Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hal yang penting dalam kehidupan, namun pada saat
ini banyak orang yang tidak perduli dengan kesehatan. Appendiksitis adalah
salah satu penyakit yang sering dijumpai saat ini. Appendiksitis adalah
peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2003).
Penyebab appendiksitis belum sepenuhnya dimengerti. Pada
kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi usus buntu mungkin didahului
oleh adanya penyumbatan didalam usus buntu yang pecah bias menyebabkan:
1. Masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis, yang bias
berakibat fatal.
2. Fekalis atau massa keras dari feses.
3. Tumor, hyperplasia folikel limfoid.
4. Benda asing.
Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks yang
harus dilakukan sesegera mungkin agar appendiksitis tidak bertambah parah.
(Smeltzer Suzanne, C., 2003).
Insiden apendiksitis akut lebih tinggi pada negara maju dari pada negara
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun,
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap
100.000 populasi, kejadian ini disebabkan perubahan pola makan, yaitu
negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data
epidemiologi apendiksitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal umur 20-an,
sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendiksitis
sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan

1
pada masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2, kemudian angka
yang tinggi ini menurun pada pria (surya, 2008).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang asuhan keperawatan pasien
dengan post laparatomi
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien post
laparatomi
b. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien post laparatomi
c. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien post
laparatomi
d. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien post
laparatomi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. TINJAUAN KASUS
1. PENGERTIAN
Apendiksitis adalah inflamasi apendik (kantung yang non fungsional
terletak di bagian interior sekum) yang memerlukan penanganans egera
(Brunner & Su
ddath, 2001).
Apendiksitis adalah peradangan dari apendik vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun (Mansjoer,200).
Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendik yang
dilakukan segera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi (Smelezer
Suzanne, C.,2001).
2. ETIOLOGI
Penyebab appendiksitis belum sepenuhnya dimengerti. Pada
kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi usus buntu mungkin didahului
oleh adanya penyumbatan didalam usus buntu. Bial peradangan berlanjut ,
usus buntu yang pecah bisa menyebabkan:
a. Masuknya kuman usus kedalam perut, menyebabkan peritonitis, yang
bisa berakibat fatal.
b. Fekalis/ massa keras dari feses.
c. Tumor, hyperplasia folikel limfoid.
d. Benda asing.
3. PATOFISIOLOGI
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri dan berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang

3
terjadi pada lumen appendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena
timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan limpoid, tumor
limpoid, tumor appendiks, striktur, benda asing dalam tubuh dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Appendiks berawal
dari jaringan mukosa dan kemudian menyebar keseluruh tubuh lapisan
dinding appendiks. Jaringan mukosa pada appendiks menghasilkan mukus
setiap harinya. Obstruksi-obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari
lumen appendiks ke sekum menjadi terhambat, makin lama mukus makin
bertambah banyak dan terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen.
Namun karena keterbatasan elastisitas dinding appendiks, menyebabkan
terhambatnya kelenjar limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya demam,
infeksi bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendiksitis
akut fokal yang ditandai dengan nyeri di daerah epigastrium sekitar
umbilicus. Jika sekresi mukus terus berlanjut tekanan intra lumen akan
terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi dan
edema. Edema terus meluas dan bakteri akan menembus dinding
appendiks. Peradangan yang ditimbulkan akan semakin meluas dan
mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah
perut kanan bawah, keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila
kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding
appendiks yang disusul dengan terjadinya ganggren, keadaan ini disebut
dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding appendiks yang telah
mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam
keadaan perforasi. Keluhan apendisitis biasanya bermula nyeri di daerah
umbilicus atau periumbilicus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-
12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap
dan diperberat bila berjalan dan batuk. Terdapat juga keluhan-keluhan
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga
terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah.
Apendisitis mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami
perforasi. Tanda-tanda perforasi meliputi nyeri, spasme otot dinding perut
kuadran kanan bawah dan tanda peritonitis umum atau abses yan

4
terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis semakin jelas.
Komplikasi yang terjadi muncul adalah peritonitis, tromboflebitis, abses
subfrenikus fokal dan sepsis intra abdomen (Mansjoer, 2000).

