PENDAHULUAN
Apabila dikatakan bahwa Sumber Daya Manusia merupakan sumber daya terpenting
yang dimiliki oleh perusahaan, salah satu implikasinya bahwa investasi yang terpenting yang
dilakukan perusahaan adalah di bidang sumber daya manusia. Dengan investasi yang besar
ini, perusahaan mengharapkan output yang juga besar. Oleh karena itu, perusahaan berusaha
untuk mencapainya dengan maksimal.
Dengan adanya Keputusan Menteri No. 5 tahun 1998 mengenai pendaftaran serikat
buruh, maka hal itu menandai berakhirnya SPSI sebagai serikat pekerja tunggal. Di bawah
pemerintahan Presiden Habibie, Indonesia meralat Konvensi ILO no. 87 tentang kebebasan
membentuk serikat pekerja dan hal itu kemudian diikuti oleh keluarnya Undang-Undang No.
21 tahun 2000 yang mengatur antara lain pembentukan, keanggotaan, pendaftaran, hak dan
tanggung jawab serta keuangan serikat pekerja. Sejak keluarnya Undang-undang No. 21
tersebut, jumlah serikat pekerja pun bertumbuh pesat.
Pada era Orde Baru, hanya ada satu serikat pekerja yang diakui dan dikontrol oleh
pemerintah; yaitu FSPSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Ini adalah cara
pemerintah untuk merespon pada persyaratan ILO agar mengijinkan adanya serikat pekerja.
Selain serikat pekerja tunggal ini, pemerintah juga membolehkan serikat pekerja non afiliasi
pada tingkat korporasi. Meskipun begitu, dengan hanya organisasi tunggal dan non afiliasi,
serikat pekerja ini tidak efektif dalam memobilisasi dan membangun kekuatan yang cukup
untu mengusahakan perbaikan kesejahteraan pada anggotanya.
Tetapi kini setelah keluarnya UU No. 21 tahun 2000, ada kebebasan yang lebih besar
dan lebih mudah untuk membangun serikat pekerja dalam perusahaan; hanya perlu 21 hari
untuk membentuk serikat asal semua persyaratan telah dipenuhi sesuai UU No. 21. Selain itu,
UU tersebut juga mengijinkan lebih dari satu serikat pekerja dalam satu perusahaan dan
dengan Keputusan Pengadilan Konstitusi No 115/PUU – VII/2009, mengijinkan serikat
pekerja minoritas untuk membentuk koalisi (bila diperlukan) dan mengambil bagian dalam
negosiasi Collective Labour Agreement (CLA), dimana sebelum itu mereka tidak
diikutsertakan dalam negosiasi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Serikat pekerja adalah suatu organisasi yang dibentuk oleh pekerja, dari pekerja, dan
untuk pekerja yang bertujuan untuk melindungi pekerja, memperjuangkan kepentingan
pekerja serta merupakan salah satu pihak dalam bekerja sama dengan perusahaan.
Dasar Pembentukan Serikat Pekerja :
1. UUD 1945 Pasal 28
2. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai
Ketenagakerjaan.
3. Undang-undang No. 18 tahun 1956 tentang Hak Berorganisasi dan Berunding
Bersama.
4. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 1109 thun 1986.
Prinsip-prinsip, Tugas, dan Fungsi Serikat Pekerja :
1. Dibentuk secara demokratis dari pekerja, oleh pekerja, dan untuk pekerja.
2. Harus tunduk kepada konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku.
3. Didirikan dalam usaha melindungi, memperjuangkan, dan meningkatkan
kesejahteraan para anggota dan keluarganya.
4. Bersifat mandiri, profesional, dan bertanggung jawab.
Sudah menjadi standar yang esensial bagi ILO adanya “ kebebasan
berserikat dan berunding bersama” yang dicantumkan dalam konvens ILO no.87 dan 89.
Kebebasan berserikat sudah dijamin oleh perundang-undangan Indonesia dari mulai UUD’45
pasal 28, UU no. 14 tahun 1969 dan UU no. 18 tahun 1956. Asal-usul dan Latar Belakang
terbentuknya serikat pekerja terjadi di Inggris dan AS pada akhir abad ke 18 dan permulaan
abad ke 19 sebagai perkumpulan pekerja yang didasarkan atas keterampilan yang sama.
