaryani 1708611043
I Nyoman Arya Purnata Megantara 1708611044
Tiara Maharani 1708611045
Wayan Shelia Deviana 1708611046
Anak Agung Sagung Dewi Trisna Damayanti 1708611047

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017

1
I. Latar Belakang
Obat merupakan zat yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit, mengurangi rasa
sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan (Ansel, 2008). Rute
pemakaian obat berbeda-beda tergantung umur, berat dan status penyakitnya. Bentuk sediaan
dari setiap produk farmasi ini pun berbeda tergantung dari rute pemakaian obat. Cara
pemberian obat paling banyak adalah secara peroral. Tetapi terdapat beberapa kelemahan dari
sediaan oral, yaitu tidak dapat diberikan pada pasien tidak sadar dan efek yang diberikan
tidak segera karena obat harus diabsorpsi terlebih dahulu sebelum masuk ke sistem sistemik.
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan bentuk sediaan farmasi adalah
penyakit atau keadaan penyakit itu sendiri. Apabila kecil kemungkinan obat yang diberikan
saat digunakan untuk keadaan gawat darurat atau apabila pasien dalam keadaan koma, atau
pemberian secara oral tidak memungkinkan, maka dapat diberikan secara parenteral.
Sediaan parenteral memberikan efek yang cepat dimana obat langsung masuk ke sistem
sistemik. Produk parenteral yang sering digunakan adalah infus intravena. Salah satu infus
yang sering digunakan adalah infus Normal Salin yang mengandung Natrium Klorida.
Natrium klorida merupakan suatu senyawa yang mengandung ion Na+ dan Cl- yang penting
bagi kelangsungan hidup manusia (BPOM RI, 2007). Pada pasien yang mengalami dehidrasi
terjadi kehilangan ion tubuh seperti Na+ dan Cl-. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
kematian karena terganggunya fungsi metabolisme sampai kematian. Untuk menghindari hal
tersebut pada pasien dehidrasi yang tidak bisa mendapat pengobatan secara oral, biasanya
digunakan infus yang mengandung natrium klorida.
Defisiensi natrium dapat terjadi akibat kerja fisik yang terlampau berat dengan
banyaknya pengeluaran keringat dan banyak minum air tanpa tambahan garam ekstra.
Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler dan memegang peranan penting
pada regulasi tekanan osmotisnya, juga pada pembentukan perbedaan potensial (listrik) yang
perlu bagi kontraksi otot dan penerusan impuls di saraf. Selain pada defisiensi natrium,
natrium juga digunakan dalam bilasan 0,9 % (larutan garam fisiologis) dan dalam infus
dengan elektrolit lain. (Lukas, 2006). Banyaknya manfaat dan kebutuhan terhadap sediaan
infus NaCl membuat PT.Ventura Farma menjadikan ini sebagai peluang dalam
pengembangan produk.

2
Sebagai salah satu jenis sediaan steril maka sediaan infus yang diproduksi harus
terjamin sterilitasnya. Sediaan steril harus bebas partikel,bebas pirogen, isotonis, dan
memiliki pH yang sesuai dengan cairan tubuh (Lukas, 2006). Dengan demikian pembuatan
sediaan infus NaCl 0,9% dilakukan dalam kondisi ruangan, personil, dan alat yang steril,
untuk memperoleh produk yang memenuhi persyaratan.

II. Alur Konsep Product Development

Ide Pengembangan Studi Literatur - Survey terhadap


Obat Baru tentang Produk Obat produk sejenis
- Studi pustaka sifat
fisika kimia zat
aktif dan zat
tambahan
Pemilihan pemasok bahan
aktif dan eksipien

Perancangan formula

Formulasi skala Dibuat beberapa


laboratorium formula 100-500 mL
bahan tiap batch
analisis uji stabilitas
Dipilih formula yang Dilakukan evaluasi sesuai parameter.
baik produk skala lab

3
II Preformulasi
2.1 Formula Standar
1. R/ NaCl 0,9%
Aqua pro injeksi ad 500 mL
(Kohli,1998).
2. Sodium Choride Bacteriostatic Injection
R/ Sodium Klorida 9 gram
Benzyl Alcohol 20 gram
Water for injection q.s to 1L
(Niazi, 2004).
3. Sodium Choride Injection
R/ Sodium Klorida 9,33 gram
Activated charcoal 0,5 gram
Water for injection q.s to 1L
(Niazi, 2004).

