Anda di halaman 1dari 7

Chapter 7

Training and learning needs assessment


Armstrong dan Baron (1998: 7) mendefinisikan manajemen kinerja sebagai
pendekatan strategis dan terpadu untuk memberikan keberhasilan berkelanjutan kepada
organisasi dengan meningkatkan kinerja orang-orang yang bekerja di dalamnya dan dengan
mengembangkan kemampuan tim dan kontribusi individu. Artinya manajemen kinerja
merupakan pendekatan strategis yang memperhatikan perbaikan dan pengembangan
berkelanjutan.Dalam menyusun kegiatan pelatihan dan pembelajaran efektif, penting untuk
memperhatikan kebutuhan organisasi, divisi, kelompok, atau individu secara menyeluruh.
Adanya perubahan peraturan atau masuknya teknologi baru akan memunculkan
berbagai macam kebutuhan dalam organisasi. Pemegang kerja dituntut untuk memiliki daya
inovatif yang lebih baik dari hasil pelatihan, pembelajaran, atau pengembangan agar lebih
kompetitif. Selain itu, individu dalam organisasi juga harus mampu menyesuaikan diri
dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam organisasi tersebut.
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja, namum penting untuk mengidentifikasi
apakah pelatihan cenderung memfasilitasi kinerja yang lebih efektif atau akan diberikan pada
masalah manajemen lainnya. Ada dua model pendekatan yang digunakan pada proses
pelatihan dan pembelajaran, yaitu (1) model pembelajaran individu dan (2) model efektivitas
peningkatan. Model pembelajaran individu mengasumsikan bahwa perubahan dalam individu
akan meningkatkan kinerja dan efektivitas organisasi, sedangkan model efektivitas
peningkatan akan memastikan bahwa organisasi telah mengambil langkah yang benar untuk
keberhasilan pelatihan. Dalam menentukan model pelatihan yang akan digunakan, spesialis
HRD perlu untuk memahami metode pengumpulan dan interpretasi data yang akan
digunakan serta kebutuhan yang ada dalam setiap individu atau organisasi.

