Anda di halaman 1dari 55

BUKU PEMBELAJARAN

PELAYANAN KEFARMASIAN

KELAS XI (SEMESTER 2)

DISUSUN OLEH :
apt. Eersta Zusvita Widyastuti, S.Farm,M.Si

FARMASI
SMK NEGERI 1 SAMBI
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
PELAYANAN FARMASI |2
BAB VI
SEDIAAN OBAT BENTUK LARUTAN (SOLUTIO)

 SEDIAAN LARUTAN
Definisi / Pengertian
Larutan yang juga disebut solution, adalah sediaan cair mengandung satu atau lebih bahan
terlarut. Larutan terbentuk dari bahan terlarut (solute) dan bahan pelarut (solvent) . dalam
kehidupan sehari – hari , kita sering menemukan larutan. Contoh sederhananya adalah larutan
gula garam ; larutan gula garam dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Zat terlarut : gula dan garam
2. Pelarutnya : air /aqua
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dan V, larutan adalah sediaan cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia terlarut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang
sesuai atau campuran pelarut yang sesuai.

Bahan – Bahan Larutan


Pelarut yang digunakan dalam larutan jika tidak dinyatakan lain adalah aquadest.macam –
macam pelarut lainnya antara lain, etanol, gliserin, propilen glikol, dan paraffin liquidum
(paraffin cair). Macam – macam zat terlarut antara lain kamper, mentol, kalium klorida, natrium
klorida, dan bahan-bahan obat lain.

PELAYANAN FARMASI |3
MACAM – MACAM SEDIAAN LARUTAN
Berdasarkan cara pemakaiannya, larutan dibedakan sebagai berikut.
1. Larutan Obat Dalam (oral)
a. Sirup: larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dengan kadar yang tinggi.
Sirup adalah larutan oral, tetapi istilah sirup juga digunakan untuk bentuk sediaan cair
lain yang mengandung pemanis dan pengental, yaitu sediaan suspense dan emulsi.
b. Potio : sediaan cair untuk pemakaian oral, dapat berupa larutan, suspense atau emulsi.
Sediaan laritan yang terbentuk dari bahan asam dan basa dapat dibagi menjadi :
 Netralisasi : sediaan cair yang dibuat dengan mencampurkan bagian asam dan
juga basa hingga reaksi bersifat netral.
 Saturasi : sediaan cair yang dibuat dengan mereaksikan bagian asam dan
bagian basa. Gas yang terbentuk dari reaksi tersebut dipertahankan dalam
wadah dan larutan menjadi jenuh dengan gas CO2 (masih ada sebagian gas
yang tertahan).
 Potio effervescent adalah saturasi yang gas CO2-nya lewat jenuh (gas tertahan
seluruhnya), biasanya untuk pemakaian sekaligus.
c. Eliksir : sediaan larutan yang mengandung bahan obat dan bahan tambahan
(corrigent) dan pelarut yang digunakan biasanya merupakan modifikasi antara air dan
etanol. Etanol dapat digunakan sebagai pelarut beberapa bahan obat , tetapi etanol
dalam kadar yang tinggi dapat berpengaruh terhadap efek farmakologi.

2. Larutan obat luar


a. Larutan topical : larutan untuk penggunaan di kulit.
b. Guttae (sediaan tetes) : ophthalmicae (larutan tetes untuk mata), auriculares (larutan
tetes untuk telinga), dan nasales (larutan tetes untuk hidung).
Guttae oris/drop : larutan tetes untuk pemakaian oral.
c. Larutan tetes otik (otic) atau guttae auriculares : larutan untuk penggunaan di telinga.
Larutan ini dapat berisi zat aktif antibiotiika, kombinasi antibiotiika, docusate sodium
(untuk mempermudah mengeluarkan kotoran telinga), serta kombinasi antibiotika dan
antiradang.
d. Larutan optalmik merupakan larutan untuk penggunaan di mata. Larutan optalmik
terdiri atas:
 Collyrium atau kolirium (obat pembersih kotoran di mata) : sediaan berupa
larutan steril, jernih, bebas partikel asing, dan isotonis yang digunakan untuk
membersihkan mata.
 Guttae ophthalmicae (tetes mata)

PELAYANAN FARMASI |4
e. Gargarisma : sediaan untuk kumur tenggorokan. Contohnya , Betadine® Gargle.
f. Lavement atau clysma atau enema; sediaan yang pemakaiannya melalui rectum.
g. Douche : larutan untuk vagina.
h. Ephitema atau sediaan obat kompres. Contohnya larutan Rivanol®.

3. Larutan parenteral
Larutan parenteral adalah larutan yang pemberiaanya lewat injeksi.

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kelarutan


1. Sifat solute dan solven
Solute yang polar akan mudah larut dalam solven yang polar, sedangkan solute yang non-
polar akan larut dalam solven yang non-polar. Prinsip ini dikenal dengan sebutan like-
dissolvent-like. Contohnya alkaloid basa adalah solute yang non-polar sehingga akan
lebih mudah larut dalam solven dan non-polar.
2. Kosolvensi
Modifikasi pelarut dapat mengakibatkan peningkatan kelarutan dari suatu zat.
Contohnya, luminal akan lebih mudah larut apabila pelarut yang digunakan berupa
campuran/modifikasi antara air-gliserin-etanol.
3. Sifat kelarutan bahan
Melarut atau tidaknya suatu bahan tergantung dari sifat kelarutannya. Bahan yang
dikatakan larut membutuhkan lebih banyak pelarut untuk dapat larut sempurna dalam
pelarut daripada bahan yang dikatakan sangat mudah larut.
Istilah kelarutan dilarutkan dalam 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume
zat cair dalam bagian volume tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain.

PELAYANAN FARMASI |5
4. Temperatur
Sebagian besar zat akan lebih mudah larut dalam temperature yang lebih tinggi pada saat
proses pelarutan.
5. Salting out (penurunan kelarutan)
Kelarutan suatu zat akan menurun karena penambahan sejumlah besar garam / zat terlarut
tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dari zat utama. Contohnya, kelarutan
minyak atsiri dalam air akan menurun jika ditambahkan larutan NaCl jenuh ke dalam air.
6. Salting in (peningkatan kelarutan)
Peningkatan kelarutan disebabkan oleh adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan
kelarutan zat utama menjadi meningkat. Contohnya, vitamin B2 (riboflavin) tidak larut
air, tetapi larut dalam larutan yang mengandung nikotinamida.
7. Pembentukan kompleks
Adanya interaksi antara zat terlarut dan pelarut yang mengakibatkan terbentuknya garam
kompleks. Contoh : KI + I2 → KI3

Hitungan Farmasi
Larutan terdiri atas solute (zat terlarut) dan solven (zat pelarut). Perbandingan solute dan solven
ditentukan dengan :
% b/b : menyatakan jumlah gram zat dalam 100 gram campurran/larutan
% b/v : menyatakan jumlah gram zat dalam 100 ml campuran/larutan
% v/v : menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml campuran/larutan
% v/b : menyatakan jumlah ml zat dalam 100 gram campuran/larutan
Pengenceran dapat menurunkan kadar zat aktif dalam suatu larutan dengan penambahan
pelarut. Pengenceran yang akan dibahas secara khusus dibagian ini adalah
1. Pengenceran non-alkohol yang berbentuk larutan
2. Pengenceran alcohol

PELAYANAN FARMASI |6
Menurut Farmakope Indonesia Edisi II, yang dimaksud % (persen) adalah % b/b, kecuali
kadar spiritus (alkohol); pada spiritus, yang dimaksud % (persen) adalah % v/v.
1. Pengenceran Non-alkohol Berbentuk Larutan
Pada pengenceran, jumlah solute sebelum dan sesudah reaksi tidak mengalami perubahan
, yang berubah hanya kadarnya dari solute dalam volume atau bobot akhirnya.
Contoh :
Berapa gram harus ditambahkan pada 500 gram Solutio Acidi Borici 3% supaya menjadi
larutan dengan kadar 2%?
Diketahui: Berat Solutio Acidi Borici = 500 gram
Kadar persediaan Solutio Acidi Borici = 3%
Kadar Solutio Acidi Borici yang dikehendaki = 2%
Ditanya: Berapa berat air yang harus ditambahkan?
Jawab :
Sebelum pengenceran Sesudah pengenceran

500 gram Solutio Acidi Borici 3% x gram Solutio Acidi Borici 2%


Jumlah zat terlarut: 3/100 x 500 g = 15 g x = jumlah pelarut yang dibutuhkan
untuk melarutkan 15 g zat menjadi
larutan 2%
maka,
2/100 x X = 15 g
X = 15 g3 x 100
2
X = 750 g
Dengan demikian, jumlah air yang dibutuhkan
untuk membuat larutan 2 % dari 500 g larutan 3
% adalah :
X – 500 g = 750 – 500 g
= 250 g
Jadi, berat air yang ditambahkan adalah 250
gram.

2. Pengenceran Alkohol/Spiritus/Etanol
Beberapa hal yang perlu diperhatika dalam pengenceran alcohol adalah:
a. Apabila ke dalam volume dicampur alcohol/spiritus yang sama kadarnya, tidak akan
terjadi penyusutan volume/kotraksi.
b. Apabila ke dalam volume di campur spiritus/alcohol yang tidak sama kadarnya atau
berat jenisnya, akan terjadi penyusutan volume.
c. Apabila ke dalam berat dicampur spiritus/alcohol yang sama atau berbeda kadarnya
tidak akan terjadi penyusustan berat.

PELAYANAN FARMASI |7
d. Kontraksi merupakan peristiwa penyusutan volume akibat pencampuran alcohol yang
kadarnya tidak sama.

Contoh :
1) Jika akan dibuat spiritus/alcohol dengan kadar 60% b/b dari 1200 gram spiritus 80%
b/b, berapa gram spiritus 60% b/b yang terbentuk dan berapa gram air yang
ditambahkan?
Jawab:
Jika y adalah berat gram spiritus 60% b/b yang terbentuk dan z adalah jumlah air
yang perlu ditambahkan , maka:
1200 gram spiritus 80% b/b + (y - 1200) gram air = y gram spiritus 60% b/b
Jumlah alcohol dalam larutan 80% b/b = 80% x 1200 g = 960g
Bobot akhir spiritus 60% b/b yang mengandung alcohol 960 g:
60/100 x y = 960 g
y = 1600 g
Jumlah air yang perlu ditambahkan:
z = y – 1200 g
z = 1600 – 1200 = 400 g
jadi, spiritus yang terbentuk adalah 1600 gram dan air yang ditambahkan adalah 400
gram.