2.2 Pertimbangan Pemilihan Formula


Formula 1 merupakan sedian injeksi yang dibuat dengan dosis tunggal, namun pada
formula tidak ada bahan yang berfungsi sebagai agen depirogenasi. Setelah proses sterilisasi
akhir apabila masih terdapat pirogen yang tahan terhadap pemanasan, maka pirogen tersebut
tidak dapat dihilangkan yang berpengaruh terhadap mutu sediaan sehingga formula 1 tidak
dipilih.
Formula 2 merupakan sediaan injeksi yang dibuat dengan tujuan sediaan dosis ganda,
sehingga dalam pembuatannya terdapat penambahan benzil alkohol dalam formulasi. Benzil
alkohol digunakan sebagai pengawet yang bersifat bakteriostatik terhadap bakteri terutama
gram positif dengan konsentrasi yang tidak lebih dari 2 % (Rowe et al., 2009). Sediaan infus
yang dibuat oleh PT. Ventura Farma yaitu sediaan infus NaCl 0,9 % dosis tunggal , sehingga
penambahan pengawet tidak diperlukan dalam formulasi, sehingga formula 1 tidak dipilih
karena kurang tepat untuk sediaan yang akan diproduksi oleh PT. Ventura Farma.
Formula 3 merupakan sediaan injeksi yang dibuat untu dosis tunggal, terdapat bahan
tambahan karbon aktif dalam formula sebagai agen depirogenasi yaitu untuk menghilangkan
pirogen yang tahan terhadap pemanasan pada saat sterilisasi akhir dengan autoklaf. Dalam
produksi sediaan infus NaCl 0,9 % akan dilakukan sterilisasi akhir sehingga formula 3 dipilih
untuk produksi sediaan infus.

4
2.3 Kesimpulan Formula yang Dipilih
Formula acuan yang digunakan yaitu formula 3 dengan beberapa modifikasi sebagai
berikut:
Nama Bahan Kegunaan Persentase Bobot

NaCl Bahan Aktif 0,9 % 4,5 gram

Karbon Aktif Absorbing agent 0,05% 0,25 gram

NaOH Adjustment pH - 0,9 gram

KH2PO4 Buffer Fosfat - 3,4 gram

Air untuk injeksi


Pelarut Ad 100% Ad 500 mL
(water for injection)

Total 100% 500 mL

2.4 Pertimbangan Pemilihan Bahan


Sediaan yang akan diproduksi oleh PT.Ventura Farma adalah sediaan parenteral berupa
sediaan infus NaCl 0,9%. Sediaan infus ini diberikan secara intravena sehingga sediaan ini
harus bersifat steril. Sehingga sediaan infus harus terbebas dari kontaminan mikroba dan dari
komponen toksin serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi (Lachman dkk., 2008).
Suatu bahan dapat dinyatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen
maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora)
(Lukas, 2006). Pirogen merupakan produk metabolisme dari suatu mikroorganisme, yang
secara kimia tersusun dari lipopolisakarida-protein-lipid kompleks yang diproduksi oleh
bakteri gram negatif yang melekat pada permukaan bakteri dan bertanggung jawab terhadap
timbulnya reaksi panas. Efek adanya pirogen ini menghasilkan kenaikan suhu tubuh yang
nyata, demam , sakit badan, vasokontriksi pada kulit dan kenaikan tekanan darah dalam arteri
(Depkes RI, 1995; Lachman dkk, 2008). Oleh karena itu, dalam formulasi sediaan infus perlu
ditambahkan suatu bahan untuk dapat menghilangkan atau mengabsorbsi pirogen dan
partikulat yang tidak terlihat dan tidak boleh ada dalam sediaan infus. Sehingga dalam
formulasi ditambahkan bahan berupa karbon aktif. Karbon aktif digunakan untuk
mengadsorbsi pirogen dan partikulat yang tidak terlihat. Penggunaan karbon aktif mampu