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri kuadran bawah.
b. Demam ringan.
c. Mual-muntah.
d. Hilangnya nafsu makan.
e. Nyeri tekan local pada titik Mc. Burney.
f. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan
dilepaskan).
g. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpoasi kuadran
bawah kiri yang secara paradoksimal menyebabkan nyeri yang terasa
di kuadran kanan bawah.
h. Distensi abdomen akibat ileus paralitik.
i. Kondisi pasien memburuk.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG/ DIAGNOSTIK
Dalam menegakkan diagnosa pada apendisitis dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang antara lain (Mansjoer, 2000 ;Wim de Jong, 2004).
a. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap
Menunjukkan peningkatan jumlah darah putih (leukositosis ringan)
10.000-20.000/ml dengan peningkatan jumlah neutrofil.
 Pemeriksaan urin lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan dengan kelainan
pada ginjal dan saluran kemih. Pada apendisitis biasanya
ditemukan sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit
lebih dari normal.
b. Pemeriksaan radiologi

5
Menunjukkan adanya pengerasan material pada appendiks
(fekalit), ileus terlokalisir. Pemeriksaan USG dilakukan bila telah
terjadi infiltrate appendikularis.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis:
 Inspeksi, pada apendisitis sering ditemukan abdominal swelling
sehingga pada inspeksi biasa terdapat distensi perut.
 Palpasi, kecurigaan menderita apendisitis akan timbul pada saat
dokter melakukan palpasi perut.
 Colok dubur, menentukan letak appendiks kemudian terasa nyeri
maka kemungkinan appendiks penderita terletak didaerah pelvis.
 Tanda Rovsing, dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kiri
yang menyebabkan nyeri pada kuadran kanan bawah.
 Tanda Blumberg, dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kiri
bawah dan akan terasa nyeri pada kuadran kanan bawah saat
palpasi dilepas.
d. Uji Psoas
Uji Psoas dilaksanakan dengan rangsangan m. Psoas lewat
hiperekstensi fleksi aktif. Bila appendiks yang meradang menempel di
m. Psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
e. Uji Obturator
Uji obturator digunakan untuk melihat apakah appendiks yang
meradang kontak dengan M. Obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang pada appendiks akan menimbulkan
nyeri.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pasca operasi
Setelah dilakukan pembedahan, tanda-tanda vital perlu
diobservasi untuk mengetahui terjadinya syok akibat perdarahan,
hipertermi, dan gangguan pernafasan. Baringkan pasien dalam posisi
Semi Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi

6
gangguan selama itu pasien dipuasakan. Berikan minum mulai 15
ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam, keesokan
harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak. Satu hari pasca operasi, pasien dianjurkan duduk tegak
ditempat tidur selama 2×30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri
dan duduk diluar kamar dan konsultasikan perawatan luka dengan ahli
bedah dan hari ketujuh jahitan dapat diangkat.
B. TINJAUAN ASKEP
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada (Nikmatur Rohmah& Saiful
Walid 2012).
Pengkajian pada pasien post operasi apendiktomi didapatkan data
subyektif dan obyektif (Carpenito, 2007 ;Doenges, 2000 ; Masjoer 2000).
a. Data subyektif : pasien mengatakan nyeri pada area post operasi,
mengatakan mual dan muntah, pasien mengatakan tidak tahu
tentang cara perawatan post operasi.
b. Data objektif : pasien tampak meringis, muntah, nadi meningkat,
terdapat luak post operasi pada perut kuadran kanan bawah, pasien
tampak berbaring di tempat tidur, pasien tampak lemas, turgor kulit
kurang elastic, mukosa bibir kering, pasien tampak lemah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul meliputi:
a. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organism
sekunder terhadap pembedahan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot
sekunder terhadap pembedahan.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder akibat operasi.
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan
pasca operasi.

7
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
perawatan post operasi.
f. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan pasca
operasi dan nyeri.

