Anda di halaman 1dari 4

Sebuah Alasan

Namaku Stella Aurini. Semenjak aku masuk SMP, aku gemar sekali mengamati ekspresi orang
lain. Memperhatikan ekspresi mereka dan membuat catatan atas ekspresi tersebut. Sebagai
panduan, aku juga membeli beberapa buku bertema psikologi untuk membantu pengamatanku.
Maka, mulailah aku mengerti cara membaca ekspresi seseorang.
Hingga aku mulai bersekolah di SMK, secara tidak sengaja aku bertemu dengan seorang cowok.
Pertama kali aku melihatnya saat di sebuah acara sekolah. Dia terlihat canggung saat melihat
keadaan sekitarnya. Jika kubaca dari ekspresinya, ia merasa tidak nyaman. Aku langsung tahu
bahwa ia adalah murid baru. Karena aku tidak pernah melihatnya.
Maka aku pun diliputi rasa penasaran. Mulailah aku bertanya kesana-kemari untuk mencari tahu
siapa dia. Butuh waktu sampai 2 Minggu untuk tahu siapa namanya. Namanya Rendi. Ia dari
kelas X-Multimedia. Hanya itu yang kutahu. Aku langsung mencari namanya di kolom
pencarian di Facebook, dan Instagram. Ada banyak sekali nama yang sama. Membuatku
bingung menentukan yang mana akunnya. Ternyata susah sekali mencari informasi tentang
Rendi.

Hingga pada akhirnya aku pun menyerah. Menghentikan usahaku mencari informasi tentang
dirinya. Aku hanya mampu melihatnya dari kejauhan. Aku selalu mengamatinya. Rendi
kelihatan pendiam sekali. Ketika berpapasan di kantin pun aku hanya mampu menunduk. Entah
kenapa aku jadi malu begini.
Ketika memasuki bulan Ramadhan 2017, sekolahku mengadakan Pesantren Kilat. Kami akan
menghabiskan satu malam dengan menginap di sekolah.
Acaranya pun dimulai. Para murid kelas 10 sampai 11 memasuki aula. Termasuk Rendi. Aku
melihatnya duduk di jajaran murid kelas 10-Multimedia. Aku hanya memperhatikan sekilas. Ia
hanya menatap datar dan sesekali tersenyum ketika diajak ngobrol.
Pembukaan acara diisi dengan motivasi dari salah satu tamu undangan. Aku memperhatikan
wajah teman-teman di sekitarku. Semua tampak antusias, terpukau, bahkan ada yang terlihat
bosan. Hanya ekspresi Rendi yang membuatku heran. Ekspresinya datar. Seakan tidak tertarik.
Padahal teman-teman di sekitar nya ada yang tertawa, tersenyum, dan lain-lain, tapi mengapa ia
berekspresi seperti itu? Seperti ada sesuatu yang aku tidak tahu apa itu.
Ah, dia memang membuatku penasaran.
Akhir bulan Juni, aku mendapat permintaan pertemanan di akun Facebook. Namanya Rey.
Namun, yang membuatku terkejut adalah, foto profilnya adalah foto Rendi. Buru-buru aku
menerima permintaan pertemanannya.
Tanpa membuang waktu aku mengirimkan pesan padanya. Masa bodoh dengan gengsi. Rasa
penasaran ini begitu meluap.
“Kayaknya aku kenal kamu, deh,” tulisku. Kebetulan dia sedang online.
“Masa’?” Balasnya. Singkat sekali. Padahal hatiku dag-dig-dug tidak karuan.
“Aku Stella. Dari SMK Pemuda 1, Malang,” kataku lagi.
“Kita satu sekolahan. Namaku Rendi,” balasnya 2 menit kemudian.
Yes! Aku tidak salah orang. Kami pun mengobrol banyak hal. Bahkan dia dengan senang hati
menceritakan kehidupannya.
“Aku hidup di antara keluarga broken home,” katanya. Aku termenung sebentar kemudian
membalas. Ceritanya membuatku nyaris menangis.
“Aku kecewa sama orangtuaku, tapi sekarang perlakuan ayah sudah mending karena ia sudah
meninggal sementara ibuku menikah lagi,” cerita Rendi. Ia juga menambahkan, sekarang ia
hanya tinggal dengan kakek dan neneknya.
Aku menghela nafas. Apakah ini jawaban kenapa ia begitu pendiam? Karena Rendi punya
masalah yang tidak banyak yang tahu.
“Kenapa.. kamu cerita masalah seperti ini padaku? Kan baru kenal,” tanyaku.
“Aku percaya kok kalo kamu bisa jaga rahasia. Lagipula siapa yang peduli sama cerita seperti
ini,” jawabnya.
Aku pun mengubah arah pembicaraan. Kami mengobrol lagi sampai ia pamit untuk membantu
neneknya.
“Bye,” tulisku. Ia hanya membacanya.
Kenapa rasanya begitu menyakitkan? Padahal aku tidak mengalami apa yang Rendi alami.
Mungkin di balik sikap pendiamnya, ia menyimpan banyak rasa sakit dan kekecewaan.
Aku menatap langit-langit kamarku. Ada tekat dalam hatiku.
“Aku akan membantunya dalam mengurangi rasa sakit,” bisikku pelan.
Manusia Bodoh
Aku Shita Diga Persada. Sekarang aku duduk di kelas 12 SMA atau kelas 3. Aku ingin
menceritakan kisah cintaku yang pernah aku alami saat sekolah. Cerita ini tentang perasaan
seorang wanita yang menyukai seorang lelaki yang telah dipendamnya selama 4 tahun. Dari
kelas 2 SMP sampai 3 SMA. Berikut kisahnya…
Saat SMP…
Hari demi hari kulalui seperti biasa. Belajar, bermain dan yang lainnya. Di sekolah, aku
memiliki sepupu laki laki yang bisa menjadi pelindungku namanya Dewa. Aku bukan termasuk
siswa yang pintar, tapi aku menempati kelas unggul di sekolah itu. Tapi itu yang membuatku
tidak memiliki teman di kelas lainnya. Di kelas aku pun orangnya pada egois semua dan gak
asik diajak main. Akhirnya aku memilih untuk pergi ke kelas Dewa.
“Dewaaa…” Teriakku. “Apa mbak??” Balas Dewa. Yaa Dewa memanggilku seperti itu karena
ibunya adik ayahku. “Gak ada, boring aja di kelas” jawabku. “Sinilah main kita… Weee ini ada
anak lokal unggul mau main ke sini… hahah” ledek Dewa. “Apaan sih luu” kesalku. “Becanda
doang kaliii” balas Dewa. Sambil mengusap-usap rambutku. Saat itu aku main bareng aja sama
temen-temen Dewa. Dan gak ada yang aneh pikirku.