5
menjadi agen depirogenasi yang lebih efektif dalam bentuk serbuk kasar dengan konsentrasi
0,05% (Niazi, 2004).
Dalam formulasi sediaan infus NaCl 0,9% digunakan water for injection (WFI)
sebagai pelarut. WFI merupakan pelarut yang tidak berwarna, tidak berbau, bebas pirogen
dan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh British Pharmacope (BP) 2002 dan
Europian Pharmacopoiea (EU) 2001 (Lukas, 2006). Selain itu, WFI digunakan sebagai
pelarut karena karena kelarutan NaCl yang mudah larut dalam air dan memenuhi syarat
sebagai pembawa sediaan steril yaitu tidak toksik (DepKes RI, 1995).
Sediaan infus juga sedapat mungkin memiliki pH yang sama dengan atau mendekati pH
darah, yaitu 7,4 (Washington et al., 2003). Natrium klorida stabil pada rentang pH 6,7-7,3
(Rowe et al., 2009). Berdasarkan hal tersebut, pH sediaan akhir infus normal salin harus
memenuhi rentang pH ideal untuk menjaga kestabilan zat aktif dalam sediaan sehingga pada
formulasi sediaan infus NaCl 0,9 % dilakukan pembuatan buffer NaOH dan KH2PO4.
Penambahan buffer dilakukan untuk menyangga atau mempertahankan pH infus yang dibuat
agar tetap berada pada pH stabilnya yaitu (6,7 – 7,3) (Kibbe, 2000). Larutan buffer dibuat
pada pH 7,7 karena pada saat dilakukan sterilisasi akhir sediaan kemungkinan dapat terjadi
penurunan pH sebesar 1 satuan sehingga pH sediaan infus diharapkan tetap berada dalam
rentang pH yang dipersyaratkan.

2.5 Perhitungan Bahan


a. Natrium klorida = 0,9% (zat aktif)
Untuk 1 sediaan (500 mL) =

b. Karbon Aktif (adsorbing agent) = 0,05% dari total sediaan


Untuk 1 sediaan (500 mL) =

c. Air untuk injeksi (pelarut)


Untuk 1 sediaan (500 mL) =

d. Larutan NaOH 0,2 M sebanyak 42,8 mL


x x
Massa NaOH =

= 0,9 gram
e. Larutan KH2PO4 0,2 M sebanyak 50 mL
x g x
Massa KH2PO4 =

= 3,4 gram

6
Buffer yang dibuat adalah buffer dengan pH 7,7. Sebanyak 50 mL larutan KH2PO4 0,2 M
ditambahkan dengan NaOH 0,2 M sebanyak 42,8 mL diad sampai 200 mL secara hati-hati
dan diukur pHnya sampai pH 7,7.

III Monografi Bahan dan Material Safety Data Sheet


3.1 Natrium Klorida
a) Organoleptis
Hablur berbentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin
(Depkes RI, 1995).
b) Struktur Kimia dan Berat Molekul:

Gambar 1. Struktur Kimia Natrium Klorida


Berat molekul NaCl: 58,44 gram/mol (Depkes RI, 1995).
c) Ukuran Partikel
Ukuran partikel NaCl 30 µm dalam bentuk serbuk (Rowe et al, 2009).
d) Kelarutan
Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih; larut dalam
gliserin; sukar larut dalam etanol (Depkes RI, 1995).
e) Stabilitas
- Terhadap cahaya
NaCl tidak stabil, sehingga penyimpanan di tempat yang terlindung cahaya
(McEvoy, 2002).
- Terhadap suhu
NaCl tidak stabil dengan pendinginan karena dapat menghilangkan sifat
bakteriostatik NaCl (McEvoy, 2002).
- Terhadap pH
NaCl stabil pada rentang pH 6,7-7,3 (Kibbe, 2000).

