Anda di halaman 1dari 26

UJIAN COMPOUNDING AND DISPENSING

OLEH :

I Nyoman Gde Waisnawa (1508515015)

PROGRAM PROFESI APOTEKER


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
1. RESEP
Seorang pasien perempuan datang ke dokter dengan keluhan pilek, hidung
tersumbat dan terdapat lendir mukosa (+), pusing (+), nyeri kepala (+), lesu (+),
mudah lemas (+), batuk berdahak (+). Pasien merasa sulit untuk bernafas pada
saat malam hari menjelang tidur karena keluhan hidung tersumbat. Keluhan sudah
dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengeluh demam naik turun, kemarin
38C. Keluhan lain tidak ada, riwayat penyakit tidak ada, riwayat pengobatan
tidak ada, riwayat alergi obat tidak ada, data lab tidak ada.
II. HASIL PEMBACAAN RESEP

Tgl. 05-6-15

R/ Yusimox tab No. X


S 3 dd I

R/ Calortusin tab No.X


S 3 dd I

R/ Poncosolvon tab No. X


S 3 dd I

R/ Etabion tab No. X


S 1 dd I

Pro : Nym. Sudiasa


Umur : 32 th, BB = 65 kg
Alamat: Denpasar

Obat tidak boleh diganti tanpa sepengetahuan Dokter

III. SKRINING RESEP


3.1 Skrining Administratif
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dinyatakan bahwa
skrining resep untuk persyaratan administratif yang dilakukan oleh apoteker
meliputi:
- Nama pasien
- Umur pasien
- Jenis kelamin pasien
- Berat badan pasien
- Nama dokter
- Nomor Sura Ijin Praktik (SIP) dokter
- Alamat praktek dokter
- Nomor telepon dokter
- Paraf dokter
- Tanggal penulisan resep
(PerMenKes RI, 2014)
Hasil skrining persyaratan administratif pada resep yang diterima dapat
dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Hasil Skrining Administratif
Tidak
Kelengkapan Resep Ada
Ada
Identitas Dokter Nama √
SIP √
Alamat praktik √
Nomor telepon √
Superscriptio Simbol R/ √

Nama Kota √

Tanggal resep √
Inscriptio Nama obat √

Kekuatan/potensi obat √

Jumlah obat √

Subscriptio Bentuk sediaan obat (BSO) √


Signatura Frekuensi pemberian √

Jumlah pemberian obat √

Waktu minum obat √

Informasi lain √
Penutup Paraf √

Tanda tangan √
Identitas pasien Nama √

Alamat √

Umur √

Jenis kelamin √

Berat badan √

Pada tabel persyaratan di atas dapat diketahui bahwa kurangnya data pada
identitas dokter yaitu nama dokter, SIP, alamat praktek, nomor telepon tidak
tercantum. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, diketahui bahwa
identitas dokter penulis resep tidak lengkap. Menurut Permenkes RI No
512/MENKES/PER/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran, penulisan SIP dokter diperlukan untuk menunjukkan bahwa dokter
penulis resep secara tertulis terbukti telah memenuhi persyaratan untuk
menjalankan praktik kedokteran. Nomor telepon diperlukan guna mempermudah
dalam menghubungi dokter penulis resep apabila terdapat permasalahan terkait
resep serta meminta persetujuan dari dokter penulis resep terkait pertimbangan
apoteker dalam mengatasi permasalahan tersebut (Rahmawati dan Oetari, 2002).
Waktu minum obat dari masing-masing obat tidak terdapat pada resep. Waktu
minum obat berkaitan pemberian obat pada pagi, siang atau malam hari dan
diberikan sebelum makan, bersamaan dengan makanan atau setelah makan. Waktu
minum obat terikai dengan interaksi obat tersebut guna mengoptimalkan
efektivitas obat yang digunakan.
Berdasarkan pemeriksaan persyaratan administrasi, resep di atas sah dan
dapat dilanjutkan untuk melakukan skrining farmasetika dan skrining klinis.
Namun pada resep tidak mencantumkan informasi dan identitas dari dokter
penulis resep. Informasi ini dapat ditanyakan kepada pasien sehingga jika terjadi
keraguan dan permasalahan pada resep dapat dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep.