PROSEDUR PEMBUATAN SEDIAAN LARUTAN


Tahapan dalam pembuatan larutan , antara lain :
1. Perhitungan juamlah bahan sediaan larutan
Perhitungan jumlah bahan sediaan larutan haru memperhatikan sifat dana tau kelarutan
zat dalam cairan pembawa.
2. Pembuatan larutan
Sebagian besar larutan dibuat dengan melarutkan zat terlarut dalam pelarut menggunakan
Erlenmeyer dan atau dengan mortar dan stamper. Adapun cara mempercepat proses
melarutkan dilakukan dengan :
a. Mengurangi ukuran partikel (digerus terlebih dahulu)
b. Menaikkan suhu
c. Melakukan pengadukan

PELAYANAN FARMASI |8
Cara Khusus Pembuatan Obat Dalam Bentuk Larutan
Beberapa obat memerlukan cara khusus untuk melarutkannya, diantaranya :
1. Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat dilarutkan dengan cara gerus-tuang (ansliben)
2. Kodein sukar larut dalam air, tetaoi dapat dipermudah dengan cara :
a. Kodein direbus dengan air sebanyak 20 kali jumlah kodein
b. Kodein dilarutkan dalam etanol hingga larut semua, kemudian diencerkan dengan
akuades.
c. Kodein diganti/diambil bentuk garamnya (kodein hidroklorida) dengan
memperhitungkan bobot molekulnya.
3. Kalium permanganate (KMnO4)
Kalium permanganate dilarutkan dengan pemanasan. Pada proses pemanasan, akan
membentuk MnO2. Oleh sebab itu setelah dingin tanpa dikocok – kocok di tuangkan ke
dalam botol atau dapat juga disaring dengan glasswool.
4. Zink klorida (ZnCl2)
Zink klorida harus diarutkan dengan air sekaligus, kemudian disaring. Jika air
ditambahkan sedikit demi sedikit , akan terentuk zink oksida klorida (ZnOCl) yang sukar
larut dalam air. Jika terdapat asam salisilat, larutkan zink klorida dengan sedikit air,
kemudian tambahkan asam salisilat dan sisa air, baru dbisaring.
5. Kamper (Champorae)
Kelarutan kamper dalam air adalah 1 : 650. Kamper dilarutkan dengan spiritus fortiori
(95%) seanyak dua kali bobot kamper di dalam botol kering. Dikocok – kocok, kemudian
ditambahkan air panas sekaligus, dan dikocok lagi.
6. Tannin
Tannin mudah larut dalam air dan gliserin. Tannin selalu mengandung hasil oksidasi
yang larut dalam air, tetapi tidak larut dalm gliserin sehingga larutannya dalm gliserin
harus disaring dengan kapas yang dibasahi. Jika ada air dan gliserin, tannin dilarutkan
dalam air, dikocok, baru ditambahkan gliserin.
7. Fenol
Diambil fenol liquifactum, yaitu larutan 20 bagian air dalam 100 bagian fenol. Jumlah
yang diambil 1,2 kali jumlah yang diminta, jika pengenceran dalam air cukup, akan
diperoleh larutan yang jernih, jika pengenceran kurang, akan terbentuk larutan yang
keruh.
8. Succus liquiritae
Dalam jumlah kecil, succus liquiritae dilarutkan dengan cara gerus-tuang. Dalam jumlah
besar, dilarutkan dengan cara direbus atau dipanaskan hingga larut.
9. Jika ada bahan obat yang harus diencerkan dengan air, hasil yang diambil paling sedikit
adalah 2 ml.
10. Bahan obat berkhasiat keras

PELAYANAN FARMASI |9
Bahan – bahan tersebut dilarutkan tersendiri (masing-masing) dan dipastikan telah
terlarut sempurna dan homogeny serta dosisnya terjamin merata.
11. Bahan – bahan basam bdan asa
Bahan golongan basa (contohnya natrium bikarbonat) dan golongan asam (contohnya
asam tartrat, asam sitrat, dan lain-lain) dibuat dengan cara netralisasi , saturasi, atau
dibuat patio effervescent.
a. Netralisasi
Sediaan cair yang dibuat dengan mencampurkan bagian asam dan bagian basa hingga
reaksi selesai dan larutan bersifat netral.
b. Saturasi
Sediaan cair yang dibuat dengan mereaksikan asam dan basa, dan gas yang terbentuk
tetap dipertahankan dalam wadah sehingga larutan menjadi jenuh gas (CO2).
Pembuatannya :
 Komponen basa dilarutkan dalam 2/3 bagian air yang tersedia
 Komponen asam dilarutkan dalam 1/3 bagian air yang tersedia
 Sebanyak 2/3 larutan asam dimasukkan ke dalam larutan basa, gas dibuang
seluruhnya. Sisa larutan asam (1/3 bagian) dituang dengan hati-hati melalui
tepi botol dan segera ditutup sehingga gas tertahan.
c. Potio effervescent
Potio effervescent adalah saturasi yang CO2-nya lewat jenuh. Pembuatannya sama
sepeti saturasi, dengan perbedaan pada saat pencampuran larutan asam dan basa.
Larutan asan dan basa dicampurkan sekaligus dan langsung ditutup sehingga seluruh
gas tertahan. Pembuatannya :
a) Komponen basa dilarutkan dalam 2/3 bagian air yang tersedia
b) Komponen asam dilarutkan dalam 1/3 bagian air yang tersedia
c) Seluruh larutan asam dilarutkan ke larutan basa, dituang dengan hati-hati melalui
tepi botol, dan segera ditutup sehingga gas tertahan seluruhnya.
Hal – hal perlu diperhatikan dalam pembuatan potio effervescent adalah :
1) Ketentuan wadah dan bahan
 Wadah yang digunakan adalah botol yang berisi kira-kira 9/10 bagian,
tertutuo kedap, dan kuat.
 Bahan obat harus larut, tidak boleh dikocok.

PELAYANAN FARMASI | 10
2) Penambahan bahan
Zat yang diarutkan dalam bagian asam antara lain :
 Zat netral dalam jumlah kecil (jika dalam jumlah banyak, proses
melarutkan dibagi ke bagian asam dan bagian basa berdasarkan
perbandingan jumlah airnya)
 Zat yang mudah menguap
 Ekstrak dalam jumlah kecil dan alkaloid
 Sirup

Zat yang dilarutkan dalam bagian basa :

 Garam dari asam yang sukar larut, misalnya natrium benzoate dan
natrium salisilat.
 Asam tartrat, garam kalium, dan ammonium harus ditambahkan dalam
bagian basa. Jika tidak, akan terbentuk endapan kalium dan
ammonium.

PELAYANAN FARMASI | 11
UJI KOMPETENSI
Pilihan Ganda
1. Diapotek, tersedia obat – obat sebagai berikut :
1) Larutan borax gliserin
2) Gargarisma Kan
3) Obat cuci hidung
4) Salutio Rivanol
5) Larutan gentian violet
Obat yang merupakan litus oris adalah ….
a. 1 dan 2 d. 4 dan 5
b. 2 dan 3 e. 1 dan 5
c. 3 dan 4
2. Hitunglah berapa gram larutan NaCl 51% yang harus ditambahkan pada 20 gram larutan
NaCl 25% supaya diperoleh 100 gram larutan NaCl 30%!
a. 47,30 d. 51,30
b. 48,35 e. 52,02
c. 49,02
3. Sediaan larutan yang bahan pembawanya menggunakan campuran pelarut air dengan
etanol atau propilen glikol adalah ….
a. Suspense d. Potio effervescent
b. Emulsi e. Kolirium
c. Eliksir
4. Untuk melarutkan Acidum boricum, dibutuhkan air minimal 40 ml. dengan demikian,
istilah kelarutan Acidum boricum dinyatakan ….
a. Sangat mudah dan larut d. Agak sukar larut
b. Mudah larut e. Sukar larut
c. Larut
5. Apabila kita akan membuat 2000 gram larutan yang mengandung glukosa dengan kadar
5% dari 500 gram larutan glukosa 8% dan larutan glukosa 10% yang belu diketahui
jumlahnya, larutan glukosa 10% yang diperlukan adalah ….
a. 500 g d. 1000 g
b. 600 g e. 800 g
c. 750 g
6. Diantara bahan – bahan berikut ini, bahan yang merupakan pelarut adalah ….

PELAYANAN FARMASI | 12
a. Akuades dan etanol d. Gliserol dan mentol
b. Akuades dan kamper e. Akuades dan mentol
c. Kampe dan gliserol
7. Sediaan yang terbentuk dari campuran larutan asam dan basa yang menghasilkan CO2
lewat jenuh adalah ….
a. Potio d. Eliksir
b. Netralisasi e. Suspense
c. Potio effervescent
8. Berikut ini merupakan bahan kimia yang dilarutkan dengan cara gerus-tuang adalah ….
a. Asam tartrat d. Natrium bikarbonat
b. Asam klorida e. Asam sitrat
c. Natrium klorida
9. Fenolbarbital akan lebih mudah larut dalam camuran air, gliserin, dan etanol. Hal ini
adalah contoh dalam faktor kelarutan yang disebut ….
a. Salting in d. Temperature
b. Salting out e. Kelarutan
c. Pembentukan kompleks
10. Sirup simpleks dalam sediaan larutan digunakan sebagai corrigen ….
a. Coloris d. Effervescent
b. Saporis e. Saturasi
c. Odoris
11. Sediaan larutan yang terbentuk ephitema adalah ….
a. Solution Gentian Violet d. Solution povidone Iodida
b. Solution Rivanol e. Solution asitaminofen
c. Solution boraks Gliserin
12. Pada sediaan potio effervescent , aturan pakai yang digunakan sebaiknya ….
a. S t d d 1 C d. S haustus
b. S qt d d 1 cth e. S omni mane
c. S t d d 1 pulv
13. Guttae auriculares adalah sediaan yang digunakan untuk ….
a. Hidung
b. Telinga
c. Tenggorokan
d. Mulut

PELAYANAN FARMASI | 13
e. Mata
14. Untuk membuat sediaan larutan dengan bahan aktif kodein, sebaiknya ….
a. Kodein diganti dengan bentuk garamnya yang larut dalam air
b. Kodein dilarutkan dalam air sejumlah 2x berat kodein
c. Kodein direbus dengan ai sejumah 2x berat kodein
d. Kodein dilarutkan dalam air sejumlah 10x berat kodein
e. Kodein dilarutkan dengan etanol sejumlah 20x berat kodein

15. Solute yang polar akan lebih mudah larut dalam solven yang polar; prinsip ini termasuk
dalam faktor yang memengaruhi kelarutan, yaitu ….
a. Kosolvensi
b. Kelarutan
c. Sifat solute dan solven
d. Temperature
e. Salting out

PELAYANAN FARMASI | 14
BAB 7
SEDIAAN OBAT BENTUK SUSPENSI

DEFINISI SUSPENSI
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, suspense merupakan sediaan yang mengandung bahan
obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut yang terdispersi dalam cairan pembawa. Menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV, suspense merupakan sediaan cair yang mengandung partikel
padar tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
Bahan obat atau zat yang termasuk dalam komposen suspense harus terdispersi halus,
tidak mudah mengendap, dan apabila dikocok secara perlahan maka endapan tersebut harus
mudah terdispersi kembali.

Pengelompokan Suspensi
Pembagia suspense berdasarkan pemakaiannya terbagi dalam suspense oral, suspense topical,
suspense tetes mata, suspense tetes telinga, dan suspense untuk injeksi.
1. Suspense oral
Suspense oral merupakan sediaan cair untuk penggunaan oral yang mengandung partikel
padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai. Sediaan
ini dapat berupa suspense jadi atau suspense rekonstitusi.
Sediaan suspense jadi dapat digunakan langsung oleh pasien. Salah satu contoh sediaan
tersebut adalah suspense antasida; contoh sediaan paten suspense antasida antara lain
polycol® suspense.

PELAYANAN FARMASI | 15
Sediaan suspense rekonstitusi umumnya mengandung bahan obat golongan antibiotika
atau bahan obat yang tidak stabil apabila dalam bentuk cairan dan untuk waktu penyimpanan
yang lama. Oleh sebab itu, suspense rekonstitusi ini tersedia dalam bentu kering (dry syrup).
Salah satu sediaan suspense rekonstitusi golongan antibiotika antara lain Amoxan DS dan
Yusimox yang mengandung amoksisilin 125 mg/5 ml dalam bentuk sirup kering. Komponen
suspense oral rekonstitusi yang diproduksi oleh pabrik farmasi terdiri atas beberapa
komponen, yaitu :
a. Bahan obat
b. Bahan persuspensi
c. Bahan pewarna, pemanis, dan pengaroma
Dengan demikian, saat digunakan oleh pasien , petugas atau tenaga teknis
kefarmasian hanya menambahkan sejumlah pelarut atau bahan pembawa untuk
melarutkan dan mencampurkannya hingga homogeny.
Keterangan yang dicantumkan dalam kemasan untuk suspense oral rekonstitusi (dry
suspension/ dry syrup) adalah :
a. Mencantumkan tanda batas untuk volume zat pelarut/pembawa yang diperlukan.
b. Melarutkan atau mensuspensikan dahulu dengan cairan pembawa.
c. Tanda “KOCOK DAHULU” untuk melarutkan sebelum digunakan.
Dry suspension/dry syrup umumnya hanya bertahan stabil dalam zat pembawa setelah
dikonstitusikan dalam jangka waktu tidak lebih dari 7 hari.

