Anda di halaman 1dari 6

Kota Salatiga merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kasus

Tuberculosis Paru pada anak. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota (DKK) Salatiga
tahun 2015 yang diambil dari data Puskesmas dan Rumah sakit, angka penemuan kasus baru
Tuberkulosis Paru terkonfirmasi bakteriologis (BTA Positif) yang tercatat (Case Notification
Rate/ CNR BTA Positif) tahun 2015 sebesar 123,08 per 100.000 penduduk dan tahun 2014 di
Kota Salatiga sebesar 128,73 per 100.000 penduduk. Kemudian proporsi kasus terduga
(suspek) TB paru terkonfirmasi bakteriologis (BTA positif) di antara seluruh kasuss terduga
(suspek) TB yang diperiksa dahaknya di Kota Salatiga, sebesar 8,87%. Sedangkan CNR
untuk semua kasus sebesar 354,53 per 100.000 penduduk. Untuk proporsi kasus TB anak di
antara kasus baru Tuberkulosis Paru yang tercatat sebesar 4,15%. Hal ini menunjukan adanya
penularan kasus TB BTA Positif kepada anak dari orang dewasa. Sehingga kelompok kami
merencanakan untuk merancang suatu program kesehatan dalam rangka mengurangi angka
kasus Tuberkulosis anak di Salatiga.

A. Community Analysis (Preceed)

1. KEADAAN GEOGRAFI
Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Argomulyo, Sidomukti,
Sidorejo, Tingkir dan 22 kelurahan. Luas wilayah Kota Salatiga tercatat sebesar
5.678,110 hektar atau 56.781 km2 .
2. KEADAAN PENDUDUK
 Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Salatiga pada tahun 2015 (sumber Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil) sebanyak 183.622 jiwa. Tingkat kepadatan
penduduk tertinggi di Kecamatan Sidomukti yaitu 3,65 jiwa/km2 dan yang
terendah kepadatan penduduknya terjadi di Kecamatan Argomulyo yaitu 2,45
jiwa/km2. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Sidorejo sebanyak
52.842 jiwa dan terendah berada di Kecamatan Sidomukti yaitu 41.672 jiwa.
 Rasio Jenis Kelamin Penduduk

 Komposisi Penduduk Menurut Umur

3. KEADAAN EKONOMI
Laju pertumbuhan PDRB Kota Salatiga tahun 2014 mencapai 4,80%, sedikit
melambat dibandingkan tahun 2013 dengan pertumbuhan 6,27%. Pertumbuhan
ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
sebesar 9,90%.
Berdasarkan gambar tersebut di atas, terlihat bahwa tren perkembangan pertumbuhan
ekonomi Kota Salatiga berbanding terbalik dengan Propinsi Jawa Tengah. Ketika
perkembangan pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga turun, Propinsi Jawa Tengah
naik. Begitu pula sebaliknya, ketika perkembangan pertumbuhan ekonomi Kota
Salatiga sedang naik, Propinsi Jawa Tengah malah turun. Sedangkan perkembangan
pertumbuhan ekonomi nasional cenderung turun dari tahun ke tahun.

4. KEADAAN PENDIDIKAN
Tingkat pendidikan berkaitan dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi
kesehatan serta kemampuan berperan aktif dalam pembangunan kesehatan.
Masyarakat yang memiliki pendidikan lebih tinggi, pada umumnya mempunyai
pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga lebih mudah menyerap dan menerima
informasi, serta dapat ikut berperan serta dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya
dan keluarganya. Situasi pendidikan penduduk Kota Salatiga tahun 2015 seperti pada
tabel 2.3 berikut ini :
5. SITUASI DERAJAT KESEHATAN
 Angka Kematian
Angka kematian neonatal tahun 2015 sebesar 8,57 per 1.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Salatiga tahun 2015 sebesar 13,04 per
1.000 kelahiran hidup (35 kasus) menurun bila dibandingkan tahun 2014 sebesar
37 kasus dan tahun 2013 40 kasus. Angka Kematian Balita (AKABA) di Kota
Salatiga tahun 2015 sebesar 14,53 per 1.000 kelahiran hidup (39 kasus) sama
jumlah kasusnya di tahun 2014 sebesar 39 kasus, menurun jika dibandingkan
tahun 2013 sebesar 17,15 per 1000 kelahiran hidup (43 kasus).

