4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama
1
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien seorang supir truk lintas provinsi
6. Riwayat Kebiasaan
Pasien adalah perokok aktif, setidaknya 1 bungkus per/hari agar tidak mengantuk saat
menyetir. Pasien mengaku sering mengkonsumsi alcohol bersama teman-temannya
7. Riwayat imunisasi:
Tidak diketahui
Daftar Pustaka :
1. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
2. Supandiman I. Hematologi Klinik Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni
3. Smith EC, Marsh JC. Acquired aplastic anaemia, other acquired bone marrow failure
disorders and dyserythropoiesis. In: Hoffbrand AV, Catovsky D, et al (eds). Post Graduate
Haematology 5th edition. USA: Blackwell Publishing
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis, menjelaskan patofisiologi dan melakukan penatalaksanaan terhadap
kasus Anemia Aplastik
Identitas Pasien
Nama : Tn. Ka
Usia : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Agama : Islam
Suku : Bugis
Warga negara : Warga Negara Indonesia (WNI)
Alamat : Lampa Timur
Tanggal MRS : 25 Juli 2018 (21.05 WIB)
Tanggal Pemeriksaan : 25 Juli 2018 (21.10 WIB)
No. RM : 22-91-02
Pembiayaan : Umum
A. Subjektif
Pasien laki - laki usia 34 tahun, rujukan dari RS bungi dengan keluhan kuning sejak ± 1
bulan yang lalu disertai perut yang semakin membesar. Pasien juga sering mengeluh nyeri
ulu hati bila terlambat makan. Mual (+) kadang kadang tetapi tidak sampai muntah. Saat ini
Pasien mengeluh pusing dan sering hampir terjatuh sehingga pasien sulit berjalan ataupun
berdiri. Pusing dirasa terus menerus, tidak hilang meski pasien banyak tidur. Nafsu makan
pasien relatif menurun sejak 1 minggu terakhir. Keluhan mimisan, bintik kemerahan di kulit,
gusi berdarah disangkal pasien. Riwayat demam disangkal. BAK berwarna seperti teh
pekat, BAB sering berwarna hitam dalam 1 bulan terakhir, setidaknya 1 kali dalam 1
2
minggu.
B. Objektif
Status Generalis : Sakit sedang / Gizi cukup / Compos mentis
BB = 60 kg;
TB = tidak diukur
IMT = tidak diukur
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
o Tensi : 120/80 mmHg
o Suhu : 36.1 °C
o Nadi : 80 x/menit, regular
o Nafas : 20 x/menit
Kepala/leher :
o Conjungtiva anemis (+/+),
o Sklera ikterik (+/+), Sianosis (-)
o Pembesaran KGB (-)
Thorax :
o Pulmo : Auskultasi : Rh -/-, Wh -/-
o Cor : dalam batas normal
Abdomen :
o Inspeksi : Flat, jejas (-)
o Auskultasi : Bising usus (+) kesan biasa
o Palpasi : Nyeri tekan (-) defans (-),
- hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae, pinggir hepar
tumpul. Permukaan kenyal
- Lien teraba. Scuffner II-III
- Undulasi (+) Shifting dullness (+)
o Perkusi : Timpani
Genital : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
o Edema : tidak ada
o Akral : Hangat
o Ikterus : +/+
Pemeriksaan Neurologis : tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Penunjang
- Darah Lengkap (2 Agustus 2018)
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
WBC 1.87 ↓ 10^3/uL 4 – 10
Neutrofil 0.67 ↓ 10^3/uL 2.7 - 74
Limfosit 0.34 ↓ 10^3/uL 0.8 - 4
RBC 0.47 ↓ 10^6/uL 4–6
Hemoglobin 1.7 ↓ gr/dl 12 – 16
MCV 112.8 ↑ fL 80 – 97
MCH 36.2 ↑ pg 26.5 – 33.5
MCHC 32.1 gr/dl 32 – 36
Hematokrit 5.3 ↓ % 37 – 48
Platelet 62 ↓ 10^3/uL 150 – 400
d. Planning
IVFD Asering
Curcuma 2 dd 1
Inj furosemid amp 20 mg / 12 jam / iv
Sucralfate 3 dd 1 cth
Inj. Ketorolac amp 30mg / 8 jam / iv
Inj. Ranitidin amp 50 mg / 12 jam / iv
Farbion 1 amp / 24 jam / drips
Rencana Transfusi WB
Pendidikan
Dokter menjelaskan terapi, prognosis dan komplikasi yang kemungkinan terjadi pada
penyakit ini.
