Anda di halaman 1dari 15

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :“ Effect of Intensive Functional Electrical Stimulation Therapy on Upper-Limb Motor


Recovery after Stroke: Case Study of a Patient with Chronic Stroke”.

Telah melakukaan presentasi jurnal pada :

Hari / Tanggal :
Tempat :

Mengetahui,

Fasilitator

Risa Herlianita, MSN


NIP 112 160 80583

1
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medical
Bedah dengan judul:“ Effect of Intensive Functional Electrical Stimulation Therapy on
Upper-Limb Motor Recovery after Stroke: Case Study of a Patient with Chronic Stroke”
tanpa kendala suatu apapun. Shalawat serta Salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju agama Islam
seperti sekarang ini.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan
Anak S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam menyusun makalah ini
kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Risa Herlianita, MSN yang telah membantu
kami demi membantu tersusunnya makalah ini.
Seperti halnya manusia yang tidak sempurna di mata manusia lain ataupun di mata
ALLAH,penyusunan makalah ini tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan penyajian
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang kami miliki, untuk itu kami selalu
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan
makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua.Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Malang, 30 April 2017

2
Daftar Isi

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... 1


Kata Pengantar .................................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................................. 3
BAB I .................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 6
BAB II................................................................................................................................. 7
JURNAL PENELITIAN ..................................................................................................... 7
BAB III ............................................................................................................................... 8
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 8
3.1 Profile Penelitian....................................................................................................... 8
3.2 Deskripsi Penelitian Berdasarkan metode PICO: ..................................................... 9
BAB IV ............................................................................................................................. 13
PENUTUP ........................................................................................................................ 13
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 14
Daftar Lampiran ................................................................................................................ 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke telah menjadi penyebab utama kecacatan dan kematian yang di kebanyakan
negara maju dan juga negara berkembang. Di negara-negara berkembang, jumlah
kematian yang diakibatkan oleh stroke amat tinggi dan mencapai dua pertiga dari total
penderita stroke di seluruh dunia (Stroke Association, 2013). WHO mendefinisikan
stroke sebagai suatu disfungsi neurologis akut fokal yang berlangsung lebih dari 24 jam
atau menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 24 jam (BO Norrving, et al.,
2013).
Berdasarkan data dari WHO (2014), didapati 15 juta orang yang menderita stroke di
seluruh dunia, dengan 5 juta orang daripadanya yang mati dan 5 juta orang yang lainnya
mengalami kecacatan yang permanen. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab
kematian keempat terbesar yang membunuh lebih daripada 129.000 orang rakyat setiap
tahun (American Heart Association, 2014). Berdasarkan National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (2013), insidensi penyakit stroke di Amerika Serikat
mencapai 795.000 pertahun. Diantaranya, 610.000 orang mendapat serangan stroke
untuk pertama kalinya dan 185.000 orang dengan serangan stroke berulang (Heart
Disease and Stroke Statistics, 2013). Data juga mendapati bahwa di Amerika Serikat,
terdapat seorang yang meninggal dalam setiap 4 menit akibat stroke (National Center for
Chronic Disease Prevention and Health Promotion, 2014).
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0‰), sedangkan
berdasarkan diagnosis Nakes/gejala di-perkirakan sebanyak 2.137.941 orang (12,1‰).
Berdasarkan diagnosis Nakes maupun diagnosis/gejala, Provinsi Jawa Barat memiliki
estimasi jumlah pen-derita terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4‰) dan 533.895
orang (16,6‰), se-dangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita pal-ing
sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6‰) dan 2.955 orang (5,3‰). (PusDatIn, 2013)
Target WHO tahun 2020 yaitu untuk menurunkan indeks DMF-T diperlukan program
preventif dibidang kesehatan gigi dan mulut yang komprehensif yaitu dengan