2. Suspense Topikal
Suspense topical merupaan suspense yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit dan
mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair. Suspense topical diberi
etiket atau penanda sebagai “LOTIO”.

PELAYANAN FARMASI | 16
Sediaan lotio harus memiliki karakteristik mudah menyebar pada area kulit saat
digunakan dan tidak mudah mengalir serta harus cepat kering untuk membentuk lapisan
pelindung. Contoh sediaan lotio diantaranya lotio kumerfeldi dan caladine lotion.

3. Suspense tetes mata


Suspense tetes mata merupakan sediaan cair steril yang mengandung bahan atau partikel –
partikrl yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk penggunaan pada mata. Bahan obat
atau partikel dalam sediaan suspense optalmik harus dalam ukuran halus/ termikronisasi agar
tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea mata. Sediaan suspense optalmik tidak
boleh digunakan apabila terbentuk massa yang mengeras atau menggumpal.
4. Suspense tetes telinga
Suspense tetes telinga merupakan sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus
dengan tujuan penggunaan untuk diteteskan di teliga bagian luar.
5. Suspense untuk injeksi
Suspense ini merupakan suspense serbuk dalam medium cair yang sesuai da penggunaannya
untuk injeksi intramuscular. Suspense ini tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam
larutan spinal untuk menghindari terjadinya penyumbatan di pembuluh vena.
Suspense untuk injeksi terkonstitusi merupakan sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk
suspense steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

Stabilitas Suspensi

PELAYANAN FARMASI | 17
Proses pembuatan suspense sering terhambat dalam hal stabilitas sediaan. Masalah dalam hal
stabilitas tersebut dapat ditangani dengan cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga
homogenitas dari partikel zat. Faktor yang berpengaruh dalam menjaga stabilitas tersebut antara
lain :

1. Ukuran partikel
Faktor pengendali stabilitas suspense untuk ukuran partikel erat hubungannya dengan
luas penampang dari partikel tersebut serta daya dorong ke atas dari cairan suspense.
Ukuran partikel mempunyai hubungan terbalik dengan luas penampangnya, sedangkan
luas penampang dengan daya dorong ke atas merupakan hubungan yang linear.
Pengaruh ukuran partikel terhadap stabilitas suspense dapat diartikan bahwa :
a. Semakin besar ukuran partikel, semakin kecil luas penampangnya (dengan volume
yang sama).
b. Semakin besar luas penampang partikel, daya dorong ke atas cairan akan semakin
memperlambat gerakan partikel untuk mengendap; dengan demikian, memperlambat
pengendapan partikel dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel. Usaha
yang dapat dilakukan untuk memperkeccil ukuran partikel adalah dengan ara
menggerus atau menggunakan alat. Alat yang digunakan adalah mixer, homogenizer,
colloid mill, dan mortir.
c. Apabila kecepatan aliran cairan kecil, cairan tersebut tidak cepat mengendap (lebih
stabil).
2. Kekentalan (viskositas)
Faktor pengendali stabilitas suspense untuk kekentalan (viskositas) akan memengaruhi
kecepatan aliran dari suspense. Kondisi suspense yang semakin kental akan
menyebabkan kecepatan aliran dari pada gerakan turunnya partikel yang terdapat di
dalamnya. Dengan demikian, peningkatan kekentalan (viskositas) cairan akan
menyebabkan gerakan turun dari partikel diperlambat. Hal yang perlu diingat adalah
tingkatan kekentalan dari suatu suspense tidak boleh terlalu tinggi agar suspense tersebut
mudah untuk dikocok atau dituang.
Pengaturan kekentalan suspense dapat dilakukan dengan memperhitungkan
penggunaan bahan pensuspensi. Dengan meningkatnya viskositas, pengendapan menjadi
lebih lambat. Faktor ukuran artikel dan kekentalan dapat dibuktikan dengan memahami
Hukum Stokes.

d2 ( ρ- ρo ) g
V=
ŋ
Keterangan :
V = kecepatan aliran
d = Diameter partikel

PELAYANAN FARMASI | 18
ρ = Berat jenis partikel
ρo = Berat jenis cairan
g = gravitasi
ŋ = viskositas cairan

pengaturan viskositas fase eksternal dapat ditingkatkan dengan penambahan


bahan atau zat pengental yang dapat larut ke dalam cairan tersebut. Bahan – bahan
pengental biasanya berfungsi sebagai bahan pensuspensi atau suspending agent. Bahan
tersebut umumnya bersifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).
3. Jumlah partikel (konsentrasi)
Jika di dalam suatu tempat atau ruang berisi partikel dalam jumlah besar, partikel tersbut
akan sulit melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel
tersebut. Gerakan partikel yang saling berbenturan akan menyebabkan terbentuknya
endapan dari zat tersebut sehingga semakin besar konsentrasi partikel akan makin besar
kemungkinan untuk terjadi pengendapan partikel dalam waktu yang singkat. Pengaturan
stabilitas yang berhubungan dengan jumlah partikel ini tidak dapat diatasi oleh bahan
pensuspensi karena hal ini sudah pasti dari komponen penyusun suspense.
4. Sifat atau muatan partikel
Faktor selanjutnya yang berpengaruh terhadap stabilitas suspense adalah sifat atau
muatan partikel. Faktor ini juga merupakan faktor yang mendasar yang berasal dari alam
dan tidak dapat diubah; kita tidak dapat memengaruhi sediaan suspense dalam hal ini.
Suatu suspense dapat terdiri atas beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak
selalu sama. Dengan demikian, ada kemungkinan terjadi interaksi anta-bahan tersebut
yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut.

Kondisi stabilitas fisik suspense farmasi dapat didefinisikan sebagai kondisi suspense
ketika partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata; partikel yang mengendap
akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan ringan. Partikel yang mengendap
kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan
selanjutnya membentuk compacted cake; proses ini dikenal dengan istilah caking.
Berdasarkan hal tersebut, faktor yang bersifat tetap adalah jumlah partikel (konsentrasi)
dan sifat partikel; kedua faktor tersebut tidak dapat diubah lagi karena jumlah partikel
merupakan jumlah obat yang ditulis dalam resep da sifat partikel merupakan sifat alami bahan.
Faktor lain yang dapat diubah adalah ukuran partikel dan viskositas suspense.

Bahan Pensuspensi
Bahan tambahan yang digunakan untuk membentuk suspense yang baik adalh menambahkan
bahan pensuspensi. Bahan pensuspensi terbagi menjadi 2, yaitu :

PELAYANAN FARMASI | 19
1. Bahan pensuspensi dari alam
Golongan bahan pensuspensi dari alam berupa jenis gom yang sering disebut dengan
gom/hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga
campuran tersebut membentuk mucilage atau lender. Mucilage yang terbentuk akan
menyebabkan viskositas cairan bertambah dan stabilitas suspense akan meningkat.
Macam bahan pesuspensi alami ada 2 , yaitu golongan gom dan golongan bukan gom.
Bahan pensuspensi golongan gom antara lain :
a. Acasia (pulvis gummi arabici)
Bahan pensuspensi ini merupakan eksufat (getah) tanaman akasia, dengan sifat dapat
larut dalam air, tidak larut dalam alcohol dan bersifat asam. Gom ini mudah dirusak
oleh bakteri sehingga dalam suspense harus ditambahakan zat tambahan pengawet.
b. Chondrus
Bahan ini bersifat alkali (basa) yang dapat larut dalam air, tetapi tidak larut dalam
alkohol. Chondrus banyak digunakan dalam industry makanan. Ekstrak dari kondrus
disebut karagen yang merupakan derivate dari sakarida dan mudah dirusak oleh
bakteri sehingga pelu ditambahkan bahan pengawet.
c. Tragakan
Tragakan merupakan bahan yang berasal dari eksudat tanaman astragalus gummifera.
Bahan ini sangat lambat mengalami hidrasi. Untuk mempercepat hidrasi, biasanya
dilakukan pemanasan. Mucilage tragakan lebih kental dari mucilage gom arab.
Mucilage tragakan baik sebagai stabilisator suspense, tetapi bukan sebagai emulgator.
d. Algin
Algin diperoleh dari spesies ganggang laut. Kadar yang digunakan sebagai
suspending agent adalah 1-2 %.

Bahan pensuspensi golongan bukan gom adalah tanah liat. Bahan yang sering digunakan
untuk meningkatkan stabilisator suspense diantaranya bentonite, hectorite, dan veegum. Bahan –
bahan ini dalam pemakaiannya itidak memerlukan pengawet. Tanah liat apabila dimasukkan ke
dalam air akan mengembang dan mudah bergerak jika dilakukan pengocokan. Peristiwa ini
sering disebut tiksotrofi. Peristiwa ini akan menyebabkan kekentalan cairan meningkaat sehingga
stabilitas suspense menjadi lebih baik.
Sifat dasar dari ketiga tanah liat tersebut adalah tidak larut dalam air sehingga
penambahan bahan tersebut dalam suspense adalah dengan menaburkannya pada campuran
suspense. Kelebihan dari bahan tersebut adalah tidak dipengaruhi oleh suhu/panas dan fermentasi
bakteri karena bahan tersebut merupakan senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat.
2. Bahan pensuspensi sintesis
a. Derivate selulosa

PELAYANAN FARMASI | 20
Bahan pensuspensi yang termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa
(methasol, tylose), karboksimetil selulosa (CMC), hidroksimetil selulosa.
b. Golongan organic polimer
Salah satu contoh pensuspensi golongan organic polimer adalah karbopol. Untuk
memperoleh kondisi viskositas yang baik, digunakan kadar bahan ini sebanyak 1%.

PROSEDUR PEMBUATAN SEDIAAN SUSPENSI


Metode Pembuatan Suspensi
Terdapat dua cara dalam mengerjakan obat bentuk sediaan suspense, yaitu metode disperse dan
presipitasi.
1. Metode disperse
Metode pembuatan suspense ini adalah dengan cara menambahkan bahan obat kedalam
mucilage yang telah terbentuk untuk kemudian diencerkan. Mudah atau sukarnya serbuk
bahan obat ke dalam pembawa karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada
serbuk.
Serbuk yang sangat halus mudah dimasukioleh udara sehingga sukar terbasahi.
Terbentuknya kondisi sukar terbasahi ini disebabkan oleh sudut kontak antara bahan
dengan permukaan cairan pembasah 90o sehingga serbuk bahan obat akan mengambang
dia atas cairan. Kondisi serbuk yang seperti ini disebut sifat hidrofob. Penambahan
wetting agent atau zat pembasah sangat dibutuhkan untuk menurunkan tegangan antar
muka antara partikel zat padat dengan cairan tersebut.
2. Metode presipitasi
Serbuk bahan obat yang akan didispersikan dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut
organic yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organic ,
diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga terbentuk endapan halus dan
tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organic tersebut diantaranya etanol,
propilen glikol, dan polietilen glikol.

Formulasi Suspensi
Suspense dapat diperoleh dalam dua system, yaitu :
1. System flokulasi
Dalam system flokulasi partikel yang terflokulasi akan terikat lemah , cepat mengendap, dan
pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
2. System deflokulasi

PELAYANAN FARMASI | 21
Dalam suspense system deflokulasi, partikel deflokulasi akan mengendap secara perlahan-
lahan dan akhirnya membentuk sedimen, yang kemudian menyebabkan terjadinya agregasi
dan terbentuk cake yang keras dan sukar untuk tersuspensi kembali.