7
f) Titik Lebur
Natrium klorida memiliki titik lebur pada suhu 804oC (Rowe et al., 2009).
g) Higroskopisitas
Higroskopik di atas 75% dari kelembapan relatif (Rowe et al., 2009).
h) Inkompatibilitas
Fase air dari cairan natrium klorida bersifat korosif terhadap besi. NaCl juga
bereaksi membentuk endapan dengan garam perak, timbal, dan merkuri. NaCl
merupakan oksidator kuat yang membebaskan klorin dari larutan asam natrium
klorida. Kelarutan pengawet antimikroba metilparaben menurun dalam larutan
natrium klorida dan viskositas gel karbomer dan larutan hidroksietil selulosa atau
hidroksipropil selulosa berkurang dengan penambahan natrium klorida (Rowe et
al., 2009).
i) Penyimpanan
Bahan padat NaCl stabil dan harus disimpan dalam wadah yang tertutup dan di
tempat yang sejuk dan kering (Rowe et al., 2009). Penyimpanan diatur
padaruangan bersuhu 15-300C (59-860F). Hindari dari pembekuan (McEvoy,
2002).
Analisis Farmakologi
Natrium klorida digunakan untuk mengatasi kekurangan ion natrium dan ion
klorida di dalam tubuh. Natrium klorida merupakan sumber utama dari natrium, klorida
dan air ketika terjadi dehidrasi. Larutan natrium klorida 0,9% dengan pelarut air
merupakan larutan yang isoosmotik dan isotonis terhadap serum (darah) dan cairan
mata. Dosis dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kosentrasi mEq, mmol atau massa
(mg) dari natrium klorida yang digunakan. Nilai plasma normal untuk elektrolit ion
natrium dan ion klorida yaitu 142 mmol/L dan 103 mmol/L. Infus Natrium klorida 0,9%
mengandung 150 mmol/L baik untuk ion natrium dan ion klorida. Natrium klorida
dengan jumlah 394 mg setara dengan 17,1 mmol atau 17,1 mEq (Sweetman, 2009).
Natrium klorida diindikasikan untuk kehilangan natrium yang dapat timbul dari
keadaan seperti gastroenteritis, ketoasidosis diabetik, ileus, dan asites. Pada defisit yang
berat dari 4 hingga 8 liter, 2-3 liter natrium klorida isotonik dapat diberikan dalam 2-3
jam. Pada kondisi diare dan muntah yang persisten, kombinasi kehilangan natrium,
kalium, klorida, dan air sangat sering timbul, penggantian dilakukan dengan infus
natrium klorida 0,9% intravena dan infus glukosa intravena 5% dengan jumlah kalium
yang sesuai. Selain itu, kebutuhan natrium juga diperluka pada umumnya neonatus
8
sehat adalah 3 mmol/kg bb/hari. Bayi prematur, terutama yang berusia di bawah 30
hari, dapat memerlukan sampai dengan 6 mmol/kgbb/hari. Hiponatremia dapat terjadi
karena kehilangan natrium dalam jumlah banyak, dilusi dan pembatasan asupan cairan
yang tidak sesuai. Suplementasi natrium kadang dibutuhkan jika kadar natrium dalam
serum berkurang secara nyata (PIONAS, 2017).
3.2 Karbon Aktif
a) Organoleptis
Serbuk, hitam, tidak berbau. Diperoleh dari residu destilasi destruktif berbagai
bahan organik, diolah untuk peningkatan kapasitas adsorbsi zat warna organik dan
basa nitrogen (Depkes RI, 1995)
b) Struktur kimia dan berat molekul
Rumus Kimia : C
Berat molekul : 12,01 gr/mol (Rowe et al, 2009).

Gambar 2. Struktur Fisik Karbon Aktif (Pujiyanto, 2010)

c) Ukuran Partikel dan Luas Permukaan


Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas
500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang
sangat halus berukuran 0,01-0,0000001 mm.Sifat adsorptif karbon aktif
diperlihatkan oleh adanya permukaan (1) makropori dengan diameter > 50 nm, (2)
mesopori diameter 2-50 nm dan mikropori diameter lebih kecil dari 2 nm (Laszlo
et al., 2001).
d) Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air dan etanol (Depkes RI, 1995).
e) Stabilitas
Stabil ditempat yang tertutup dan kedap udara (Depkes RI, 1995).

9
f) Inkompatibilitas
Karbon aktif dapat menurunkan bioavailabilitas dari beberapa obat seperti
loperamid, dan riboflavin. Oksidasi dari hidrokortison ditingkatkan dengan adanya
attapulgite (Kibbe, 2000).
3.3 Aqua pro Injeksi
Menurut FI IV, air steril untuk injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan
dikemas dengan cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan
tambahan lainnya (Depkes RI, 1995).
a) Pemerian
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan hambar (Depkes RI, 1995).
b) Struktur Kimia dan Berat Molekul
Aqua pro injeksi (H2O) dengan berat molekul 18.02 g/mol, memiliki struktur
kimia, yaitu sebagai berikut:

Gambar 3. Struktur Kimia Aqua Pro Injeksi


(Depkes RI, 1995)

c) Kelarutan
Larut dalam pelarut polar.
d) Stabilitas
Stabil dalam semua bentuk fisik (es, air, dan uap) (Rowe et al, 2009).
e) Titik Lebur
0o C (Rowe at al, 2009).
f) Titik Didih
Aqua pro injeksi memiliki titik didih pada suhu 100oC.
g) Inkompatibilitas
Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien
lainnya yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam
adanya air atau kelembaban) dilingkungan dengan peningkatan
suhu. Air dapat bereaksi dengan logam alkali dan cepat dengan alkali logam dan
oksidanya, seperti kalsium oksida dan magnesium oksida.
(Depkes RI, 1995; Rowe et al., 2009)

