Kasus 2
Topik : Bronkopneumonia
Tanggal (kasus) : 09 April 2017 Peserta: dr. Dessy Riskasari
Tanggal Presentasi : 18 April 2017 Pendamping: dr. Herianto, SpPD
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Sekayu
Objektif Presentasi :
Tinjauan
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran
Pustaka
Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Anak , usia 3 tahun, sesak napas, batuk, demam sejak 2 hari yang lalu
1. Mengetahui definisi dan epidemiologi bronkopneumonia
2. Mengetahui etiologi bronkopneumonia
□ Tujuan : 3. Mengetahui manifestasi klinis bronkopneumonia
4. Mengetahui penegakan diagnosa bronkopneumonia
5. Mengetahui tatalaksana bronkopneumonia
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara Presentasi
□ Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas : dan Diskusi
Nama : An. R, ♂, 2 tahun
Data Pasien : No. Registrasi : 260568
BB : 11 kg, TB : 92 cm
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis Bronkopneumonia
Pasien datang dengan keluhan sesak napas disertai batuk sejak 2 hari yang lalu. Batuk tidak
dipengaruhi cuaca, batuk berdahak berwarna putih, pilek (-), mengi (-), demam (+) tidak
terlalu tinggi, kejang (-), BAK dan BAB biasa.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum berobat sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
5. Riwayat Pekerjaan : ayah pasien bekerja sebagai buruh, ibu pasien sebagai ibu rumah
tangga
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan.
7. Riwayat Imunisasi : lengkap
Daftar Pustaka :
1. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS, et.
al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004.
hal. 351 - 354.
2. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000. Hal.
74 – 92.
3. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Vol 2. 6th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 – 810.
4. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.
5. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th
ed. [ e – book ]. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.
6. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia
Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia. 2002.
7. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit: Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health
Organization. 2009. hal. 83 – 93.
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi dan Epidemiologi Bronkopneumonia
2. Etiologi Bronkopneumonia
3. Manifestasi Klinis Bronkopneumonia
4. Penegakan diagnosa Bronkopneumonia
5. Tatalaksana Bronkopneumonia
1. Subjektif :
• Keluhan Utama: sesak napas disertai batuk sejak 2 hari yang lalu
• Ibu pasien mengeluh pasien mengalami sesak napas disertai batuk sejak 2 hari yang
lalu. Batuk tidak dipengaruhi cuaca, batuk berdahak berwarna putih, pilek (-), mengi (-),
demam (+) tidak terlalu tinggi, kejang (-), BAK dan BAB biasa.
2. Objektif :
Pemeriksaan Fisik
Nadi : 90x/menit
Suhu : 37,30 C
Status Internus
Kepala : sianosis sirkum oral (-), konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-),
Thoraks
o Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (-),
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : redup pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, rhonki+/+ halus, wheezing -/-
o Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus jantung tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : HR 90 x/m, BJ I dan II normal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, NT (-), BU (+) Normal
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
3. Assesment :
Bronkopneumonia
4. Plan :
TERAPI
- Nebulisasi ventolin 3x1/2 fls
- Ampicilin 3x250mg
- Parasetamol sirup 3x1 cth (sediaan 120mg/5ml) jika demam
- Dexa 3x1/3
- Ceftaxidime 2x200
- Pulf batuk 3x1
- Edukasi pada ibu untuk menjaga lingkungan tetap bersih (udara dengan ventilasi sehat,
jauhi asap rokok/obat nyamuk), jika sesak bertambah berat segera cari pertolongan
kesehatan.
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKOPNEUMONIA
DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus
dan jaringan interstisial. Bila parenkim paru terkena infeksi dan mengalami
inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut
pneumonia lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup
satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak – bercak yang tersebar
bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan
jenis pneumonia yang sering dijumpai pada anak – anak.1,2,3
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah 5 tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di
seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia lebih
sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju. Menurut survei
kesehatan anak nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama
pneumonia.4,5
ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (virus,
bakteri, jamur, parasit) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti
aspirasi makanan dan asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi
hipersensitivitas, dan drug – or radiation induced pneumonitis. Usia pasien
merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan.4,5,6
Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu –
anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat
kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi
mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Spektrum mikroorganisme
penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B,
Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas
sp, atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu
Streptococcus pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi
dari ibu selama proses persalinan sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan.