Serikat pekerja pada awal abad ke 19 secara eksklusif berdasarkan atas keahlian tertentu.
Organisasi para karyawan yang dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan
pendapat, melindungi dan memperbaiki, melalui kegiatan-kegiatan kolektif, kepentingan-
kepentingan sosial, ekonomi dan politik anggotanya. Merupakan wadah bagi karyawan
sebagai wahana untuk berpartisipasi dalam perusahaan.
2
Sistem hubungan perburuhan terdiri atas tiga bagian—para pekerja, manajemen, dan
serikat pekerja. Pemerintah mempengaruhi interaksi diantara ketiganya. Para pekerja dapat
terdiri dari manajer atau anggota serikat buruh, dan sebagian anggota serikat pekerja adalah
bagian dari sistem manajemen serikat pekerja (pemimpin serikat pekerja lokal). Setiap
hubungan yang terjadi di antara ketiganya diatur oleh perundang-undangan tertentu. Masing-
masing pihak dalam model hubungan perburuhan diatas biasanya mempunyai tujuan yang
berbeda. Para pekerja lebih mementingkan perbaikan kondisi kerja, upah, dan kesempatan-
kesempatan Pengembangan karir. Manajemen mempunyai tujuan organisasi secara
menyeluruh (misalnya, meningkatnya keuntungan, pangsa pasar, dan tingkat pertumbuhan)
dan juga berusaha melestarikan hak-hak prerogatif manajerial untuk mengatur tenaga kerja
dan mencapai tujuan-tujuan pribadi para manajer (seperti promosi atau prestasi). Pemerintah
berkepentingan dalam menciptakan kondisi ekonomi yang stabil dan sehat, perlindungan hak-
hak pribadi, dan keamanan serta keadilan dalam melaksanakan pekerjaan.
3
Serikat karyawan yang dibentuk berdasarkan lokasi pekerjaan yang sama.
Serikat ini terdiri dari pekerja yang tidak berketrampilan (unskilled) maupun
yang beketerampilan (skilled) dalam suatu perusahaan atau industri tertentu
tanpa memperhatikan sifat pekerjaan mereka.
3. Mixed Unions
Serikat karyawan yang mencakup para pekerja trampil, tidak terampil dan
setengah trampil dari suatu local tertentu tidak memandang dari industry
mana. Bentuk serikat karyawan ini mengkombinasikan craft unions dan
industrial unions.
Industrial Relations
4
4. Sikap Manajemen
Pada beberapa perusahaan, manajemen tidak peka terhadap kebutuhan para
karyawannya. Para karyawan dapat mempersepsikan bahwa mereka tidak memiliki
pengaruh sama sekali dalam masalah yang terkait dengan pekerjaan. Para supervisor
mungkin gagal memberi alasan untuk penugasan yang tidak biasa dan mungkin
mengharapkan para karyawan mendedikasikan hidupnya bagi perusahaan tanpa
memberikan imbalan yang wajar.
5. Saluran Sosial
Secara alamiah banyak orang memiliki kebutuhan sosial yang kuat. Mereka
umumnya suka berada bersama orang-orang lain yang memiliki minat dan keinginan
yang sama.
6. Peluang untuk kepemimpinan
Beberapa orang menginginkan peran kepemimpinan tapi tidak selalu mudah
bagi seorang karyawan operasi untuk melangkah ke dalam manajemen.Serikat pekerja
memiliki jenjang kepemimpinan yang dimulai dengan petugas serikat pekerja (union
steward) dan masing-masing anggota memiliki peluang untuk mengembangkan
dirinya.
7. Pembentukan serikat pekerja yang diwajibkan
Hukum hak untuk bekerja melarang manajemen dan serikat pekerja membuat
kesepakatan yang mewajibkan keanggotaan serikat pekerja sebagai persyaratan kerja.
8. Tekanan rekan kerja
Hukum hak untuk bekerja melarang manajemen dan serikat pekerja membuat
kesepakatan yang mewajibkan keanggotaan serikat pekerja sebagai persyaratan kerja.
