DISUSUN OLEH:
Kelompok 2
Peni Sarah (1614401052)
Dessty Indah Nurmayasari (1614401053)
Laras Sri Rejeki (1614401054)
Maslinda Novitasari (1614401055)
Ardhiyansyah Effendi (1614401056)
Ahmad Arwandi T (1614401057)
Mita Oktaviyani (1614401059)
Peni Miyarti (1614401060)
Artha Sita Vella Pratiwi (1614401098)
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Konsep Dasar
Ventilator”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan
Kritis. Selama proses penyusunan makalah ini penyusun tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
yang berupa bimbingan, saran dan petunjuk baik berupa moril, spiritual maupun materi yang
berharga dalam mengatasi hambatan yang ditemukan.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penyusun
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penyusunan
selanjutnya. Penyusun berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin…
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
khususnya perawat ICU (Intensive Care Unit) perlu memiliki pemahaman dasar mengenai
penggunaan ventilator mekanik. Pemahaman yang tepat sangat membantu perawat dalam
memberikan pelayanan secara optimal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
3
Penyebab perifer
Kelainan Neuromuskuler: Kelainan di paru.
Guillian Bare syndrom Edema paru, atelektasis, ARDS
Tetanus Kelainan tulang iga / thorak.
Trauma servikal. Fraktur costae, pneumothorak,
Obat pelemas otot. haemathorak.
Kelainan jalan napas. Kelainan jantung.
Obstruksi jalan napas. Kegagalanjantungkiri
Asma broncheal.
4
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi
atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu
dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi :
ekspirasi ) 1 : 2
5
2. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport)
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang
masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal.
Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak
mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.
3. Mode CPAP : Continous Positive Air Pressure
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada
pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Tujuan pemberian mode ini adalah
untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas
dari ventilator.
6
Berikut prinsip kerja ventilator :
7
Beberapa alarm dan parameter dapat disetting untuk mengingatkan perawat/dokter bahwa
pasien tidak cocok dengan setting atau menunjukkan keadaan berbahaya.
1. RespiratoryRate(RR)
Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah nafas yang diberikan ke pasien setiap
menitnya. Setting RR tergantung dari TV, jenis kelainan paru pasien, dan target PaCO2
pasien. Parameter alarm RR di set diatas dan di bawah nilai RR yang diset. Misalnya jika
set RR 10 kali/menit, maka set alarm sebaiknya diatas 12x/menit dan di bawah 8 x/menit.
Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
Pada pasien2 dgn asma (obstruktif), RR sebaiknya diset antara 6-8 x/menit, agar
tidak terjadi auto-PEEP dan dynamic-hyperinflation. Selain itu pasien2 PPOK memang
sudah terbiasa dengan PaCO2 tinggi, sehingga PaCO2 jangan terlalu rendah/normal.
Pada pasien2 dengan PPOK (resktriktif) biasanya tolerate dengan RR 12-20
x/menit.Sedangkan untuk pasien normal RR biasanya 8-12 x/menit.\
Waktu (time) merupakan variabel yg mengatur siklus respirasi. Contoh: Setting
RR 10 x/menit, maka siklus respirasi (Ttotal) adalah 60/10 = 6 detik. Berarti siklus
respirasi (inspirasi + ekspirasi) harus berlangsung dibawah 6 detik.
2. Tidal Volume (VT)
Tidal Volume adalah volume gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien
setiap sekali nafas.Umumnya setting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung dari compliance,
resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dgn paru normal tolerate dgn tidal volume 10-
15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB.
Untuk pasien ARDS memakai konsep permissive hipercapnea (membiarkan
PaCO2 tinggi > 45 mmHg, asal PaO2 normal, dgn cara menurunkan tidal volume yaitu 4-
6 cc/kgBB) Tidal volume rendah ini dimaksudkan agar terhindar dari barotrauma.
Parameter alarm tidal volume diset diatas dan dia bawah nilai yg kita set. Monitoring
tidal volume sangat perlu jika kita memakai TIME Cycled.