Mengidentifikasi kekurangan kinerja


Tujuan organisasi dan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia
Agar pembangunan efektif dapat terjadi di dalam suatu organisasi, tujuan
pengembangan sumber daya departemen, kelompok dan individu manusia harus selaras
dengan tujuan organisasi. Ada beberapa faktor yang mampu membuat tujuan individu selaras
dengan tujuan organisasi, yaitu:
1. Komitmen
Individu yang memiliki komitmen tinggi terhadap pekerjaan, organisasi atau perusahaan
akan sangat penting untuk mewujudkan tujuan organisasi.
2. Pemberdayaan dan Keterlibatan
Penting bagi suatu organisasi untuk melibatkan anggotanya dalam setiap kegiatan yang
ada didalamnya. Organisasi juga memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi kebutuhan,
komitmen, dan pemberdayaan anggotanya. Pemberdayaan dipandang sebagai sarana untuk
meningkatkan kinerja organisasi dan kepuasan karyawan secara bersamaan.
3. Kepemimpinan
Kepemimpinan dipandang sebagai kekuatan untuk menginspirasi dan memotivasi
karyawan untuk memiliki kenginginan mengubah organisasi dan menjadi yang terbaik.
Pemimpin dapat berperan sebagai model peran perubahan dalam organisasi.
4. Kerja Tim
Kerja tim dibutuhkan dalam organisasi sebagai salah satu motivator yang kuat dan penting
dalam proses pembelajaran dan pengetahuan organisasi. Individu dalam organisasi akan
lebih banyak meminta dukungan rekan satu tim untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
5. Budaya
Budaya organisasi diasumsikan mampu mempengaruhi perilaku anggotanya karena
budaya berperan penting dalam menyatukan semua karyawan di belakang organisasi untuk
memfasilitasi perubahan strategis.
6. Komunikasi
Komunikasi dalam organisasi memiliki peran penting untuk menginformasikan, mendidik,
dan mendorong orang lain untuk mengadopsi perilaku yang baru. Dalam hal ini
komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi dua arah yang baik dan efektif.
7. Fleksibilitas
Fleksibilitas dalam memilih pekerjaan dan penggunaan keterampilan dapat memotivasi
karyawan dalam meningkatkan tanggung jawabnya sehingga dapat meyebabkan
peningkatan kinerja.
8. Belajar
Penekanan pembelajaran organisasional dan individual diharapkan dapat terjadi secara
terus menerussehingga mampu meningkatkan kinerja organisasi.
Mengapa kekurangan dalam performa?
Stewart (1999) mengemukakan dua faktor yang berpengaruh pada hubungan antara
tujuan organisasi dan kebutuhan pelatihan, yaitu (1) tujuan organisasi dapat dicapai memlalui
penggabungan antara aktivitas individu, departemen dan fungsi; (2) jika organisasi tidak
memenuhi tujuannya, maka kemungkinan tujuan individu dan departemen tidak akan
terpenuhi. Oleh sebab itu Horrison (2000) menyarankan bahwa pelatihan, pembelajaran, dan
pengembangan harus dilakukan dengan cara yang efektif dengan cara terintegrasi dan
dikelola secara strategis.
Tidak jarang dalam proses pembelajaran dan pelatihan terdapat kesenjangan kinerja.
Kesenjangan kinerja adalah adanya celah antara perilaku efektif dan tidak efektif.
Kesenjangan inilah yang seharusnya dapat diselesaikan dengan adanya pelatihan. Namun,
sebelum pelatihan diberikan perlu adanya analisis kebutuhan untuk mengetahui kebutuhan
apa saja yang ada dalam organisasi atau individu tersebut. Setelah menganalisis kebutuhan,
maka langkah selanjutnya adalah dengan memberikan individu dalam organisasi tersebut
kesempatan untuk belajar secara langsung, sehingga akan menguah pengetahuan,
keterampilan atau sikap individu. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada peningkatan
performa kerja individu sehingga efektivitas organisasi juga akan meningkat. Namun,
keberhasilan dalam pelatihan ini juga ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya motivasi
individu untuk belajar, kemampuan untuk menerima keterampilan, kualitas treiner dan
trainee, materi pelatihan, dan sistem yang berlaku dalam organisasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja kerja


Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Beberapa di antaranya ada di
dalam individu dan berhubungan dengan kemampuan, gaya kerja atau sikap mereka,
selebihnya berasal dari lingkungan kerja individu tersebut. Beberapa faktor tersebut adalah:
1. Struktur Organisasi
Struktur dalam suatu organisasi berfungsi untuk menetukan peran masing-masig individu
dalam organisasi terhebut. Namun, bagi individu yang baru, masih akan terasa sulit untuk
menunjukkan keterampilannya pada atasan. Respon yang diberikan kepada individu
tersebut juga akan mempengaruhi bagaimana kinerjanya dalam organisasi. Perubahan
struktur, mekanisme komunikasi dan sistem kerja akan berhasil apabila adanya kerja sama
antar individu dalam organisasi tersebut.
2. Budaya Organsasi
Seperti dibahas sebelumnya bahwa budaya organisasi akan mempengaruhi kinerja
individu dalam kelompok. Norma, sikap, nilai, dan perilaku yang ada dalam organisasi
merupakan faktor penentu utama perilaku individu. Para manajer harus
mempertimbangkan budaya kerja dimana seseorang bekerja sebelum menentukan
pelatihan, karena ketidakcocokan dalam pemberian pelatihan akan menghambat perubahan
perilaku di tempat kerja.
3. Sistem Penghargaan
Banyak jenis penghargaan yang dapat diberikan dalam suatu organisasi, misalnya berupa
kenaikan gaji, tunjangan, dan bonus. Namun, tidak selamanya bentuk penghargaan seperti
ini akan berlansung secara efektif. Karyawan akan merasa lebih dihargai apabila
memperoleh pengahrgaan berupa promosi jabatan, otonomi, status, pengakuan kinerja, dan
dukungan sosial.
4. Desain Pekerjaan
Desain pekerjaan dengan tuntutan yang lebih kompleks akan menghambat individu untuk
berkembang menerapkan keterampilannya. Selain itu, kurangnya latihan dan peralatan
yang tidak sesuai dengan keterampilan juga akan menghambat kerja individu tersebut.
5. Proses Grup
Kemauan individu dalam organisasi untuk menerima perubahan-perubahan baru sangatlah
dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja. Individu yang di dalam timnya tidak mampu
untuk menerima adanya cara-cara baru tersebut tentu akan menghambat perilaku
efektifyang mengakibatkan turunnya performa kinerja tim mereka.
6. Kekuasaan dan Politik
Buchanan dan Huczynski (2004) menyebutkan bahwa kekuasaan dan politik memberi
pengaruh besar pada cara mereka melakukan suatu pekerjaan. Individu cenderung terlibat
dalam perilaku yang mampu meninggikan basis kekuasaan mereka.