9. Struktur serikat pekerja
Gerakan pekerja telah mengembangkan struktur organisasi yang bertingkat-
tingkat.Setiap tingkatan memiliki pengurus dan cara mengatur urusannya sendiri-
sendiri. Elemen utama organisasi serikat pekerja yaitu :
i. Serikat Pekerja Lokal
Bagi anggota perorangan serikat pekerja,ini merupakan tingkatan
paling penting dalam struktur pekerja terorganisasi. Melalui
lokal,karyawan berhubungan dengan pemberi kerja dalam basis
harian.Organisasi tersebut dapat menjadi pusat organisasi dan aktivitas
politik dari para anggotanya.
ii. Serikat Pekerja Nasional
5
Tingkatan paling kuat dalam struktur serikat pekerja adalah serikat
pekerja nasional.Terdiri dari serikat-serikat pekerja lokal yang terikat
dengannya.Setiap serikat pekerja lokal memberikan dukungan finansial
kepada serikat pekerja nasional berdasarkan ukuran keanggotaannya.
Menciptakan tingkat solidaritas yang tinggi dalam satu kesatuan diantara pekerja
dengan pekerja, pekerja dengan Serikat Pekerjanya, pekerja/Serikat Pekerja dengan
manajemen
Meyakinkan anggotanya untuk melaksanakan kewajibannya disamping haknya
diorganisasi dan diperusahaan, serta pemupukan dana organisasi
Dana Organisasi dibelanjakan berdasarkan program dan anggaran belanja yang sudah
ditetapkan guna kepentingan peningkatan kemampuan dan pengetahuan pengurus
untuk bidang pengetahuan terkait dengan keadaan dan kebutuhan ditempat bekerja,
termasuk pelaksanaan hubungan industrial
Sumber Daya Manusia yang baik akan mampu berinteraksi dengan pihak manajemen
secara rasional dan obyektif
Bilamana, paling tidak 4 persyaratan diatas terpenuhi, Serikat Pekerja melalui wakilnya
akan mampu mencari cara terbaik menyampaikan usulan positif guna kepentingan
bersama.Perlu diyakini bahwa tercapainya Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis,
berkeadilan dan bermartabat, hanya akan ada ditingkat perusahaan. Karenanya social
dialogue yang setara, sehat, terbuka, saling percaya dan dengan visi yang sama guna
pertumbuhan perusahaan sangat penting dan memegang peranan menentukan.Faktor diluar
itu pada dasarnya hanya merupakan pedoman dan faktor pendukung dan
pembantu.Pembinaan dan peningkatan kualitas SDM dapat dirmuskan melalui LKS
Bipartit. Program Quality Circle perlu dilakukan.
6
F. TANGGAPAN PROAKTIF MANAJEMEN PERSONALIA
a. Merancang pekerjaan-pekerjaan yang secara pribadi memuaskan para
karyawan
b. Mengembangkan rencana yang memaksimumkan berbagai kesempatan
individual.
c. Memilih karyawan yang qualified.
d. Menetapkan standar prestasi kerja yang adil dan obyektif.
e. Melatih karyawan dan manajer untuk mencapai tingkat prestasi yang
diharapkan.
f. Menilai dan menghargai perilaku atas dasar prestasi kerja nyata.
7
I. SISTEM MANAJEMEN DENGAN SERIKAT PEKERJA
Serikat pekerja berusaha berada pada system hukum, dan dapat menghubungkan
antara ketiga pihak yang berkepentingan, yaitu:
Karyawan dengan perwakilannya (serikat pekerja).
Manajer (manajemen).
Kesediaan kedubelah pihak untuk menempatkan posisinya pada pihak lain untuk
mengintepretasikan kepentingan tersebut.
J. COLLECTIVE BARGAINING
Adalah suatu proses di mana para wakil (representatif) dua kelompok bertemu dan
bermaksud untuk merundingkan (negosiasi) suatu perjanjian yang mengatur
hubungan-hubungan kedua pihak di waktu yang akan datang.