4
meminimalkan dampak dari penyakit mulut dan kraniofasial dengan menekankan pada
upaya promotif dan mengurangi dampak penyakit sistemik yang bermanifestasi di
rongga mulut dengan diagnosa dini, pencegahan dan manajemen yang efektif untuk
penyakit sistemik. Rendahnya angka keluhan masyarakat terhadap kesehatan gigi dan
mulut bisa disebabkan karena beberapa faktor yaitu karena masyarakat masih
mengabaikan kesehatan gigi dan mulutnya yaitu hanya berkunjung ke dokter gigi jika
sudah merasakan sakit dan jarang memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya secara
rutin, faktor penyebab lainnya yaitu masih rendahnya pengetahuan dan tingkat
pendidikan masyarakat Indonesia tentang penyakit gigi dan mulut (Kumar,2009).
Faktor lain yang ikut berpengaruh adalah kurangnya program deteksi dini penyakit
kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh pusat pelayanan kesehatan masyarakat
(Puskesmas). Dokter gigi atau perawat gigi yang ada di Puskesmas selama ini jarang
menjemput bola dengan melakukan survei atau skrining data kesehatan gigi dan mulut di
wilayah kerjanya dan cenderung menunggu secara pasif kunjungan masyarakat.
Akibatnya banyak keluhan kesehatan masyarakat terhadap penyakit gigi dan mulut yang
tidak tersalurkan dan seolah-seolah seperti gunung es, yaitu yang muncul dipermukaan
lebih sedikit dibandingkan kenyataan yang ada dilapangan.
Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal khususnya kesehatan gigi
dan mulut bagi setiap orang menurut Undang Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992
Pasal 10 dilakukan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dihasilkan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan (Istalia, 2007). Serta upaya pelayanan kesehatan yang terencana,
berkesinambungan dan ditujukan pada kelompok tertentu. Adapun yang dimaksud
dengan kelompok tertentu adalah kelompok yang rentan terhadap penyakit gigi dan
mulut adalah ibu hamil, anak usia prasekolah dan anak sekolah (Depkes RI, 2007)
Pendidikan kesehatan mulut, merupakan bagian penting dari promosi kesehatan
mulut, telah dianggap bagian penting dan dasar dari pelayanan kesehatan gigi.
pendidikan kesehatan mulut menyediakan informasi, yang mengarah ke peningkatan
kesadaran, adopsi gaya hidup sehat dan sikap positif yang akhirnya memiliki efek pada
kesehatan mulut. Sekolah dapat dianggap sebagai suasana yang sehat untuk
mempromosikan kesehatan pada anak-anak, harga diri dan keterampilan perilaku.
Sekolah juga dapat dimanfaatkan untuk mengajar praktik kesehatan gigi preventif,
karena mereka telah menunjukkan hasil positif untuk meningkatkan kesehatan mulut dan
pengetahuan di kedua negara maju dan berkembang. awal masa remaja dianggap sebagai

5
periode sosial-kritis dalam kehidupan manusia, yang penting dalam menentukan jangka
panjang status kesehatan mulut (Stokes, 2006).
Kelompok sebaya siswa dengan keterampilan pelatihan yang memadai dari
narasumber bisa berperan penting dalam memberikan pendidikan kesehatan mulut di
sekolah-sekolah, melalui cara-cara yang tenaga kesehatan tidak bisa, dengan melibatkan
rekan-rekan sebaya mereka, dimana rekan-rekan terlatih telah dapat berkomunikasi
dengan rekan-rekan mereka dan menyampaikan informasi secara efektif dan efektif juga
untuk individu mereka sendiri sebagai role model. Pendidikan kesehatan mulut di
sekolah sebagian besar telah disampaikan oleh para dokter gigi. Namun karena faktor-
faktor seperti biaya besar, dan ketersediaan dokter gigi, strategi lain adalah dengan
mengandalkan kelompok sebaya dan peserta didik sendiri, (Keikhaee,2014). Sehingga
penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas pemberian edukasi yang
diberikan oleh kelompok teman sebaya dan dokter gigi tentang pendidikan kesehatan
mulut, pengetahuan kesehatan mulut, praktik kebersihan mulut dan status kesehatan
mulut anak-anak sekolah pemerintah berusia 12-15 tahun.