3. Fraksi Oksigen,(FiO2)
FiO2 adalah jumlah oksigen yg dihantarkan/diberikan oleh ventilator ke pasien.
Konsentrasi berkisar 21-100%. Rekomendasi untuk setting FiO2 pada awal pemasangan
ventilator adalah 100%. Namun pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab rersiko
oxygen toxicity (keracunan oksigen) akan meningkat. Keracunan O2 menyebabkan
8
perubahan struktur membrane alveolar-capillary, edema paru, atelektasis, dan penurunan
PaO2 yg refrakter (ARDS). Setelah pasien stabil, FiO2 dapat di weaning bertahap
berdasarkan pulse oksimetri dan Astrup.
Catatan; setiap tindakan suctioning (terutama pd pasien hipoksemia berat),
bronkoskopi, chest fisioterapi, atau prosedur berat (stres) dan waktu transport (CT scan
dll) FiO2 harus 100% selama 15 menit serta menambahkan 20-30% dari pressure atau
TV sebelumnya, sebelum prosedur dilakukan. Namun pada pasien-pasien dengan
hipoksemia berat karena ARDS skor tinggi, atau atelektasis berat yang sedang
menggunakan PEEP tinggi sebaiknya jangan di suction atau dilakukan prosedur
bronkoskopi dahulu, sebab pada saat PEEP dilepas maka paru akan segera kolaps
kembali dan sulit mengembangkannya lagi.
4. Inspirasi:Ekspirasi (I:E) Ratio
I:E rasio biasanya diset 1:2 atau 1:1.5 yang merupakan nilai normal fisiologis
inspirasi dan ekspirasi. Terkadang diperlukan fase inspirasi yg sama atau lebih lama
dibanding ekspirasi untuk menaikkan PaO2, seperti pada ARDS, berkisar 1:1 sampai 4:1.
5. Pressure Limit / Pressure Inspirasi
Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari volume cycled
ventilator, sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Pressure yg
direkomendasi adalah plateau pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini
dicapai maka secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi.
Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi
jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit ventilator. Biasanya akan
normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga dapat terjadi karena pasien
batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau kinking pada tubing ventilator.
6. Flow Rate/ Peak flow
Adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yg diset/menit.
Biasanya setting antara 40-100 L/menit.
Inspiratory flow rate merupakan fungsi dari RR, TV dan I:E rasio
Flow = Liter/menit = TV/TInspirasi x 60
Jika RR 20x/menit maka : Ttotal = 60/20 = 3 detik. Jika rasio 1:2 , Tinspirasi = 1 detik.
9
Untuk menghantarkan tidal volume (TV) 500 cc diperlukan Inspiratory flow rate = 0.5/1
x 60 = 30 Liter/menit.
7. Sensitifity/Trigger
Sensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk
memulai/mentrigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa flow atau pressure.
Flow biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah bernafas spontan dan memakai
PS/Spontan/ASB karena dapat megurangi kerja nafas/work of breathing. Selain itu pada
pasien PPOK penggunaan flow sensitiviti lebih baik karena pada PPOK sudah terdapat
intrinsic PEEP pada paru pasien sehingga pemakaian pressure sensitiviti kurang
menguntungkan. Nilai sensitivity berkisar 2 sampai -20 cmH2O untuk pressure
sedangkan untuk flow antara 2-20 L/menit. Jika PaCO2 pasien perlu dipertahankan
konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka setting dapat dibuat tidak sensitif. Dengan
demikian setiap usaha nafas pasien tidak akan dibantu oleh ventilator. Pada keadaan ini
perlu diberikan sedasi dan pelumpuh otot (muscle relaksan) karena pasien akan merasa
tidak nyaman sewaktu bangun. Namun jika memakai mode assisted atau SIM atau
spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat sensitif.
8. PEEP (Positive End Expiratory Pressure)
PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk
meningkatkan PaO2 yg refrakter. Nilai PEEP selalu dimulai dari 5 cmH2O. Setiap
perubahan pada PEEP harus berdasarkan analisa gas darah, toleransi dari PEEP,
kebutuhan FiO2 dan respon kardiovaskular. Jika PaO2 masih rendah sedangkan FiO2
sudah 60% maka PEEP merupakan pilihan utama sampai nilai 15 cmH2O.
