Dibuat oleh:
Reni Marselia
I4061162013
Pembimbing:
dr. Hanartoaji Sp. S
dr. I Nyoman Budi Antara
dr. Ridho Munanda
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Usia : 84 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Jl. Kaliasin Dalam 28/05 Sedau SKW Selatan
Agama : Katolik
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 16 Februari 2018
Tanggal Keluar : 21 Februari 2018
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh secara autoanamnesis pada:
Tanggal : 17 Februari 2018
Tempat : Bangsal Penyakit Dalam
DPJP : dr. Hanartoaji A Pribadi Sp. S
A. Keluhan Utama
Pusing berputar yang bertambah parah sejak 8 jam SMRS
2
beristirahat. Akan tetapi, keluhan tersebut dirasakan bertambah parah
sejak 8 jam yang lalu, sehingga pasien kesulitan untuk beraktivitas pasien
juga mengeluh mual dan muntah. Pasien muntah sebanyak 2 kali, sekitar
1 gelas aqua setiap kali muntah dan berisi makanan. Pasien juga
mengeluhkan adanya rasa berdengung pada kedua telinga pasien. Rasa
berdengung pada telinga dirasakan hilang timbul dan muncul secara tiba-
tiba. Pasien tidak dapat mengingat faktor yang membuat dengung pada
telinga muncul. Pasien juga tidak memiliki gangguan pendengaran dan
masih dapat mendengar dengan baik. Selain itu, pasien juga tidak
memiliki gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau gangguan
penglihatan lainnya. Nafsu makan pasien menurun, tidak batuk ataupun
pilek, tidak ada BAB dalam 2 hari. Pasien tidak jatuh dan kepala pasien
tidak terbentur sebelum keluhan muncul. Keluhan demam, sesak
disangkal.
D. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit
serupa, darah tinggi ataupun kencing manis.
3
E. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, konsumsi alkohol ataupun
NAPZA lainnya.
4
: Gerak napas tertinggal (-)
Palpasi : Tactile fremitus simetris, sama kuat
: Ekspansi normal
Perkusi : Bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Pekak, batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 normal, (-) murmur, (-) gallop
- Abdomen
Inspeksi : Cembung, bekas luka (-)
Auskultasi : Bising usus normal, bruits (-)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (+)
: Hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Punggung : Nyeri punggung bawah (-)
- Ekstremitas : Akral hangat
: Deformitas (-), edema (-)
: CRT <2 detik
C. Status Neurologis
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M6 V5
Saraf Cranial Kanan Kiri
N.I (Olfactorius)
Daya pembau Tidak Dilakukan (TDL) Tidak Dilakukan
(TDL)
N.II (Optikus)
Visus TDL TDL
Lapang pandang Normal Normal
TDL TDL
Funduskopi
5
N.III (Okulomotorius)
Ptosis - -
Gerakan Bola Mata Normal Normal
±3mm ±3mm
Ukuran pupil
+ +
Refleks cahaya direct + +
Refleks cahaya indirect + +
Refleks Kornea
N.IV (Trokhlearis)
Gerakan Mata ke Medial Normal Normal
Bawah
N.V (Trigeminus)
Menggigit Baik Baik
Membuka mulut Baik Baik
Baik Baik
Sensibilitas
Baik Baik
Oftalmikus Baik Baik
Maksilaris Baik Baik
Mandibularis TDL TDL
• Refleks Kornea
N.VI (Abdusen)
Gerakan mata kelateral Normal Normal
N.VII (Fasialis)
Kerutan kulit dahi Normal Normal
Kedipan mata Normal Normal
6
Menelan
N.XI (Asesorius)
Memalingkan wajah Baik Baik
Mengangkat bahu Baik Baik
N.XII (Hipoglosus)
Sikap lidah Baik
Atropi otot lidah Normal
Normal
Fasikulasi lidah
Tidak ada
Deviasi
Motorik
- Trofi eutrofi eutrofi
eutrofi eutrofi
- Tonus normotonus normotonus
normotonus normotonus
7
: Propioseptif +
- Ekstremitas bawah : Raba +/+
: Nyeri +/+
: Suhu +/+
: Propioseptif +
Saraf otonom
- Miksi : Normal
- Defekasi :-
- Sekresi keringat : Normal
8
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
2. EKG
V. RESUME
Ny. L, 84 tahun, datang dengan keluhan pusing berputar yang bertambah parah
sejak 8 jam SMRS. Gejala muncul pertama kali 3 bulan yang lalu, muncul
secara tiba-tiba, bertambah parah dengan perubahan posisi terutama saat
bangun dari tidur, dan tidur menyamping. Mual (+), muntah (+) 2 kali, Nyeri
kepala (-), diplopia (-). Pasien juga memiliki keluhan kedua telinga berdengung
+), Gangguan pendengaran lain (-).