Meningkatnya efektifitas model pelatihan


Dari pembahasan jelas bahwa pelatihan memiliki beberapa manfaat yang sangat
besar, diantaranya (1) mampu meningkatkan motivasi kerja, (2) peningkatan tanggung jawab,
(3) adanya kepuasan pribadi, (4) kesempatan untuk kemajuan karir, dan (5) peningkatan
kualitas untuk kemajuan karir. Setelah adanya pelatihan dan pengembangan, maka perlu
adanya pendekatan yang lebih operasional. Terdapat sejumlah langkah-langkah yang harus
dilalui untuk memastikan tidak adanya kesenjangan kinerja. Model pelatihan individu
merupakan model pelatihan yang terbatas karena hanya mengasumsikan bahwa perubahan
individu dapat diberlakukan di tempat kerja, akan tetapi tidak mempertimbangkan dampak
yang lebih luas untuk organisasi. Sedangkan model efektifitas meningkat adalah model yang
mempertimbangkan pelatihan dalam konteks yang lebih luas. Model efektifitas meningkat
berguna bagi HRD untuk menentukan apakah pelatihan menjembatani kesenjangan atau
masih ada beberapa kesenjanga yang harus ditangani. Oleh sebab itu, model efektifitas
meningkat lebih berharga daripada model pelatihan individu.

Metode penilaian kebutuhan


Menilai kebutuhan pada berbagai tingkat analisis
Ada berbagai metode yang digunakan untuk membantu menilai atau mengidentifikasi
keutuhan pelatihan, pengembangan, dan pembelajaran, yaitu metode wawancara, observasi,
dan penilaian diri. Sebelumnya pada pelatih juga telah melakukan pendekatan analisis
pekerjaan yang meliputi analisis deskripsi dan spesifikasi pekerjaan untuk mengidentifikasi
kebutuhan individu dalam organisasi. Adapun analisis lain juga diperlukan dalam berbagai
macam tingkat, yaitu:
1. Kebutuhan tingkat organisasi
Stewart (1999) mengemukakan bahwa berguna untuk memisahkan kebutuhan menjadi dua
jenis, yaitu kebutuhan kolektif yang diidentifikasi pada tingkat individu dan kebutuhan
untuk berkembang karena adanya perubahan kebijakan, tujuan, teknologi, dan peraturan.
2. Kebutuhan tingkat tim
Dalam konteks tim, individu akan saling membantu untuk mencapai sinergi tim, sehingga
akan meningkatkan kualitas perkerjaan pada masing-masing anggota. Pada perspektif ini
mencerminkan teori konstruktivis yang mementingkan pembelajar dalam proses
pembelajaran. Hal ini ni melampaui perspektif yang lebih tradisional di mana tingkat
keterampilan tim sering digambarkan dalam istilah 'teambuilding' atau 'teamworking',
3. Kebutuhan tingkat pekerjaan
Satu set faktor diluar jabatan yang dapat menentukan kebutuhan pelatihan meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dengan demikian spesifikasi apa yang perlu untuk
diketahui dan dilakukan individu menunjukkan kebutuhan pelatihan pada tingkat
pekerjaan. Craig (1994) menyatakan bahwa penting untuk mengenali bahwa 'keterampilan'
dapat dikategorikan dalam berbagai cara - misalnya, kognitif, perseptual dan motorik.
4. Kebutuhan tingkat individu
Model dari Vinton dkk. (1983) memuat tentag tiga tingkat analisis yang menghubungkan
kebutuhan pelatihan dengan tujuan organisasi. Diawali dengan pemeriksaan kinerja
organisasi, kelompok kerja hingga melakukan analisis pada individu dalam kelompok
kerja tersebut.

