Anda di halaman 1dari 13

HEMATOTHORAKS

KKS Ilmu Penyakit Dalam periode 21 April -30 Juni 2014

Oleh:

Randy Rakhmat Septiandani

04101401107

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014


Hemotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura . Sumber berasal dari
darah yang berada pada dinding dada , parenkim paru – paru , jantung atau
pembuluh darah besar . kondisi ini biasanya konsekuensi dari trauma tumpul atau
tajam . Ini juga merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.1

Mengukur frekuensi hemotoraks pada populasi umum sulit dilakukan.


Hemotoraks yang sangat sedikit dapat dikaitkan dengan fraktur iga single dan dapat
tidak terdeteksi atau tidak membutuhkan pengobatan. Karena kebanyakan
hemotoraks berkaitan dengan trauma, perkiraan kasar kejadiannya dapat diukur dari
statistic trauma. Sekitar 150.000 kematian terjadi karena trauma tiap tahunnya.
Sekitar 450.000 individu menjadi cacat permanen karena trauma, dan sebagian
besar dari grup ini adalah korban dari politrauma. Chest injury terjadi sekitar 60%
dari politrauma, karena itu perkiraan kasar dari kejadian hemothorax di Amerika
Serikat mendekati 300.000 kasus tiap tahunnya.2

Hemotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :

 Hemotoraks Kecil : yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15 %


pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai 300
ml.

 Hemotoraks Sedang : 15 – 35 % tertutup bayangan pada foto rontgen,


perkusi pekak sampai iga VI.jumlah darah sampai 800 ml

 Hemotoraks Besar : lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak


sampai cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 ml
Gambar 2.3 Klasifikasi hemotoraks

Berdasarkan penyebab hemotoraks dapat dibagi menjadi :

 Hemotoraks spontan, Oleh karena : primer (ruptur blep , sekunder


(infeksikeganasan), neonatal.

 Hematoraks yang didapat, Oleh karena: iatrogenik, barotrauma, trauma.


Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada. Trauma
misalnya :

 Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau


dinding dada

 Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet


hemothorax oleh pembuluh internal.

 Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir atau


purpura Henoch-Schönlein dapat menyebabkan spontan
hemotoraks.

 Adenomatoid malformasi kongenital kistik : malformasi ini


kadang-kadang mengalami komplikasi, seperti hemotoraks.
Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal juga dapat menyebabkan
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan
intervensi operasi. Hematothorax dapat juga terjadi pada pasien yang memiliki: 3,4

- Sebuah cacat pembekuan darah

- Trauma tumpul dada

- Kematian jaringan paru-paru (paru-paru infark)

- Kanker paru-paru atau pleura

- Trauma tajam dada

- Penempatan dari kateter vena sentral

- Operasi jantung

- Tuberkulosis

Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria


interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di
dalam rongga toraks.5

Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua


gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh
jumlah dan kecepatan kehilangan darah.6
Gambar 1. Skema Patofisiologi Trauma Toraks

Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan


kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria
70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal
syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanandarah).6

Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk


terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan
darah.3

Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi
dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding
dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan
cadangan paru dan jantung yang mendasari.7

Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax


berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.1

Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,


dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa jam
penghentian perdarahan, lisis bekuan sel darah merah oleh enzim pleura akan
terjadi.1

Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan


pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan
cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi
besar.1

Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari


hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri
pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini
dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.8

Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax


yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari
berkembang sepenuhnya.8

Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik


namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan
hemothoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan
gejala yang diantaranya:3

 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada

 Tanda-tanda shok seperti hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin

 Tachycardia

 Dyspnea

 Hypoxemia

 Anxiety (gelisah)

 Cyanosis

 Anemia

 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena

 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical)

 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena

 Dullness pada perkusi

 Adanya krepitasi saat palpasi.

Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh


dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa
didapatkan penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Pada
pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin
didapatkan gerakan napas tertinggal atau adanya pucat karena perdarahan kecuali
hemothoraks akibat trauma. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas tidak
jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun atau bahkan
menghilang.6

Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:1,5,9

 Chest x-ray : adanya gambaran hipodense pada rongga pleura di sisi


yang terkena dan adanya mediastinum shift. Chest x-ray sebagi penegak
diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.

Gambar 2. Chest xray Hemotoraks Kanan

 CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks yang untuk


evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas
atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.

Gambar 3. CT-scan Hemotoraks


 USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk
pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.

Gambar 2.7 USG toraks pada pasien Hemotoraks

 Nilai BGA : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang


menyebabkan asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin
menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali ke normal dalam waktu
24 jam.

 Cek darah lengkap : menurunnya Hb menunjukan jumlah darah yang


hilang pada hemothoraks.

Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan


hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah,
dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.6

Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks adalah


mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara:10,11

 Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage


merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest
tube melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara.
Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke
ukuran normal.
 Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:

 Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)

 Perdarahan di rongga dada (hemothorax)

 Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax


or hemothorax)

 abses paru atau pus di rongga dada (empyema).

 Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube


thoracostomy adalah sebagai berikut:

 Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg

 Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan


menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau
ICS VII posterior Axillary Line

 Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn


lidokain

 Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line

 Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan


selanjutnya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed
Drainage)

 Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube


Gambar pemasangan chest tube

 Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga


dada ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten.
Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube
sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy)
diperlukan untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau
berkelanjutan yang segera memerlukan tindakan operasi untuk
menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada
trauma berat. Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila:

 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube

 Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam

 Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas


hemodinamik

 Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih


Gambar prodsedur torakotomi

 Trombolitik agen :trombolitik agen digunakan untuk memecahkan bekuan


darah pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga
pleura, tetapi hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya
perdarahan dan perlu tindakan operasi segera.

Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi meliputi:

 Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan meninggal

 Fibrosis atau skar pada membrane pleura

 Ateletaksis

 Shok

 Pneumothorax

 Pneumonia

 Septisemia

Untuk lebih amannya dalam menghindari komplikasi, pencegahan dini


terjadinya hemothoraks dapat dicegah dengan segera pergi ke IGD atau telepon
ambulan apabila didapatkan cedera berat pada thoraks, adanya nyeri dada ataupun
sesak napas.
Prognosis berdasarkan pada penyebab dari hemothoraks dan seberapa cepat
penanganan diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan segera maka kondisi
pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di rongga
thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong mediastinum serta
trakea ke sisi yang sehat.

Referensi

1. Pusponegoro , A . D (1995) . ilmu bedah . FK UI.Jakarta


2. Richardson JD, Miller FB, Carrillo EH, Spain DA. Complex thoracic injuries.
Surg Clin North Am. Aug 1996;76(4):725-48.
3. Clark JM, Harryman DT 2nd. Tendons, ligaments, and capsule of the rotator
cuff. Gross and microscopic anatomy. J Bone Joint Surg Am. Jun
1992;74(5):713-25.
4. Johnson EM, Saltzman DA, Suh G, Dahms RA, Leonard AS. Complications and
risks of central venous catheter placement in children. Surgery. Nov
1998;124(5):911-6.
5. Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta,tahun 1995
6. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal of Thoracic and
Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.
7. Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007
8. Bruce J.Simon. The Journal of Trauma_ Injury, Infection, and Critical CareJ
Trauma. 2005;59:1256–1267.
9. Parry GW, Morgan WE, Salama FD. Management of haemothorax. Ann R Coll
Surg Engl. Jul 1996;78(4):325-6.
10. Inci I, Ozçelik C, Ulkü R, Tuna A, Eren N. Intrapleural fibrinolytic treatment of
traumatic clotted hemothorax. Chest. Jul 1998;114(1):160-5.

Anda mungkin juga menyukai