3. PERENCANAAN
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah
,mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi
dalam diagnosis keperawatan. Diawali dengan prioritas masalah
berdasarkan masalah yang mengancam kehidupan dan pendekatan body
system (Nikmatur Romah 2012 hal 85).
1) Prioritas masalah
a. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya
organism sekunder terhadap pembedahan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot
sekunder terhadap pembedahan.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder akibat operasi.
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembatasan pasca operasi.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang perawatn post operasi.
f. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
pasca operasi dan nyeri.
2) Rencana perawatan berdasarkan prioritas masalah tersebut (Carpenito,
2007 ; Doenges, 2000 ; Masjoer 2000).
a. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya
organism sekunder terhadap pembedahan.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria evaluasi : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar,
bebas tanda infeksi/ inflamasi drainase purulen, eritema dan
demam.

8
Intervensi :
(1) Observasi tanda vital dan tanda infeksi.
Rasional : dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses,
peritonitis.
(2) Lakukan perawatan luka dan cuci tangan dengan teknik
aseptic.
Rasional : menurunkan resiko penyebaran bakteri, lihat insisi
dan balutan.
(3. Catat karakteristik drainase luka dan cairan, adanya eritema.
Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi,
pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada
sebelumnya.
(4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional :
menurunkan jumlah organism atau untuk menurunkan penyebaran
dan pertumbuhannya.
(5) Berikan informasi yang tepat pada pasien.
Rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan
dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.
b. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot
sekunder terhadap pembedahan.
Tujuan : nyeri terkontrol dan berkurang.
Kriteria evaluasi : melaporkan nyeri hilang/terkontrol, tampak
rileks, mampu istirahat dengan tepat.
Intervensi :
(1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10).
Rasional : perubahan karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan evaluasi medic dan
intervensi.
(2) Beri posisi semi fowler.

9
Rasional : gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam
abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
(3) Dorong ambulansi dini.
Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ contoh
merangsang peristaltic, menurunkan ketidaknyamanan
abdomen.
(4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : dapat mengalihkan dan mengontrol rasa nyeri.
(5) Berikan lingkungan yang tenang.
Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar.
(6) Kolaborasi dalam pemberian analgesic.
Rasional : menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain.
(7) Observasi tanda vital.
Rasional : peningkatan nadi, tekanan darah menunjukkan
peningkatan rasa nyeri.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder akibat operasi.
Tujuan : pasien dapat beraktivitas sesuai kemampuan.
Kriteria evaluasi : me

ngidentifikasi faktor yang menurunkan toleran aktivitas,


memperlihatkan kemajuan (khususnya tingkat yang lebih tinggi
dari mobilisasi yang mungkin).
Intervensi :
(1) Kaji ulang terhadap penyebab pasien tidak mampu untuk
beraktivitas respon individu terhadap aktivitas.
Rasional : menentukan intervensi yang akan dilakukan.
(2) Pantau respon individu terhadap aktivitas pasien.
Rasional : dengan memantau sebelum dan sesudah aktivitas
dapat mengetahui kemampuan pas

10
ien dalam beraktivitas.
(3) Tingkatkan aktivitas secara bertahap.
Rasional : melatih kemampuan pasien dalam beraktivitas dan
menurunkan dampak komplikasi yang terjadi.
(4) Berikan reinforcement yang positif setiap keterlibatan yang
dilakukan.
Rasional : umpan balik yang positif akan menguatkan perilaku
atau keberhasilan dalam melakukan tindakan.
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembatasan pasca operasi.
Tujuan : kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria evaluasi : mempertahankan keseimbangan cairan
dibuktikan oleh kelembaban membran mukosa, turgor kulit, tanda
vital stabil, dan secara individual pengeluaran urin adekuat.
Intervensi :
(1) Observasi tanda vital terutama tekanan darah dan nadi.
Rasional : membantu mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler.
(2) Observasi membran mukosa, turgor kulit.
Rasional : indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler.
(3) Auskultasi bising usus, tanyakan kelancaran flatus.
Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk
pemasukan per oral.
(4) Anjurkan minum sedikit-sedikit dan lanjutkan dengan diet
sesuai toleransi.
Rasional : menurunkan iritasi gaster/muntah untuk
meminimalkan kehilangan cairan.
(5) Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena (IV).
Rasional : peritoneum bereaksi terdapat iritasi/infeksi dengan
menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan
volume sirkulasi cairan.