Perbedaan sifat partikel flokulasi dan deflokulasi

Parameter Flokulasi Deflokulasi


Kondisi partikel Pertikel merupakan agregat Partikel suspense dalam
bebas keadaan terpisah satu dengan
yang lain
Pembentukan sedimentasi Sedimentasi terbentuk bebas Sedimentasi terbentuk lambat
Kecepatan sedimentasi Sedimentasi terjadi secara Sedimentasi terbentuk secara
cepat lambat, masing-masing
partikel mengendap terpisah
dengan ukuran minimal
Pembentukan cake Sedimen tidak membentuk Sedimen akhir akan
cake yang keras dan padat membentuk cake yang keras
sehingga mudah terdispersi dan sukar terdispersi lagi
kembali seperti semula
Wujud suspensi Tampilan suspense kurng Tampilan suspense tampak
baik karena sedimentasi baik karena zat tersuspensi
terjadi cepat dan dibagian dalam waktu yang relative
atas terbentuk cairan yang lama. Terlihat bahwa ada
jernih dan terpidah dari endapan dan cairan atas yang
padatan. berkabut.

Untuk membuat suspense lebih stabil secara fisik, ada dua kategori pembuatan , yaitu :
1. Menggunakan structured vehicle, yaitu bahan pensuspensi, untuk menjaga agar partikel
terdeflokulasi dalam suspense. Structured vehicle dapat berupa larutan hidrokoloid, seperti
tilose, gom dan bentonite.
2. Menggunakan prinsip-prinsip flokulasi untuk mebentuk flok (gumpalan) dan meskipun cepat
mengalami pengendapan, mudah disuspensikan kembali dengan pengocokan ringan; flok
dibentuk dengan penambahan zat pemflokulasi agar tidak membentuk compacted cake.

PELAYANAN FARMASI | 22
Urutan pembuatan suspense dengan system akhir flokulasi adalah :
1. Partikel diberi zat pembasah dan medium pendispersi.
2. Ditambahkan zat pemflokulasi (larutan elektrolit, surfaktan, atau polimer).
3. Diperoleh suspense flokulasi sebagai produk akhir.
4. Jika dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, perlu ditambahkan structured
vehicle.
5. Produk akhir yang diperoleh merupakan suspense flokulasi dalam structured vehicle.
Penambahan bahan lain dapat pula dilakukan untuk meningkatkan stabilitas suspense,
misalnya bahan pengawet. Bahan ini sangat diperlukan terutama untuk suspense yang
menggunakan hirokoloid alam karena bahan ini sangat mudah dirusak oleh bakteri.

Penilaian Stabilitas Suspensi


1. Volume sedimentasi
Volume sedimentasi merupakan suatu rasio dari volume sedimen akhir (Vu) terhadap volume
mula-mula dari suspense (Vo) sebelum mengendap.

Vu
F= Vo

2. Derajat flokulasi
Derajat flokulasi merupakan suatu rasio volume sedimen akhir suspense terflokulasi (Vu)
terhadap volume sedimen akhir suspense terdeflokulasi (Voc).

Vu
Derajat flokulasi =
V oc

3. Metode reologi
Reologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan deformasi zat padat.
Metode reologi berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu
menentukan perilaku pengendapan, serta mengatur pembawa dan susunan partikel untuk
tujuan perbandingan.
4. Perubahan ukuran partikel
Penilaian perubahan ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan cara freeze-thaw
cycling, yaitu menurunkan temperature sampai titik beku, lalu dinaikkan hingga mencair
kembali. Dengan cara ini, dapat dilihat pembentukan Kristal dan faktor-faktor utama yang
menjaga agar tidak terjadi perubahan ukuran partikel dan sifat Kristal.

PELAYANAN FARMASI | 23
TUGAS

Pasien Nn. Ilona (17 tahun) periksa ke dr. Selfina dengan keluhan penyakit jerawat yang
sudah diderita selama beberapa bulan. Dokter Selfina memberikan resep sebagai berikut.

Dr. Selfina, Sp. K


SIP : 152/Jateng/1999
Jl. Kyai Morang 1 Semarang

Praktik : Senin – Jumat


Jam : 19.00 – 21.00

Semarang, 10 Oktober 2017

R/ Lotio Kummerfeldi 1 fls

Sue

Pro : Nn. Ilona (17 tahun)


Alamat: Jl. Urip Sumoharjo 11 Semarang

Uraikan prosedur pembuatan resep tersebut!

PELAYANAN FARMASI | 24
UJI KOMPETENSI
Pilihan Ganda
1. Suspending agent yang mempunyai sifat tiksotropik adalah ….
a. Chondrus
b. CMC
c. Algin
d. Bentonite
e. Acasia
2. Menurut Hukum Stokes, viskositas cairan berbanding terbalik dengan ….
a. Diameter partikel
b. Berat jenis cairan
c. Gravitasi
d. Jumlah kelarutan
e. Kecepatan aliran
3. Proses penilaian stabilitas suspense dengan perbandingan volume sedimentasi akhir suspense
flokulasi terhadap volume sedimentasi akhir suspense deflokulasi disebut ….
a. Volume sedimentasi
b. Derajat flokulasi
c. Metode reologi
d. Structured vehicle
e. Freeze-thaw cycling
4. Suspense untuk sediaan lotion harus memenuhi syarat berikut, yaitu ….
a. Larutan memiliki viskositas tinggi
b. Larutan mudah menyebar pada daerah pemakaian
c. Larutan susah dituang dari wadah
d. Larutan berupa lender suspense
e. Larutan dapat digunakan pada luka yang berair
5. Bahan pensuspensi yang berasal dari alam adalah ….
a. Pulvis gummi arabicum
b. CMC
c. Carbopol
d. Methosol
e. Tylose
6. Pelarut organic yang biasa digunakan untuk pembuatan suspense dengan metode presipitasi
adalah ….
a. Etanol
b. Aqua destilata
c. Bentonite
d. Gliserol
e. Sorbitol
PELAYANAN FARMASI | 25
7. System pembentukan suspense yang akan menyebabkan terbentuknya cake saat
penyimpanan adalah ….
a. Metode reologi
b. Deflokulasi
c. Flokulasi
d. Dispersi
e. Presipitasi
8. Faktor yang memengaruhi stabilitas suspense yang mudah diatur dan diubah adalah ….
a. Viskositas dna muatan partikel
b. Viskositas dan ukuran partikel
c. Konsentrasi dan ukuran partikel
d. Viskositas dan ukuran partikel
e. Ukuran partikel dan muatan partikel
9. Bahan pensuspensi yang memerlukan pengawet pada pembuatannya adalah ….
a. Veegum
b. Bentonite
c. CMC
d. Algin
e. Hectorite
10. Salah satu sifat partikel pada suspense system flokulasi adalah ….
a. Wujud suspense baik
b. Sedimen terbentuk secara lambat
c. Sedimen akan membentuk cake
d. Sedimentasi terbentuk secara cepat
e. Partikel dalam keadaan terpisah
11. Jika endapan dari suspense berupa massa yang sulit diredispersikan, suspense tersebut
mengalami ….
a. Capping
b. Caking
c. Breaking
d. Cracking
e. Flokulasi
12. Pembuatan suspense obat dalam dan luar dapat menggunakan tambahan bahan pensuspensi,
seperti ….
a. Bentonite
b. PGS dan bentonite
c. Pulvis gummosus
d. Gummi arabicum
e. Karbomer
13. Bahan aktif yang terdapat dalam suspense rekonstitusi adalah golongan ….
a. Analgetika
PELAYANAN FARMASI | 26
b. Antibiotika
c. Antipiretika
d. Antasida
e. Antihistamin
14. Bahan pensuspensi yang berasal dari sintesis adalah ….
a. PGS, tween, veegum
b. PGS, gom, chondrus
c. PGS, bentonite, CMC
d. Tylosa, carbopol, bentonite
e. Methosol, CMC, carbopol
15. Sifat terbentuknya sedimen dalam suspense deflokulasi adalah ….
a. Tidak terbentuk cake
b. Sedimen terbentuk secara cepat
c. Sedimentasi terjadi secara cepat
d. Sedimen terbentuk secara lambat
e. Wujud endapan suspense kurang baik

PELAYANAN FARMASI | 27
BAB 8
SEDIAAN OBAT BENTUK EMULSI

PENGERTIAN UMUM EMULSI


Pengertian Emulsi
Menurut Farmakope Indonesia Ediai III, emulsiadalah sediaan yang mengandung bahan obat
cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, dan distabilkan oleh zat pengemulsi
atau surfaktan yang cocok. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, emulsi adalah system dua
fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil.
Stabilitas sediaan emulsi dapat dipertahankan dengan penambahan zat ketiga. Bahan
ketiga ini disebut dengan emulgator (emulsifying agent). Zat pengemulsi dapat berupa gelatin,
gom akasia, tagrakan, sabun, senyawa ammonium kuartener, senyawa kolesterol, surfaktan, atau
emulgator lain yang cocok. Untuk meningkatkan stabilitas, dapat ditambahkan zat pengental
pada emulsi, misalnya tagrakan, tilosa, dan natrium karboksimetil selulosa. Selain itu, emulsi
sebaiknya mengandung pengawet yang cocok. Kecuali dinyattakan lain, emulsi disimpan dalam
wadah tertutup baik dan ditempat sejuk. Pada etiket, harus tertera label “KOCOK DAHULU”.

Komponen Emulsi
Komponen pembentuk emulsi digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Komponen dasar
Komponen dasar merupakan bahan pembentuk emulsi yang harus ada dalam emulsi.
Bahan dasar ini teridir atas:

PELAYANAN FARMASI | 28
a. Fase internal/fase dispersi/fase dikontinu/fase dalam
Fase ini berupa zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil dalam zat cair lainnya
dengan jumlah yang lebih sedikit.
b. Fase eksternal/fase luar/fase kontinu
Fase ekternal adalah zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar
(pendukung) dari emulsi tersebut dalam jumlah yang lebih banyak.
c. Emulgator
Emulgator adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.

2. Komponen tambahan
Tujuan penambahan bahan ini adalah untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Bahan-
bahan ini diantaranya corigen saporis (perasa, misalnya sirup), adori (pewangi, misalnya
minyak atsri), soloris (pewarna), preservative (pengawet), dan antioksidan. Bahan
pengawet diantaranya metil dan propil paraben, asam benzoate, asam sorbat, fenol, kresol
dan klorbutanol, benzalkonium klorida, dan fenil merkuri asetat. Bahan – bahan
antioksidan diantaranya asam askorbat, L-tocopherol, asam sitrat, propil galat, dan asam
galat.

Jenis – jenis Emulsi


Berdasarkan jenis-jenis zat cair yang berfungsi sebagai fase internal dan eksternal , emulsi dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Emulsi tipe O/W (oil-in-water) atau M/A (minyak dalam air)
Jenis emulsi ini terdiri atas butiran minyak ang tersebar di dalam air. Dalam hal ini,
minyak berperan sebagai fase internal dan air sebagai fase ekternal. Jumlah bahan
minyak dalam emulsi ini sedikit dibandingkan dengan jumlah air.
2. Emulsi tipe W/O (water-in-oil) atau A/M (air dalam minyak)
Jenis emulsi ini terdiri atas butiran air ang tersebar di dalam minyak. Air berperan dalam
fase internal dan minyak berperan dalam fase eksternal. Jumlah air lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah minyak.

Tujuan Pemakaian Emulsi


Tujuan pembuatan emusi adalah untuk memperoleh suatu preparat campuran dua cairan yang
saling tidak dapat bercampur yang stabil dan merata. Tujuan pemakaian emulsi antara lain :
1. Sebagai obat dalam/penggunaan secara oral. Jenis tipe emulsinya adalah tipe M/A
2. Sebagai obat luar/penggunaan obat luar pada kulit. Jenis tipe emulsinya adalah A/M atau
M/A, tergantung dari sifat zat atau efek terapi yang dikehendaki.