3.2 Skrining Farmasetis


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dinyatakan bahwa
skrining resep untuk persyaratan farmasetis yang dilakukan oleh apoteker meliputi
bentuk dan kekuatan sediaan; stabilitas dan kompatibilitas (ketercampuran obat)
(PerMenKes RI, 2014).
Hasil skrining farmasetis pada resep dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Hasil Skrining Farmasetis
Kriteria Yusimox Calortusin Poncosolvon Etabion
Bentuk sediaan Kaplet Tablet Tablet Kapsul
Potensi/ Amoksisilin Fenilpropanola Bromheksin Ferro glukonat
kekuatan 500 mg mina 15 mg, HCl 8 mg 250 mg, vitamin
dekstrometorfa C 50 mg, asam
n HBr 15 mg, folat 1 mg,
klorfeniramina vitamin B12 7,5
maleat 2 mg, mcg, Cu-sulfat
acetaminophen 0,2 mg, Mn-
500 mg sulfat 0,2 mg
Stabilitas suhu suhu 15-30oC suhu 15-30 C suhu 15-30oC
o

ruangan dan tempat dan tempat dan tempat yang


(25-30oC) yang kering yang kering kering
dan tempat
yang kering
Kompaktibilitas - - - -
a. Bentuk sediaan
Bentuk sediaan obat dalam resep, pada Yusimox tercantum bentuk tablet,
sedangkan yang tersedia di pasaran dalam bentuk kaplet.
b. Potensi
Potensi untuk sediaan Yusimox, Calortusin, Poncosolvon, dan Etabion tidak
tercantum. Potensi sediaan dapat disesuaikan dengan potensi sediaan yang
beredar dari nama brand yang disebutkan.
c. Stabilitas
Sediaan pada resep berbentuk sediaan jadi tunggal, tidak mengalami
perubahan bentuk atau kemasan karena peracikan.
d. Kompaktibilitas
Dalam resep tidak terdapat kegiatan pencampuran dari masing-masing
sediaan dan diserahkan dalam bentuk sediaan sehingga masing-masing
sediaan pada resep tidak terdapat masalah inkompaktibilitas.

3.3 Skrining Klinis


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dinyatakan bahwa
skrining resep untuk pertimbanganklinis yang dilakukan oleh apoteker meliputi:

- Ketepatan indikasi dan dosis obat;


- Aturan, cara dan lama penggunaan obat;
- Duplikasi dan/atau polifarmasi;
- Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi
klinik);
- Kontra indikasi; dan
- Interaksi
(PerMenKes RI, 2014).
Hasil skrining klinis pada resep dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Skrining Klinis
Nama Obat Indikasi Efek samping Kontra Indikasi Interaksi
(Komposisi)
Yusimox Antibiotik untuk Mual, muntah, Hipersensitivitas -
(Amoksisilin infeksi saluran ruam, diare terhadap
500 mg) pernapasan kronik, (Lacy et al., amoksisilin,
penisilin, dan
infeksi saluran 2011))
golongan beta
cerna, Infeksi laktam lainnya
saluran kemih atau komponen
(Mycek, et al., apapun pada
2001). formulasinya
Calortusin Dekongestan, Hipertensi, sakit Penderita -
(Fenilpropanol antitusif, kepala, hipertensi,
amina 15 mg, antihistamin, dan gangguan hipertiroidisme,
dekstrometorfa thrombosis
antipiretik (Lacy gastrointestinal,
n HBr 15 mg, koroner,
klorfeniramina et al., 2011). pusing, gelisah. penderita dengan
maleat 2 mg, (Lacy et al., gangguan
acetaminophen 2011) jantung dan
500 mg) gondok
Poncosolvon Sebagai mukolitik Gangguan Hipersensitivitas -
(Bromheksin untuk pengobatan gastrointestinal, terhadap
HCl 8 mg) gangguan sakit kepala, bromheksin
pernapasan yang pusing,
berhubungan berkeringat dan
dengan batuk ruam kulit
produktif (Sweetman,
(Sweetman, 2009). 2009).
Etabion Defisiensi vitamin Konstipasi, - -
Ferro glukonat dan mineral diare, mual,
250 mg, seperti anemia dan muntah (IAI,
vitamin C 50
membantu 2010).
mg, asam folat
1 mg, vitamin pembentukan
B12 7,5 mcg, darah (IAI, 2010).
Cu-sulfat 0,2
mg, Mn-sulfat
0,2 mg