11
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang perawatn post operasi.
Tujuan : pasien paham dan mengerti tentang perawatan luka post
operasi.
Kriteria evaluasi : menyatakan pemahaman tentang perawatan luka
post operasi.
Intervensi :
(1) Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional : menentukan intervensi yang akan dilakukan.
(2) Diskusikan hal-hal yang ingin diketahui tentang perawatan
pasca operasi.
Rasional : mengetahui sejauh mana pemahaman pasien tentang
perawatan pasca operasi.
(3) Berikan Health Education (HE) tentang perawatan post
operasi.
Rasional : menambah pengetahuan pasien.
(4) Evaluasi kembali hal-hal yang ditanyakan pasien tentang
perawatan pasca operasi.
Rasional : mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan pasien
terhadap penjelasan yang telah diberikan.
(5) Berikan pujian tentang apa yang telah dipahami pasien.
Rasional : memberikan penghargaan atas apa yang telah
dipahami oleh pasien.
f. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
pasca operasi dan nyeri.
Tujuan : dapat melakukan perawatan secara mandiri.
Kriteria evaluasi : pasien dapat melakukan perawatan diri secara
mandiri.
Intervensi :
(1) Kaji faktor penyebab dan tingkat kemampuan pasien dalam
memenuhi kebutuhan secara bertahap.
Rasional : mengetahui kemampuan pasien saat beraktivitas.

12
(2) Anjurkan pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara
bertahap.
Rasional : pasien dapat memenuhi kebutuhannya secara
mandiri dan tidak ketergantungan.
(3) Tingkatkan partisipasi secara optimal.
Rasional : dengan ikut berpartisipasi terhadap kebutuhan yang
belum bisa terpenuhi secara mandiri dapat membantu pasien
dalam kebutuhannya.
(4) Hargai dan beri reinforcement yang positif terhadap
keterlibatan yang dilakukan pasien.
Rasional : umpan balik yang positif akan menguatkan perilaku
atau keberhasilan melakukan kegiatan.
(5) Hindari peningkatan ketergantungan dengan tidak ikut campur
tangan saat pasien menunjukkan kemampuannya.
Rasional : melatih kemandirian pasien saat beraktivitas.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan
keperawatan.
5. EVALUASI
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur Rohma&Saiful Walid 2012).
1) Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
2) Nyeri terkontrol atau berkurang.
3) Pasien dapat beraktivitas sesuai kemampuan.
4) Infeksi tidak terjadi.
5) Pasien mampu memenuhi kebutuhannya secara bertahap.
6) Tingkat pengetahuan pasien bertambah tentang cara perawatan post
operasi apendiktomi.

13
WOC APENDISITIS
ETIOLOGI
( Infeksi Bakteri, Fekalit, Tumor, Benda Asing )

Obstruksi lumen appendiks

Mukus terbendung di dalam lumen

Menekan dingding appendiks

Aliran limfa terganggu

Appendiks meradang

Pre OP Post op

Demam o Nyeri tekan pada Infeksi menyebar Defisit Kuman menyebar - Mual - Nyeri pada Terdapat luka Px
perut kuadran ke usus pengetahua ke umbilikus - Muntah luka post post op pada tampak
kanan bawah nn - Turgor kulit operasi perut kuadran bertanya
(titik Mc. Burney) Iritasi usus kurang elastis - Nadi kanan bawah
Ansietas. Rangsangan -tanya
Hipertermia o Nyeri tekan dan - Mukosa bibir meningkat
nyeri
nyeri lepas Peningkatan produksi kering.
o Takikardia. mukus & sekretonik Resiko tinggi Kurang
- Merangsang Nyeri akut infeksi pengetahuan
Penurunan pusat muntah
Udema vena, Nyeriakut - Anoreksia
peristaltic usus Resiko
infark arteri - Perasaan enek Px tampak
kekurangan Kelihatan
- Penurunan bising volume cairan susah lemas
usus tubuh bergerak
- Apendisitis
- Terdapat skibala Perubahan dan nyeri Intoleransi
gangrenosa 14
pada perut nutrisi kurang aktivitas
- Apendisitis
kuadran kiri bawah dari kebutuhan
perforasi
- Terdapat distensi
- Peritonitis Sindrom defisit
abdomen
Penjelasan