Hari-hari berikutnya aku sering bermain ke kelas Dewa. Tanpa sadar aku melihat salah satu
temen Dewa. Aku tidak tahu namanya. Akhirnya kutanya pada Dewa. “Wa, itu sapa sih
namanya?” Tanyaku. “Ohh itu, namanya Junot. Ngapa?” Balas Dewa. “Gak ada” kataku.
Hari berikutnya, ternyata si Junot itu menegurku.
“Oiii” sapa dia. “Hmmm ngapa?” Balasku. “Gak ada” kata dia. “Gak jelas” kataku. Percakapan
itu berakhir seperti itu di hari pertama. Seiring main ke kelas Dewa, aku lebih sering main sama
Junot daripada sama Dewa. Dan Dewa pun biasa aja menanggapinya. Namun dia hanya titip ke
Junot “woii hati hati sama Mbakku, jangan buat dia nangis” kata Dewa. Si Junot senyum
senyum aja nanggapinya. Dari situ aku mulai menaruh rasa padanya. Tanpa sadar aku menjadi
Secret Admirernya. Dia sangat peduli padaku. Saat itu kami dibilang pacaran, gak pernah jadian.
Dibilang temenan, kayak pacaran. Mungkin HTS-an yang lebih cocok. Yang penting aku
bahagia ngelakuin itu.
Tapi, saat kami lagi dekat-dekatnya. Tiba-tiba aku dilabrak sama kakak kelas yang juga temen
aku dari kecil. Dia tanya kenapa aku deket sama Junot, apa aku pacaran sama Junot dan lain
lain. Dan kujawab aku gak pacaran sama si Junot. Kejadian itu tidak pernah aku ceritakan ke
Junot. Namun tanpa sengaja ternyata dia tahu dari temennya sendiri. Dan dia bicara sama aku
“Iya shita dilabrak sama lyra?” Tanya dia.
“Gak kok” elakku. Tiba tiba databg temennya yang ngasih tahu sama dia “iyaa deng, udahlah
shita bilang aja.” Desak dia. “Shita… Iyaa??” Tanyanya kembali padaku. “Gak cuma ditanyain
aja tentang Junot, selow aja kaliii gak papa kok” jawabku. “Kok gak bilang sama aku? Kan bisa
dikasih tahu langsung ke dia gak usah gangguin Shita.” Kesalnya. “Udahlah gak papa kok”
kataku.
Saat di rumah aku membuka twitterku. Dan kulihat ada DM masuk dan kubaca ternyata dari
dia(junot) yang isinya.
“Maafin Junot yaa Shita, gara gara Junot dekat-dekat sama Shita, shita jadi dilabrak. Maaf yaa”
kata dia.
“Iya gak papa, udah biasa tu nyoo” jawabku.
Saat aku membaca itu, aku berasa seneng dan ketawa ketawa sendiri aja. Ternyata dia peduli
sama aku.
Hari hari berlalu, saat akhir kelas 2 SMP
Gak ada tanda-tanda yang membingungkan yang kulalui bersamanya. Namun hari itu dia sama
sekali tidak menyapaku seperti biasa. Aku diam saja seperti tidak ada yang terjadi. Ternyata aku
mendapat berita kalau dia udah jadian sama anak sekolah lain. Aku habya bisa menangis. Hanya
PHP yang aku terima dari dia. 3 bulan dia berpacaran sama cewek itu, segitu juga dia diamin
aku.
Namun setelah putus, dia kembali seperti semula.
“Sombong” tegur dia. “Mana ada shita sombong” balasku.
Kejadian itu terus berulang, saar dia pacaran dia mendiamkan aku. Setelah putus baru dia
menegurku. Ada 3 bulan 7 bulan dan ada juga hampir setahun. Keadaan seperti itu terus aku
jalani. Namun sampai detik ini aku tidak bisa menghilangkan perasaan itu kepadanya. Aku
masih menunggu dia ntah sampai kapan.
I have died everyday waiting for you
But i enjoy thats moment.

Anda mungkin juga menyukai