Fungsi PEEP: 1). Redistribusi cairan ekstravaskular paru, 2). Meningkatkan
volume alveolus, 3). Mengembangkan alveoli yg kolaps.
10
Alarm Low Inspiratory Pressure :
Sebaiknya diset 10-15 cmH2O dibawah PIP (Peak Inspiratory Pressure). Akan
berbunyi jika Pressure turun dibawah yang diset. Juga digunakan untuk mendeteksi
kebocoran sistim.
Jika alarm ini berbunyi maka perlu dilakukan pemeriksaan pasien terhadap :
o Air di dalam sirkuit
o ETT kinking atau tergigit
o Sekresi dalam ETT
o Bronkospasme
o Pneumotoraks tension
o Low compliance (efusi pleura, edema paru akut, asites)
o Peningkatan airway resistance
o Batuk
11
2.11 Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya
tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Pada paru
Baro trauma : tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.
Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
Infeksi paru
Keracunan oksigen
Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
Aspirasi cairan lambung
Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
Kerusakan jalan nafas bagian atas
2. Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena
akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan
tekanan tinggi.
3. Pada sistem saraf pusat
- Vasokonstriksi cerebral :
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat
dari hiperventilasi.
- Oedema cerebral :
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari
hipoventilasi.
- Peningkatan tekanan intra kranial :
Gangguan kesadaran
Gangguan tidur.
4. Pada sistem gastrointestinal
Distensi lambung, illeus, dan Perdarahan lambung.
12
2.12 SOP / PROTOTAP Penggunaan Ventilator
Penggunaan ventilator
a. Pengertian
Pemberian ventilasi buata dengan menggunakan alat bantu nafas
b. Tujuan
1. Memaksimalkan kemampuan ventilasi pasien
2. Membantu dalam terapi oksigen
c. Indikasi
1. Pasien dengan henti nafas
2. Pasien dengan pernafasan yang tidak adekuat
d. Persiapan
- Alat
1. Set ventilator
2. Aqua steril
3. Oksigen
- Pasien
1. Inform consent
2. Pemberian penjelasan
3. Pengaturan posisi sesuai dengan kebutuhan
e. Pelaksanaan
1. Set ventilator sesuai dengan kebutuhan, sambungkan sirkuit dengan test lung
2. Sambungkan kabel power ke sumber listrik
3. Tekan tombol power
4. Nilai keadekuatan ventilator
5. Hubungkan tubing ke konektor ETT
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang lama
(Brunner and Suddarth, 2001).
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum adalah
ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.Sampai sekarang kategori yang paling
umum digunakan adalah ventilator tekanan-positif.
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2), peningkatan kadar
karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persisten (penurunan pH), maka ventilasi
mekanis kemungkinan diperlukan. Kondisi seperti pascaoperatif bedah toraks atau
abdomen, takar lajak obat, penyakit neuromuskular, cedera inhalasi, PPOM, trauma
multipel, syok, kegagalan multisistem, dan koma semuanya dapat mengarah pada
gagal nafas dan perlunya ventilasi mekanis.
3.2 Saran
Perawat yang bekerja di ruang kritis hendaknya adalah perawat yang
berpengalaman atau perawat yang mau belajar untuk meningkatkan pengetahuannya
mengenai teknologi di ruang kritis terkait penggunaan mesin-mesin penunjang
kehidupan yang digunakan oleh pasien-pasiennya.
Perawat diharapkan harus mampu untuk menganalisa manfaat transfer dan
transform teknologi dari teknologi medis menjadi teknologi keperawatan, tidak
hanya di area keperawatan kritis tapi juga di area-area keperawatan lainnya. Hal ini
sebenarnya akan meningkatkan kualitas praktek dan profesi keperawatan. Namun
sayangnya masih ada perawat yang beranggapan bahwa teknologi di suatu area
keperawatan merupakan suatu tambahan pekerjaan bagi perawat.
14
DAFTAR PUSTAKA
15