Ada dua tipe dasar perundingan kolektip :
1. PerundinganTradisional
Mengenai distribusi “benefit”, yaitu pengupahan, kondisi kerja, promosi, pemutusan
hubungan kerja, hak-hak manajemen dsb.
8
Faktor-faktor Pengaruh Dalam Perundingan Kolektip :
1. Cakupan Perundingan
Banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja. Apakah berlaku
untuk para karyawan dalam suatu departemen, divisi, perusahaan atau seluruh karyawan
dalam suatu industri
Serikat karyawan mempunyai beberapa strategi dan taktik tertentu yang digunakan
untuk memaksakan kelonggaran yang lebih besar dari perusahaan, ada tiga tipe tekanan yang
kadang digunakan: pemogokan (strikes), picketing (mencegah atau menghalangi karyawan-
karyawan yang ingin masuk kerja sewaktu diadakan pemogokan, dan boycotts
3. Peranan Pemerintah
Serikat karyawan dan buruh lebih senang adanya intervensi pemerintah untuk
menyelesaikan berbagai masalah hubungan kerja mereka. Intervensi ini dalam bentuk
perundang-undangan dan peraturan di bidang perburuhan
4. Ketersediaan Perusahaan
Serikat pekerja juga adalah organisasi yang komplek, dengan segala aturan dan
struktur yang mereka miliki. Pemimpin/pengurus yang mereka pilih bisa dengan silih
berganti tetapi nilai organisasi tetap sama. Tetapi perlu diingat! peran pemimpin mengubah
organisasi, ini adalah suatu fakta yang benar. Karena bagaimanapun juga karekteristik
paternalistik juga dianut dalam pola kepimpinan ditempat kita. Anggota berubah karena
memiliki pemimpin yang kuat. Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari oleh dan
untuk pekerja serta dibiayai oleh mereka sendiri. Serikat pekerja adalah organisasi
9
representasi, organisasi yang mewakili. Artinya, anggota mengambil peranan penting dalam
organisasi dan pergerakkan organisasi serikat pekerja. Dukungan yang mereka berikan
adalah dalam bentuk partisipasi dan kontribusi yang aktif dan luas.
Tidak mudah memang menjadi pemimpin serikat pekerja di Indonesia, karena banyak
tantangan yang tidak hanya datang dari pihak manajemen tetapi juga anggota itu sendiri.
Membangun hubungan industrial ditempat kerja adalah tidak mudah, terutama nilai-nilai
akan hak asasi pekerja, khususnya hak berorganisasi dan melakukan perundingan, tidak
dipahami dengan benar dan baik oleh manajemen atau oleh pekerja itu sendiri. Mereka tidak
sadar bahwa hubungan kerja saat ini tidak hanya sekedar majikan – bawahan (master-servant)
atau antara manajemen dan karyawan yang sekedar diupah (dan menjadi “asset”
perusahaan!). Pola-pikir ini jugalah yang sepertinya selalu menjadi hal mendasar kerusakan
hubungan industrial.
Union busting (memecah belah) organisasi dilakukan oleh manajemen dengan segala cara,
seperti promosi dan dipindah tugaskan, naik pangkat untuk menjadi bagian manajemen, dan
lainnya. Dan yang paling parah adalah ketika pekerja atau mantan pengurus melakukan union
busting terhadap organisasinya sendiri! Mereka mau melakukan apa saja untuk mendapatkan
keinginan mereka, serikat pekerja djadikan kendaraan untuk mencapainya. Mereka berubah
dengan cepat menjadi “melawan” organisasi. Serikat pekerja adalah juga tentang solidaritas,
prinsip kesetiakawanan. Rela berkorban atas nama pribadi untuk orang banyak! Tetapi juga
banyak disadari banyak penumpang gratisan (free rider) yang memanfaatkan kepentingan
organisasi untuk urusan pribadi.