 Angka Kesakitan
Jumlah penderita TB Paru BTA (+) yang diobati dan sembuh tahun 2015 tahun
sebesar 218 kasus (81,95%) dari 266 kasus yang diobati. Keadaan ini meningkat
jika dibandingkan tahun 2014 sebesar 210 (71,43%) dan tahun 2013 sebesar 155
(76,73%) kasus.
6. KEADAAN LINGKUNGAN
Jumlah rumah yang memenuhi syarat sebesar 87,45% (36.372 rumah) dari 41.592
rumah.
7. SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
 Sarana Kesehatan
Jumlah rumah sakit di Kota Salatiga sebanyak 7 (tujuh) buah yang terdiri dari 5
rumah sakit umum dan 2 (dua) rumah sakit khusus. Jumlah Puskesmas sebanyak
6 UPT dan 1 BKPM. Rasio Puskesmas terhadap 30.000 penduduk di Kota
Salatiga tahun 2015 sebesar 0,98. Jumlah Posyandu 285 buah dengan jumlah
Posyandu strata mandiri sebesar 21,05% (60 buah). Jumlah kelurahan siaga di
Kota Salatiga tahunn 2015 sebanyak 22 (100%).
 Tenaga Kesehatan
Rasio tenaga medis yang terdiri dari dokter spesialis dan dokter umum di Kota
Salatiga tahun 2015 sebesar 88,76 per 100.000 penduduk, sedangkan dokter
spesialis gigi dan dokter gigi sebesar 10,89 per 100.000 penduduk. Rasio perawat
terhadap penduduk sebesar 334,38 per 100.000 penduduk, perawat gigi sebesar
13,61 per 100.000 penduduk dan bidan sebesar 80,60 per 100.000 penduduk
perempuan. Rasio tenaga kefarmasian Kota Salatiga tahun 2015 sebesar 109,46
per 100.000 penduduk. Rasio tenaga kesehatan masyarakat tahun 2015 di Kota
Salatiga sebesar 5,99 per 100.000 penduduk dan tenaga kesehatan lingkungan
sebesar 9,80 per 100.000 penduduk. Rasio tenaga gizi di Kota Salatiga tahun
2015 sebesar 17,97 per 100.000 penduduk. Rasio tenaga keterapian fisik tahun
2015 di Kota Salatiga sebesar 12,52 per 100.000 penduduk sedangkan tenaga
keteknisian medis sebesar 78,97 per 100.000 penduduk.
8. PEMBIAYAAN KESEHATAN
Total anggaran APBD Kota Salatiga Tahun 2015 sebesar Rp. 1.006.961.181.000,-
sedangkan anggaran kesehatan yang berasal dari APBD sebesar Rp.168.314.313.573,-
Persentase anggaran kesehatan dibandingkan total APBD sebesar 6,19%.

B. Targeted Assessment
Target pencapaian dari program ini secara umum adalah pencegahan penyakit TB
(Tuberculosis) pada anak dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat terkait
menjaga kebersihan lingkungan, pentingnya memakai masker untuk pasien TB, dan
pentingnya ventilasi rumah agar dapat mengurangi resiko penularan TB. Kecamatan
Sidomukti menjadi tempat yang menjadi prioritas sasaran program kesehatan ini karena
tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Salatiga adalah Kecamatan Sidomukti yaitu 3,65
jiwa/km2. Faktor resiko penularan TBC paru salah satunya melalui udara sehingga daerah
yang padat penduduk dapat mempercepat penularan penyakit TB. Selain itu juga
dikarenakan oleh lingkungan yang buruk, kondisi gizi yang buruk, dan kondisi sosial
ekonomi. Kelembaban udara yang semakin lembab dapat menjadi salah satu faktor
terjadinya penyakit TB paru, apalagi didukung dengan kelemababan rumah, rumah yang
gelap, dan lembab karena tidak adanya jendela atau ventilasi yang berguna sebagai
tempat masuknya cahaya dan sirkulasi udara dapat menyebabkan berkembangbiaknya
bakteri Mycrobacterium tuberculosis dan transmisi penularan penyakit dalam ruangan
untuk waktu yang lama. Keringat manusia juga mempengaruhi kelembaban, semakin
banya manusia dalma satu ruangan, kelembaban semakin tinggi terutama karena uap air
baik dari pernafasan maupun keringat.

Anda mungkin juga menyukai