PELAYANAN FARMASI | 29
TEORI TERBENTUKNYA EMULSI
Proses terbentukna suatau emulsi dapat dijelaskan melalui 4 macam teori, yaitu teori tegangan
permukaan, teori orientasi bentuk baji, teori lapisan antramuka, dan teori electric double layer.
1. Teori tegangan permukaan (surface tension)
Pada dasarnya, molekul mempunyai daya Tarik-menarik, diantaranya daya Tarik menarik
antar molekul sejenis yang disebut dengan daya kohesi dan daya Tarik menarik molekul tidak
sejenis yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi setiap zat selalu sama sehingga pada
permukaan zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya
kohesi. Tegangan yang terbentuk disebut dengan tegangan permukaan.
Dengan cara yang sama, terbentuknya perbedaan tegangan bidang batas antara dua
cairan yang tidak dapat bercampur (immicible liquid) dapat dijelaskan. Tegangan yang
terbentuk antara dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas (interfacial tension).
Pada prinsipnya, semakin tinggi perbedaan tegangan yang terbentuk pada bidang batas akan
mengakibatkan dua zat cair akan sulit untuk bercampur. Tegangan yang terbentuk pada air
akan bertambah dengan penambahan garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi akan
berkurang dengan penambahan senyawa organic tertentu, misalnya sabun (sapo), yang
berfungsi sebagai bahan emulgator. Berdasarkan teori ini, penambahan emulgator akan
menurunkan atau menghilangkan tegangan yang terbentuk pada bidang batas sehingga kedua
zat cair tersebut akan mudah bercampur.
2. Teori orientasi bentuk baji (oriented wedge)
Berdasarkan teori orientasi bentuk baji, molekul emulgator memiliki dua sisi atau gugus,
yaitu :
a. Gugus hidrofilik, yaitu sisi molekul emulgator yang suka pada air.
b. Gugus lipofilik, yaitu sisi molekul emulgator yang suka pada minyak.
Masing – masing gugus akan mendekat, bergabung, atau berikatan dengan zat cair yang
disukai. Gugus hidrofil akan berikatan dengan molekul air, sedangkan kelompok lipofil akan
berikatan dengan minyak. Emulgator akan menjadi tali pengikat yang menghubungkan antara
minyak dan air. Hasil yang terbentuk berupa cairan dengan tampilan kedua kelompok bahan
yang seimbang dan merata.
Setiap emulgator mempunyai harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga
keseimbangan tersebut diistilahkan dengan HLB (hydrophyl lypophyl balance). Nilai HLB
merupakan angka yang menunjukkan perbandingan antara kelompok lipofil dengan
kelompok hidrofil.

PELAYANAN FARMASI | 30
Harga HLB Emulgator dan Kegunaannya

Harga HLB Kegunaan


1–3 Antifoaming agent
4–6 Emulgator tipe A/M
7–9 Bahan pembasah (wetting agent)
8 – 18 Emulgator tipe M/A
13 – 15 Deterjen
10 – 18 Peningkat kelarutan (solubilizing agent)

Berdasarkan table tersebut, terlihat bahwa semakin besar harga HLB, semakin banyak
proporsi gugus yang suka terhadap air; artinya semulgator tersebut lebih mudah larut dalam air,
begitu pulasebaliknya.
3. Teori lapisan antarmuka (interfacial film)
Teori lapisan antarmuka menyatakan bahwa emulgator yang akan diserap pada batas antara
air dan minyak sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel terdispersi.
Partikel yang terbungkus tersebut akan menyebabkan gaya antar-partikel sejenis untuk
bergabung menjadi terhalang sehingga fase terdispersi akan lebih stabil. Agar stabilitas
emulsi maksimal, emulgator harus memenuhi persaratan, sdiantaranya :
a. Dapat mebentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua permukaan partikel
dengan segera.
b. Dapat membentuk lapisan fil dengan kuat, tetapi lunak
c. Memiliki jumlah yang cukup untuk menutupi semua permukaan partikel fase terdispersi.
4. Teori electric double layer (lapisan listrik ganda)
Apabila minak terdispersi dalam air, satu lapis air yang mengalami kontak langsung dengan
permukaan minyak akan memiliki muatan yang sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan
mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikian, setiap
partikel minyak seolah-olah dilindungi oleh dua benteng lapisan dengan muatan listrik yang
saling berlawanan. Benteng yang terbentuk akan menolak setiap gaya dari partikel minyak
yang akan bergabung menjadi satu molekul yang lebih besar karena adanya susunan yang
sama. Partikel yang saling tolak-menolak tersebut menyebabkan stabilitas emulsi menjadi
meningkat.

BAHAN – BAHAN PENGEMULSI


Penambahan bahan pengemulsi (emulgator) dimaksudkan agar emulsi yang terbentuk lebih
stabil. Emulgator terdiri atas :
1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan

PELAYANAN FARMASI | 31
Emulgator ini mempunyai sifat yang sangat peka terhadap elektrolit, alcohol kadar tinggi,
dan data dirusak oleh bakteri sehingga pada pembuatan emulsi harus menambahkan bahan
pengawet. Emulgator ini umumnya merupakan emulgator tipe M/A dan termasuk dalam
golongan karbohidrat. Beberapa contoh emulgator alami dari tumbuh-tumbuhan diantarana :
a. Pulvis gummi arabicum (gom arab/gom akasia)
b. Tragacantha (tragakan)
c. Chondrus
d. Agar-agar
e. Emulgator lainnya
2. Emulgator alam dari hewan
Bahan emulgator alam ini terdiri atas:
a. Kuning telur (vitellum ovi)
Bahan yang terkandung dalam kuning telur adalah kolesterol dan lesitin yang berfungsi
sebagai emulgator. Emulgator ini akan membentuk emulsi tipe M/A. Kuning telur
mempunyai kekuatan untuk dapat mengemulsikan minyak lemak sebanyak 4 kali lipat
beratnya dan minyak menguap sebanyak 2 kali lipat beratna.
b. Adeps lanae
Adeps lanae mengandung kolesterol yang dapat membentuk emulsi tipe A/M. umumnya,
bahan ini banyak digunakan sebagai bahan obat luar. Adeps lanae mempunyai kekuatan
untuk menyerap air sebanyak dua kali lipat bobotnya.
3. Emulgator alam dari mineral tanah
a. Magnesium alumunium silikat (veegum)
Dapat digunkaan untuk emulgator obat luar. Emulsi yang terbentuk adalah tipe M/A.
penggunaan emulgator ini umumnya sebanyak 1%.
b. Bentonite
Bentonite atau tanah liat ini terdiri atas senyawa alumunium silikat yang dapat
mengadsorpsi sejumlah air hingga membentuk massa seperti gel. Penggunaan bentonite
umumnya sebesar 5%.
4. Bahan emulgator buatan/sintesis
Bahan sintesis yang dapat digunakan sebagai emulgator diantaranya :
a. Sabun
Emulgator jenis ini umumnya digunakan pada emulsi obat luar dan hasil yang terbentuk
umumnya emulsi tipe M/A. contoh emulgator jenis ini adalah sabun kalium. Sabun
kalium akan membentuk emulsi tipe A/M.
b. Tween
Terdapat beberapa jenis tween, diantarana tween 20,40,60 dan 80.
c. Span
Terdapat beberapa jenis span, diantaranya span 20,60 dan 80.

Emulgator buatan dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu:


a. Anionic: sabun alkali, natrium lauril sulfat
PELAYANAN FARMASI | 32
b. Kationik: senyawa ammonium kuartener
c. Non-ionik: tween dan span
d. Amfoter : protein, lesitin

PEMBUATAN EMULSI
Metode Pembuatan Emulsi
Terdapat 3 metode umum dalam pembuatan emulsi, yaitu metode gom kering, metode gom
basah, dan metode botol.
1. Metode gom kering atau metode continental
Proses ini menggunakan pengemulsi dalam bentuk kering (gom arab) yang dicampurkan
dengan bahan cair (minyak) terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air untuk pembentukan
corpus (inti) emulsi, baru diencerkan kembali dengan sisa air yang tersedia.
2. Metode gom basah atau metode inggris
Proses pembuatan dengan metode ini diawali dengan menambahkan zat pengemulsi ke dalam
air. Umumnya, zat pengemulsi yang digunakan bersifat larut. Setelah terbentuk suatu
mucilage, secara perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi. Proses ini
diakhiri dengan mengencerkan emulsi dengan sisa air.
3. Metode botol atau metode botol forbes
Metode ini digunakan untuk bahan-bahan minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak,
serta mempunyai viskositas rendah (kurang kental). Langkahnya adalah serbuk gom
dimasukkan ke dalam botol kering, kemudian ditambahkan dua bagian air, botol ditutup, dan
campuran tersebut dikocok dengan kuat. Selanjutnya ditambahkan sisa air sedikit demi
sedikit sambal dikocok.

Metode Penentuan Tipe Emulsi


Beberapa metode berikut dapat digunakan untuk menentukan jenis emulsi M/A atau A/M.
1. Metode pengenceran fase
Prinsip kerja metode ini adalah dengan mengencerkan setiap emulsi dengan fase
eksternalnya. Jadi emulsi tipe M/A dapat diencerkan dengan air, sedangkan emulsi tipe
A/M dapat diencerkan dengan minyak.
2. Metode kelarutan pewarna
Metode ini dilakukan dengan penambahan zat warna ang larut dalam salah satu fase
emulsi. Zat warna menyebar secara merata pada emulsi apabila zat tersebut larut dalam
fase eksternalnya. Distribusi warna juga dapat diamati menggunakan mikroskop.
Contohnya larutan suda III dapat memberikan warna merah pada tipe emulsi A/M karena

PELAYANAN FARMASI | 33
sudan III mudah larut dalam minyak, sedangkan larutan mitelan blue dapat memberikan
warna biru pada tipe emulsi M/A karena metolen blue larut dalam air.
3. Metode konduktivotas listrik
Pengujian ini dilakukan menggunakan alat berupa kawat dan stop kontak, kawat dengan
K1/2 watt, lampu neon ¼ watt dihubungkan secara seri. Lampu neon akan menyala
apabila elektroda dicelupkan ke dalam cairan emulsi tipe M/A dan akan mati jika
dicelupkan pada emulsi tipe A/M.
4. Menggunakan kertas saring
Apabila emulsi diteteskan pada kertas saring, kertas saring akan menjadi basah jika tipe
emulsi M/A atau timbul noda minyak pada kertas saring jika emulsi merupakan tipe A/M.

Stabilitas Emulsi
Berikut ini merupakan beberapa masalah terkait stabilitas emulsi yang umum terjadi,
1. Creaming
Merupakan keadaan terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, satu bagian mengandung fase
terdispersi lebih banyak dibandingkan lapisan yang lain. Keadaan ini bersifat reversible
(dapat balik); apabila dikocok perlahan-lahan , emulsi mudah terdispersi kembali.
2. Koalesen dan cracking (breaking)
Merupakan keadaan pecahnya emulsi dikarenakan lapisan film yang melindungi partikel
rudak dan butir minyak akan membentuk koalesen (menyatu). Keadaan seperti ini bersifat
irreversible (tidak dapat diperbaiki). Peristiwa ini dapat terjadi karena :
a. Peristiwa kimia, seperti penambahan bahan alcohol, perubahan pH, penambahan bahan
CaO / CaCl2 eksikatus (garam elektrolit).
b. Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan, dan pengadukan yang
berlebihan/
3. Inversi
Merupakan keadaan terjadinya perubahan secara tiba-tiba dari tipe emulsi A/M menjadi tipe
M/A atau sebaliknya. Keadaan ini bersifat irreversible.