Dalam pertimbangan klinis, perlu diperhatikan kesesuaian dosis, jumlah dan


durasi pemberian obat. Hasil perbandingan dosis pustaka dan dosis resep dapat
dilihat pada tabel 4.di bawah ini.
Tabel 4. Perbandingan Dosis Pustaka dan Dosis Resep
No. Nama obat Dosis Lazim Dosis Maksimum Ket.
Resep Pustaka Resep Pustaka
1. Yusimox 0,5 0,25 – 0,5 g sekali 1,5 4,5 gram Sesuai
(Amoksisilin gram 0,75 – 1,5 g gram sehari
500 mg) sekali sehari sehari (Anderson et.
1,5 (Anderson et. al, al, 2002)
gram 2002)
sehari
2. Calortusin 1 Dekstrometorfan 3 Dekstrometo Sesuai
(Fenilpropanola tablet HBr: 10 – 30 mg tablet rfan HBr:
mina 15 mg, sekali setiap 6 – 8 jam. sehari 120 mg/hari.
dekstrometorfan 3 Klorfeniramina Klorfenirami
HBr 15 mg, tablet Maleat: 4 mg – 12 na maleat: 24
klorfeniramina sehari mg/hari mg/hari.
maleat 2 mg, Acetaminophen: Acetaminoph
acetaminophen 325 – 1000 mg en: 4
500 mg) setiap 6 jam. gram/hari.
(Anderson et. al, (Anderson et.
2002). al, 2002).
Fenilpropanolami Fenilpropano
na 25 mg setiap 3 lamina: 150
- 4 jam. mg/hari.
3. Poncosolvon 8 mg 8 – 16 mg sekali 24 mg 48 mg/hari Sesuai
(Bromheksin sekali 24 – 48 mg sehari sehari (Sweetman,
HCl 8 mg) 24 mg (Sweetman, 2009) 2009)
sehari
4. Etabion 1 1 kapsul sehari 2 - Tidak
Ferro glukonat kapsul (IAI, 2010) kapsul sesuai
250 mg, vitamin sekali sehari
C 50 mg, asam 2
folat 1 mg, kapsul
vitamin B12 7,5 sehari
mcg, Cu-sulfat
0,2 mg, Mn-
sulfat 0,2 mg

KESIMPULAN HASIL SKRINING RESEP:


Berdasarkan skrining yang telah dilakukan pada skrining administratif,
skrining farmasetis dan skrining klinis, resep di atas masih belum lengkap
sehingga untuk memastikan keabsahan dan kelengkapan resep maka perlu
dilakukan komunikasi dengan pasien/pembawa resep dan dokter penulis resep.
Penelusuran identitas pasien dapat dilakukan dengan komunikasi langsung dengan
pasien atau pembawa resep. Untuk melakukan komunikasi dengan dokter penulis
resep, perlu digali informasi terlebih dahulu dari pasien/pembawa resep karena
identitas dokter penulis resep tidak lengkap.
Untuk menggali informasi yang tidak ada pada resep serta untuk mencegah
medication error, maka apoteker melakukan penggalian informasi dari pasien.
Apoteker : “Selamat siang bapak. Perkenalkan saya Nyoman Gde
apoteker di apotek ini. Dengan bapak siapa dan ada yang bisa
saya bantu?”
Nym. Sudiasa : “Selamat siang pak, saya Nym. Sudiasa, saya ingin menebus
resep ini.”
Apoteker : “Baik pak, mohon tunggu sebentar.”
(Apoteker kemudian mengecek stok obat yang tercantum dalam resep dan
memastikan bahwa obat yang diresepkan bagi pasien tersedia di Apotek)
Apoteker : “Mohon maaf bapak, jika boleh tahu bapak tadi pergi ke dokter
siapa?
Nym. Sudiasa : “Tadi saya pergi ke dokter umum dr. xxx.”
Apoteker : “Bapak ada alamat dan nomor telepon bapak yang dapat kami
hubungi?”
Nym. Sudiasa : “Saya tinggal di Jalan Sudirman, Denpasar. Nomor telepon
saya 085737315416”.
Apoteker : “Apakah bapak memiliki asuransi untuk menanggung biaya
kesehatan bapak?”
Nym. Sudiasa : “Tidak ada pak.”
Dalam kasus ini Apoteker sudah memiliki data administratif dari identitas
dokter penulis resep karena diumpamakan resep dari dokter umum dr. xxx, dan
resep dari dokter tersebut sudah sering diterima di apotek. Setelah mengumpulkan
seluruh informasi yang kurang, maka resep diatas dapat dilayani.