1.2 Tujuan Penelitian


a. Mahasiswa dapat memahami mengenai trend keperawatan komunitas tentang
pendidikan kesehatan mulut terutama pada usia 12-15 tahun
b. Mahasiswa dapat memahami secara khusus efektivitas pemberian edukasi yang
diberikan oleh kelompok teman sebaya dan dokter gigi tentang pendidikan kesehatan
mulut, pengetahuan kesehatan mulut, praktik kebersihan mulut dan status kesehatan
mulut anak-anak sekolah pemerintah berusia 12-15 tahun
c. Mahasiswa dapat mengetahui alasan dilakukan tindakan ketrampilan tersebut

BAB II
JURNAL PENELITIAN

2.1 Lampiran

6
BAB III

PEMBAHASAN

7
3.1 Profile Penelitian
a. Judul Penelitian
Effectiveness of Peer Group and Conventional Method (Dentist) of Oral Health
Education Programme Among 12-15 year Old School Children - A Randomized
Controlled Trial

b. Pengarang/Author/S
Swathi Vangipurami
Abhishek Jha
Rekha Raju
Mamtha Bashyam

c. Sumber/Source
Journal of Clinical and Diagnostic Research , 2016 May, Vol -10

d. Major/Minor Subject (Key Word)


Adolescent, Health behavior, Oral education, Oral hygiene

e. Abtract:
Introduction: Oral Health Education (OHE) in schools is routinely delivered by the
dentist. Another approach which can be cost-effective, easily accessible and equally
effective is the trained group of peer students.
Aim: The objective of the present study was to assess and compare the effectiveness of
peer–led and conventional method (dentist-led), OHE on oral health status, oral
health knowledge, attitude and practices among 12-15 year old government school
children in Bengaluru South Zone-I at baseline, 3 months and 6 months.
Materials and Methods: The study population comprised of 450 subjects, 150 each in
peer, dentist and control group. At baseline, a pre-tested 14 item questionnaire was
used to assess the existing oral health knowledge, attitude and oral hygiene practices
of the subjects. Clinical examination included recording of plaque index and gingival
index, by a pre-calibrated examiner. OHE was provided by the peer group and dentist
(using power-point presentation, chalk and talk presentation, using charts, posters,

8
booklets and tooth brushing demonstration models). Data was analyzed using Kruskal
Wallis and Chi-square test.
Results: Both the peer-led and dentist-led OHE intervention were effective in
improving oral health knowledge, attitude, oral hygiene practices and oral health
status at three and six months when compared to control group. The adolescents in
the peer-led group, however, exhibited statistically better oral health behavior than
their counterparts in the dentist-led group and control group.
Conclusion: The two educator-led strategies (peer group and dentist) had a modest
effect on the outcome variables included in the study, the results provide some
evidence to show that the peer-led strategy may provide a feasible and almost equally
effective alternative to the traditional dentist led strategy of oral health education.

f. Tahun Publikasi
01 Mei 2016

3.2 Deskripsi Penelitian Berdasarkan metode PICO:


a. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas pemberian edukasi
yang dilakukan oleh kelompok teman sebaya dan dokter gigi tentang pendidikan
kesehatan mulut, pengetahuan kesehatan mulut, praktik kebersihan mulut dan
status kesehatan mulut anak-anak sekolah pemerintah berusia 12-15 tahun.

b. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Studi desain dan pengaturan (uji
kontrol acak / RCT).

c. Populasi / Sampel
Data dikumpulkan dari 450 anak-anak sekolah dari 12-15 tahun kelompok usia
dari tiga sekolah Pemerintah yang dipilih secara acak di South Zona-I, Bengaluru,
Karnataka. Hanya sekolah-sekolah pemerintah dianggap sebagai izin untuk
semua sekolah Selatan Zona-I diperoleh dari petugas pendidikan blok dan sampel
yang diperlukan diperoleh dari tiga sekolah acak dan juga terlihat bahwa program
pendidikan kesehatan mulut yang jarang terlihat di sekolah-sekolah pemerintah.