Hitungan Farmasi HLB


Cara ang dapat digunakan untuk menentukan komposisi campuran emulgator yang sesuai dengan
nilai HLB yang dikehendaki adalah dengan menggunakan rumus berikut :

Rumus HLB 1

PELAYANAN FARMASI | 34
( X −HLB b)
A% b = x 100%
HLB a−HLB b

B% a = (100% - A%)
Keterangan :
X = harga HLB yang diminta (HLB butuh)
A = harga HLB tinggi
B = harga HLB rendah

Rumus HLB 2

(B1 x HLB1) + (B2 x HLB2) = B campuran x HLB campuran

Keterangan :
B = bobot emulgator campuran span dan tween
B1 = bobot emulgator span
B2 = bobot emulgator tween

Contoh Soal
Hitunglah jumlah emulgator yang dibutuhkan dalam pembuatan 100 ml emulsi tipe M/A dengan
HLB 12. Emulgator yang digunakan adalah campuran span 20 (HLB 8,6) dan tween 20 (16,7)
sebanyak 5gram.
Diketahui: emulsi 100 ml tipe M/A
HLB 12 campuran sebanyak 5gram
a = tween 20 (HLB 16,7)
b = span 20 (HLB 8,6)
jawab:

Rumus HLB 1

PELAYANAN FARMASI | 35
( X −HLB b)
A% = x 100%
HLB a−HLB b

(12−8,6)
A%= x 100%
16,7−8,6

= 41,975 %

Jumlah tween 20 yang dibutuhkan = 41,975 % x 5 gram = 2,0987 gram


B% = (100% - A% )
= (100% - 41,975 %)
= 58,025%
Jumlah span 20 yang dibutuhkan = 58,025 % x 5 gram = 2,9012 gram
Rumus HLB 2

(B1 x HLB1) + (B2 x HLB2) = B campuran x HLB campuran

(8,6 x a) + [16,7 x (5-a)] = 5 x 12


8,6 a + 83,5 – 16,7 a = 60
8,1 a = 23,5
a = 23,5 / 8,1
tween 20 = 2,9012 gram
= 5 gram – a
= 5 gram – 2,9012 gram
= 2,0987 gram
Jadi, berat span 20 = 2,9012 gram dan tween 20 = 2, 0987 gram.

PELAYANAN FARMASI | 36
Tugas
1. Jelaskan cara pembuatan sediaan emulsi berikut!
R/ oleum cocos 10
PGA qs
Akuades ad 100
m.f. emulsi
S 3 d d I Cth
Pro: Shahira (5 th)

2. Untuk membuat 100 bagian emulsi tipe M/A, diperlukan emulgator dengan nilai HLB 16
sebanyak 8 gram. Emulgator yang dipakai adalah campuran span 20 (HLB 8,6) dan
tween 20 (HLB 16,7). Berapa % berat span 20 dan tween 20?

UJI KOMPETENSI
Pilihan Ganda
1. Kerusakan emulsi karena penambahan bahan alcohol dan bersifat irreversible disebut ….
a. Inversi
b. Crumbling
c. Creaming
d. Cracking
e. Caking
2. Pembuatan emulsi dengan menambahkan zat pengemulsi ke dalam air untuk menghasilkan
mucilage disebut dengan metode ….
a. Botol
b. Gom kering
c. Gom basah
d. Continental
e. Kocok dahulu
3. Bahan pengemulsi yang berasal dari hewan adalah ….
a. Bentonite
b. Adeps lanae
c. PGA
d. Tragakan
e. Agar-agar
4. Teori pembentukan emulsi yang menjelaskan lapisan listrik rangkap dalam emulsi disebut
….

PELAYANAN FARMASI | 37
a. Emulgator
b. Interfacial film
c. Oriented wedge
d. Orientasi listrik
e. Electric double layer
5. Sediaan dengan system dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain
dalam bentuk tetesan kecil disebut ….
a. Solution
b. Emulsi
c. Suspense
d. Suspense oral
e. Emulgator
6. Teori pembentukan emulsi dengan menghitungkan keseimbangan jumlah minyak air dalam
formula serta jumlah emulgator yang dibutuhkan adalah ….
a. Emulgator
b. Interfacial film
c. Oriented wedge
d. Orientasi listrik
e. Electric double layer
7. Cara membedakan tipe emulsi dengan menggunakan elektroda listrik disebut ….
a. Metode kertas saring basah
b. Metode pengenceran fase
c. Metode pengaliran warna
d. Metode konduktivitas listrik
e. Metode pengecatan warna
8. Perlakuan yang sering merusak ikatan emulsi adalah ….
a. Penambahan akuadesberlebihan
b. Pemanasan berlebihan
c. Pengadukan berlebihan
d. Penambahan alcohol
e. Pendinginan terlalu cepat
9. Penambahan elektrolit kuat seperti CaO/CaCl2 eksikatus dapat merusak emulsi. Kondisi ini
disebut ….
a. Inversi
b. Inversi dan breaking
c. Inversi dan creaming
d. Koalesen dan cracking
e. Creaming dan cracking
10. Peristiwa terjadinya perubahan tipe emulsi dari jenis A/M menjadi M/A atau sebaliknya
disebut ….
a. Creaming
PELAYANAN FARMASI | 38
b. Breaking
c. Cracking
d. Inversi
e. Demulsifikasi
11. Bahan pengental yang dapat ditambahkan untuk meningkatkan stabilitas emulsi adalah ….
a. Sabun
b. Tilosa
c. Kolesterol
d. Emulgator
e. Senyawa ammonium kuartener
12. Suatu emulsi mempunyai tie A/M maka …..
a. Kertas saring yang dicelupkan tidak meninggalkan noda minyak
b. Emulsi melarutkan zar warna biru metilen
c. Emulsi mempunyai hambat listrik yang besar
d. Larutan sudan III tiadak memberikan warna merah pada emulsi
e. Tidak pecah jika diencerkan dengan air
13. Zat yang berfungsi sebagai antioksidan dalam suatu emulsi adalah ….
a. Asam benzoate
b. Asam sorbat
c. Klorbutanol
d. Asam sitrat
e. Fenol
14. Salah satu komponen tambahan dalam emulsi adalah ….
a. Zat pembasah
b. Zat pembawa
c. Emulgator
d. Corrigensia
e. Lubrikan
15. Emulsi merupakan sediaan berupa campuran yang terdiri atas dua fase cairan dalam system
dispersi, yaitu ….
a. Fase terdispersi dan fase kontinu
b. Fase terdispersi dan fase dalam
c. Fase cairan pembawa dan fase luar
d. Fase terdispersi dan fase cairan pembawa
e. Fase internal dan diskontinu

PELAYANAN FARMASI | 39
BAB 9
SEDIAAN OBAT BENTUK PIL (PILULAE)

SEDIAAN PIL
Definisi Pil
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979), pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat yang
mengandung satu atau lebih bahan obat.

Macam – macam pil enurut Anief (2004) adalah :


1. Boli
Boli adalah pil besar yang beratnya lebih dari 500mg, dengan pembuatan sama dengan
pil. Boli biasanya digunakan untuk pengobatan hewan seperti sapi, kuda, dan lain-lain.
2. Pil
Berat pil berkisar antara 100 mg hingga 500 mg.
3. Granul
Granul adalah pil kecil yang beratnya kurang dari 100 mg, apabila tidak dinyatakan lain,
granul mengandung 1mg bahan obat berkhasiat. Cara pembuatannya sama dengan pil.

PELAYANAN FARMASI | 40
Komponen Pil
Umumnya, komponen pil terdiri atas :
1. Zat utama
Berupa bahan obat berkhasiat yang berasal dari alam atau bahan kimia. Contoh bahan obat
yang dibuat dalam sediaan pil diantaranya ichtyol (ichtammolum), ekstrak curcuma, garam-
garam ferro, argenti nitras, dan lain-lain.
2. Zat pengisi
Ditambahakan untuk memperbesar volume pil hingga memadai.contoh bahan pengisi pil
diantaranya akar manis, bolus alba, atau bahan lain yang cocok.
3. Zat pengikat
Berfungsi untuk membuat massa saling melekat. Contoh zat pengikat pil diantaranya sari
akar manis, gom akasia, tragakan, PGS (campuran gom akasian, tragakan, dan saccharum
album sama banyak), atau bahan lain yang cocok.
4. Zat penabur
Berfungi untuk membuat sediaan yang sudah terbentuk tidak melekat satu sama lain. Contoh
zat penabur antara lain lycopodium, talk, atau bahan lain yang cocok.
5. Zat penyalut
Digunakan karena beberapa alasan, yaitu untuk menutup rasa dan bau yang kurang enak,
mencegah terjadinya perubahan karena pengaruh udara (oksidasi), dan agar pil pecah dalam
usus (enteric-coated pil). Contohnya adalah perak, balsam tolu, keratin, sirlak, kolodium,
salol (fenil salisilat), gelatin, gula, atau bahan lain yang cocok.
6. Zat pembasah
Berfungsi untuk membasahi massa sebelum dibentuk. Contohnya adalah air, gliserol, sirup,
madu, aqua gliserinata (campuran air dan gliserol sama banyak), atau bahan lain yang cocok.

Persyaratan Pil
Berikut ini merupakan persayaratan pil yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi III.
1. Memenuhi syarat waktu hancur yang tertera pada kompresi, yaitu dilakukan dalam air pada
suhu 36 – 38oC. Untuk pil bersalur entrik, direndam dahulu dalam larutan HCl 0,06 N selama
3 jam, kemudian dipindahkan dalam larutan dapar pH 6,8 pada suhu 36 – 38oC. syarat waktu
hancur adalah 15 menit untuk pil tidak bersalut dan 60 menit untuk pil bersalut.
2. Memenuhi keseragaman bobot pil, ditentukan dengan cara menimbang sebanyak 20 pil satu
per satu dengan menghitung rata-ratanya. Penyimpangan besar yang siperbolehkan terhadap
bobot rata-rata adalah sebagai berikut:

Bobot rata - rata Penyimpangan terbesar terhadap bobot rata-rata yang


diperbolehkan (%)
18 pil 2 pil

PELAYANAN FARMASI | 41
100 mg – 250 mg 10% 20%
251 mg – 500 mg 7,5 % 15%

3. Pada penyimpanan, bentuknya harus tetap, tetapi tidak begitu keras sehingga dapat hancur
dalam saluran pencernaan. Pil salut enteric tidak hancur dalam lambung, tetapi hancur dalam
usus halus. Cara penyimpanan sesuai dengan cara penyimpanan tablet, dengan
memperhatikan sifat zat tambahan yang digunakan.

PRINSIP UMUM PEMBUATAN PIL


Metode Pembuatan Pil
Prinsip pembuatan pil adalah dengan mencampurkan bahan-bahan obat padat hingga
homogeny,kemudian ditambahkan zat-zat tambahan dan ditetesi pembasah setelah homogeny.
Setelah itu, dengan cara menekan diperoleh massa pil yang elastis, kemudian dibuat bentuk
batang dan dipotong dengan alat pemotong sesuai dengan jumlah pil yang diminta. Bahan
pelican ditambahkan setelah terbentuk massa pil agar massa pil yang telah selesai dibentuk tidak
melekat pada alat pembulat pil.

Beberapa catatan pada pembuatan pil:


1. Bobot pil ideal antara 100-150 mg, rata-rata 120mg. karena suatu faktor tertentu , syarat ini
sering kali tidak dapat dipenuhi.
2. Sebagai zat pengisi, digunakan radix liquiritiae jika memungkinkan, kecuali terdapat bahan
yang bereaksi (bahan berkhasiat berupa oksidator), digunakan bolus alba. Jumlah yang
dipakai umumnya dua kali jumlah zat pengikatnya (biasanya succus liquiritiae). Dikenal juga
istilah PPP (pulvis pro pilulae), yaitu campuran succus liquiritiae dan radix liquiritiae sama
banyak.
3. Sebagai zat pengikat, digunakan succus liquiritiae 2 gram untuk 60 pil jika memungkinkan.
Kecuali ada bahan yang bereaksi (bahan berkhasiat berupa oksidator), digunakan adeps
lanae atau vaselin kira-kira 1/6 kali berat pil.
4. Pada pembuatan massa pil, harus ditambahkan cairan (zat pembasah)ke dalam campuran
obat, radix liquiritiae, dan succus liquiritiae agar pada pengepalan diperoleh massa

PELAYANAN FARMASI | 42
homogeny yang cukup baik untuk dikerjakan selanjutnya. Zat pembasah yang paling baik
digunakan adalah aqua gliserinata (campuran air-gliserin sama banyak).pemberian aqua
gliserinata dapat mencegah pil tidak terlalu mengeras dalam penyimpanannya karena gliserin
tidak mduah menguap. Akan tetapi, pemberiannya jangan terlalu banyak pil tidak menjadi
lembek.
5. Setelah pembuatan massa pil, massa pil digulung dan dipotong menurut jumlah yang diminya
dan dibentuk membulat. Untuk mencegah melekaatnya pil pada alat pembulat pil, taburkan
talk atau likopodium secara merata. Setelah selesai, jangan lupa hitung kembali pil-pil
tersebut.