9
- Koordinasi : tes tunjuk hidung normal
: tes tumit-lutut normal
: disdiadokokinesis normal
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Vertigo Perifer suspect BPPV
Diagnosis topis : Sistem Vestibular
Diagnosis etiologis : Idiopatik
10
IX. TATALAKSANA
a. Nonmedikamentosa
Edukasi pasien untuk bangun dari tempat tidur secara perlahan-lahan.
Memberitahu pasien tentang latihan Brandt-Daroff untuk latihan di
rumah agar pasien terbiasa dengan beberapa posisi sehingga tidak
muncul keluhan pusing berputar saat berpindah posisi.
b. Medikamentosa
• IVFD NaCl 0,9% 15 tpm
• Inj. Ranitidine 2 x 50 mg IV
• Inj. Ondansetron 3x4 mg kp muntah
• PO. Betahistin 3 x 6 mg
• PO. Flunarizin 1 x 10 mg
11
X. FOLLOW UP
Tgl S O A P
12
Patella (+2/+2)
Achilles (+2/+2)
Motorik: +5 +5
+5 +5
Sensorik: 5 5
5 5
N. Kranialis: tidak
terdapat defisit
neurologis.
Otonom : miksi
(+)
Defekasi (-)
13
T: 36,5oC
XI. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk
pada sensasi berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa
pusing (dizziness) sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai
macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling
tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang dikemukakan
oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh
penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan
kelainan keseimbangan.1
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer
yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-
tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer
karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis.
BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik
nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi
ini terjadi akibat gangguan otolit.2,3
II. EPIDEMIOLOGI
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) disebut sebagai
gangguan vestibular yang umum dikenal; dalam suatu kelompok pasien, onset
umur rata-ratanya adalah 54 tahun, dengan range 11 sampai 84 tahun. Froehling
et al. mengestimasikan bahwa insidennya sebanyak 107 kasus per 100.000
populasi per tahun. Sebuah penelitian di Jepang pada pasien dengan BPPV saja
jika mereka memiliki nistagmus pada tes Dix-Hallpike ditemukan insidensnya
sebanyak 10,7 kasus per 100000 per tahun. Pada pengalaman sebelumnya,
didapatkan adanya hubungan antara BPPV dengan vestibular neuritis pada 10%
pasien dan trauma kepala pada 20% pasien. Sama halnya, Baloh et al.
melaporkan bahwa 15% kasus-kasus BPPV diikuti oleh neurolabirintitis dan
15
18% oleh trauma kepala. Namun, pada kebanyakan pasien BPPV, tidak temukan
adanya hubungan tersebut.4
16
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin
tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya
terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan
dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu
substansi gelatin yang disebut kupula. 5,6,7
17
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan
sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh
yang sedang berlangsung.5
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga
kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala
yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa
bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.5
IV. ETIOLOGI
BPPV merupakan penyakit degenerative yang idiopatik yang sering
ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut.
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera
kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem
vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya
usia. 2,10
Penyebab lain yang jarang ditemukan adalah labirintitis virus, neuritis
vestibularis, pasca stapedektomi, fistula perlimfa, dan penyakit meniere. BPPV
merupakan penyakit pada semua usia dewasa. Pada anak belum pernah
dilaporkan. 2,10
V. PATOFISIOLOGI
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
• Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk
menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi
kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula
utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia
menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan
gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan
keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan
tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel
tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa
pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti
18
pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan
keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan
waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing
dan nistagmus.3,11
• Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith
bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan
partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling
bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas
sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok
(deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi
waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula,
muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model
gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban,
ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya
gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan
pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat
menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena
partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver
kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam
menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan
konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.3,11
VI. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik
akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di
tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan
belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual. 10
19
B. Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan
pada evaluasi neurologis normal. 6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV
adalah Dix-Hallpike. Cara melakukannya sebagai berikut :2,4
- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,
dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa
detik.
- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika
posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita diminta
tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang
terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak,
kalau ia memang sedang berada di KSS posterior.
- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
- Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah
berlawanan.
- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri
45o dan seterusnya
20
Gambar. perasat Dix-Hallpike
A. Perasat Dix-Hallpike kanan,
B. perasat Dix-Hallpike kiri (dikutip dari kepustakaan 2)
21
vertigo
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Neurologis
Penemuan
sistem Penemuan
saraf pusat sistem saraf
abnormal pusat normal
MRI
Audiogram
abnormal normal
pendengaran pendengaran
simetris asimetris
Stroke EEG
Manuver MRI
Massa DixHallpike telinga
Neuroma akustik dalam
abnormal normal
Demyelinisasi positif negatif
Trauma abnormal normal
Kejang pemeriksaan
dengan vestibular pemeriksaan
aura BPPV
vestibular Akustik
vestibular pemeriksaan
neuroma vestibular
mungkin Cholesteatoma
gangguan
sistem saraf
pusat awal
psikogenik
22
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan
mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan
patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau
supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur
didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya.
Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan
fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari
suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis
supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam
struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan
fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat
timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops
endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya
menyebabkan sklerosi labirin.12
Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya
belum diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan
pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita
dewasa.
Patofisiologinya adalah pembengkakan endolimfe akibat
penyerapan endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat.
Manifestasi klinisnya adalah vertigo disertai muntah yang
berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik.
Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang kadang menetap, dan rasa
penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat disertai gejala
vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuansinya bertambah.
13
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Nonmedikasi
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi
debris yang terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah
manuver seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah. Manuver mungkin
diulangi jika pasien masih menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa
23
ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan untuk
menghilangkan debris. 14
24
a. Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar
kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.
1. Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya
sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi
(mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.
• Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan
sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala
vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa
enek, dan sesekali “rash” di kulit.
Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
Betahistin di Hcl (Betaserc)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi
dalam beberapa dosis.
• Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan
dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping
ialah mengantuk.
• Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25
mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga
diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.
25
2. Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan.
Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung
banyak terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai
khasiat lain seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat
yang lain ini berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi
respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30
mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk
(sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.
3. Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat antiemetik (anti muntah).
Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil)
dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan
oleh bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.
4. Obat Simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali
sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti
vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan
menjadi gelisah – gugup.
5. Obat Penenang Minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan
yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo. Efek samping seperti mulut
kering dan penglihatan menjadi kabur.
- Lorazepam. Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
- Diazepam. Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg
6. Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem
vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
26
• Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan
mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg,
3 – 4 kali sehari.
IX. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure)
biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun
beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar
10-25%. 2
27
BAB III
PEMBAHASAN
28
cinnarizine. Flunarizine memiliki efek antihistamin dan penghambat ion
kalsium yang bekerja secara selektif. Flunarizine diabsorpsi baik di usus, dan
mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian oral.
Ondansetron adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati
mual dan muntah. Mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh
yang bernama serotonin.Serotonin akan bereaksi terhadap reseptor 5HT3 yang
berada di usus kecil dan otak, dan membuat kita merasa mual. Ondansetron
akan menghambat serotonin bereaksi pada receptor 5HT3 sehingga membuat
kita tidak mual dan berhenti muntah. Ranitidine pada pasien diberikan untuk
proteksi lambung sehingga tidak terjadi iritasi lambung. Dosis yang biasa
digunakan adalah 2 x 50 mg per hari dengan injeksi.
29
BAB IV
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31
11. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009
May 20th]. Available from :
http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo
12. Anonym. Labirinitis. [online] 2011 [cited 2011 December 16th]. Available
from : http://dokterspesialis.info/2011/12/16/labirinitis.html
13. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Penyakit Meniere. Dalam : Arsyad E,
Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 102-3
14. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (Benign Positional
Vertigo)/BPPV. [online] 2009 [cited 2009 December 20th]. Available from:
http://medicastore.com/penyakit/3327/Benign_Paroxymal_Positional
32