9
Data dikumpulkan selama enam bulan dari September 2013 sampai Februari 2014
antara 12-15 tahun anak-anak sekolah pemerintah lama Bengaluru Selatan Zona-
I. Izin etis diambil dari komite peninjau etik kelembagaan VS Gigi College dan
Rumah Sakit, Bangaluru, Karnataka, dan memberitahu consent diambil dari
kepala sekolah dan orang tua atau peduli pengambil setiap siswa berpartisipasi
dalam studi. Total 450 anak-anak (150 di masing-masing kelompok yaitu dokter
gigi, rekan dan kelompok kontrol) diambil dengan menggunakan rumus (z 2 pq) /
Δ 2 dengan z = 1,96 (dari standar distribusi normal) p = 0,89 (p = prevalensi
diambil sebagai 89 persen), q = 1-p = 0,11, Δ = 0,05 (5 persen margin of error).
Kriteria inklusi adalah anak-anak dalam kelompok usia 12-15 tahun, anak-
anak yang memperoleh persetujuan dari orang tua / wali untuk berpartisipasi
dalam studi dan anak-anak hadir pada hari pemeriksaan. Kriteria eksklusi secara
fisik dan mental anak-anak, anak-anak dengan penyakit sistemik dan anak-anak
yang menjalani perawatan ortodontik.

d. Intervention
Sebelum memulai penelitian, pemeriksa dilatih dan dikalibrasi untuk
memastikan interpretasi yang seragam untuk berbagai kondisi kesehatan yang
terkait oral untuk diamati dan dicatat (Kappa Nilai, = 0,80). Studi percontohan
dilakukan dengan sampel dari 30 anak-anak mulai usia 12-15 tahun untuk
mengetahui kelayakan, untuk pelatihan dan kalibrasi pemeriksa dan untuk menilai
keandalan pertanyaan. Kuesioner terstruktur dibangun dan validitas isi dilakukan
oleh tiga ahli subjek untuk menilai kesehatan mulut pengetahuan, sikap dan
praktek. Sebuah questionaaire 14 item yang pertama kali disusun dalam naskah
bahasa Inggris dan kemudian diterjemahkan ke dalam naskah Kannada (bahasa
lokal). Kuesioner dibagi dalam tiga bagian sebagai pengetahuan, praktik dan
sikap untuk menilai efektivitas pemberian pendidikan kesehatan mulut.
Intervensi pada tahap alat studi: dibagi menjadi dua bagian. Bagian satu terdiri
dari wawancara terstruktur yang mencatat data demografi dan 14 item kuesioner
untuk menilai lisan kesehatan pengetahuan, praktik dan sikap siswa. penilaian
klinis dilakukan dengan Indeks Plak (PI) (Sillness Dan Loe 1964) dan gingiva
Index (GI) (Loe Dan Sillness 1963). Bagian dua terdiri dari memberikan
pendidikan kesehatan untuk semua tiga kelompok dan menggunakan alat-alat di

10
atas digunakan, untuk menilai efektivitas program pendidikan kesehatan pada
awal, 3 bulan dan 6 bulan.
Pada tahap pemberian pendidikan kesehatan mulut: Untuk pendidikan
kesehatan kelompok sebaya, dari total 150 anak, lima kelompok sebaya dipilih,
masing-masing kelompok terdiri dari lima anak. Dokter gigi memberikan
pendidikan kesehatan untuk melihat penjelasan dipapan tulis dan metode bicara,
power point presentasi, model dan grafik sehingga bisa membuat sesi lebih
interaktif. Durasi sesi untuk setiap kelompok sebaya adalah 20 menit. Rekan-
rekan diberi pendidikan kesehatan tiga kali seminggu sebelum mereka bisa
memberikannya kepada seluruh ruangan kelas. Untuk metode konvensional
(dokter gigi) 150 siswa dipilih dan pendidikan kesehatan diberikan oleh dokter
gigi selama 20 menit dengan menggunakan alat bantu yang sama seperti untuk
kelompok sebaya.