Konsultasi
Dijelaskan adanya indikasi rawat inap dan konsultasi dengan dokter spesialis penyakit
dalam untuk penanganan lebih lanjut.
Rujukan
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang tidak dapat ditangani karena sarana dan
prasarana yg tidak memadai
D. Problem List
Subyektif
1. Ikterus ± 1 bulan
2. Ascites
3. Dyspepesia
4. Nausea
5. Pusing
6. BAK berwarna seperti teh pekat
7. Melena
Obyektif
1. KU lemah
2. Tekanan Darah 120 / 80
3. Nadi 80 x/menit
4. RR 20 x/menit
5. Pansitopenia
ANEMIA APLASTIK
Definisi
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan
pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi penurunan
4
produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia,
granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia. Istilah anemia aplastik sering juga
digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun.
Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif,
aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.
Epidemiologi
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara
2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Analisis retrospektif di Amerika Serikat
memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk
pertahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta
penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di
Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar daripada di negara Barat belum
jelas. Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti
peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini
terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika.
5
Anemia aplastik bukan berat Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia
aplastik berat atau sangat berat; dengan sumsum
tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari
tiga kriteria berikut :
- netrofil < 1,5x109/l
- trombosit < 100x109/l
- hemoglobin <10 g/dl
7
Kategori Resiko Tinggi Resiko Resiko Rendah
Menengah
Sitotoksik doxorubisin,
mitoxantrone
Anti platelet Tiklopidin
Anti tiroid Karbimazol, metimazol,
metiltiourasil, potassium
perklorat, propiltiourasil,
sodium thiosianat
Sedative dan Klordiazepoxide,
tranquilizer Klorpromazine (dan
fenothiazin yang lain),
lithium, meprobamate,
metiprilon
Sulfonamid dan turunannya
Anti bakteri Numerous sulfonamides
Diuretik Acetazolamide Klorothiazide,
furosemide
Hipoglikemik Klorpropamide,
tolbutamide
Lain-lain Allopurinol, interferon,
pentoxifylline
Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang disebut resiko
tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia aplastik merupakan resiko
menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan resiko rendah.
Patogenesis
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang
diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan
DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan
kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan
anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling
sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada
penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat
tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia,
myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga
mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini
menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya dengan
gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya
anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih
belum diketahui dengan pasti.
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh
8
paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai
DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA. Kehancuran hematopoiesis
stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia
aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik
berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel.
“Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui interaksi antara Fas
ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel, yang kemudian terjadi
perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).
Jenis Keluhan %
Pendarahan 83
Lemah badan 80
Pusing 69
Jantung berdebar 36
Demam 33
Nafsu makan berkurang 29
Pucat 26
Sesak nafas 23
Penglihatan kabur 19
Telinga berdengung 13
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5 terlihat bahwa
pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada lebih dari
setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada
sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya
splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.
9
Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik
Jenis Pemeriksaan Fisik %
Pucat 100
Pendarahan 63
Kulit 34
Gusi 26
Retina 20
Hidung 7
Saluran cerna 6
Vagina 3
Demam 16
Hepatomegali 7
Splenomegali 0
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang terjadi
bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit
muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-
kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih
menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih
dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm 3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm 3
menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia
aplastik sangat berat.
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal. Perubahan
kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan
gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa
keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya
menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini
produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu
sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan
begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F
meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik
konstitusional.
Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk
10
erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum
biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit
yang bersirkulasi.
c. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia
aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang
diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada
pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu
ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.
Diagnosa
Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan pemeriksaan
sumsum tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia disertai sumsum tulang yang miskin
selularitas dan kaya akan sel lemak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia
dan hiposelularitas sumsum tulang tersebut dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia
aplastik.
Diagnosa Banding
Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan pansitopenia perifer.
Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel 6.
Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom
myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma myelodisplasia tampak
hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom
myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya
poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid sumsum tulang
pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang patologis lebih
sering ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit
dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat menunjukkan lobulasi
nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan
adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya sitogenetik
abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati,
hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.
Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell leukemia
dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali dan sel limfoid abnormal
pada biopsi sumsum tulang.
Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh sistemik
lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang
normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.
Penatalaksanaan
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang
potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel 7)
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab
anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
12
Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.
Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat
diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada
(misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor
yang belum mendapat terapi G-CSF.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi
stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau
pemberian dosis tinggi siklofosfamid. Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi
atau transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang
cocok (matched sibling donor), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus
dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi imunosupresif atau
transplantasi sumsum tulang.
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG,
siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik
berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.
13