IV. MONOGRAFI OBAT


1. Yusimox
- Komposisi : tiap kaplet mengandung amoksisilin 500 mg; 125
mg/mL pada sirup
- Bentuk sediaan : kaplet dan sirup
- Indikasi : digunakan dalam terapi otitis media, sinusitis, dan
infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif atau
gram negatif pada saluran pernapasan atas dan bawah,
kulit, serta saluran kemih
- Dosis : oral 250-500 mg setiap 8 jam sekali
- Cara pemberian : dapat diberikan sesudah makan
- Penyimpanan : simpan pada suhu kamar dan tidak terpapar oleh sinar
matahari langsung
- Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap amoksisilin, penisilin, dan
golongan beta laktam lainnya atau komponen apapun
pada formulasinya
- Efek samping : eritema, gatal pada kulit, gangguan GI tract (diare,
mual, muntah)
(IAI, 2010; Lacy et al., 2011)
2. Calortusin
- Komposisi : sirup yang mengandung (fenilpropanolamina-HCl
3,75 mg; dexstrometorfan-HBr 5mg; klorfeniramina
maleat 0,5 mg; asetaminofen 120 mg; alkohol 0,5 mL)
atau tablet yang mengandung (fenilpropanolamina-
HCl 15 mg; dexstrometorfan-HBr 15mg;
klorfeniramina maleat 2 mg; asetaminofen 500 mg)
- Bentuk sediaan : sirup dan tablet
- Indikasi : dekongestan, antitusif, antihistamin, dan antipiretik
- Dosis : fenilpropanolamin-HCl (25-30 mg); dekstrometorfan-
HBr (30 mg 6-8 jam tidak lebih dari 120 mg per hari);
klorfeniramina maleat (4 mg 4-6 jam tidak lebih dari
24 mg per hari); asetaminofen (325-650 mg setiap 4-6
jam/ 1000 mg 3-4 kali perhari, tidak lebih dari 4 gram
per hari)
- Cara pemberian : dapat diberikan sebelum atau sesudah makanan.
- Penyimpanan : simpan pada suhu kamar dan tidak terpapar oleh sinar
matahari langsung
- Kontraindikasi : penderita hipertensi, hipertiroidisme, thrombosis
koroner, penderita dengan gangguan jantung dan
gondok
- Efek samping : Hipertensi, sakit kepala, gangguan gastrointestinal,
pusing, gelisah.
(IAI, 2010; Lacy et al., 2011)
3. Poncosolvon
- Komposisi : tiap tablet mengandung bromheksin HCl 8 mg; pada
sirup mengandung bromheksin HCl 4mg/5ml
- Bentuk sediaan : tablet dan sirup
- Indikasi : agen mukolitik
- Dosis : 8-16 mg tiga kali sehari
- Cara pemberian : dapat diberikan sesudah makan
- Penyimpanan : simpan pada suhu kamar dan tidak terpapar oleh sinar
matahari langsung
- Kontraindikasi : -
- Efek samping : -
(IAI, 2010; Lacy et al., 2011)
4. Etabion
- Komposisi : tablet mengandung fero glukonat (250 mg); vitamin C
(50 mg); asam folat (1 mg); vitamin B12 (7,5 mcg);
Cu-sulfat (0,2 mg); Mn sulfat (0,2 mg)
- Bentuk sediaan : tablet
- Indikasi : kekurangan vitamin dan mineral, seperti anemia dan
membantu pembentukan darah
- Dosis : 1 tablet sehari
- Cara pemberian : diminum sesudah makan
- Penyimpanan : simpan pada suhu kamar dan tidak terpapar oleh sinar
matahari langsung
- Kontraindikasi : -
- Efek samping : konstipasi, diare, mual, muntah
(IAI, 2010; Lacy et al., 2011)

V. PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL


Penggunaan obat yang rasional adalah bila pasien menerima obat yang
sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga
yang paling murah untuk pasien dan masyarakat (WHO, 1985). Penilaian untuk
penggunaan obat yang rasional dapat dinilai dengan metode SOAP.
a. Subjektif
Three prime question dapat ditanyakan kepada pasien untuk memperoleh
informasi tambahan yang dibutuhkan guna memperkuat anamnese kefarmasian.
Berikut adalah percakapan antara Apoteker dengan pasien:
Apoteker : “Maaf bapak, saya ingin bertanya, apa yang bapak rasakan
sehingga bapak tadi memutuskan untuk pergi ke dokter?”
Pembawa resep : “Saya pergi ke dokter karena saya merasakan demam naik
turun sejak 3 hari yang lalu pak. Hidung saya juga tersumbat
karena pilek, lalu kepala saya nyeri rasanya. Saya juga sulit
untuk bernafas”
Apoteker : “Apakah bapak mengalami batuk disertai dahak pak?”
Pembawa resep : “Ya pak dahaknya sangat mengganggu saya.”
Apoteker : “Jika menelan apakah rasanya susah pak?”
Pembawa resep : “Tidak pak tenggorokan saya baik-baik saja.”
Apoteker : “Oh begitu, tadi dari dokter bapak dikasi obat apa saja pak?”
Pembawa resep : “Tadi Dokter bilang saya dikasi obat untuk menyembuhkan
panas dan batuk pilek saya. Saya juga diberikan suplemen
agar saya tidak merasa lemas.”
Apoteker : “Kemudian cara menggunakan obatnya seperti apa pak, bisa
bapak ceritakan?”
Pembawa resep : “Obat panas, batuk sama pileknya tadi disuruh minum 3 kali
sehari. Terus dikasi antibiotik dan harus minum sampai habis.
Kalau vitaminnya cukup minum 1 kali sehari kata
dokternya.”
Apoteker : “Apakah pada saat di berobat ke Dokter ada dilakukan
pemeriksaan laboratorium?
Pembawa resep : “Tidak ada pak.”
Apoteker : “Bapak apakah ada alergi obat sebelumnya? Misalnya kalau
habis minum antibiotik pernah timbul gatal-gatal?”
Pembawa resep : “Tidak ada pak.”
Apoteker :“Apa yang dikatakan Dokter setelah adik meminum obat ini?”
Pembawa resep : “Dokter bilang setelah minum obat ini panas, batuk, pilek dan
nyeri kepala saya akan sembuh.”