10
3.4 KH2PO4
a. Nama : Kalium Dihidrogen Fosfat

b. Struktur Kimia : KH2PO4

c. Rumus Empiris :

d. Bobot Molekul : 136,09 (Rowe et al, 2009)

e. Pemerian : Kristal tidak berwarna atau berwarna


putih, tidak berbau (Rowe et al, 2009)

f. Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah


larut dalam etanol (Rowe et al, 2009)

g. Stabilitas dan : Stabil dalam bentuk larutan dan dapat


Kondisi disterilisasi dengan autoklaf. Dalam
Penyimpanan wadah tertutup rapat di tempat sejuk
(Rowe et al, 2009)

h. Fungsi : Buffer pH

i. Inkompatibilitas : Aluminium, magnesium, dan kalsium


yang dapat mengikat fosfat (Rowe et
al, 2009).

IV Formulasi Infus Natrium Klorida 0,9%


4.1 Standar Infus
Spesifikasi sediaan Syarat menurut
No Parameter
yang akan dibuat literatur
Kadar bahan aktif Larutan untuk infus Larutan untuk infus NaCl
1
NaCl 0,9% 0,9% mengandung NaCl

11
mengandung NaCl 0,9% (Niazi, 2004)
0,9%
2 Pemerian
- Warna Bening Bening
- Bau Tidak berbau Tidak berbau
- Rasa Tidak berasa Tidak berasa
- Bentuk Larutan jernih Larutan jernih
(Depkes RI, 1995)
3 Karakteristik lain
- pH 7,2 6,7-7,3 (Kibbe, 2000)
- bahan partikulat Tidak ada partikulat Tidak ada partikulat
dalam infus
(jernih) (jernih) (Depkes RI,
1995)
- kebocoran wadah Tidak ada kebocoran Tidak ada kebocoran
(Depkes RI, 1995)
- Homogenitas Homogen Homogen (Depkes RI,
1995)
- Sterilitas Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan
uji sterilitas ketika uji sterilitas ketika diuji
diuji dengan metode dengan metode inokulasi
inokulasi langsung langsung dari media
dari media kultur kultur (USP 30, 2006)

4.2 Formula Infus yang akan dibuat Skala Laboratorium


Bobot Bobot
Nama Bahan Kegunaan Persentase
1 sediaan 10 sediaan

NaCl Bahan Aktif 0,9 % 4,5 gram 45 gram

Karbon Aktif Absorbing agent 0,05% 0,25 gram 2,5 gram

NaOH Buffer Basa - 0,9 gram 9 gram

KH2PO4 Buffer Asam - 3,4 gram 34 gram

12
Air untuk injeksi
Pelarut Ad 100% Ad 500 ml Ad 5 L
(water for injection)

4.3 Metode Pembuatan

Semua alat yang akan digunakan dilakukan sterilisasi dengan autoklaf


pada suhu 121oC tekanan 15 psi selama 30 menit

Di tara 10 buah botol plastic infus dengan akuades sebanyak 500 ml


dan diberi tanda batas

Diambil 5 L water for injection, NaCl, NaOH, KH2PO4 dan karbon


aktif ditimbang masing-masing 45 gr, 34 gr, 16 gr dan 27,2 gr

NaCl, NaOH dan KH2PO4 dilarutkan dalam water for injection di atas
penangas air, dijaga suhu larutannya tetap 600C lalu diaduk perlahan
hingga larut

Karbon aktif ditambahkan ke dalam campuran lalu diaduk perlahan


dan dipanaskan selama 15 menit dimana suhu dijaga tetap 600C

Larutan disaring dengan kertas saring hingga diperoleh sediaan yang


jernih

Larutan infus yang telah disaring dituangkan ke dalam botol plastik


infus yang telah ditara dan ditutup dengan penutup karet

Sediaan disterilisasi akhir pada autoklaf dengan suhu 1210 C tekanan


15 psi selama menit 30 menit

13
V Uji Evaluasi
Sediaan infus NaCl 0,9% setelah diproduksi dan dikemas, dilakukan tahap evaluasi
baik secara fisik, kimia dan mikrobiologi pada sediaan dengan melakukan uji organoleptis,
uji pH, uji partikulat, uji kejernihan, uji keseragaman bobot dan volume, uji kebocoran, uji
pirogen, dan uji sterilitas

5.1 Uji Organoleptis


Pada pengujian organoleptis, dilakukan pengamatan secara visual terhadap bau, warna
rasa dari sediaan. Uji organoleptis dilakukan dengan cara diambil sediaan infus NaCl
0,9% dan diamati bau, warna dan rasa dari sediaan secara visual. Hasil yang diharapkan
adalah tidak adanya bau, berwarna bening dan tidak berasa dari sediaan yang teramati
secara visual.