e. Comparator
Sekolah yang telah terpilih sebagai kelompok kontrol tidak akan diberikan
pendidikan kesehatan mulut.

f. Outcomes / finding
Penelitian ini mengungkapkan bahwa pemberian pendidikan kesehatan mulut
lebih efektif diberikan oleh keompok sebaya dengan diperolehnya data bahwa
sekitar setengah dari remaja telah melakukan praktek yang disarankan seperti
menyikat gigi dua kali dan juga penggunaan sikat gigi. Kesimpulan dari
penelitian ini bahwa baik intervensi pendidikan yang dipimpin oleh group
kelompok sebaya dan pendidikan oleh dokter gigi sama-sama efektif dalam
peningkatan pengetahuan lisan kesehatan, praktek dan status kesehatan mulut
dengan kelompok sebaya sedikit lebih baik dalam meningkatkan pengetahuan dan
perilaku. Pengurangan berarti plak dan gingiva skor terlihat di kedua sebaya dan
kelompok pendidikan kesehatan gigi yang dipimpin. Oleh karena itu pendekatan
kelompok sebaya pendidikan kesehatan dapat menjadi alternatif yang layak dan
sama-sama efektif untuk metode tradisional pendidikan kesehatan gigi.
g. Limitation
Keterbatasan penelitian ini adalah sekolah-sekolah yang digunakan dalam
penelitian ini mungkin tidak mewakili semua sekolah karena hanya sekolah-

11
sekolah pemerintah yang masuk kriteria. Meskipun presentasi yang standar,
faktor lingkungan seperti hambatan komunikasi, efisiensi pendidik bisa
menambahkan efek memodifikasi pada intervensi pendidikan kesehatan.

h. Manfaat Hasil Penelitian bagi Keperawatan


 Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat diaplikasikan oleh bidang keperawatan dengan cara
kolaborasi dengan dokter gigi dan kelompok tertentu dalam hal ini kelompok
sebaya usia anak sekolah dalam hal pemberian pendidikan kesehatan mulut.
 Manfaat Teoritis
Penelitian ini mampu mengembangkan intervensi keperawatan dalam dunia
pendidikan kesehatan mulut yang mungkin bisa dilakukan pada kelompok usia
yang berbeda.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

12
Penelitian ini mengungkapkan bahwa pemberian pendidikan kesehatan mulut
lebih efektif dengan diperolehnya data bahwa sekitar setengah dari remaja telah
melakukan praktek yang disarankan seperti menyikat gigi dua kali dan juga
penggunaan sikat gigi, terutama jika pendidikan kesehatan mulut diberikan oleh
kelompok teman sebaya mereka.
.
4.2 Saran
Diharapkan intervensi ini menjadi alternatif bentuk variasi dalam terapi pada
pemberian pendidikan kesehatan mulut pada usia 12-15 tahun, atau jika
memungkinkan dilalukan modifikasi –modifikasi lain yang bisa meningkatkan
efektivitas pemberian program edukasi.

Daftar Pustaka

DepKes RI, 2013

13
DepKes RI, 2007

Journal of Clinical and Diagnostic Research , 2016 May, Vol -10


Stella Y.K, Petersen PE. Health- promoting schools: an opportunity for oral health
promotion. Bulletin of World Health Organization. 2005; 83(9) 34-43.
Jorgensen N and P.E. Petersen. Promoting oral health of children through schools – Results
from a WHO global survey 2012. Community Dental Health. 2013;30:204–18.
Brown LF. Research in dental health education and health promotion: a review of the
literature. Health Education Quarterly. 1994; 21: 83-102.

DAFTAR LAMPIRAN

14
Lampiran 1. Konsultasi jurnal

15

Anda mungkin juga menyukai