OLEH :
Tgl. 05-6-15
Nama Kota √
Tanggal resep √
Inscriptio Nama obat √
Kekuatan/potensi obat √
Jumlah obat √
Informasi lain √
Penutup Paraf √
Tanda tangan √
Identitas pasien Nama √
Alamat √
Umur √
Jenis kelamin √
Berat badan √
Pada tabel persyaratan di atas dapat diketahui bahwa kurangnya data pada
identitas dokter yaitu nama dokter, SIP, alamat praktek, nomor telepon tidak
tercantum. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, diketahui bahwa
identitas dokter penulis resep tidak lengkap. Menurut Permenkes RI No
512/MENKES/PER/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran, penulisan SIP dokter diperlukan untuk menunjukkan bahwa dokter
penulis resep secara tertulis terbukti telah memenuhi persyaratan untuk
menjalankan praktik kedokteran. Nomor telepon diperlukan guna mempermudah
dalam menghubungi dokter penulis resep apabila terdapat permasalahan terkait
resep serta meminta persetujuan dari dokter penulis resep terkait pertimbangan
apoteker dalam mengatasi permasalahan tersebut (Rahmawati dan Oetari, 2002).
Waktu minum obat dari masing-masing obat tidak terdapat pada resep. Waktu
minum obat berkaitan pemberian obat pada pagi, siang atau malam hari dan
diberikan sebelum makan, bersamaan dengan makanan atau setelah makan. Waktu
minum obat terikai dengan interaksi obat tersebut guna mengoptimalkan
efektivitas obat yang digunakan.
Berdasarkan pemeriksaan persyaratan administrasi, resep di atas sah dan
dapat dilanjutkan untuk melakukan skrining farmasetika dan skrining klinis.
Namun pada resep tidak mencantumkan informasi dan identitas dari dokter
penulis resep. Informasi ini dapat ditanyakan kepada pasien sehingga jika terjadi
keraguan dan permasalahan pada resep dapat dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep.
Dari hasil percakapan di atas yang dilakukan dengan pasien, dapat diketahui
bahwa pasien mengalami demam sejak 3 hari, batuk berdahak, dan pilek serta
nyeri kepala. Selain itu, pasien juga merasa lemas dan tidak mengalami alergi
pada antibiotik. Berdasarkan hasil komunikasi langsung kepada pasien melalui
three prime question, maka diketahui pasien datang ke dokter dengan keluhan
sebagai berikut:
Demam sejak 3 hari yang lalu
Batuk sejak 1 hari yang lalu
Pilek sejak 3 hari yang lalu
Pasien mengeluh lemas
b. Objektif
Setelah melakukan penilaian secara subjektif, maka langkah selanjutnya
adalah menilai pasien secara objektif. Namun pada kasus di atas tidak terdapat
data hasil pemeriksaan laboratorium sehingga apoteker hanya dapat menilai dari
data subjektif saja.
c. Assesment
Tahap selanjutnya adalah assesment. Pada tahap assesment, Apoteker dapat
melakukan penilaian kondisi klinis yang dialami pasien (anamnese) yang
disesuaikan dengan algoritma terapi, dianalisis denga metode 4T1W dan
identifikasi drug related problem untuk menganalisa penggunaan obat yang
rasional untuk kondisi pasien tersebut.
- Penilaian Pengobatan yang Rasional
1. Tepat Indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter.
Indikasi yang digunakan adalah indikasi yang sesuai dengan kategori
farmakologi dari masing-masing obat.
Penilaian kesesuaian kondisi klinis yang dialami pasien (anamnese) dan obat
yang diresepkan dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.
Table 5. Hasil Anamnese Kefarmasian Apoteker
Jenis Obat Indikasi / Use yang Analisa Subjektif Anamnese
DimungkinkanTerkait dan Objektif Kefarmasian
Kasus Sementara
Yusimox digunakan dalam terapi Subjektif : Yusimox (antibiotik)
otitis media, sinusitis, dan diduga digunakan
infeksi yang disebabkan Pasien mengalami untuk mengatasi
oleh bakteri gram positif demam, batuk dan infeksi yang ditandai
atau gram negatif pada pilek dengan adanya demam
saluran pernapasan atas
dan bawah, kulit, serta
saluran kemih (Lacy et Objektif :
al., 2011)
-
Objektif :
-
Poncosolvon Agen mukolitik Subjektif : Poncosolvon diduga
(Lacy et al., 2011) digunakan untuk
Pasien mengalami meringankan batuk
batuk berdahak berdahak yang dialami
(dahak encer) pasien
sejak 1 hari yang
lalu
Objektif :
-
Objektif :
-
2. Tepat Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang
memiliki efek terapi sesuai dengan jenis penyakit (KemenKes RI, 2011).
Berdasarkan penilaian dari data subjektif yang ada, maka diduga anamnese
sementara diduga pasien mengalami ISPA. Manajemen ISPA (Infeksi Saluran
Napas Akut) dimulai dari 3 tanda yang paling umum muncul pada pasien, yaitu
batuk, radang tenggorokan dan hidung tersumbat (PAC, 2006).