Apendisitis biasanya disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan lumen


appendiks oleh fekalit (massa keras dari feses), benda asing dan infeksi bacterial
Escherichia Coli dan Streptococcus. Obstruksi tersebut dapat menimbulkan
inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dari rongga abdomen yang diawali
dengan mukus yang diproduksi oleh mukosa mengalami hambatan, sehingga
dapat menekan dinding appendiks. Tekanan ini menimbulkan edema pada
appendiks yang menyebabkan appendiks meradang hal tersebut menimbulkan
demam yang akhirnya menimbulkan masalah keperawatan hipertermi.
Peningkatan tekanan intra lumen menyebabkan edema vena dan infark arteri
menimbulkan komplikasi apendisitis ganrenosa, perforasi, abses dan peritonitis
sehingga menimbulkan masalah keperawatan resiko infeksi. Nyeri tekan pada
perut kuadran kanan bawah (titik Mc Burney), nyeri tekan dan nyeri lepas (tanda
rovsing dan tanda Blumberg), takikardia yang menimbulkan masalah keperawatan
nyeri akut. Apabila kuman telah menyebar ke usus dapat mengiritasi usus
sehingga terjadi peningkatan produksi sekretorik termasuk mukus, iritasi oleh
mikroba juga mempengaruhi lapisan otot yang mengakibatkan penurunan
peristaltic usus, penurunan bising usus terdapat skibala pada perut kuadran kiri
bawah dan distensi abdomen yang menimbulkan masalah keperawatan konstipasi.
Penyebaran kuman ke umbilicus juga dapat menimbulkan nyeri dan merangsang
pusat muntah yang menimbulkan rasa enek dan anoreksia sehingga muncul
masalah keperawatan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Dengan
dilakukan apendiktomi (pasien post op) akan menimbulkan manifestasi klinis
mual, muntah, turgor kulit kurang elastis dan mukosa bibir kering, sehingga
muncul masalah keperawatan resiko kekurangan volume cairan. Nyeri pada area
luka operasi dan nadi meningkat menimbulkan masalah keperawatan nyeri akut.
Dengan terdapatnya luka post op pada perut kuadran kanan bawah dapat
menyebabkan masuknya mikroorganisme sehingga muncul masalah keperawatan
resiko terhadap infeksi. Pasien tampak lemas menimbulkan masalah keperawatan
intoleransi aktivitas dan pasien tampak bertanya-tanya menandakan kurang
pengetahuan. Apabila tidak dilakukan pembedahan (apendiktomi) akan
menimbulkan komplikasi apendisitis yaitu apendisitis supuratif akut, apendisitis

15
ganggrenosa, apendisitis perforasi dan peritonitis (Brunner and Suddarth, 2001 ;
Mansjoer 2000,Doengoes, 2007).

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendik yang
dilakukan segera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi (Smelezer
Suzanne, C.,2001). Pada makalah ini penulis telah membuat tinjauan kasus
dan tinjauan asuhan keperawatan teoritis. Dimana tinjauan askep tersebut
berisi pengkajian yang terdiri dari data subjektif dan data objektif pada pasien
post apendiktomi, selain pengkajian juga didapatkan enam diagnose
keperawatan yang muncul pada pasien post apendiktomi yang dilengkapi
dengan intervensi dan rasional dari masing-masing diagnosa. Enam diagnose
tersebut antara lain: Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi
masuknya organism sekunder terhadap pembedahan, nyeri akut berhubungan
dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan,
intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
sekunder akibat operasi, resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pembatasan pasca operasi, kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurang informasi tentang perawatan post operasi, sindrom defisit perawatan
diri berhubungan dengan kelemahan pasca operasi dan nyeri. Penulis juga
telah memaparkan tentang pengertian implementasi dan evaluasi pada pasien
post apendiktomi.

B. Saran
Kami sadar masih banyak kekurangan dalam makalah kami ini, untuk
itu kepada pembaca diharapkan kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan pembuatan makalah ini dikemudian hari.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, M.Kep.Taqiyyah, Mohammad Jauhar, S.Pd., 2013, Asuhan Keperawatan


Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional Jilid 2, Prestasi
Pustakarya: Jakarta.

Jayadi, Made Irwan, 2013, Asuhan Keperawatn Pasien W.S dengan Post
Apendiktomi Hari ke-0 O/K Apendisitis Akut di Ruang Bedah RSUD
Kabupaten Klungkung, Denpasar: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bali.

18

Anda mungkin juga menyukai