5.2 Uji pH
Pengujian pH sediaan, pada tahap awal dilakukan proses kalibrasi terhadap pH meter
sebelum digunakan. Dilakukan pembakuan pH meter dengan cara membilas elektroda
dan sel beberapa kali dengan larutan uji. Dicelupkan elektroda ke larutan uji hingga
terendam, dibaca nilai pH yang dihasilkan dari larutan uji tersebut. Hasil pH sediaan infus
NaCl 0,9% yang diharapkan yaitu 7,2.

5.3 Uji Partikulat


Pengujian partikulat dilakukan dengan cara sebagai berikut kemasan dari larutan infus
harus bebas dari label dan stiker yang melekat, Pegang kemasan pada bagian atas dan
secara hati-hati putar bagian pinggang kemasan dengan gerakan memutar perlahan. Jika
terlalu cepat, gerakan memutar dapat menimbulkan gelembung pada bagian permukaan.
Gelembung ini akan menjadi bias antara partikulat pengotor dengan gelembung. Pegang
kemasan secara horizontal sekitar 4 inci di bawah sumber cahaya, yang berlawanan arah
dengan background hitam putih. Cahaya harus dijauhkan dari inspektor, dan tangan
harus berada di bawah sumber lampu agar tidak terlalu silau. Jika tidak ada partikel yang
terlihat, balik kemasan dan amati ada atau tidaknya partikel berat yang tidak tersuspensi
dengan gerakan memutar. Observasi setidaknya dilakukan selama 5 detik untuk setiap
bagian hitam, dan 5 detik lagi untuk bagian putih. Hasil yang diharapkan yaitu sediaan
untuk infus harus bebas dari partikulat (partikel halus yang ada pada sediaan).

14
5.4 Uji Keseragaman Volume
Uji keseragaman volume dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: dihilangkan etiket
10 wadah, cuci bagian luar wadah dengan air, keringkan, kemudian ditimbang satu
persatu, dalam keadaan terbuka, dikeluakan isi wadah dan dicuci wadah dengan air
kemudian dengan etanol (95%) P, Dikeringkan wadah pada suhu 105°C hingga botol
tetap dan dinginkan, ditimbang satu persatu wadah tersebut. Volume isi wadah tidak
boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera pada daftar berikut, kecuali satu wadah
yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera, Dikeringkan wadah
pada suhu 105°C hingga botol tetap dan dinginkan, ditimbang satu persatu wadah
tersebut. Hasil yang diharapkan yaitu volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih
dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam tabel 2
dibawah ini:
Volume pada etiket Volume Volume pada etiket Volume
Volume pada etiket Volume
tambahan yang dianjurkan tambahan yang dianjurkan
tambahan yang dianjurkan
Cairan encer Cairan kental
0,5 mL 0,10 mL 0,12 mL 0,5 mL 0,10 mL 0,12 mL 0,5 mL 0,10 mL 0,12 mL
1,0 mL 0,10 mL 0,15 mL 1,0 mL 0,10 mL 0,15 mL 1,0 mL 0,10 mL 0,15 mL
2,0 mL 0,15 mL 0,25 mL 2,0 mL 0,15 mL 0,25 mL 2,0 mL 0,15 mL 0,25 mL
5,0 mL 0,30 mL 0,50 mL 5,0 mL 0,30 mL 0,50 mL 5,0 mL 0,30 mL 0,50 mL
10,0 mL 0,50 mL 0,70 mL 10,0 mL 0,50 mL 0,70 mL 10,0 mL 0,50 mL 0,70 mL
20,0 mL 0,60 mL 0,90 mL 20,0 mL 0,60 mL 0,90 mL 20,0 mL 0,60 mL 0,90 mL
30,0 mL 0,80 mL 1,20 mL 30,0 mL 0,80 mL 1,20 mL 30,0 mL 0,80 mL 1,20 mL
50,0 mL atau lebih 2% 3% 50,0 mL atau lebih 2% 3% 50,0 mL atau lebih 2% 3%

5.5 Uji Pirogen


Uji pirogen dilakukan dalam ruang terpisah, yang khusus untuk uji pirogen dan kondisi
lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang
meyebabkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian, apabila
pengujian menggunakan thermistor, masukan kelinci kedalam kotak penyekap, sehingga
kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar, tidak lebih dari 30 menit sebelum
penyuntikan larutan uji, tentukan suhu awal masing-masing kelinci yang merupakan dasar
untuk menentukan kenaikan suhu, dilakukan sterilisasi alat suntik dan alat gelas dengan
cara dipanaskan pada temperature 250 °C selama tidak kurang dari 30 menit. Suntikan
produk yang di uji pada vena setiap kelinci sebanyak 10 mL per kg BB, dilakukan