Prosedur Pembuatan Sediaan Pil


1.
R/ Pil Sulfas Chinin No. XX
S 4 d d pil I

Pro : Tn. Candra

Formula resep dapat diambil dari Farmakope Belanda Edisi V sebagai berikutL
Pilulea Sulfatis Chinini
R/ Sulfat kina 50 dihitung DM nya
Serbuk gom majemuk 25
Serbuk gula 25
m.f. pil No 1000
pembasah air
penabur talk
bahan obat diperhitungkan sesuai permintaan resep , yaitu 20 pil.
Caranya, chinin sulfat dicampur dengan PGS dan serbuk gula, diaduk hingga homogeny.
Tambahkan air sedikit demi sedikit hingga membentuk massa pil yang baik. Catak menjadi
20 pil menggunakan penabur talcum.

2.
R/ Kalii Iodida 1,5 → Hitung DM nya
Luminal 1 → Hitung DM nya
mf pil No. XL
S o th pil I

Pro : Yoga, 18 tahun

PELAYANAN FARMASI | 43
Pil dengan garam kalium iodide (KI) dibuat dengan ketentuan 10g KI membutuhkan 3g PPP
(pulvis pro pilulae). Dengan demikian, jika digunaka 1,5 g KI, dibutuhkan PPP sebanyak
15
x 3g = 0,4g = 450 mg.
10

Jumlah 450mg PPP terdiri atas radix liquiritiae 225mg dan succus liquiritiae 225mg.
Caranya, KI digerus hingga halus, tambahkan radix liquiritiae sebagian, luminal, dan sisa
radix liquiritiae, aduk hingga homogeny. Tambahkan succus liquiritae, aduk hingga
homogeny. Tambahkan aqua liquiritiae sedikit demi sedikit, aduk hingga terbentuk massa pil
yang baik. Cetak menjadi 40 pil dengan penabur likopodium.

Pil dengan Bahan – Bahan Khusus

1. Untuk pil dengan senyawa oksidator (seperti KMnO4, KNO3, FeCl3, atau AgNO3) atau
garam-garam timbal (Pb), sebagai pengisi, digunakan 100mg bolus alba tiap pil jika
bahan obat yang terkandung dalam pil ≤ 25mg. apabila kandungan bahan obat > 25mg,
bolus alba yang ditambahkan tiap pil sebesar 100mg dikurangkan kelebihan berat obat
berkhasiat. Misalnya, satu pil mengandung argenti nitras 30mg, berarti kelebihannya
30mg – 25mg = 5 mg maka bolus alba yang digunakan 100mg – 5 mg = 95mg tiap pil.
Zat pengikat dan zat pembasah yang digunakan adalah adeps lanae atau
vaselinsecukupnya. Pencetakan dilakukan menggunakan pillen plank (alat papan
pemanjang dan pemotong pil) berbahan ebonite.
2. Pil dengan ekstrak gentian (bereaksi asam) apabila diberikan bersama-sama dengan zat
lain seperti ferrum resuctum, ferrum pulveratum, natrii carbonas, atau natrii bicarbonas
akan melepaskan gas hydrogen (H2). Gas ini dapat menyebaban pil menggelembung dan
pecah sehingga untuk menetralkan sifat asamnya, perlu ditambahkan magnesium oksida
(MgO) sebanyak 100mg untuk setiap 3gram ekstrak gentian.
3. Pil dengan garam ferro harus dibalut dengan taolu balsam untuk mencegah oksidasi oleh
udara.
4. Pil dengan sari-sari cair dalam jumlah kecil, digunakan succus liquiritiae dan radix
liquiritiae. Sari cair digunakan sebagai pengganti aqua gliserinata. Dalam jumlah besar,
sari cair diuapkan, kemudian ditambahakan radiz liquiritiae secukupnya atau diganti
dengan sisa keringnya.

PELAYANAN FARMASI | 44
Tugas
Dr. Mari Larane
SIP: No. 150/DS-06/10.V/1998
Jl. Teuku Umar No, 15 Surakarta

Surakarta ………………..
R/ argenti nitras 0.03
mf pil dtd. No. XXX
S t dd pil I

Pro : Moana, 25 tahun


Alamat : Jl. Garuda 15, Surakarta

Mohon obat jangan diganti tanpa sepengetahuan dokter

Kerjakanlah resep tersebut!


1. Periksalah kelengkapan resep dokter tersebut!
2. Jika ada obat dengan DM, hitunglah DM nya dan simpulkan resep boleh dibuat atau
tidak!
3. Bahan – bahan apa saja yang diperlukan dalam pembuatan reep tersebut!
4. Hitunglah berapa jumlah bahan obat yang ditimbang dan tuliskan prosedur
pembuatannya!
5. Buatlah etiketnya dengan lengkap!

UJI KOMPETENSI
Uraian
1. Apa yang dimaksud dengan pil?
2. Jelaskan konponen-komponen yang terdapat dalam sediaan pil, disertai contoh masing-
masing!
3. Jelaskan prisnsip pembuatan sediaan pil secara umum!
4. Bagaimana persyaratan waktu hancur pil tidak bersalut dan pil bersalut? Jelaskan pula
cara penerapannya!

PELAYANAN FARMASI | 45
5. Jika dalam formula pil mengandung ekstrak gentia, apa yang harus dilakukan untuk
menetralkan sifat asam ekstrak tersebut dan mengapa hal tersebut perlu dilakukan!

BAB 10
SEDIAAN OBAT BENTUK SUPOSITORIA

SEDIAAN SUPOSITORIA
Definisi Supositoria
Supositoria menurut Farmakope Indonesia Edisi IV adalah sediaan padat dalam berbagai bobot
dan bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya, sediaan ini meleleh,
melunak atau melarut dalam suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan
setempat atau sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat local atau sistemik.

Macam – Macam Supositoria


Supositoria berdasarkan tempat penggunaannya dikelompokkan menjadi supositoria rektal,
vaginal dan uretral.
1. Supositoria rektal
Sering disebut supositoria saja, berbentuk peluru dan digunakan melalui rektal atau anus,
dengan bobot menurut Farmakope Indonesia Edisi IV kurang lebih 2 gram. Supositoria rektal
berbentuk torpedo dan mempunyai keuntungan, yaitu apabila bagian yang besar masuk
melalio jaringan otot penutup dubur, supositoria akan tertarik masuk dengan sendirirnya.
2. Supositoria vaginal (ovula)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, supositoria vaginal mengandung bahan dasar yang
dapat larut/bercampur dalam air, seperti PEG atau gelatin tergliserinasi, dengan bobot 5
gram. Sepusitoria dengan bahan dasar gelatin tergliserinasi (70 bagian gliserin, 20 bagian
gelatin, dan 10 bagian air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu

PELAYANAN FARMASI | 46
dibawah 35oC. Pembuatan ovula dapat juga menggunaakan lemak cokelat atau campuran
PEG dalam berbagai perbandingan.
Supositoria vaginal umumnya berbentuk telur, mudah melunak dan meleleh pada suhu
tubuh, dapat melarut, dan dapat juga digunakan lewat vaginal. Bobot ovula adalah 3-6 gram,
umumnya 5 gram. Supositoria kempa atau supositoria sisipan adalah supositoria vaginal yang
dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai atau dengan cara
pengkapsulan dalam gelatin lunak.
3. Supositoria uretral (bacilla, bougies)
Supositoria uretral digunakan lewat uretra (saluran kemih), berbentuk batang panjang antara
7cm hingga 14cm.

Tujuan Penggunaan Obat Bentuk Supositoria


Penggunaan obat bentuk supositoria dilakukan untuk beberapa tujuan berikut.
1. Supositoria dipakai untuk pengobatan local, baik dalam rectum maupun vagina atau
uretra, seperti penyakit hemoroid (wasir/ambeien) dan penyakit-penyakit infeksi pada
area tersebut.
2. Supositoria secara rektal juga digunakan untuk distribusi obat secara sistemik karena area
rektal dapat mengabsorbsi obat melalui membrane mukosanya.
3. Supositoria digunakan apabila penggunaan obat secara oral tidak memungkinkan, seperti
pasien mudah muntah, tidak sadar.
4. Supositoria digunakan untuk memperoleh aksi kerja awal secara cepat karena obat
diabsorpsi melalui mukosa rektal, langsung masuk ke dalam sirkulasi darah.
5. Supositoria digunkaan untuk menghindari rusaknya obat oleh enzim – enzim di dalam
saluran pencernaan dan perubahan obat secara biokimia di dalam hepar.

Keuntungan Penggunaan Sediaan Supositoria


Keuntungan penggunaan obat dalam supositoria dibandingkan per oral adalah :
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh asam lambung dan enzim-enzim pencernaan
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat menghasilkan efek
lebih cepat daripada penggunaan obat per oral.
4. Baik digunakan untuk pasien yang mudah muntah atau hilang kesadaran.

Faktor – faktor yang Memengaruhi Absorpsi Obat Per Rektal

PELAYANAN FARMASI | 47
1. Faktor fisiologis
Rectum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan kapasitas daparnya rendah. epitel
rektum keadaannya berlipoid (berlemak) sehingga lebih permeable terhadap obat yang tidak
terionisasi (obat yang mudah larut dalam lemak).
2. Faktor – faktor kimia dari obat dan basis
a. Kelarutan obat, obat yang mudah larut dalam lemak akan lebih cepat terabsorpsi daripada
obat yang larut dalam air.
b. Kadar obat dalam basis, semakin tinggi kadar obat, absorpsi obat makin cepat.
c. Ukuran partikel, ukuran partikel obat akan mempengaruhi kecepatan pelarutan obat
dalam cairan rektal.
d. Basis supositoria
Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak segera dilepaskan ke dalam
cairan rektal apabila basis cepat melebur setelah masuk ke dalam rectum, kemudian obat
akan segera diabsorpsi dan aksi kerja awal obat akan segera dihasilkan. Pada obat yang
larut dalam air dan berada dalam basis larut dalam air, aksi kerja awal obat akan segera
terlihat apabila basis segera larut dalam air.

Bahan Dasar Supositoria


Komponen supositoria terdiri atas zat utama (bahan obat berkhasiat) dan bahan dasar upositoria.
Bahan dasar supositoria diantaranya oleum cacao (lemak cokelat), gelatin tergliserinasi, minyak
nabati terhidrogenasi, capuran polietilen glikol (PEG) berbagai bobot molekul, dan eseter asam
lemak PEG. Bahan dasar lain yang dapat digunakan untuk membentuk supositoria adalah
surfaktan non-ionik, misalnya ester asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen
stearate.
Bahan dasar supositoria yang ideal harus mempunyai sifat sebagai berikut.
1. Padat pada suhu kamar sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak, tetapi akan
melunak pada suhu rektal dan dapat bercampur dengan cairan tubuh.
2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
3. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, baud an peisahan obat.
5. Kadar air cukup.
6. Untuk basis lemak, untuk basis lemak, bilangan asam, bilangan iodium, dan bilangan
penyabunan harus jelas.
Bahan dasar supositoria dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Bahan dasar berlemak, misalnya oleum cacao (lemak cokelat)
2. Bahan dasar yang dapat bercampur atau larut dalam air, misalnya gliserin-gelatin, dan
polietilen glikol (PEG)

PELAYANAN FARMASI | 48
3. Bahan dasar lain, misalnya campuran tween 61 85% dengan gliserin laurat 15% yang
merupakan pembentuk emulsi A/M.