Dari hasil percakapan di atas yang dilakukan dengan pasien, dapat diketahui
bahwa pasien mengalami demam sejak 3 hari, batuk berdahak, dan pilek serta
nyeri kepala. Selain itu, pasien juga merasa lemas dan tidak mengalami alergi
pada antibiotik. Berdasarkan hasil komunikasi langsung kepada pasien melalui
three prime question, maka diketahui pasien datang ke dokter dengan keluhan
sebagai berikut:
 Demam sejak 3 hari yang lalu
 Batuk sejak 1 hari yang lalu
 Pilek sejak 3 hari yang lalu
 Pasien mengeluh lemas

b. Objektif
Setelah melakukan penilaian secara subjektif, maka langkah selanjutnya
adalah menilai pasien secara objektif. Namun pada kasus di atas tidak terdapat
data hasil pemeriksaan laboratorium sehingga apoteker hanya dapat menilai dari
data subjektif saja.
c. Assesment
Tahap selanjutnya adalah assesment. Pada tahap assesment, Apoteker dapat
melakukan penilaian kondisi klinis yang dialami pasien (anamnese) yang
disesuaikan dengan algoritma terapi, dianalisis denga metode 4T1W dan
identifikasi drug related problem untuk menganalisa penggunaan obat yang
rasional untuk kondisi pasien tersebut.
- Penilaian Pengobatan yang Rasional
1. Tepat Indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter.
Indikasi yang digunakan adalah indikasi yang sesuai dengan kategori
farmakologi dari masing-masing obat.
Penilaian kesesuaian kondisi klinis yang dialami pasien (anamnese) dan obat
yang diresepkan dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.
Table 5. Hasil Anamnese Kefarmasian Apoteker
Jenis Obat Indikasi / Use yang Analisa Subjektif Anamnese
DimungkinkanTerkait dan Objektif Kefarmasian
Kasus Sementara
Yusimox digunakan dalam terapi Subjektif : Yusimox (antibiotik)
otitis media, sinusitis, dan diduga digunakan
infeksi yang disebabkan Pasien mengalami untuk mengatasi
oleh bakteri gram positif demam, batuk dan infeksi yang ditandai
atau gram negatif pada pilek dengan adanya demam
saluran pernapasan atas
dan bawah, kulit, serta
saluran kemih (Lacy et Objektif :
al., 2011)
-

Calortusin dekongestan, antitusif, Subjektif : Calortusin diduga


antihistamin, dan digunakan untuk
antipiretik (Lacy et al., Pasien mengalami mengatasi pilek, batuk
2011) pilek, batuk, dan demam yang
demam, diderita pasien yang
tenggorokan disebabkan oleh alergi
kering

Objektif :
-
Poncosolvon Agen mukolitik Subjektif : Poncosolvon diduga
(Lacy et al., 2011) digunakan untuk
Pasien mengalami meringankan batuk
batuk berdahak berdahak yang dialami
(dahak encer) pasien
sejak 1 hari yang
lalu

Objektif :
-

Etabion kekurangan vitamin dan Subjektif : Etabion diduga


mineral, seperti anemia digunakan untuk
dan membantu Pasien merasa mengatasi lemas yang
pembentukan darah lemas sejak 1 dikeluhkan pasien
(Lacy et al., 2011) minggu yang lalu

Objektif :
-

2. Tepat Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang
memiliki efek terapi sesuai dengan jenis penyakit (KemenKes RI, 2011).
Berdasarkan penilaian dari data subjektif yang ada, maka diduga anamnese
sementara diduga pasien mengalami ISPA. Manajemen ISPA (Infeksi Saluran
Napas Akut) dimulai dari 3 tanda yang paling umum muncul pada pasien, yaitu
batuk, radang tenggorokan dan hidung tersumbat (PAC, 2006).

Gambar 1. Gejala ISPA (PAC, 2006).


Pada data subjektif, pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak, hidung
tersumbat, dan nyeri kepala. Berdasarkan data tersebut, disesuaikan dengan
algoritma terapi berdasarkan tiga tanda yang muncul pada pasien:

Gambar 2. Gejala Batuk (PAC, 2006)

Berdasarkan informasi yang telah diperoleh, data mengenai heart rate,


respiratory rate dan suhu dari pasien tidak diketahui. Pasien juga tidak ada
melakukan tes pemeriksaan laboratorium ataupun X-ray sehingga berdasarkan
algoritma di atas pasien dapat diberikan expectoration, pereda batuk
(dextromethorphan atau codeine) dan pereda nyeri (NSAID atau acetaminophen).
Gambar 3. Gejala Hidung Tersumbat (PAC, 2006).