Bicara serikat pekerja adalah bukan mencari kekuasaan, tetapi bagaimana serikat pekerja
telah memberikan hal yang baik bagi pekerjaan dan Seperti disebutkan diatas bahwa tidak
semua pekerja mengetahui bahwa serikat pekerja adalah hak melekat bagi pekerja, dan
bahkan mereka juga tidak percaya bahwa serikat pekerja membuat mereka menjadi kuat, oleh
karena itu banyak sekali jumlah pekerja yang belum terorganisir dalam serikat pekerja. Hal
tersebut disebabkan oleh isu – isu yang menyedihkan tentang serikat pekerja:
1. Propaganda Anti serikat pekerja (union-busting) oleh pengusaha ataupun bahkan dari
pemerintah sendiri;
2. Potret negatif serikat pekerja dan aktifitasnya;
10
3. Konsep palsu tentang serikat pekerja yang mengakibatkan keragu–raguan antar
pekerja sehubungan dengan serikat pekerja dan fungsi serta peranannya;
4. Masih banyak serikat pekerja yang hanya berdiri karena keinginan pemerintah dan
pengusaha sebagai maksud untuk “melaksanakan” konvensi ILO tentang kebebasan
berserikat dan berorganisasi;
5. Masih adanya larangan bagi pegawai pemerintah untuk mendirikan serikat pekerja
atau bergabung dengan serikat pekerja yang ada.
Hal tersebut diatas mempunyai andil atau peranan dalam mengecilkan arti menjadi
anggota serikat pekerja lebih dari manfaat yang didapat dari menjadi anggota. Disamping hal
itu ada faktor internal atau ekternal yang juga bisa mempengaruhi kondisi serikat pekerja.
Permasalahan Internal
Secara keseluruhan permasalah internal timbul oleh karena tindakan yang egois dari para
anggota dan pemimpinnya dimana mereka mempunyai nilai yang rendah pada komitmen dan
loyalitas akan idealisme serikat pekerja dan pencapaian tujuan negara/bangsa.
1. Keanggotaan.
Kurangnya keanggotaan adalah salah satu permasalahan serius yang dihadapi oleh banyak
serikat pekerja. Kita memahami bahwa serikat pekerja dengan total keanggotaan akan
memberikan kekuatan yang efektif dalam proses negosiasi. Serikat pekerja yang hanya
memiliki separo atau bahkan kurang dari separo jumlah keanggotan dalam tempat kerja akan
sangat lemah dan tidak efektif. Dan hal itu perlu dicari cara bagaimana proses perekrutan
anggota dalam rangka menguatkan serikat pekerja.
i. Anggota tidak menghadiri pertemuan organisasi
Kurangnya pengetahuan dan tidak tertanam dalam pikiran anggota akan pentingnya
pertemuan organisasi mengakibatkan mereka tidak hadir dalam pertemuan. Hal tersebut bisa
diatasi dengan menerbitkan surat kabar, bulletin atau juga bisa dengan melalui
seminar/workshop.
ii. Rendahnya pengetahuan antar anggota dan pemimpin serikat pekerja yang
dipilih.
11
Pemimpin serikat pekerja harus terlatih dan trampil dalam mengatur organisasinya secara
efektif, professional dan efisien. Mereka harus terlatih dan trampil dalam: undang-undang
hubungan industrial, peraturan dan undang – undang ketenagakerjaan, undang-undang serikat
pekerja, peraturan dan undang-undang jaminan social, Konvensi ILO, Prosedur perselisihan
perburuhan, Prosedur penyampaian pengaduan/keluhan, Hak-hak serikat pekerja dan pekerja
dan hal-hal lainnya yang mendukung kemampuannya dalam memimpin serikat pekerja.
Terlengkapinya dengan kemampuan tersebut memungkinkan mereka untuk lebih percaya diri
dan cerdas membawa setiap keluh kesah anggota pada tempat pengaduan yang tepat dan
mendapat kesuksesan dalam tataran lebih tinggi sehingga penyelesaian tersebut menjadi
efektif.
iii. Iuran anggota
Sumber utama keuangan serikat pekerja harus berasal dari anggota yaitu iuran (prinsip
mandiri), yang dikumpulkan secara teratur baik bulanan ataupun tahunan. Sumber uang juga
bisa berasal dari bantuan anggota bila mereka mendapatkan revisi upah ataupun bonus.