Penularan transplasenta juga dapat terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma,
Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes simpleks ( TORCH ), Varisela –
Zoster, dan Listeria monocytogenes. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
pneumonia lebih sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.4,5
Di negara maju, pneumonia pada anak tertuama disebabkan oleh virus, di
samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak
32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang
terbanyak menyebabkan pneumonia antara lain adalah Respiratory Synctial Virus
( RSV ), Rhinovirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang terbanyak adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Mycoplasma
pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi
bakteri yang lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun.
Namun, secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan
pneumonia virus. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok
usia yang bersumber dari data di negara maju dapat terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju4
USIA ETIOLOGI YANG SERING ETIOLOGIYANG JARANG
Lahir – 20 hari BAKTERI BAKTERI
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan BAKTERI BAKTERI
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
VIRUS Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1, 2, 3 VIRUS
Respitatory Syncytical Virus Virus Sitomegalo
4 bulan – 5 tahun BAKTERI BAKTERI
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
VIRUS Staphylococcus aureus
Virus Adeno VIRUS
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Synncytial virus
5 tahun – remaja BAKTERI BAKTERI
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
VIRUS
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
DIAGNOSIS
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau
serologis merupakan dasar yang optimal. Akan tetapi, penemunan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium menunjang yang
memadai. Oleh karena itu pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan
gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran
radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan
lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping
hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.4
WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan
untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk
masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi:
napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke
rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1 menit
penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium).
Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi
pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:
Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5
Tahun.4
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia berat
bila ada sesak napas
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
bila tidak ada sesak napas
ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 11 bulan
o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
DIAGNOSIS BANDING7
Pneumonia lobaris
Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang
pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39 – 40 oC dan biasanya tipe
kontinua. Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung
dan mulut dan nyeri dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang terkena. Pada
foto rotgen terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
Bronkioloitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping
hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki
nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal,
kimia darah menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.
Aspirasi benda asing
Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba – tiba, wheezing
atau suara pernapasan yang menurun yang bersifat fokal.
Tuberkulosis
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif ( >
10 mm atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ), demam 2 minggu atau
lebih, batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan
menurun, pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik,
pembengkakan tulang/sendi punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat
disertai nafsu makan menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui
skor TB.
Atelektasis
Pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang seharusnya
mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan dangkal,
takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan
bergeser dan letak diafragma mungkin meninggi.
TATALAKSANA
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat – ringannya penyakit, misalnya toksis,
distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang
lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar
tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kasual dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asm – basa dan elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan
kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan
pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Karena
identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka pemilihan
antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris yang didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan
klinis pasien serta faktor epidiemiologis.1,4,7
Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia
pulse oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen ( berikan
pada anak dengan saturaso < 90%, anak yang tidak stabil. Hentikan
pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen
setelah saat ini tidak berguna.
Terapi Penunjang
Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri
antipiretik seperti parasetamol. Bila ditemukaan adanya wheezing, beri
bronkodilator kerja cepat. Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang
tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara
perlahan. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang sesuai,
tetapi hati – hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan pemberian
ASI dan cairan oral. Jika anak tidak dapat minum, pasang pipa nasogastrik
dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi sering. Jika asupan
cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk
meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi.
Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang
keduanya pada lubang hidung yang sama.
KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis
purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah empiema apabila terdapat demam
persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung ( bila
masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada perkusi,
gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada ).
Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.4
Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan
sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal
jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh
karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk
melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan
pemeriksaan enzim.4
PROGNOSIS
Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %.
Mortalitas dapa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan
malnutrisi energi – protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi
sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat
gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif
pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua – duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama – sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih
besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila
berdiri sendiri. Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak.7