Pendekatan analisis pelatihan kerja


Pearn dan Kandola (1990) menawarkan lebih dari 18 pendekatan analisis pekerjaan
yang berbeda. Namun yang paling populer adalah yang dikemukakan oleh Reid dan
Barrington (1999) dan Stewart (1999), adalah sebagai berikut:
1. Analisis yang komprehensif
Analisis ini akan menyita banyak waktu karena pemeriksaan terperinci dilakukan pada
semua aspek pekerjaan, mulai dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan
untuk kinerja yang efektif.
2. Analisis tugas utama
Analisis tugas utama berfungsi untuk menganalisis pekerjaan manajerial yang
membutuhkan refleksi, kreativitas, analisis, dan pemecahan masalah. Analisis tugas utama
menganalisis tugas penting untuk menghasilkan deskripsi pekerjaan dan spesifikasi
pelatihan kerja.
3. Analisis yang berpusat pada masalah
Pendekatan ini berfokus pada kesulitan yang mungkin membutuhkan pelatihan. Metode ini
sering digunakan bersama dengan analisis tugas utama. Keuntungan dari pendekatan ini
adalah mampu medapatkan komitmen dari karyawannya karena mereka menganalisis
masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
4. Pendekatan berbasis kompetensi
Pendekatan ini dapat dilakukan pada level manajerial dan nonmanajerial. Mereka pada
awalnya dikembangkan untuk mengidentifikasi bagaimana trainee muda dapat diberi
pengalaman belajar organisasional yang dapat dialihkan ke organisasi lain.

Analisis kebutuhan pengembangan sumber daya manusia individual


Sejumlah metode tersedia untuk menilai kemampuan individu untuk melakukan
pekerjaan secara efektif, mampu mengidentifikasi kesenjangan antara kinerja yang efektif
dengan keadaan terkini, sehingga dapat menetukan solusi pelatihan. Adapun empat
pendekatan yang disarankan adalah:
1. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah alat untuk menilai kinerja individu, menyoroti kekurangan kinerja
dan kebutuhan pengembangan. Penilaian dapat mengambil beberapa bentuk, yaitu
penilaian diri, penilaian rekan kerja, manajemen lini, dan umpan balik 360 derajat.
2. Pusat Pembangunan
Pusat pengembangan terdiri dari serangkaian latihan untuk menilai potensi manajerial. Hal
ini mirip dengan pusat penilaian yang digunakan untuk tujuan perekrutan dan seleksi.
Dulewicz (1989) menyatakan bahwa pusat pengembangan berfokus pada pengembangan
daripada pemilihan kerja, walaupun keduanya dirancang untuk memprediksi potensi
daripada penilaian kinerja.
3. Penilaian Diri
Sejumlah alat penilaian mandiri berguna untuk penilaian diri yang berkelanjutan dan
sebagian besar berfokus pada gaya dan orientasi individu. Analisis dan pengembangan diri
yang berkelanjutan sangat penting untuk pembelajaran ditempat kerja.
4. Tes Psikometri
Tes psikometri adalah prosedur untuk mengevaluasi fungsi psikologis. Tes psikometri
dibedakan menjadi tes kinerja maksimal, res kinerja mental, tes kemampuan intelektual,
dan tes kepribadian. Tes yang efektif memiliki kualitas keandalan, validitas, skor obyektif,
standarisasi, dan norma yang sesuai.

Mengintegrasikan solusi individu dan organisasi


Banyak organisasi mengembangkan praktik pengembangan karyawan yang efektif
untuk menyelaraskan pengembangan sumber daya manusia mereka secara strategis dengan
tujuan bisnis, dan untuk mengelola pengembangan dan kebutuhan tenaga kerja mereka yang
berubah secara efektif. Organisasi yang mendorong pengembangan individu akan menarik
staf yang lebih kreatif dan fleksibel yang dibutuhkan untuk menghadapi masa depan.

Anda mungkin juga menyukai