Tetapi kenyataannya iuran yang didapat sangat kecil dan jenjang distribusi yang sangat
panjang atau bahkan tidak lancar. Masih banyak yang bergantung akan bantuan dari
manajemen/pengusaha ataupun bantuan dari organisasi asing (donatur) baik untuk kegiatan
yang spesifik bahkan untuk kelangsungan hidup harian dari organisasi itu. Secara umum
serikat pekerja mempunyai kesulitan dalam menaikan iuran anggota atau bahkan
mengumpulkan iuran yang sangat kecil itu. Ada beberapa serikat pekerja berpendapat bahwa
bila iuran anggota dinaikkan anggota akan keluar atau pindah ke serikat pekerja yang
mempunyai iuran lebih rendah. Anggota juga berpendapat bahwa mereka tidak bisa (belum)
melihat manfaatnya dengan membayar iuran karena tidak ada pelaporan yang jelas tentang
keuangan serikat pekerja.
iv. Anggota perempuan
Anggota perempuan juga menjadi tantangan dalam serikat pekerja, mereka berpendapat
bahwa serikat pekerja didominasi oleh laki-laki dan tempat mereka hanya dirumah. Mereka
tidak mudah untuk mendapatkan kesempatan dalam berperan serta di setiap kegiatan serikat
pekerja. Aktifis laki-laki juga tidak melibatkan anggota perempuan untuk lebih aktif, dimana
mereka berpikir bahwa anggota perempuan akan menganggu “kerajaannya”. Untuk mencapai
tujuan dan hak-haknya dalam serikat pekerja anggota perempuan harus berpartisipasi secara
aktif di setiap kegiatan serikat pekerja seperti; pertemuan anggota, pendidikan, pelatihan,
seminar dan sebagainya.
v. Pemimpin serikat pekerja kuning (yellow unionism)
12
Pemimpin serikat pekerja yang dikontrol dan dimanipulasi oleh manajemen. Ini adalah suatu
“penyakit”, dimana mereka menjual anggotanya sebagai suatu komoditi. Hal tersebut adalah
salah satu tujuan untuk menaklukan keberadaan serikat pekerja. Anggota harus selalu
waspada pada setiap perkembangan yang terjadi dan menghentikannya sejak awal mula
bahwa serikat pekerja bukanlah halangan dan menjadi alat dari manajemen.
Permasalahan eksternal:
13
Permasalahan-permasalahan tersebut diatas dapat diminimalisir oleh serikat pekerja dan
bukan menjadi kendala tetapi justru menjadi tantangan bagi serikat pekerja untuk lebih pro
aktif dalam usaha-usaha mewakili kepentingan pekerja (anggotanya).
14
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tujuan para pekerja, serikat pekerja, manajemen, dan pemerintah seringkali tidak
berjalan seiring. Sehingga, sering muncul hubungan yang kurang harmonis, dimana pekerja
dan manajemen berusaha untuk memperoleh potongan yang lebih besar dari pendapatan yang
ada. Secara historis, serikat pekerja mengambil sikap yang kurang harmonis dalam
interaksinya dengan manajemen. Fokus tuntutannya adalah pada upah, jam kerja, dan kondisi
kerja sebagai usaha untuk memperoleh “lebih banyak dan lebih baik” dari yang selama ini
diterima dari perusahaan.
Dalam satu hubungan yang kooperatif, peran serikat pekerja adalah sebagai mitra,
bukan pengkritik, dan serikat pekerja mempunyai tanggung jawab yang sama dengan
manajemen untuk mencapai solusi yang kooperatif yang menghasilkan sesuatu seperti yang
ditunjukkan dalam “kemitraan dalam perundingan kolektif”. Oleh karenanya, hubungan yang
kooperatif membutuhkan suatu hubungan dimana serikat pekerja dan manajemen bersama-
sama memecahkan masalah, saling berbagi informasi, dan mencari pemecahan yang
integrative.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, T Hani. 2011. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
BPFE
Nitisemito, Alex S. 1982. Manajemen Personalia. Jakarta: Gralia Indonesia
Ranupandojo, Heidjrachman dkk. 1990. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE
Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Schuler, Randall S dkk. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga
15