15
pencatatan temperatur setelah 1, 2, 3 jam penyuntikan. Hasil yang diharapkan dari
pengujian yaitu bila tiap masing-masing kelinci tidak terjadi peningkatan temperature,
sebanyak 0,6°C dan jika hasil penjumlahan kenaikan temperature dari 3 kelinci tidak
lebih dari 1,4 °C maka zat yang diuji memenuhi persyaratan bebas pirogen.

5.6 Uji Sterilitas


Uji sterilitas, dilakukan kultur sediaan infus dalam media. Media yang digunakan dapat
media tioglikolat cair, media tioglikolat alternatif, media soybean, penanaman sediaan
kedalam pembenihan dilakukan di ruangan steril (cawan petri sudah di isi media
pembenihan), Sediaan yang akan diperiksa dikeluarkan dari wadah, ditampung dengan
batang pengaduk steril. Sediaan dioleskan kedalam media, kemudian di inkubasi selama 7
hari pada suhu 25 °C dan dilihat ada pertumbuhan mikroba atau tidak, Hasil yang
diharapkan dari pengujian yaitu jumlah batasan cemaran mikroba yang dipersyaratkan
adalah <1.

5.7 Uji Stabilitas


Uji stabilitas dilakukan setiap batch selang tahun untuk skala yang stabil, dan untuk
produk yang profil stabilitasnya telah diketahui satu batch stiap 3-5 tahun kecuali
perubahan besar dari produk misalnya formula atau proses atau metode manufaktur.Batch
untuk uji stabilitas harus terperinci, no. Batch, tanggal manufaktur, ukuran batch,
kemasan dan sebagainya. Sampel terpilih dimasukkan ke dalam climatic chamber.
Pengujian dilakukan pada suhu terkontrol (400C + 20C ) dengan kelembaban 75% + 5%
Pengujian dilakukan pada bulan ke-0, 1, 2, 3, dan 6.
(Depkes RI, 2014).
VI Penunjang Penelitian dan Pengujian Laboratorium
6.1 Spesifikasi Ruangan Laboratorium Research and Development
Departemen Research and Development (R&D) berperan antara lain dalam
pengembangan produk baru, pengatasan masalah produksi, proyek penelitian khusus,
penentuan spesifikasi bahan baku untuk manufacturing, penyusunan metode analisa,
penentuan shelf-life product, dan penunjang data untuk penyusunan formula, data
stabilitas, dan kemasan.
Ruangan laboratorium research and development menggunakan grade kelas C dengan
spesifikasi sebagai berikut.
a. Dinding : Beton padat dengan permukaan dilapisi cat epoksi

16
b. Lantai : Lembaran vinil
c. Langit-langit : beton yang dicat dengan bahan epoksi
d. Sistem HVAC : Sistem terpusat dengan filter pada masing-masing ruangan. Filter
yang digunakan berupa medium filter.
e. Aliran udara : Penanganan udara khusus untuk mengondisikan suhu 16-25°C.
Pertukaran udara yang dilakukan minimal 20 kali per jam.
(BPOM RI, 2012)

6.2 Spesifikasi Alat-alat Laboratorium


Proses Alat Spesifikasi

Penimbangan 1. Timbangan digital 1. Material : Plastic,


a. ett er T ed ™ NewC assic E die-cast
Analytical Balances 300229075 aluminium,
stainless steel
Waktu stabilisasi :
2 detik
Kapasitas : 220 gr
Pembacaan : 0,1
mg

2. Material : ABS
Plastic, die-cast
b. ett er T ed ™ NewC assic E
aluminium,
Precision Balances 30029120
stainless steel
Waktu stabilisasi :
1 detik
Kapasitas : 3200 gr
Pembacaan : 0,01
gr

Mixing 1. Gelas Beaker 1. Bahan Kaca tahan


Beaker glass SE1201 panas, Kapasitas

17
10000 mL

2. Magnetic Stirer
2. Bahan : keramik
Ukuran 18 cm

3. Material : keramik
3. Hot Plate
Kecepatan
Ther Scientifc™ Ci arec+™ Stirring
pengadukan : 50-
Hotplates SP88857100PR
1500 rpm
Suhu maksimal :
540°C