4. Tepat pasien
Obat yang diresepkan mempertimbangkan kondisi individu yang
bersangkutan dan tidak kontraindikasi dengan kondisi pasien yang menerima
resep dan sebaiknya menimbulkan efek samping yang paling minimal. Pada resep,
bentuk sediaan yang diberikan kepada pasien adalah dalam bentuk kaplet, tablet,
dan kapsul. Pasien tidak mengeluhkan sakit saat menelan sehingga sediaan yang
diberikan tidak menimbulkan permasahalan pada penggunaannya.
d. Plan
Berdasarkan anamnese kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker, diduga
pasien mengalami ISPA. Apoteker merencanakan memberikan terapi obat pada
pasien dimana telah dikonfirmasi kepada dokter penulis resep dan kepada pasien,
maka rencana terapi untuk resep ini adalah:
1. Care Plan
Pasien direkomendasikan untuk melakukan terapi non-farmakologi dan
farmakologi untuk mempercepat terapi.
a. Terapi non farmakologi
Meningkatkan jumlah air yang dikonsumsi
Menjaga kelembaban udara disekitarnya
Istirahat cukup tidur selama 8 jam
Menggunakan masker
Menjaga kebersihan lingkungan
(Simasek and Blandino, 2007; PAC, 2006)
b. Terapi farmakologi
- Calortusin: diminum setiap 8 jam sekali untuk menurunkan suhu
tubuh, meringankan batuk yang disertai dahak dan pilek
- Poncosolvon: diminum setiap 8 jam sekali untuk membantu
mengeluarkan dahak
- Etabion: diminum setiap setiap 12 jam sekali untuk mengatasi rasa
lemas akibat kekurangan vitamin dan mineral.
VI. COMPOUNDING AND DISPENSING
1. Compounding
a. Penyiapan obat
Resep yang telah melewati proses skrining administratif, skrining farmasetik
dan skrining klinis serta ketersediaan stok obat yang diminta di apotek,
selanjutnya obat-obat dalam resep disiapkan. Obat diambil sejumlah yang
diresepkan. Sediaan yang akan diserahkan ke pasien masing-masing dimasukkan
ke dalam klip obat, diberikan label sesuai etiket yang telah dibuat (etiket putih
untuk sediaan oral). Pada etiket diberikan keterangan yang meliputi nomor resep,
tanggal, nama pasien, frekuensi penggunaan obat dan waktu pemakaian obat.
b. Pelabelan
Calortusin
Apotek Bali Farma
Jl. Dewi Sri No.2 Denpasar
Denpasar-Bali
Telp: (0361) 720623
Poncosolon
Apotek Bali Farma
Jl. Dewi Sri No.2 Denpasar
Denpasar-Bali
Telp: (0361) 720623
Poncosolon
Indikasi : meringankan batuk yang disertai dahak
Cara penggunaan : diminum dengan air putih, setiap 8 jam sesudah
makan.
- Penyimpanan : obat disimpan pada tempat kering dan terhindar dari
matahari.
- ADR : sakit kepala, pusing, berkeringat dan ruam kulit
Etabion
Indikasi : defisiensi vitamin dan mineral seperti anemia dan
membantu pembentukan darah.
Cara penggunaan : diminum dengan air putih, setiap 12 jam, sesudah
makan.
- Penyimpanan : obat disimpan pada tempat kering dan terhindar dari
matahari.
- ADR : konstipasi, diare, mual, muntah.
Informasi tambahan:
Apabila dalam 3 hari pasien tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan
dari gejala yang dialami, maka dianjurkan untuk menghubungi dokter.
b) Terapi Nonfarmakologi
a. Ketika keluar rumah disarankan menggunakan masker dan hindari kontak
dengan debu.
b. Menjaga pola makan yang sehat.
c. Perbanyak konsumsi air putih
d. Menjaga kelembaban udara sekitar
e. Istirahat yang cukup selama 8 jam
f. Menjaga kebersihan lingkungan
VI. MONITORING
Monitoring terhadap pasien bertujuan untuk memantau efektifitas terapi
yang disarankan dan efek samping yang mungkin muncul (Adverse Drug
Reaction). Monitoring danevaluasiperludilakukan untuk melihat dan
meningkatkan keberhasilan terapi. Pelaksanakan kegiatan ini memerlukan
pencatatan data pengobatan pasien (medication record) (Lampiran 1). Monitoring
akan memban tuuntuk melakukan penanganan lebih lanjut kepada pasien dan
meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
7.1 Efektivitas Terapi
Monitoring efektivitas terapi dapat dilakukan dengan melihat kondisi dari
gejala penyakit pasien apakah sudah membaik, ataukah dengan menanyakan
masih atau tidaknya demam, batuk, pilek, nyeri saat menelan dan lemas yang
dialami oleh pasien.
7.2 Efek sampig Obat
Monitoring efek samping terapi dapat dilakukan dengan menanyakan ada
atau tidaknya gejala-gejala yang membuat tidak nyaman yang timbul setelah
mengkonsumsi obat Calortusin, Pancosolon, dan Etabion seperti gangguan saluran
cerna, mual, muntah, sakit kepala, pusing dan gelisah.
DAFTAR PUSTAKA
BNF. 2009. British National Formularium 57th Edition. London: BMJ Grup dan
RPS Publishing.
Lacy, C.F., Armstrong, L.L, Goldman, M.P. and Lance, L.L.. 2011. Drug
Information Handbook, 20th Edition. USA: Lexi-comp.