Berdasarkan informasi yang telah diperoleh, pasien mengalami hidung


tersumbat sejak 3 hari (<7-10 hari) sehingga berdasarkan algoritma di atas pasien
dapat diberikan terapi simptomatik yaitu dekongestan, antihistamin generasi
pertama, NSAID dan acetaminophen, guaiafenesin.
Dari seluruh penilaian kondisi subjektif pasien terhadap algoritme terapi,
diketahui bahwa terapi yang sesuai diberikan kepada pasien yaitu acetaminophen,
dextromethorphan, antihistamin generasi pertama dan dekongestan. Pada resep,
pasien juga diberikan terapi antibiotik, yaitu Yusimox yang berisikan Amoxicillin.
Penggunaan antibiotik pada ISPA tanpa adanya tes laboratorium atau X-Ray tidak
dianjurkan. Antibiotik tidak berperan pada terapi. Hal ini dikarenakan antibiotik
tidak efektif untuk mengurangi durasi atau tingkat keparahan dari simptom dan
penggunaan antibiotik memiliki efek samping seperti dapat mengganggu saluran
pencernaan, meningkatkan biaya terapi dan meningkatkan resistensi antibiotik
terhadap bakteri (Simasek and Blandino, 2007).
3. Tepat Dosis
Tepat dosis adalah jumlah obat atau dosis yang diresepkan kepada pasien
sesuai dengan kebutuhan individual dari pasien dan dosis yang diberikan berada
dalam rentang terapi. Berikut adalah perbandingan kesesuaian dosis resep dengan
dosis pustaka.
Tabel 6. Perbandingan Dosis Pustaka dan Dosis Resep
No. Nama obat Dosis Lazim Dosis Maksimum Ket.
Resep Pustaka Resep Pustaka
1. Yusimox 0,5 gram 0,25 – 0,5 g 1,5 gram 4,5 gram Sesuai
(Amoksisilin 500 sekali sekali sehari sehari
mg) 1,5 gram 0,75 – 1,5 g (Anderso
sehari sehari n et. al,
(Anderson 2002)
et. al, 2002)
2. Calortusin 1 tablet - 3 tablet - Sesuai
(Fenilpropanolamin sekali sehari
HCL, 3 tablet
dekstrometorfan sehari
HBr, klorfeniramina
maleat,
acetaminophen)
3. Poncosolvon 8 mg 8 – 16 mg 24 mg - Sesuai
(Bromheksin HCl 8 sekali sekali sehari
mg) 24 mg 24 – 48 mg
sehari sehari
(Sweetman,
2009)
4. Etabion 1 kapsul 1 kapsul 2 kapsul - Tidak
(Fero glukonat, sekali sehari (IAI, sehari sesuai
vitamin C, asam 2 kapsul 2010)
folat, vitamin B12, sehari
Cu-sulfat, Mn-
sulfat)

4. Tepat pasien
Obat yang diresepkan mempertimbangkan kondisi individu yang
bersangkutan dan tidak kontraindikasi dengan kondisi pasien yang menerima
resep dan sebaiknya menimbulkan efek samping yang paling minimal. Pada resep,
bentuk sediaan yang diberikan kepada pasien adalah dalam bentuk kaplet, tablet,
dan kapsul. Pasien tidak mengeluhkan sakit saat menelan sehingga sediaan yang
diberikan tidak menimbulkan permasahalan pada penggunaannya.

5. Waspada Efek Samping


Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi (KepmenKes RI,
2011). Efek samping yang dapat muncul pada penggunaan obat adalah:
Tabel 7. Efek Samping masing-masing Obat

Nama Sediaan Kandungan Indikasi Efek Samping


Yusimox Amoksisilin 500 Antibiotik untuk infeksi Mual, muntah, ruam,
mg (IAI, 2010) saluran pernapasan diare
Dosis dalam kronik, infeksi saluran (BNF, 2009)
resep: 3 kali cerna, Infeksi saluran
sehari 1 kaplet kemih (Mycek, et.al.,
2001).
Calortusin Fenilpropanolami Meringankan batuk yang Mengantuk, mulut
na 15 mg, disertai dahak, demam, kering, pusing
Dosis dalam dekstrometorfan pilek dan alergi (IAI, (Anderson et. al,
resep: 3 kali HBr 15 mg, 2010). 2002).
sehari 1 tablet klorfeniramina
maleat 2 mg,
acetaminophen
500 mg
Poncosolvon Bromheksin HCl Sebagai mukolitik untuk Gangguan
8 mg pengobatan gangguan gastrointestinal, sakit
Dosis dalam pernapasan yang kepala, pusing,
resep: 3 kali berhubungan dengan berkeringat dan ruam
sehari 1 tablet batuk produktif kulit (Sweetman,
(Sweetman, 2009). 2009).
Etabion Ferro glukonat Defisiensi vitamin dan Konstipasi, diare,
250 mg, vitamin mineral seperti anemia mual, muntah (IAI,
Dosis dalam C 50 mg, asam dan membantu 2010).
resep: 2 kali folat 1 mg, pembentukan darah (IAI,
sehari 1 kapsul vitamin B12 7,5 2010).
mcg, Cu-sulfat
0,2 mg, Mn-sulfat
0,2 mg

ii. Drug Related Problem (DRP)