Suppositoria Dengan Bahan Dasar Lemak Coklat (Oleum Cacao)


Lemak coklat merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearate, dan asam
palmitate, berwarna putih kekuningan, padat, berbau seperti coklat, serta melelh pada
suhu 31o – 34oC. Karena mudah tengik, lemak coklat sebaiknya disimpan dalam wadah
atau tempat sejuk, kering, dan terlindung dari cahaya. Lemak coklat dapat membentuk
polimorfisme dari bentuk kristalnya dengan pemanasan tinggi. Diatas titik leburnya,
lemak coklat akan melelh sempurna seperti minyak dan akan kehilangan inti Kristal stabil
yang berguna untuk membentuk kristalnya kembali. Bentuk-bentuk Kristal oleum cacao
diantaranya :
1. Bentuk α (alfa) : terjadi apabila lelehan lemak coklat didinginkan dengan segera pada
suhu 0 oC dan bentuk ini memiliki titik lebur 24 oC (dalam literature lain disebutkan 22
o
C)
2. Bentuk β (beta) : terjadi apabila lelehan lemak coklat diaduk-aduk pada suhu 18 oC - 23
o
C dan bentuk ini memiliki titik lebur 28 oC - 31 oC
3. Bentuk β stabil (beta stabil) : terjadi akibat perubahan secara perlahan-lahan bentuk
disertai kontraksi volume dan bentuk ini mempunyai titik lebur 340-350C (dalam
literature lain disebutkan 34,50C)
4. Bentuk γ (gamma) ; terjadi akibat pendinginan lelehan lemak coklat yang sudah dingin
(200C) dan bentuk ini mempunyai titik lebur 180C
Untuk menghindari bentuk-bentuk Kristal yang tidak stabil, perlu dilakukan cara berikut :
1. Lemak cokelat tidak dilelehkan seluruhnya, cukup 2/3 bagian yang dilelehkaan
2. Penambahan sejumlah kecil bentuk Kristal stabi ke dalam lelehan oleum cacao untuk
mempercepat perubahan bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil
3. Pembekuan lelehan selama beberapa jam atau beberapa hari.
Supositoria dengan bahan dasar lemak cokelat, dapat dibuat dengan mencampurkan
bahan obat yang dihasluskan ke dalam minyak lemak padat pada suhu kamar dan massa
yang dihasilkan dibuat dalam bentuk yang sesuai. Selain itu, supositoria ini juga dapat
dibuat dengan cara meleburkan minyak lemak dengan obat, kemudian dibiarkan hingga
dingin di dalam cetakan. Supositoria berbahan dasar lemak cokelat harus disimpan dalam
wadah tertutup baik pada suhu dibawah 300C
Pemakaian air sebagai pelarut obat dengan bahan dasar lemak cokelat sebaiknya
dihindari karena :
1. Menyebabkan reaksi antara obat-obat dalam supositoria

PELAYANAN FARMASI | 49
2. Mepercepat pembentukan aroma tengik lemak cokelat
3. Apabila airnya menguap, obat akan mengkristal kembali dan dapat keluar dari sipositoria
Kekurangan lemak cokelat sebagai bahan dasar supositoria diantaranya :
1. Meleleh pada udara yang panas
2. Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama
3. Titik leburnya dapat turun atau naik apabila ditambahkan bahan tertentu
4. Adanya sifat polimorfisme
5. Sering bocor (keluar dari rectum karena mencair) selama pemakaian
6. Tidak dapat mencampur dengan secret/cairan tubuh
Karena kekurangan lemak cokelat tersebut, beberapa bahan dapat menjadi pengganti
lemak cokelatt, yaitu :
1. Campuran asam oleat dengan asam stearate dalam perbandingan yang dapat diatur
2. Campuran setil alkohol dengan oleum amygdalarum dalam perbandingan 17 : 83
3. Oleum cacao sintesis, misalnya coa buta dan supositol.

Supositoria Dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol (PEG)


Polietilenglikol mempunyai titik lebur 350-630C, tidak meleleh pada suhu tubuh,
tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh. Formula yang dipakai adalah :
1. Bahan dasar tidak berair : PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96% (75%)
2. Bahan dasar berair : PEG 1540 30%, PEG 6000 50%, dan air + obat 20%
Keuntungan penggunaan polietilenglikol sebagai bahan dasar diantaranya :
1. Tidak mengiritasi/merangsang
2. Dapat disimpan di luar leari es
3. Tidak ada kendala terkait titik leburnya jika dibandingkan dengan lemak cokelat
4. Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh
Kekurangan supositoria polietilenglikol adalah :
1. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan sehingga terjadi rasa yang
menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan supositoria ke dala air
sebelu digunakan. Pada etiket supositoria, harus tertera petunjuk “basahi dengan air
sebelum digunakan”
2. Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan obat.

PELAYANAN FARMASI | 50
PEG cocok digunakan untuk obat antiseptic. Jika diharapkan bekerja secara
sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionic daripada non-ionik agar diperoleh
ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun bahan non-ionik dapat dilepaskan dari
bahan dasar yang dapat bercampur dengan air, seperti gelatin tergliserinasi atau PEG,
tetapi cenderung larut sangat lambat sehingga dapat menghambat pelepasan obat.
Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelhkan bahan dasar,
kemudian dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan
dasar lemak cokelat.

Supositoria Dengan Bahan Dasar Gelatin


Supositoria dengan bahan dasar gelatin dapat digunakan sebagai bahan dasar
supositoria vaginal. Gelatin tidak melebur dalam suhu tubuh, tetapi melarut dalam cairan
sekresi tubuh. Pada pembuatan supositoria ini, diperlukan penambahan pengawet
(nipagin) karena bahan dasar ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
Supositoria berbasis gelatin harus disimpan ditempat yang dingin.
Gelatin juga dapat digunakan untuk pembuatan supositoria uretral dengan formula
: gelatin (20%), gliserin (60%), dan aqua yang mengandung obat (20%).
Keuntungan supositoria berbasis gelatin adalah dapat menimbulkan efek cukup
lama, lebih lambat melunak , dan lebih mudak bercampur dengan cairan tubuh jika
dibandingkan dengan lemak cokelat.
Kekurangan supositoria berbasis gelatin adalah cenderung menyerap uap air
karena sifat gliserin yang higroskopik yang dapat menyebabkan dehidrasi/iritasi jaringan.
Selain itu, supositoria ini juga memerlukan bahan pengemas dan tempat penyimpanan
yang sesuai untuk melindunginya dari udara lembap supaya terjaga bentuknya dan
konsistensinya.
Dalam Farmakope Belanda, terdapat formula supositoria dengan bahan dasar gelatin, yaitu :
1. Panaskan 2 bagian gelatin dengan 4 bagian air dan 5 bagian gliserin hingga diperoleh
massa yang homogeny.
2. Tambahkan air panas hingga diperoleh 11 bagian. Biarkan massa cukup dingin dan
tuangkan dalam cetakan hingga diperoleh supositoria dengan berat 4 gram.
3. Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau gliserin yang
disisakan dan dicampurkan pada massa yang sudah dingin.

Supositoria Dengan Bahan Dasar Lainnya

PELAYANAN FARMASI | 51
Bahan dasar lain yang dapat digunakan untuk membuat supsotoria dapat bersifat
seperti lemak yang larut dalam air atau bercampur dengan air, beberapa diantaranya
membentuk emulsi tipe A/M. Formulasinya adalah tween 61 85% dan gliserin laurat
15%. Bahan dasar ini dapat menahan air atau larutan berair. Berat supositoria berbasis
bahan ini adalah 2,5 g.

PEMBUATAN SUPOSITORIA

Metode Pembuatan Supositoria


1. Dengan tangan
Metode ini hanya digunakan untuk supositoria berbasis lemak cokelat dan untuk skala
kecil, serta apabila bahan obat tidak tahan terhadap pemanasan. Metode ini kurang
cocok dilakukan diiklim panas.

2. Dengan mencetak hasil leburan


Cetakan harus dibasahi terlebih dahulu dengan paraffin cair bagi yang memakai
bahan dasar gliserin-gelatin, tetapi tidak dibasahi jika menggunakan bahan dasar
lemak cokelat dan PEG karena supositoria akan mengerut pada proses pendinginan
dan terlepas dari cetakan.
3. Dengan kompresi
Dengan metode ini, proses penuangan, pendinginan, dan pelepasan supositoria
dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas mesin dapat mencapai 3.500 –
6000 supositoria/jam
Pembuatan supositoria secara umum dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Digunakan bahan dasar supositoria yang memungkinkan untuk meleleh pada suhu
tubuh atau dapat larut dalam cairan yang ada dalam rectum.
2. Obat dilarutkan dalam bahan dasar, jika perlu dipanaskan.
3. Apabila bahan obat sukar larut dalam bahan dasar, obat dibuat dalam bentuk serbuk
halus.
4. Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan ke dalam
cetakan supositoria, kemudian didinginkan.
5. Cetakan terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam lain, tetapi ada juga yang
dibuat dari plastic. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal (memanjang) untuk
mengeluarkan supositoria.
6. Untuk mencetak bacilla, dapat digunakan tube kaca atau gulungan kertas.

PELAYANAN FARMASI | 52
7. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, pembuatan
supositoria harus dibuat berlebih (±10%) dan cetakan sebelum digunakan harus
dibasahi lebih dahulu dengan paraffin cair atau minyak lemak atau spiritus saponatus
(soft soap liniment); spiritus saponatus jangan digunakan untuk supositoria yang
mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabun dan sebagai
penggantinya digunakan oleum ricini (minyak jarak) dalam etanol. Supositoria
dengan bahan dasar PEG dan tween tidak memerlukan bahan pelican cetakan karena
pada pendinginan akan mudah lepas dari cetakannya. Hal ini terjadi karena bahan
dasar tersebut dapat mengerut.

Pengemasan Supositoria
Supositoria dikemas sedemikian rupa sehingga tiap supositoria terpisah serta tidak
mudah hancur atau meleleh. Supositoria biasanya dikemas dalam wadah yang terbuat
dari alumunium foil atau strip plastic sebanyak 6 hingga 12 buah, untuk kemudian
dikemas dalam dus. Supositoria harus disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat
sejuk. Beberapa supositoria diharuskan untuk disimpan di dalam suhu dingin (lemari es),
sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam label masing-masing, didasarkan pada
basis yang digunakan, misalnya supositoria berbasis gelatin.

Pemeriksaan Mutu Supositoria


Setelah dicetak, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Penetapan kadar zat aktif disesuaikan dengan yang tertera pada etiketnya.
2. Pengujian titik lebur, terutama jika digunakan bahan dasar lemak cokelat.
3. Uji kerapuhan, untuk menghindari kerusakan akibat kerapuhan selama pengangkutan.
4. Uji waktu hancur, syarat waktu hancur untuk supositoria berbasis PEG 1000 adalah 15
menit dan lemak coelat dingin adalah 3 menit.
5. Uji homogenitas.

PELAYANAN FARMASI | 53
UJI KOMPETENSI
Uraian
1. Apa yang dimaksud dengan ovula?
2. Jelaskan tujuan penggunaan obat bentuk supositoria!
3. Jelaskan keuntungan PEG sebagai basis supositoria!
4. Jelaskan alasan penggunaan air sebagai pelarut obat dengan basis oleum cocoa sebaiknya
dihindari!
5. Sebutkan satu contoh bahan obat yang dapat meningkatkan titik lebur oleum cocoa!

PELAYANAN FARMASI | 54
DAFTAR PUSTAKA

Agustina Septaning R, S.Si., Apt., dkk.2018.Pelayanan Farmasi Kompetensi Keahlian Farmasi


Klinis dan Komunitas volume 1. Jakarta: EGC. Penerbit Buku Kedokteran.

PELAYANAN FARMASI | 55

Anda mungkin juga menyukai