4. pH meter 4. Range pengukuran


ett er T ed ™ FiveEasy™ F pH V pH : 0 – 14
Meters 30266626 Akurasi : ±0,01
(pH), ±1mV (mV)

18
5. Temperatur 0-
100°C
Bahan : Kaca

5. Thermometer

Filtrasi 1. Kertas saring 1. Kertas saring


Whatman Grade
GF/D (ukuran pori
2.7 µ m)
Diameter : 1,5 cm;
Panjang : 10 cm
2. Corong Gelas
PYREX™ Funne s with ° Ang e B w s and
100mm Stems

Sterilisasi 1. Autoklaf Ukuran: 51 cm x 53


Fisher Scientifc™ Steri E ite™ Tab et p cm x 104 cm
Autoclaves Ukuran Chamber: 30

19
cm x 71 cm
Rentang tekanan: 3-30
psi
Tekanan maksimum:
38 psi
Waktu sterilisasi: 1-
250 menit
Rentang suhu: 5-1370C
Kapasitas : 50L

6.3 Spesifikasi Personil


Frekuensi
APD Bahan Rancangan Penggantian

Pakaian 100% synthetic continous Terdiri dari satu paket pakaian, setiap memasuki
Kerja filament polyester yang coverall suit bersatu dengan wilayah ruang
tidak melepas serat atau tutup kepala, cukup longgar kerja.
bahan partikulat lalu agar mengungari abrasi internal
dirancang hingga dan pengumpulan tekanan.
merupakan saringan yang Bagian bawah celana
dapat menahan pertikulat dimasukkan ke dalam sepatu
dan partikel yang dilepas serta ujung lengan panjang
oleh tubuh. Pada pakaian dimasukkan ke dalam sarung
dilengkapi pula dengan tangan.
jenis antistatis yang dapat
ditembus udara (air
permeable)

20
Pelindung Safety Google, Spalsh
Mata Proof lensa polikarbonat
dengan bingkai dari vinil
agar nyaman dipakai dan
menambah sirkulasi udara
untuk mencegah
pengembunan, tahan
goers dan tidak
menyebabkan
pengembunan, memenuhi
persyaratan EN 166:2001.

Pelindung Bagian luar: polymeric net Bentuk persegi panjang dengan Sekali pakai,
Hidung, pengikat berupa loop (earloop : buang sesudah
Media saringan: melt
Mulut dikaitkan pada kuping, digunakan tiap
blown polypropylene
dan Dagu headloop : mengait kepala, hari.
Bagian dalam: leher atau 4 ikatan : ditalikan
thermalbond polypopylen

21
Pengikat: polyurethane
earloop

Bagian hidung: PVC


coated wire

Gloves Karet (latex), vinyl, nitril, Bagian ujung dari lengan baju Tiap masuk
neopren, atau PVC yang dapat dimasukkan ke dalam kembali ke
bebas dari bubuk, sarung tangan, dapat digunakan dalam ruang
nonalergenis, tahan dengan “ha f finger g ve kerja setelah
robek dan pecah, dapat iners” yang dibuat dari keluar untuk
digunakan kembali. continuous-filament knitted keperluan ke
polyester untuk menyerap toilet, istirahat
kelembaban dari tangan pada makan atau
pemakaian sarung tangan yang keperluan lain.
berlama-lama. Sarung tangan Secara berkala
menutupi pergelangan tangan didisinfeksi
dan lengan depan (forearm dengan
penyemprotan
area).
etanol 70%.

Sepatu Sepatu boot setinggi lutut (knee


length overboot)

22
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Kibbe, A. H. 2000. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, Third Edition. London:
Pharmaceutical Press (PhP).
Kohli. 1998. Drug Manual Formulation. New Delhi: Eastern Publisher
Lachman, L., H. A Liebermann, J. L Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Niazi, S.K. 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Sterile
Products Second Edition. Volume 6. Boka Raton: CRC Press.
U.S. Pharmacopeia. 2007. The United States Pharmacopeia. USP 30/NF 25 The National
Formulary. Rockville, MD: U.SPharmacopeial Convention Inc.
Pusat Informasi Obat Nasional (PIONAS). 2017. Natrium Intravena. Available at
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-9-gizi-dan-darah/92-cairan-dan-elektrolit/921-
gangguan-keseimbangan-cairan-dan-elektrolit-2. Cited on 1 Mei 2017.
Rowe, R. C., P.J. Sheskey, dan M.E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients
Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. United Kingdom:
Pharmaceutical Press.

23

Anda mungkin juga menyukai