Analisa penggunaan obat yang rasional dapat dilakukan dengan identifikasi
DRP, yakni:
PROBLEM SUBYEKTIF dan TERAPI DRP
MEDIK OBYEKTIF
Demam, pilek, Subyektif : R/ Yusimox tab - 1. Unnecesary
No. X
hidung Pilek, hidung drug therapy
S 3 dd I
tersumbat, tersumbat, pusing, -
R/ Calortusin tab
batuk nyeri kepala, lesu,
No.X
berdahak, nyeri lemas, sulit nafas. S 3 dd I
kepala, lemas, Obyektif :
R/Poncosolvon tab
keluhan Lendir mukosa, No. X
S 3 dd I
dirasakan sejak batuk berdahak, T =
3 hari 38oC R/ Etabion tab

1) Unnecesary drug therapy


Dalam resep ini, peresepan antibiotik tidak sesuai dengan algoritma terapi.
Antibiotik tidak efektif untuk mengurangi atau meredakan gejala yang
dirasakan pasien dan penggunaan antibiotik memiliki efek samping yang
perlu diperhatikan yaitu meningkatkan resistensi antibiotik terhadap bakteri.
Selain itu dari data klinis yang dimiliki pasien, tidak ada data yang
menunjukan terjadinya suatu infeksi yang mendukung penggunaan
antibiotik dalam kasus ini (PAC, 2006).

iii. Pengatasan DRP


Dalam resep terdapat pemakaian antibiotik yaitu Yusimox. Pemberian
antibiotik ini tidak sesuai karena memberikan kemungkinan resiko efek samping
yang lebih besar. Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan berkonsultasi
kepada Dokter penulis resep. Apoteker menyarankan kepada Dokter untuk
meninjau kembali penggunaan dari Yamox karena penggunaan antibiotik tidak
diperlukan dalam terapi dan dapat memberikan kemungkinan resiko efek
samping berupa resistensi terhadap antibiotik

d. Plan
Berdasarkan anamnese kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker, diduga
pasien mengalami ISPA. Apoteker merencanakan memberikan terapi obat pada
pasien dimana telah dikonfirmasi kepada dokter penulis resep dan kepada pasien,
maka rencana terapi untuk resep ini adalah:
1. Care Plan
Pasien direkomendasikan untuk melakukan terapi non-farmakologi dan
farmakologi untuk mempercepat terapi.
a. Terapi non farmakologi
 Meningkatkan jumlah air yang dikonsumsi
 Menjaga kelembaban udara disekitarnya
 Istirahat cukup tidur selama 8 jam
 Menggunakan masker
 Menjaga kebersihan lingkungan
(Simasek and Blandino, 2007; PAC, 2006)

b. Terapi farmakologi
- Calortusin: diminum setiap 8 jam sekali untuk menurunkan suhu
tubuh, meringankan batuk yang disertai dahak dan pilek
- Poncosolvon: diminum setiap 8 jam sekali untuk membantu
mengeluarkan dahak
- Etabion: diminum setiap setiap 12 jam sekali untuk mengatasi rasa
lemas akibat kekurangan vitamin dan mineral.
VI. COMPOUNDING AND DISPENSING
1. Compounding
a. Penyiapan obat
Resep yang telah melewati proses skrining administratif, skrining farmasetik
dan skrining klinis serta ketersediaan stok obat yang diminta di apotek,
selanjutnya obat-obat dalam resep disiapkan. Obat diambil sejumlah yang
diresepkan. Sediaan yang akan diserahkan ke pasien masing-masing dimasukkan
ke dalam klip obat, diberikan label sesuai etiket yang telah dibuat (etiket putih
untuk sediaan oral). Pada etiket diberikan keterangan yang meliputi nomor resep,
tanggal, nama pasien, frekuensi penggunaan obat dan waktu pemakaian obat.

b. Pelabelan
 Calortusin
Apotek Bali Farma
Jl. Dewi Sri No.2 Denpasar
Denpasar-Bali
Telp: (0361) 720623

APA : I Nyoman Gde Waisnawa, S.Farm, Apt.


SIA :00.04.1.3.00067
SIPA : 11/50/5108/DB/DP/2015

No. 15 Denpasar, 05-05-2015

Bpk. Nym. Sudiasa (32 tahun)


Calortusin
Setiap 8 jam, 1 kaplet
sesudah makan
BUD 6 bulan
TTD Apoteker

 Poncosolon
Apotek Bali Farma
Jl. Dewi Sri No.2 Denpasar
Denpasar-Bali
Telp: (0361) 720623

APA : I Nyoman Gde Waisnawa, S.Farm, Apt.


SIA :00.04.1.3.00067
SIPA : 11/50/5108/DB/DP/2015

No. 15 Denpasar, 05-05-2015

Bpk. Nym. Sudiasa (32 tahun)


Poncosolon
Setiap 8 jam, 1 tablet
sesudah makan
 Etabion
Apotek Bali Farma
Jl. Dewi Sri No.2 Denpasar
Denpasar-Bali
Telp: (0361) 720623

APA : I Nyoman Gde Waisnawa, S.Farm, Apt.


SIA :00.04.1.3.00067
SIPA : 11/50/5108/DB/DP/2015

No. 15 Denpasar, 05-05-2015

Bpk. Nym. Sudiasa (32 tahun)


Etabion
Setiap 12 jam, 1 kapsul
sesudah makan
BUD 6 bulan
TTD Apoteker

2. Dispensing (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)


Penyerahan obat yang diresepkan kepada pasien disertai dengan pemberian
KIE mengenai indikasi obat, cara dan lama penggunaan obat, cara penyimpanan
obat dan efek samping yang mungkin timbul saat pemakaian obat. Penyerahan
obat dan pemberian KIE kepada pasien meliputi:
a) Terapi Farmakologi:
 Calortusin
 Indikasi : meringankan batuk yang disertai dahak, demam, pilek
dan alergi.
 Cara penggunaan : diminum dengan air putih, setiap 8 jam sesudah
makan.
- Penyimpanan : obat disimpan pada tempat kering dan terhindar dari
matahari.
- ADR : mengantuk, mulut kering, pusing.

 Poncosolon
 Indikasi : meringankan batuk yang disertai dahak
 Cara penggunaan : diminum dengan air putih, setiap 8 jam sesudah
makan.
- Penyimpanan : obat disimpan pada tempat kering dan terhindar dari
matahari.
- ADR : sakit kepala, pusing, berkeringat dan ruam kulit

 Etabion
 Indikasi : defisiensi vitamin dan mineral seperti anemia dan
membantu pembentukan darah.
 Cara penggunaan : diminum dengan air putih, setiap 12 jam, sesudah
makan.
- Penyimpanan : obat disimpan pada tempat kering dan terhindar dari
matahari.
- ADR : konstipasi, diare, mual, muntah.

Informasi tambahan:
Apabila dalam 3 hari pasien tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan
dari gejala yang dialami, maka dianjurkan untuk menghubungi dokter.

b) Terapi Nonfarmakologi
a. Ketika keluar rumah disarankan menggunakan masker dan hindari kontak
dengan debu.
b. Menjaga pola makan yang sehat.
c. Perbanyak konsumsi air putih
d. Menjaga kelembaban udara sekitar
e. Istirahat yang cukup selama 8 jam
f. Menjaga kebersihan lingkungan
VI. MONITORING
Monitoring terhadap pasien bertujuan untuk memantau efektifitas terapi
yang disarankan dan efek samping yang mungkin muncul (Adverse Drug
Reaction). Monitoring danevaluasiperludilakukan untuk melihat dan
meningkatkan keberhasilan terapi. Pelaksanakan kegiatan ini memerlukan
pencatatan data pengobatan pasien (medication record) (Lampiran 1). Monitoring
akan memban tuuntuk melakukan penanganan lebih lanjut kepada pasien dan
meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
7.1 Efektivitas Terapi
Monitoring efektivitas terapi dapat dilakukan dengan melihat kondisi dari
gejala penyakit pasien apakah sudah membaik, ataukah dengan menanyakan
masih atau tidaknya demam, batuk, pilek, nyeri saat menelan dan lemas yang
dialami oleh pasien.
7.2 Efek sampig Obat
Monitoring efek samping terapi dapat dilakukan dengan menanyakan ada
atau tidaknya gejala-gejala yang membuat tidak nyaman yang timbul setelah
mengkonsumsi obat Calortusin, Pancosolon, dan Etabion seperti gangguan saluran
cerna, mual, muntah, sakit kepala, pusing dan gelisah.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, P. O., J. E. Knoben and W. G. Troutman. 2002. Handbook of Clinical


Drug Data, 10th Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

BNF. 2009. British National Formularium 57th Edition. London: BMJ Grup dan
RPS Publishing.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI). 1989. Farmakope


Indonesia Edisi III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 58 tahun 2014 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI

Lacy, C.F., Armstrong, L.L, Goldman, M.P. and Lance, L.L.. 2011. Drug
Information Handbook, 20th Edition. USA: Lexi-comp.

Physician Advisory Committe (PAC). 2006. Clinical Practice Guideline: Acute


Upper Respiratory Tract Infection. Colorado: Blue Cross and Blue Shield
Association.

Sweetman, S.C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference, Edition.


London: Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai